• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hancurnya Sian Thian San, Bagian akhir

Dalam dokumen Pengelana Tangan Sakti (Halaman 92-101)

Sian Lee terhenyak. Heran dia, mengapa banyak sekali orang-orang asing dari JawaDwipa datang ke daratan Tionggoan ini. Bahkan kepandaian merekapun tidaklah rendah. Apakah mereka bagian dari Istana Mustika Langit? Diam-diam dia mulai khawatir sampai akhirnya dia mendesah: “Akh, lawan begini banyak, bagaimana menghadapinya?”

“Hihihi...kau memiliki ilmu maha sakti, masakkan engkau takut?” Tiba-tiba

sebuah suara yang amat merdu menimpali desahannya. Sian Lee terkejut sekali. Bagaimana mungkin dia tidak mendengar ataupun mendeteksi kehadiran

seseorang dalam jarak tigapuluh li dari tempatnya, diam-diam dia menyesal atas keteledorannya.

Kali ini dia lebih tekejut lagi, karena orang yang mengeluarkan suara itu adalah seorang gadis yang amat cantik dan ayu bukan main. Dia terpesona! Gadis ini begitu cantik, setelah di amati tampaknya wajah gadis itu mirip-mirip ketiga gadis tadi namun juga tidak mirip. Dengan pakaian yang putih dari bahan halus seperti gadis-gadis daratan lainnya, bahkan yang ini lebih cantik lagi dengan tubuh yang indah. Gadis itu duduk di bawah pohon yang tak jauh dari situ. “Nona ini...?”

“Aku adalah Sim Sian Li...di negeri Jawa Dwipa aku di kenal sebagai Rara Ayu, aku murid kakek Aneh Penunggang Jagat...?” Belum selesai Sian Lee bertanya, bibir manis yang merekah dari gadis itu telah memotong pembicaraannya bahkan memberi jawaban dengan lancar. Tentu saja dia tertegun dan makin terpesona memandang bibir tersebut.

Kembali gadis itu melanjutkan: “Aku mengenal tentang dirimu dari guruku, bahkan katanya kaupun telah mewarisi tiga jenis ilmu rahasia dari Istana Atas Angin kami?”

“Akh...nona, sebenarnya akupun tak menyangka namun...”

“Bagus, sekarang sambut seranganku...” Kembali gadis itu memotongnya sambil tubuhnya bergerak seebat dengan kedua tangan bergerak cepat mengeluarkan

serangan yang dahsyat dengan jari-jari mungilnya yang mengeluarkan hawa pedang yang menggiriskan.

Diam-diam Sian Lee mendongkol juga dengan gadis ini. Datang-datang langsung menyerang. Tapi apa boleh buat, serangan itu sangat dahsyat, jika dia mandek saja, akan tidak baik buatnya. Segera dia bergerak mengikuti arah serangan lawan sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya. Di lain saat terjadilah pergantian jurus yang amat cepat dan dahsyat.

Berkali-kali sang gadis mengeluarkan ilmu-ilmunya yang aneh, namun Sian Lee juga menandinginya dengan ilmu-ilmu yang tak kalah aneh lagi. Akhirnya gadis itu berhenti.

“Huh, kalau engkau hanya bisa memakai tiga ilmu warisan guruku, bukankah engkau terlalu memandang rendah diriku? Kalau begitu sambut Ajian Batara Naga Mas yang satu ini..Heaaaahhhh”

Serangan yang satu ini luar biasa sekali. Segala sesuatu yang bergerak sejauh empat tombak seperti dari tempat itu seperti berhenti bergerak. Sian Lee pun terkejut di buatnya. Pukulan itu di lakukan dalam jarak dua tombak. Datangnya juga amat cepat melebihi angin.

Tak berani ayal, Kaki Sian Lee tertancap di tanah sebatas lutut. Tubuhnya terdiam dalam keheningan, namun pengaruh hawa yang keluar dari tubuhnya amat kuat melawan pengaruh dari Ajian Batara Naga Mas tersebut.

Dalam keadaan diam itulah, sesungguhnya tubuh Sian Lee sedang bergerak dengan kecepatan yang amat mengagumkan sambi mengeluarkan Ajian Tapak Begawan Pamungkas untuk menahan ajian sang gadis.

Tidak ada ledakan yang terjadi akibat pertemuan kedua tenaga dahsyat tersebut. Terjadi ledakan yang mat keras di iringi debu yang mengepul tinggi, setelah itu angin bertiup kencang dan semuanya tampak tenang dan mereka saling mengawasi dengan penuh selidik. Ternyata sesaat sebelum kedua pukulan mereka bertemu, keduanya segera menghentakkan pukulan mereka sehingga berbelok menghantam tanah di depan mereka.

Hal ini luar biasa sekali. Kalau tenaga dalam mereka tidak amat kuat, mereka pasti akan terluka dlam. Biasanya hanya para tokoh angkatan tua yang tenaga dalamnya sudah sempurna saja yang bisa melakukannya. Gadis itupun

tersenyum. Sian Lee-pun ikut tersenyum. Saat tubuh mereka berkelebat lenyap, di tempat mereka berdiri telah membentuk lubang sedalam dua meter.

---000---Puncak Siong San, dimana Siauw Lim Pai telah berdiri dengan megahnya selama ratusan tahun tampak tegang. Tak seorangpun tahu, tiba-tiba lonceng besar yang terdapat di tengah-tengah pendopo lenyap tanpa bekas.

Tak seorangpun tahu siapa yang mengambilnya. Ini membayangkan betapa tingginya ilmu pencuri tersebut.

Hari itu Siauw Lim Pai kedatangan tamu. Tamu ini bukan sembarang tamu. Khong Bhok Hwesio sendiri yang menyambutnya di iringi oleh seluruh jago-jagi Siauw Lim Pai yang ada serta tak kurang dari seratus limapuluh orang.

Siapa tamu istimewa yang mendapat penyambutan istimewa ini? Mereka tak lain tak bukan adalah empat orang gadis cantik bersama seorang pemuda tampan yang bukan lain adalah Po Tee Giok sendiri.

Di belakang mereka tampak duaratus orang yang di pimpin oleh enam orang berpakaian panglima perang yang aneh sekali.

“Khong Bhok Hwesio, aku Po Tee Giok ketua Jit Cu Kiong memerintahkan kau untuk tunduk di bawah perintah kami. Kalian takkan punya jalan mundur selain mengabdi kepada Istana Mustika Matahari. Kalau kalian menolak, kami akan membumi hanguskan puncak Siong-san ini sama seperti Sian Thian San...” terlihat senyum menyeringai dari Po Tee Giok yang pongah dan angkuh. “Omitohud..., sicu terlalu memandang rendah Siauw Lim Pai kami ini. Bagaimanapun juga Siauw Lim Pai di puncak ini adalah lambang kejayaan ratusan tahun...kami takkan tunduk di bawahperintah siapapun juga.” Sahut Khong Bhok Hwesio dengan tenang.

“Kalau begitu aku rasa kita tidak perlu banyak bicara karena kalian sendiri yang mencari mati!...” teriak Poo Tee Giok, segera dia membari aba-aba. Serentak seluruh anak buahnya menyerbu sehingga terjadilah pertempuran yang seru. Korban mulai berjatuhan, namun paling banyak dari pihak siauw Lim Pai. Kenyataannya seluruh pertempuran yang terjadi adalah berat sebelah karena lawan terlalu kuat. Hanya ada beberapa tokoh Siauw Lim Pai dari angkatan tua yang boleh bertahan sama kuat, tapi itupun tidak lama.

Tidak sampai tengah hari pertempuran terhenti. Tampak para hwesio Siauw Lim Pai tergeletak dengan luka-luka dan banyak yang mati. Beberapa tokohnya tampak duduk bersila untuk memulihkan luka dalam mereka.

“Hahaha...bagaimana Khong Bhok Hwesio, masihkan engkau berkeras untuk tidak mau tunduk di bawah Jit cu Kiong?” Kembali terdengar suara Po Tee Giok yang diiringi tawa menyeringai.

“Omitohudi...keputusan kami sudah bulat. Apapun yang terjadi kami tidak akan menyerah...”

“Bangsat hidung kerbau keras kepala, matilah...” Sangking gusarnya, Po Tee Giok tak dapat menahan dirinya lagi. Matanya berkilat kemerahan. Satu pukulan bentuk bola tenaga yang amat dahsyat di lancarkan. Sudah tentu pukulan ini amat hebat dan tidak dapat di tahan oleh hwesio yang sudah lemah tersebut. Khong Bhok Hwesio memejamkan mata menunggu kematian...

Namun kematian itu tak kunjung datang juga. Sesaat pukulan itu akan

menghantam Khong Bhok Hwesio, tiba-tiba tampak sepasang tangan halus yang bertenaga amat kuat menangkis pukulan tersebut.

Tangan tersebut amat lincah. Tidak ada bunyi yang di timbulkan saat pukulan Po Tee Giok bertemu dengan tangan halus itu. Ajaib, karena tangan itu tidak

hancur, melainkan bergerak menangkap bola pukulan tersebut dan dengan entengnya membelokkan ke arahnya ke pohon terdekat.

“Dhuaaaaaarrrr...” Pohon tersebut hancur berkeping-keping. Po Tee Giok

melengak kaget, sekejap dia memperhatikan bayangan seorang gadis yang amat cantik.

“Kau...” Po Tee Giok terkejut saat melihat seorang gadis yang dapat menyambut pukulannya. Namun bukan ke arah sang gadis tersebut saja sumber

keterkejutannya, melainkan pada pria yang berdiri di samping gadis tersebut. Dia sangat mengenal sekali pria tersebut...

---000---Sementara penyerangan di puncak Siong San terjadi, gerakan yang lain juga terjadi di tempat yang cukup jauh dari situ, yaitu di Bu Tong San. Tiga belas orang bersorban warna-warni di pimpin oleh si Penunggang Angin menyerang Bu Tong Pai yang saat itu sedang tidak siap.

Pertempuran itupun tidak lama. Para penyerang terlalu tangguh, sementara para pemimpin teras Bu Tong Pai tidak berada di tempat. Syukurlah di saat-saat yang genting muncul tujuh orang yang memberi bantuan sehingga menyelamatkan Bu Tong Pai dari kehancuran. Mereka tidak lain adalah Kai Ong dan kawan-kawan yang baru saja turun dari Sian Thian San dan sedang mencari Sian Lee.

Terjadi pertempuran yang dahsyat antara tokoh-tokoh sakti jaman itu. Gerombolan Jit Cu Kiong tidak menyangka jika mereka akan mendapat perlawanan yang demikian hebat.

Si Penunggang Angin yang melihat Lie Fu Lan, sumoi-nya berada di antara ke tujuh orang tersebut segera bergerak menghampiri sambil berseru:

“Sumoi, apa maksudmu? Mengapa kau membantu pihak musuh?”

“Kok suheng, maafkan aku, sekarang aku tidak berpihak pada Jit Cu Kiong lagi...” Seru Fu Lan sambil tersenyum ke arah Si Penunggang Angin yang ternyata adalah she Kok tersebut.

Gadis ini tersenyum. Manis sekali, yah, hakekatnya tidak pernah sang suheng melihat senyuman cerah dari sang sumoy. Diam-diam dia heran.

“Sumoi tahukah kau bahwa subo juga ada di sini?”

“Aku tahu suheng, aku dapat merasakan hawa pembunuhnya!” Sahut si gadis tenang.

“Hik..hik..hik, kalau kau sudah tahu mengapa kau tidak segera berlutut dan memberi melapor?" Tiba-tiba muncul sebuah bayangan si nenenek aneh yang langsung berdiri di hadapan Fu Lan.

“Maafkan murid yang tidak berbakti, subo! Tapi murid tidak lagi bisa mengikuti Jit cu Kiong...” Kali ini Fu Lan berbicara dengan kepala tertunduk.

“Bagus, kalau kau tidak sehaluan lagi, matilah...!” Kata si nenek dengan suara geram. Segera dia mengangkat tangan hendak memukul, namun dua buah bayangan lain bergerak di menghalangi di depannya.

“Lan-moi, biar kami saja yang melawan mereka...” Menyusul Lian Giok Hui dan Hong Er Yong yang telah menghadang dengan senjata terhunus di tangan. “Siapa kalian?” Nenek itu bertanya dengan ketus sambil memandang dengan mata berkilat.

“Tidak perlu tahu siapa aku, kalau engkau hendak menyusahkan Lan-moi, aku takkan membiarkanmu...” Giok Hui segera bergerak menyerang sambil

mengerahkan jurus Thian Liong Sip Pat Kiam Sut-nya.

Nenek itu mendengus melihat serangan lawan. Diam-diam dia terkejut karena lawannya yang masih muda ini ternyata memiliki ilmu yang dahsyat. Segera dia mengerahkan salah satu ilmu tongkat paling saktinya yaitu “Ilmu Seribu Tongkat Menyengat Dewa” .

Gerekan-gerakannya aneh. Tak kalah anehnya dengan Thian Liong Sip Pat Kiam Sut dari Giok Hui. Dengan ini mereka bertempur sebanyak limapuluh jurus dengan imbang.

Sementara Si Penunggang Angin kemudian di hadapi oleh Hong Er Yong yang mencecarnya dengan kedahsyatan ilmu pedangnya yang di mainkan bergantian menggunakan payungnya serta pedang tipis pendek di tangan kiri. Walaupun memiliki ilmu-ilmu yang sakti, namun Si Penunggang Angin tak mampu berbuat banyak untuk mengalahkan lawannya karena Er Yong juga telah mengerahkan kedua ilmu pedang “Sepuluh Jurus Titisan Dewa Angin” dan “Hok Mo Cap Sha Kiam Sut” dengan dahsyat.

Di sebelah, Lian Giok Hui juga berkutat keras dengan si nenek aneh yang sakti. Pengerahan “Thian Liong Sip Pat Kiam Sut” yang di lambari “Ajian Lebur

Samudra” serta “Ajian Gelap Sewu” membuat sang nenek tidak mampu

mendesak lebih. Karena dia tahu kedahsyatan Ilmu Lebur Samudra yang mampu menghilangkan tenaga lawan, apa lagi Ajian Gelap Sewu yang memiliki perbawa menggidikkan sangking dahsyatnya.

Sementara Fu Lan telah mengundurkan diri dan bergabung dengan Kai Ong bersama rekan-rekan lainnya untuk menahan gempuran tiga belas kakek sakti bersorban yang sakti. Ternyata dengan kepandaian mereka sekarang, tidak susah takut akan kalah.

Akhirnya, karena tidak melihat jalan keluar yang lebih baik, maka pihak Jit cu Kiongpun akhirnya mengundurkan diri.

---000---“Mau apa kau di sini?” Kembali suara Po Tee Giok membentak.

“Huh, Po Tee Giok, engkau membuat onar di mana-mana, kalau aku tidak melenyapkanmu, akan sulit rasanya membayangkan lebih banyak korban yang akan berjatuhan sebagai hasil pekerjaanmu yang penuh kelicikan...” Sian Lee menyahut dengan tenang, namun matanya berkilat-kilat manahan emosi. “Bangsat, apa kau kira aku takut padamu, huh, kau rasakan kesaktian empat Putri Gaib?” Sesudah demikian, dia memberi tanda pada keempat putri gaib untuk maju.

Keempat putri itu memandang pada Sian Lee sejenak. Tiba-tiba Tara Gita bersuara:

“Benar...sangat di sayangkan sekali, namun apa boleh buat, aku tak dapat membiarkan kejahatan merajalela...”

“Baik, kalau begitu kami berempat tidak sungkan lagi”

“Silahkan...” Jawab Sian Lee singkat. Namun saat keempat gadis itu hendak bergerak menyerang, tiba-tiba bayangan Sim Sian Li mendahului menyerang: “Huh, apak kalian pikir aku hanya patung?...”

Sejenak keempat gadis itu memendang ke arah Rara Ayu dengan pandangan mata menyelidik.

“Eh, apakah engkau murid istana Atas Angin yang berjuluk Putri Awan dan Angin?" Tanya Tara Shinta.

“Tak usah banyak bicara, lihat pukulan....” Berkata demikian, Rara Ayu sudah menyerang dengan jurus-jurus yang mematikan dan dahsyat. Dengan begitu pertempuran empat lawan satupun terjadi dengan amat hebat.

Sian Lee membiarkan saja karena dia percaya akan kepandaian Rara Ayu. Matanya terus memandang Po Tee Giok dengan tajam. Perlahan-lahan dia melangkah mendekati pemuda tersebut. Saat itu di samping Po Tee Giok telah muncul seorang kakek yang berperawakan seperti pembesar. Di lihat dari dandanannya, Sian Lee berani memastikan bahwa kakek ini pasti datang dari daerah yang sama dengan Kakek Penunggang Jagad.

“Orang muda semangatmu besar, namun kau bukan tandinganku,

menyingkirlah...” Katanya sambil mengibaskan tangannya ke arah muka Sian Lee. Kontan serangkum angin yang amat dahsyat menyerang Sian Lee... Sian Lee tersenyum. Namun tangannya tidak tinggal diam. Dia menggerakkan tanganya di kibaskan ke arah serangan kakek tersebut. Terjadi benturan tenaga kasat mata. tapi kakek itu terkejut karena tenaganya seolah-olah lenyap di telan samudra yang luas.

“Bagus anak muda, kau sambutlah Ajian Brajakirana-ku!”

Dari tangan kakek itu melesat sebuah sinar biru kehitam-hitaman sebesar jari kelingking. Sinar itu bergerak tidak terlalu cepat, namun dahsyatnya bukan kepalang. Dari tempat Sian Lee berdiri, dia merasakan tenaga pukulan lawan yang aneh karena hawa pukulan itu membekukan semua gerakannya sehingga dadanya terasa sesak.

Keadaan ini berlangsung sangat cepat, namun walau demikia Sian Lee bukan petarung kemarin sore. Hanya dalam sekejap saja, segera Sian Lee sadar bahaya dari pukulan tersebut. Segera dia mengempos semangatnya sambil mengerahkan Ajian Tapak Begawan Pamungkas dengan delapanpuluh persen tenaga Iweekangnya.

“Bleeedaaarrrrrr!....” Terjadi benturan tenaga yang dahsyat, pijaran bunga api menyilaukan mata berpendar dalam jarak empat tombak. Keduanya tak

bergeming. Namun semua orangpun tahu dan dapat meihat betapa sepasang kaki kakek itu telah melesak sejengkal kedalam tanah sedangkan dari sudut bibirnya mengalir setetes darah segar.

Po Tee Giok terkejut melihat akan hal ini. Segera tubuhnya melesat cepat ke depan sambil tangan kanannya mengerahkan tingkat tertinggi dari Thian-Te Kip-Kwi-Li-Ciang menghantam dada sedangkan tangan kirinya mengerahkan ilmu Ajian Brajakirana yang dahsyat memukul ke arah perut.

Tapi walau secepat apapun dia bergerak, tetap bukanlah lawan Sian Lee yang berpuluh kali lipat lebih lihai darinya. Sedangkan kakek itu saja tidak sanggup melawannya.

Pukulan Po Tee Giok tepat bersarang di dada dan perut Sian Lee, namun sedetik itu juga Po Tee Giok merasakan tangannya amblas menembus tubuh lawan. Segera jeritan ngeri keluar dari tubuhnya. Namun saat itu juga tubuhnya telah terlempar sejauh lima tombak kebelakang dan pingsan.

Sementara kakek aneh itu yang melihat Po Tee Giok terlempar, segera melesat dengan cepat menangkap tubuhnya dan melarikan diri dari situ sambil

meninggalkan rekan-rekannya yang lain.

Di sisi lain pertarungan antara Sim Sian Li melawan keempat Putri Gaib telah mencapai pada puncaknya. Gerakan mereka amat cepatnya saling susul menyusul. Sian Li terkejut dengan gerakan ilmu lawan yang saling membantu dengan amat rapat sekali.

Keempat Putri Gaib sendiri telah mengerahkan ilmu mereka yang paling dahsyat yaitu “Ajian Petaka Iblis” yang sarat dengan hawa kematian mengerikan yang dahsyat. Tubuh mereka bergerak bagaikan bayangan-bayangan iblis yang menyerang dari berbagai penjuru. Sedangkan tubuh Sim Sian Li sendiri tidak terlihat. Hanya bayangan jari Pedang yang bergerak bagai jarum bertaburan di seluruh tubuhnya. Kemana saja bayangan pedang itu bergerak, maka tampak pula bayangan-bayangan iblis itu hancur satu per satu.

Satu jam berikutnya kembali tersisa empat gadis itu saja. Di wajah mereka tampak cahaya keletihan. Begitu juga dengan Sim Sian Li. Gadis itu terlalu banyak mengerahkan tenaga. Walau demikian bibirnya yang mungil itumasih tetap tersenyum menghadapi pengeroyokan lawan-lawannya.

Akhirnya Empat bayangan Putri Gaib-pun bergerak merapat sambil berpegangan tangan membentuk lingkaran. Sim Sian Li terhenyak melihat hal ini. Namun belum sempat dia membuka mulut mengucapkan sesuatu, tiba-tiba tubuh keempat gadis lawannya itu berputaran seperti gasing dengan apat cepatnya sehingga menimbulkan pusaran iblis berhawa panas yang amat dahsyat. Inilah tingkat terakhir dari “Ajian Petaka iblis”. Jarak lima tombak dari keempat gadis itu tidak terlepas dari daya sedotan yang amat kuat dari ilmu tersebut. Semua benda-benda yang tersedot kedalam pusarannya langsung hancur menjadi abu.

Sim Sian Li atau Rara Ayu terkejut sekali dan tak dapat menahan untuk tidak terseret ke dalam pusaran penghancur tersebut. Namun saat tubuhnya

melayang ke arah pusaran, segera ia mengerahkan salah satu ilmu tertingginya yaitu “Ajian Lembu Sekilan” seangkan tangannya memukul kedepan dengan “Ajian Batara Naga Mas” tingkat terakhir.

“Haiiiiiiiiitttt...”, “ Daaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrr....”, “Aiikh...!”

Terdengar suara ledakan yang amat kuat. Keempat Putri Gaib terlempar arah keempat penjuru dengan memuntahkan darah segar yang banyak. Mereka terluka dalam yang akan segera merengut nyawa mereka.

Sementara di tengah bekas-bekas pusaran penghancur yang mulai memudar itu, tampak sesosok bayangan melayang bagai daun yang jatuh dari pohonnya, pingsan!. Tiada sepotong benangpun melekat di badannya. Semuanya hancur. Untung saja dia menguasai Ajian Lembu Sekilan yang membuatnya kebal. Kalau tidak sedari tadi tubuhnya sudah pasti hancur lebur.

“Li-Moi....!” Sian Lee berseru tertahan dan memburu menangkap tubuh gadis yang polos yang pingsan dalam keadaan tanpa pakaian tersebut. Saat dia memeluknya, tubuh tersebut tampak lemah sekali seperti tidak bertenaga.

---000---Bagaimanakah keadaan Sim Sian Li? Seberapa kuatnyakah Ajian Lembu Sekilan mampu menahan gempuran Ajian Petaka Iblis? Bagaimana kelanjutan

petualangan para jago muda ini? Dan bagaimana kisah asmara antara Sian Lee dan para gadis-gadis cantik tersebut...? Nantikan kisah selanjutnya.

Dalam dokumen Pengelana Tangan Sakti (Halaman 92-101)

Dokumen terkait