• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Landasan Teori

5. Harga

a. Pengertian Harga

Harga adalah sejumlah uang yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukarkan para pelanggan untuk

memperolehh manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu poduk atau jasa (Kotler dan Armstrong 2008).

Variabel harga dalam bauran pemasaran mengacu pada apa yang harus diberikan konsumen untuk membeli suatu barang atau jasa yang biasanya menggunakan nilai uang. Harga suatu produk ditentukan tidak saja berdasarkan biaya produksi namun juga faktor-faktor lain, seperti persaingan serta persepsi konsumen terhadap produk (Morissan, 2010:78).

Menurut Tjiptono (2004) dalam konteks pemasaran jasa, secara sederhana istilah harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (nonmoneter) yang mengandung utilitas atau kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu jasa. Menurut Tjiptono (2008) bahwa harga memiliki peranan utama dalam proses pengambilan keputusan para pembeli yaitu :

1. Peranan alokasi harga, yaitu fungsi harga dalam membantu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian dengan adanya harga dapat membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya belinya pada berbagai jenis barang atau jasa. Pembeli membandingkan harga dari berbagai alternatif yang tersedia.

2. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam memdidik konsumen mengenai faktor-faktor produk, seperti kualitas. Hal ini

terutama bermanfaat dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor produk atau manfaatnya secara objektif. Persepsi yang sering muncul adalah bahwa harga yang mahal mencerminkan kualitas yang tinggi sehingga konsumen menilai harga yang ditetapkan sesuai dengan kualitas produk maupun jasa yang ditetapkan. Dengan demikian adanya harga dapat membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan kekuatan membelinya pada berbagai jenis barang dan jasa.

b. Tujuan Penetapan Harga

Menurut Lupiyoadi (2006:100) metode penetapan harga harus dimulai dengan pertimbangan atas tujuan penetapan harga itu sendiri, antara lain:

1) Bertahan. Bertahan merupakan usaha untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang meningkatkan laba ketika perusahaan sedang mengalami kondisi pasar yang tidak menguntungkan. Usaha ini dilakukan demi kelangsungan hidup perusahaan.

2) Memaksimalkan laba. Penentuan harga bertujuan untuk memaksimalkan laba dalam periode tertentu.

3) Memaksimalkan penjualan. Penetapan harga bertujuan untuk membangun pangsa pasar dengan melakukan penjualan pada harga awal yang merugikan.

4) Gengsi atau prestis. Tujuan penetapan harga di sini adalah untuk memposisikan jasa perusahaan tersebut sebagai jasa yang eksklusif.

5) Pengembalian atas investasi (ROI). Tujuan penetapan harga didasarkan atas pencapaian pengembalian atas investasi (return of investment-ROI) yang diinginkan.

c. Dimensi Harga

Zeithaml dan Bitner (2004:494) merumuskan empat dimensi strategis harga berdasarkan nilai. Persepsi terhadap nilai adalah penilaian keseluruhan konsumen terhadap utilitas sebuah jasa berdasarkan persepsi terhadap apa yang diterima dan apa yang diberikan.

Strategi penetapan harga jasa bisa didasarkan pada persepsi pelanggan terhadap nilai. Secara lebih rinci, alternatif strategi yang tersedia meliputi hal berikut ini :

a) Nilai adalah harga murah

Apabila harga moneter merupakan determinan nilai yang paling penting bagi pelanggan, maka perusahaan hanya berfokus pada harga. Hal itu tidak lantas berarti bahwa tingkat kualitas dan

atribut intrinsik selalu tidak relevan, hanya saja harga jauh lebih penting dimata pelanggan.

Beberapa stategi penetapan harga yang sesuai untuk definisi nilai ini adalah sebagai berikut :

i. Discounting , yaitu menawarkan diskon atau potongan harga untuk mengkomunikasikan kepada para pembeli yang sensitif terhadap harga bahwa mereka mendapatkan nilai yang diharapkan.

ii. Odd Pricing , yakni menetapkan harga jasa sedemikian rupa sehingga membuat konsumen mempersepsikan bahwa mereka mendapatkan harga lebih murah. Caranya adalah dengan menggunakan satuan “ganjil” tertentu, seperti Rp 9.750,00 (mendekati Rp 10.000,00) dan Rp 88.975,00 (mendekati Rp 89.000,00).

iii. Synchro-pricing , yaitu menggunakan harga untuk mengelola permintaan akan jasa melalui pemahaman atas sensitivitas pelanggan terhadap harga. Dalam sejumlah industry jasa, seperti jasa telepon interlokal, bis kota, hotel, dan bioskop, permintaan berfluktuasi sepanjang waktu, sehingga menimbulkan masalah kapasitas menganggur saat permintaan sepi dan kekuranan kapasitas di saat periode permintaan puncak. Sesuai dengan

namanya, synchro-pricing bertujuan untuk menyelasraskan permintaan dengan penawaran.

iv. Penetration pricing , yaitu menetapkan harga murah untuk suatu jasa baru dengan tujuan mendorong percobaan produk dan pemakaian lebih luas.

b) Nilai adalah sesuatu yang saya inginkan dari sebuah jasa

Apabila konsumen lebih memntingkan komponen “get” dari sebuah jasa, harga moneter bukanlah isu utama. Semakin bagus atribut instrinsik yang dimiliki sebuah jasa, semakin besar nilainya dimata pelanggan dan semakin besar pula peluang bagi pemasar untuk menetapkan harga yang lebih mahal. Strategi penetapan harga jasa yang cocok untuk perspektif ini sebagai berikut:

i. prestige pricing, yaitu menetapkan harga mahal untuk jasa prestisius yang berkualitas tinggi. Dalam jasa-jasa tertentu, seperti restoran, penerbangan, hotel, dan health clubs, harga lebih mahal dibebankan bagi segmen kelas atas yang mendapatkan manfaat special.

ii. skimming pricing, yaitu menetapkan harga mahal untuk jasa-jasa baru yang didukung dengan dana besar untuk promosi.

c. Nilai adalah kualitas yang saya dapatkan dari harga yang saya bayarkan

Dalam definisi ini, pelanggan sangat mempertmbangkan kualitas dan harga moneter. Tugas pemasar jasa adalah memahami makna kualitas bagi pelanggan (atau segmen pelanggan) dan kemudian memenuhi tingkat kualitas yang diharapkan tersebut dalam tingkat harga yang sesuai. Strategi-strategi spesifik berdasarkan definisi ini meliputi beberapa hal berikut :

i. Value pricing, yaitu penetapan harga jasa yang didasarkan pada konsep “giving more for less”, dimana sejumlah jasa dikemas dalam satu paket yang memiliki daya tarik bagi berbagai kelompok pelanggan. Selain itu, harganya lebih murah dibandingkan bila masing-masing jasa tersebut dijual secara terpisah.

ii. Market segmentation pricing, yaitu menetapkan harga berbeda bagi berbagai segmen pelanggan yag berbeda atas dasar perbedaan persepsi terhadap tingkat kualitas jasa. Sekalipun, mungkin biaya penyediaan jasa bagi masing-masing segmen tersebut tidak berbeda. Landasan utama strategi penetapan harga jasa ini yaitu keyakinan bahwa segmen pasar yang berbeda memiliki elastisitas harga permintaan yang berlainan dan mengharapkan tingkat kualitas yang berbeda pula.

i. Price framing, yaitu mengorganisasikan informasi harga bagi pelanggan dalam rangka memberikan harga referensi yang akurat atas jasa perusahaan. Dalam hal ini, permasar berusaha memberikan harga pembanding yang relevan dengan jasa-jasa lain yang familiar bagi pelanggan.

ii. Price bundling,yaitu menetapkan harga dan menjual berbagai jasa dalam satu paket. Efektivitas strategi ini akan semakin besar apabila jasa-jasa yang dipaketkan tersebut saling berkaitan.

iii. Complementary pricing, yaitu menetapkan harga-harga yang sifatnya saling terkait atau komplementer.

iv. Result-based pricing, yaitu menetapka harga berdasarkan hasil jasa, terutama untuk jasa-jasa yang hasilnya sangat penting bagi pelanggan namun tingkat ketidakpastiannya tinggi.

Secara keseluruhan, berikut ini ringkasan dari strategi penetapan harga jasa untuk empat dimensi nilai:

Tabel 2.2

Ringkasan dari Strategi Layanan Harga untuk Empat Definisi Nilai Pelanggan

Nilai adalah harga rendah a) Diskon

b) Odd pricing c) Sinkronisasi-harga d) Harga Penetrasi

Nilai adalah segala sesuatu yang saya inginkan dalam layanan.

a) Harga Prestige b) Harga Skimming

Nilai adalah kualitas yang saya peroleh untuk harga saya membayar

a) Harga Nilai

b) Harga Segmentasi pasar

Nilai adalah semua yang saya mendapatkan semua yang saya berikan

a) Framing Harga b) Bundling Harga c) Harga Pelengkap d) Harga berdasarkan hasil Sumber : Zeinthaml & Bitner (2004: 503)

Dimensi harga selanjutnya dikemukakan oleh Mazler et. al. (2007) yang dalam jurnal internasional yang berjudul “Dimensions of price satisfaction: a replication and extension.” dalam studinya Matzler et al. (2007: 395) secara empiris menurunkan lima dimensi harga , yaitu:

a. price-quality ratio (ratio or trade off between quality of the service and monetary costs);

b. price fairness (consumers’ perception of whether the difference between the socially accepted price or another comparative party is reasonable, acceptable, or justifiable);

c. price transparency (clear, comprehensive, current and effortless overview about a companies quoted prices);

d. price reliability (fulfilment of raised price expectations and

prevention of negative “price surprises” and customers’ certainty

that the price is currently favorable); and

e. relative price (price of the offer compared to that of competitors’

offers).

Dimensi yang pertama yaitu rasio harga-kualitas, maksudnya adalah rasio antara kualitas layanan dan biaya moneter, yang kedua yaitu kewajaran harga maksudnya persepsi konsumen apakah perbedaan antara harga yang diterima secara sosial atau pihak komparatif lain adalah wajar, dapat diterima, atau dibenarkan), yang ketiga adalah transparansi harga maksudnya adalah harga saat ini yang jelas dan komprehensif, yang keempat yaitu kehandalan harga, maksudnya adalah pemenuhan harapan pelanggan dari harga yang diberikan dan kepastian harga bahwa harga saat ini memberikan keuntungan bagi pelanggan. Kelima yaitu harga relatif, maksudnya adalah harga yang ditawarkan dibandingkan dengan harga yang ditawarkan pesaing.

Berdasarkan uraian di atas maka indikator harga yang digunakan pada penelitian ini adalah indikator yang dikemukakan oleh Mazler et. al. (2007) yaitu : rasio harga-kualitas (price-quality ratio), kewajaran

harga (price fairness),transparansi harga (price transparency),kehandalan harga (price reliability), harga relatif (relative price ).

6. E-Service Quality

a. Definisi E-Service Quality

“E-service has increasingly known as a critical channel through which customer needs can be automatically granted over internet

throughout the consumption life cycle” Dolatabadi (2012:136). E-service telah semakin dikenal sebagai saluran penting melalui dimana kebutuhan pelanggan dapat secara otomatis diberikan melalui internet pada seluruh siklus hidup konsumsi.

“ E-service quality is defined as meeting customer expectations without the service encounter relying on human-to-human

interaction.” (Pearson 2012: 201).

E-service quality didefinisikan sebagai pertemuan antara ekspektasi konsumen tanpa interaksi langsung dalam layanan yang diberikan.

E-service quality baru-baru ini menjadi topik penelitian yang populer, dengan pertumbuhan e-commerce, dan sejumlah penelitian yang diterbitkan telah menawarkan berbagai definisi konseptual. E-service quality didefinisikan sebagai sejauh mana situs web memfasilitasi pembelanja, pembelian dan pengiriman secara efisien

dan efektif (Parasuraman et al 2005:217) dalam Dolatabadi (2012:137).

b. Dimensi E-Service Quality

Berikut ini dimensi E-service quality menurut Zeinthaml dan Bitner, 2003: 259) yaitu :

1. Efisiensi: kemudahan dan kecepatan mengakses dan menggunakan situs ini.

2. Pemenuhan: sejauh mana janji-janji situs tentang pengiriman pesanan dan ketersediaan barang terpenuhi. 3. Keandalan: fungsi teknis yang benar dari situs.

4. Privasi: sejauh mana situs tersebut aman dan melindungi informasi pelanggan.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ketika konsumen memiliki masalah atau pertanyaan dengan situs, mereka menggunakan tiga dimensi tambahan untuk menilai kualitas e-service:

5. Responsiveness: penanganan masalah dan kembali melalui situs.

6. Kompensasi: sejauh mana pelanggan kompensasi untuk masalah.

7. Kontak : sejauh mana bantuan dapat diakses melalui telepon atau perwakilan online.

Peneliti menggunakan empat dimensi pengukuran menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bernardo et al. (2012:344) yang berjudul “ Functional quality and hedonic quality: A study of the dimensions of E-service quality in online travel agencies” . pada penelitian tersebut terdapat empat dimensi untuk mengukur E-service quality pada Online Travel Agent yaitu : efisiensi (efficiency) , kesediaan sistem (system availability) , pemenuhan (fulfillment) , privasi (privacy). Dari dimensi tersebut dijelaskan dengan indikator sebagai berikut:

1) Efisiensi (efficiency)

a. Situs memudahkan konsumen untuk menemukan apa yg konsumen butuhkan.

b. Situs memungkinkan konsumen untuk menyelesaikan transaksi dengan cepat.

c. Informasi yang disajikan pada website ditampilkan dengan lengkap.

d. Konsumen dapat dengan mudah log in kedalam website dengan cepat.

e. Halaman website dimuat dengan cepat. 2) Kesediaan system (system availability)

a. Situs ini selalu tersedia untuk bisnis. b. Situs ini tidak pecah (crash).

a. Situs ini membuat item yang tersedia untuk pengiriman dalam jangka waktu yang sesuai.

b. Situs memberikan janji yang jujur atas penawaran-penawaran yang diberikan.

c. Situs ini memungkinkan perubahan reservasi dan pembatalan.

d. Terdapat promosi-promosi yang tersedia pada situs ini. 4) Privasi (privacy)

a. Konsumen merasa bahwa privasi konsumen terlindung di situs ini.

b. Konsumen merasa aman bertransaksi dengan situs ini.

Dokumen terkait