• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Harga Diri

1. Pengertian Harga Diri

Ada beberapa pengertian mengenai harga diri. Coopersmith (1967) juga menyatakan bahwa harga diri merupakan hasil evaluasi individu terhadap dirinya sendiri. Evaluasi ini menyatakan suatu sikap yang dapat berupa penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil, dan berharga menurut standar dan nilai pribadinya.

Menurut Santrock (2007) harga diri yaitu image atau penilaian positif seseorang untuk dirinya yang berupa evaluasi global seseorang mengenai dirinya. Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan dirinya. Rosenberg (dalam Santrock, 2007) berpendapat yang sama tentang harga diri, yaitu sebagai gambaran evaluasi diri yang positif dan negatif sebagai diri yang berharga. Selain itu, Tambunan (2001) menyatakan bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap diri. Hal ini diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersifat negatif dan positif.

Blascovich and Tomaka (1991) mendefinisikan, harga diri sebagai evaluasi secara keseluruhan dari harga, nilai, atau kepentingan seseorang. Pandangan yang sama diutarakan Gray Little (dalam Widodo 2004) harga diri adalah evaluasi yang komprehensif yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri. Klass dan Hodge (dalam Widyastuti, 2005) menambahkan bahwa harga diri merupakan evaluasi diri yang dibuat oleh individu.

Evaluasi ini didapat dari hasil interaksi individu dengan lingkungannya, serta penerimaan, penghargaan, dan perlakuan yang diterima dari orang lain

Pandangan berbeda diutarakan Brown (dalam Widodo, 2004), harga diri adalah objek kesadaran diri dan yang menentukan individu berperilaku. Selain itu, Steinberg (1999) mengatakan bahwa harga diri merupakan konstruk yang penting dalam kehidupan sehari-hari, juga berperan serta dalam menentukan tingkah laku seseorang.

Dari pengertian yang dijabarkan oleh para tokoh, dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah evaluasi diri yang berupa penilaian positif dan negatif yang dilakukan individu. Penilaian ini didasari dari interaksi individu dengan lingkungannya, serta penerimaan, penghargaan, dan perlakuan yang diterima dari orang lain. Penilaian ini akan menentukan perasaan bahwa dirinya berharga atau kurang berharga.

2. Aspek-aspek Harga Diri

Menurut pandangan Coopersmith (1967) harga diri dibagi dalam empat aspek yaitu:

a. Kekuasaan (power)

Kemampuan untuk mengatur tingkah laku diri sendiri dan orang lain. Kemampuan ini ditandai dengan adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individu dari orang lain. Seseorang berhasil karena mampu untuk mengontrol diri sendiri,

mengendalikan dan mempengaruhi orang lain agar mencapai tujuan dan mampu melakukan inisiatif yang baik.

b. Keberartian (significance)

Adanya penerimaan, kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari orang lain. Semakin banyak ekspresi kasih sayang yang diterima individu, maka akan semakin berarti. Individu yang jarang atau tidak memperoleh stimulus positif dari orang lain, maka individu akan merasa ditolak dan akan mengisolasi diri dari pergaulan.

c. Kebajikan (virtue)

Ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan. Kesesuaian diri dengan moral dan standart etik diadaptasi individu dari nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua. Pembahasan tentang kebajikan juga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan serta ketaatan dalam beragama.

d. Kemampuan (competence)

Penampilan yang prima ditunjukkan dengan skill atau kemampuan yang merata untuk semua usia. Kemampuan yang

cukup akan membuat individu merasa yakin untuk mencapai cita-citanya karena individu mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya serta mampu menghadapi lingkungannya.

3. Perkembangan Harga Diri

Rogers (dalam Schultz, 1991) berpendapat mengenai perkembangan harga diri.

Dalam masa kecil, anak mulai menggunakan kata “aku” dan “kepunyaanku”. Anak mengembangkan “pengertian diri” atau “self concept”. Dalam self-concept seorang anak, anak membentuk gambaran tentang siapa dia dan menggambarkan dirinya ingin menjadi siapa. Hal ini sebagai akibat dari interaksi dengan orang lain dan mengamati reaksi orang lain. Dengan mengamati tingkah laku orang lain, bisa timbul keinginan menjadi diri yang berbeda dengan sebagaimana adanya.

Cinta yang diterima anak ketika kecil menentukan apakah diri anak akan berkembang ke arah mental yang sehat atau mental yang tidak sehat.

Anak mempunyai kebutuhan “penghargaan positif” (positive regard). Anak membutuhkan kepuasan dalam positive regard seperti menerima kasih sayang, cinta, dan persetujuan dari orang-orang lain. Sebaliknya ketidakpuasan akan muncul bila anak mendapat celaan dan mendapat cinta dan kasih sayang.

Self concept yang berkembang dalam diri anak sangat dipengaruhi oleh ibu. Bila ibu tidak memberikan positive regard seperti mencela dan menolak

tingkah laku anak, maka kebutuhan akan positive regard semakin kuat dan mengerahkan banyak energi serta pikiran.

Dalam situasi ini, anak mengembangkan “penghargaan positif bersyarat” (conditional positive regard). Kasih sayang dan cinta yang diberikan ibu adalah syarat terhadap tingkah lakunya yang baik. Conditional positive regard yang dilakukan ibu akan diterapkan juga ke dirinya. Anak akan mencintai dirinya sama seperti ibunya dengan menggunakan conditional positive regard.

Ketika anak menjatuhkan piring, ibu menyatakan celaan terhadap anak. Suatu saat anak akan mencela dirinya juga ketika ia bertingkah laku demikian. Anak menghukum diri seperti yang dilakukan ibunya dan mencintai dirinya menurut cara yang disetujui ibunya.

Situasi yang seperti ini memunculkan syarat-syarat penghargaan yang berkembang. Anak akan merasa suatu perasaan harga-diri hanya dalam syarat-syarat tertentu. Seperti menghindari tingkah laku yang akan menyebabkan celaan dan penolakan menyebabkan rasa bersalah dan tidak berharga. Rasa inilah yang merupakan syarat-syarat yang dilawan oleh anak hal ini akan menimbulkan sikap defensif. Bila anak menyadari pikiran atau tingkah laku yang tidak pantas, ia tidak bisa memamerkannya karena merasa terancam. Individu menjadi tidak terbuka dengan lingkungan sehingga mereka mengembangkan ketidaksesuaian antara self-concept dan kenyataan disekitar mereka. Jarak ketidaksesuain antara self-concept dan kenyataan adalah hasil dari harga diri yang rendah. Disisi lain bila anak tumbuh dengan

perasaan unconditional positive regard dan tidak mengembangkan syarat-syarat penghargaan, mereka merasa mempunyai diri yang berharga.

Pada umumnya, individu dengan harga diri yang tinggi merasa mampu untuk mengatasi tantangan kehidupan dan kebahagiaan yang pantas. Dilain sisi, individu yang mempunyai harga diri yang rendah akan kekurangan rasa kepercayaan diri.

D. Dinamika Hubungan Antara Harga Diri dan Perilaku Membeli Kompulsif

Dokumen terkait