BAB III TINJAUAN KASUS
HARI, TANGGAL
NO. DP EVALUASI TTD 1 Senin, 16/5/2011
1 S : klien mengatakan mau untuk
melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapis
O : klien tampak tenang
A : masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasi
P : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)
2 Kamis,
19/5/2011
1 S : klien mengatakan mau untuk
melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapis
O : klien tampak tenang
A : masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasi
P : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)
3 Jumat ,
20/5/2011 1 S : klien mengatakan mau untukmelakukan ROM aktif dengan sendiri, dan
mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapis
O : klien tampak tenang
A : masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasi
P : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)
4 Sabtu ,
21/5/2011
1 S : klien mengatakan mau untuk
melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapis
O : klien tampak tenang
A : masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasi
P : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)
5 Senin,
16/5/2011
2 S : klien mengatakan pusing berkurang jika
dalam keadaan setengah duduk dan setelah diberi obat oleh dokter
A : masalah perubahan perfusi jaringan serebral sebagian teratasi
P : pertahankan intervensi (menentukan factor pusing, pertahankan tirah baring, berikan terapi sesuai advice)
6 Rabu,
18/5/2011
2 S : klien mengatakan sudah merasa panas
lagi badannya
O : suhu tubuh 36,9 ° C.
A : masalah hipertermi teratasi
P : lanjutkan intervensi (monitor TTV)
7 Selasa,
17/5/2011
3 S : klien mengatakan setelah dilakukan
huknah perut klien terasa lega dan BAB bisa lancar
O : klien tampak tenang A : masalah konstipasi teratasi
P : pertahankan intervensi ( minum air puti yang cukup, serta makan makanan yang berserat yang cukup)
8 Rabu,
18/5/2011
4 S : klien mengatakan sudah tidak merasa
demam
O : klien tampak tenang, S : 36,8 ° C A : masalah hipertermi teratasi
P : pertahankan intervensi (minm banyak, makan makanan berserat, dan kolaborasi pemberian antipiretik jika suhu naik dan kolaborasi pemberian antibiotik)
BAB IV PEMBAHASAN
Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 5 hari, penulis akan membahas masalah keperawatan yang muncul selama pemberian asuhan keperawatan kepada Tn. S dengan membandingkan teori :
1. perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputusnya aliran darah ke otak. (Sylvia, Doengoes, Price, 2001).
Diagnosa tersebut ditegakkan karena klien klien mengeluh nyeri kepala jika akan duduk dengan skala 5, dan didapatkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital Tekanan Darah: 140/80 mmHg, Suhu: 37 ° C, nadi: 60x/menit, Respiratory Rate: 20 x/menit. Peningkatan tekanan darah yang tinggi menyebabkan ketegangan pembuluh darah intracranial sehingga tekanan intracranial meningkat dan mendesak jaringan otak,
terdesaknya jaringan otak akan menyebabkan nyeri kepala yang diperberat saat batuk, mengejan saat buang air besar, dan membungkuk (Barbara C. Long, 2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan perfusi jaringan adalah gangguan aliran arteri, gangguan aliran vena, masalah-masalah pertukaran hipovolemi dan hipervolemi. Keluarga mengatakan sudah tau kalau hipertensi adalah tekanan darah yang tinggi. Tekanan darah yang tinggi akan meningkatakan tekanan pembuluh darah ke otak sehingga mendesak organ yang lain, sehingga kompensasi yang dirasakan adalah nyeri kepala atau kebanyakan pasien menyebutnya dengan pusing. Kelompok memprioritaskan perubahan perfusi jaringan serebral sebagai diagnose pertama . Adapun untuk mengatasi masalah tersebut kelompok mengimplementasikan memonitor TTV, membantu klien tekhnik relaksasi dan distraksi (tarik nafas dalam dan mengajak bicara), mempertahankan tirah baring, dan memberikan obat sesuai advis dokter. Hipertensi merupakan salah satu factor pencetus terjadinya stroke seperti yang di alami Tn. S untuk itu harus diatasi sesuai intervensi yang ada.
2. kerusakan mobilitas fisik ditandai dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tangan kanan bisa sedikit digerakkan berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler, kelemahan parestesia. (Sylvia, Doengoes, Price, 2001).
Diagnosa tersebut ditegakkan karena pasien mengeluh pada ekstremitas superior dan inferior sinistra tidak bisa digerakkan dan didapatkan data sebagai berikut :
Kekuatan otot: tangan dan kaki kanan 5, tangan dan kaki kiri 3, Tekanan Darah: 140/80 mmHg, Suhu: 36,8° C, Nadi: 88 kali/menit, Respiratory Rate: 20kali/menit. Tn S tampak berbaring saja di tempat tidur, keluarga klien juga mengatakan klien pernah dirawat di RS A 1 bulan yang lalu.
Kelompok memprioritaskan diagnosa tersebut menjadi diagnosa kedua karena setelah diketahui adanya gangguan mobilitas fisik bisa timbul masal ini yaitu gangguan mobilitas fisik. Adapun untuk mengatasi masalah tersebut kelompok melaksanakan latihan ROM (Range of Motion) adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing
persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif (Potter and Perry, 2006). Pada Tn S kelompok melakukan ROM pasif.
Faktor yang mendukung terlaksananya ROM pasif ini adalah klien dan keluarga yang kooperatif untuk diimplementasikannya ROM pasif ini.
3. Gangguan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya cairan dan serat dalam tubuh. (Sylvia, Doengoes, Price, 2001).
Diagnosa tersebut di tegakkan karena pada saat pengkajian hari Selasa 17 Mei 2010 klien mengeluh sudah 4 hari klien belum BAB dan di dapatkan hasil pemeriksaan pada abdomen teraba massa, bunyi usus: 3 kali permenit, tekanan darah: 145/90 mmHg, nadi:80 kali permenit, respiratory rate: 24 kali permenit, suhu: 36,8°C.
Anamnesis yang teliti harus dapat mendeteksi penyebab terbanyak darikonstipasi yaitu : (1) konstipasi pasca bedah,
(2) tirah baring yangterlalu lama,
(3) sisa barium setelah pemeriksaan barium enema, atau
(4) obat-obat yang dapat menimbulkan konstipasi (misalnya : opioid, antikholinergik). Pada penderita usia tua yang melakukan tirah baring, penting untuk menyingkirkan adanya dehidrasi yang berat dan kelainan elektrolit. (http://luciamery.blogspot.com). Adapun implementasi yang kelompok lakukan untuk mengatsi masalah ini adalah melakukan huknah gliserin, menganjurkan asupan cairan melalui air minum secara optimal, dan menganjurkan makan-makanan yang berserat. Factor pendukung keberhasilan dilakukannya tindakan huknah adalah klien dan keluarga kooperatif dalam pelaksanaan huknah.
1. hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi (Sylvia, Doengoes, Price, 2001).
Diagnosa tersebut ditegakkan karena pada hari Rabu 18 Mei klien mengatakan badannya panas dan minumnya sedikit serta didapatkan data mukosa bibir agak kering dengan didapat kan hasil pemeriksaan fisik TD: 140/80 mmHg, S: 38,6°C, N : 88 kali permenit, RR: 20 kali permenit, Hemoglobin: 14,00 gr% Leukosit: 13,00 ribu/mmk (H), Eritrosit: 4,94 juta/mmk.
Dari data diatas klien mengalami hipertermi karena adanya infeksi karena didapatkan hasil laborat pada pemeriksaan lekosit tinggi yaitu 13,00 ribu/mmk pasien merasa baru pada hari itu . Penyebab demam selain infeksi ialah keadaan toksemia, adanya keganasan atau akibat reaksi pemakaian obat (Gelfand, et al, 1998). Sedangkan gangguan pada pusat regulasi suhu sentral dapat menyebabkan peninggian temperature seperti yang terjadi pada heat stroke, ensefalitis, perdarahan otak, koma ataugangguan sentral lainnya. Pada perdarahan internal saat terjadinya reabsorbsi darah dapat pula menyebabkan peninggian temperatur (( Andreoli, et al, 1993 ) dalam pengaruh suhu tubuh terhadap outcome penderita stroke yang Kiking Ritarwan http://library.usu.ac.id). Tindakan yang dilakukan kelompok dalam mengatasi masalah ini adalah memberikan kompres air biasa, menganjurkan memakai baju yang tipis, menganjurkan klien sering minum air putih, dan melakukan kolaborasi dengan tim medis lain (dokter) paracetamol 500 mg per oral. Dan pemberian piracetam 2x120 mg per oraldalam pelaksananya keluarga klien dank lien kooperatif dan keluarga mau melaporkan setiap keadaan yang dialami pasien.
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN
Stroke nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan karena sumbatan pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai.
Pada keluarga Tuan S sebenarnya sudah menderita hipertensi dan keluarga tidak memahami itu serta klien juga merupakan perokok sehingga hipertensi yang merupakan factor risiko terjadinya stroke terjadi pada Tuan S, keluarga baru menyadari adanya stroke yang terjadi pada Tn. S setelah tuan S mengalami kelumpuhan. Kondisi klien pada masa post strok 1 bulan yang lalu adalah Tekanan Darah 140/80 mmHg, suhu 36,8 ° C, nadi 88 X/Menit respiratory rate 20 X/Menit. Kekuatan otot tangan dan kaki kanan 5, tangan dan kaki kiri 3. Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Tn S yaitu dengan mengimplementasikan intervensi ROM (range of motion) pasif. Dalam hal ini kelompok menekankan bahwa pergerakan itu penting supaya klien tidak mengalami kekakuan sendi dan kekuatan otot tidak menurun, ROM pasif ini juga dapat dilakukan oleh keluarga pada saat klein bearada di rumah nantinya. Kerena latihan pergerakan ini sangat penting bagi klien yang mengalami hambatan dalam mobilisasi.
B. SARAN
1. Penerapan ROM pasif sangat perlu diterapakan saat klien berada di rumah nantinya untuk mencegah terjadinya kontraktur
2. Keluarga melakukan motivasi terhadap klien untuk melaksanakan ROM pasif 3 kali sehari
fika said, hope useful... ^_^
Diposkan oleh rafika di 09.33
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook