• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 HASIL ANALISA DATA

4.3.1 Distribusi Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Terhadap Epilepsi Berdasarkan Jenis Pertanyaan

Berdasarkan hasil penelitian, pertanyaan tentang pengetahuan mengenai epilepsi yang paling banyak dijawab responden dengan benar adalah pertanyaan nomor 3, yaitu pertanyaan tentang apakah epilepsi merupakan penyakit yang diturunkan, dimana responden yang menjawab dengan benar sebanyak 80 orang (83,3%). Pertanyaan tentang pengetahuan mengenai epilepsi yang paling banyak dijawab responden dengan salah adalah pertanyaan nomor 7, yaitu pertanyaan tentang apakah epilepsi selalu berawal di usia anak-anak, dimana responden yang menjawab dengan salah sebanyak 47 orang (49%).

Pertanyaan tentang sikap terhadap epilepsi yang paling banyak dijawab responden dengan baik adalah pertanyaan nomor 14, yaitu pertanyaan tentang penderita dapat bermain dan bergaul bersama orang lain, dimana responden yang menjawab dengan baik sebanyak 75 orang (78,1%). Pertanyaan tentang sikap terhadap epilepsi yang paling banyak dijawab responden dengan tidak baik adalah pertanyaan nomor 15, yaitu pertanyaan tentang penderita dapat hidup mandiri, dimana responden yang menjawab dengan tidak baik sebanyak 25 orang (26,1%).

Pertanyaan tentang perilaku terhadap epilepsi yang paling banyak dijawab responden dengan baik adalah pertanyaan nomor 16, yaitu pernyataan bahwa responden mau bergaul dengan penderita, dimana responden yang menjawab dengan baik sebanyak 67 orang (69,8%). Pertanyaan tentang perilaku terhadap epilepsi yang paling banyak dijawab responden dengan tidak baik adalah pertanyaan nomor 19 dan 20, yaitu pernyataan bahwa responden bersedia menikah atau memiliki menantu seorang penderita epilepsi, dimana responden yang menjawab dengan tidak baik sebanyak 46 orang (47,9%).

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pertanyaan.

setuju Ragu-ragu Setuju Sangat setuju

mobil/motor

4.3.2 Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Epilepsi

Responden dikategorikan mempunyai tingkat pengetahuan yang baik apabila mendapat nilai 76-100% yaitu skor 27-35, sedang apabila nilai 60-75%

yaitu skor 21-26 dan kurang apabila nilai <60% yaitu skor <21. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 21 orang (21,9%) memiliki tingkat pengetahuan baik, sebanyak 50 orang (52,1%) memiliki tingkat pengetahuan cukup, dan 25 orang (26%) memiliki tingkat pengetahuan kurang.

Tabel 4.3 Tingkat pengetahuan responden mengenai epilepsi.

Tingkat Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik 21 21,9

Cukup 50 52,1

Kurang 25 26

Total 96 100

Dari hasil penelitian didapati tingkat pengetahuan baik paling banyak pada kelompok usia 46-65 tahun (33,3%), tingkat pengetahuan cukup paling banyak pada kelompok usia 26-45 tahun (69,6%), dan tingkat pengetahuan kurang paling banyak pada kelompok usia >65 tahun (42,9%). Pada variabel jenis kelamin, tingkat pengetahuan baik paling banyak pada kelompok jenis kelamin perempuan (23,2%), tingkat pengetahuan cukup paling banyak pada kelompok jenis kelamin laki-laki (57,5%), dan tingkat pengetahuan kurang paling banyak pada kelompok jenis kelamin perempuan (28,6%).

Dari hasil penelitian didapati tingkat pengetahuan baik paling banyak pada kelompok tamatan perguruan tinggi (30,8%), tingkat pengetahuan cukup paling banyak pada kelompok tamatan perguruan tinggi (53,8%), dan tingkat pengetahuan kurang paling banyak pada kelompok tamatan SD/tidak sekolah (66,7). Pada variabel pekerjaan, tingkat pengetahuan baik paling banyak pada kelompok pekerja PNS/pegawai swasta/pensiunan (40%), tingkat pengetahuan cukup paling banyak pada kelompok pekerjaan lainnya (71,4%), dan tingkat pengetahuan kurang paling banyak pada kelompok tidak bekerja/IRT (62,1%).

Dari hasil penelitian didapati tingkat pengetahuan baik paling banyak pada kelompok etnis lainnya (26,1%), tingkat pengetahuan cukup paling banyak pada kelompok etnis Jawa (58,3%), dan tingkat pengetahuan kurang paling banyak pada kelompok etnis lainnya (30,4%). Pada variabel status pernikahan, kelompok menikah paling banyak memiliki tingkat pengetahuan cukup mengenai epilepsi (52,4%), dan kelompok tidak menikah paling banyak memiliki tingkat pengetahuan cukup mengenai epilepsi (52,5%).

Dari hasil penelitian didapati tingkat pengetahuan baik paling banyak pada kelompok status ekonomi tinggi (36,1%), tingkat pengetahuan cukup paling banyak pada kelompok status ekonomi menengah (72,2%), dan tingkat pengetahuan kurang paling banyak pada kelompok status ekonomi rendah (47,6%).

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan karakteristik responden

Variabel

Jawa 2 16,7 7 58,3 3 25 12 100

4.3.3 Sikap Responden Mengenai Epilepsi

Responden dikategorikan mempunyai sikap yang positif terhadap epilepsi apabila mendapat nilai >50% yaitu skor >20, dan sikap yang negatif apabila mendapat nilai <50% yaitu skor <20. Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa sebanyak 89 orang (92,7%) memiliki sikap yang positif terhadap epilepsi, dan 7 orang (7,3%) memiliki sikap yang negatif terhadap epilepsi.

Tabel 4.5 Sikap responden terhadap epilepsi.

Sikap Frekuensi (n) Persentase (%)

Positif 89 92,7%

Negatif 7 7,3%

Total 96 100

Dari hasil penelitian didapati sikap positif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok usia 46-65 tahun (95,8%), dan sikap negatif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok usia >65 tahun (14,3%). Pada variabel jenis kelamin, sikap postif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok jenis kelamin laki-laki (95%), dan sikap negatif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok jenis kelamin perempuan (8,9%). Pada variabel pendidikan terakhir, sikap positif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok tamatan perguruan tinggi (98,1%), dan sikap negatif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok tamatan SD/tidak sekolah (16,7%). Pada variabel pekerjaan, sikap positif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok mahasiswa (100%) dan PNS/pegawai swasta/pensiunan (100%), dan sikap negatif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok tidak bekerja/IRT (20,7%).

Dari hasil penelitian didapati sikap positif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok etnis Jawa (100%), dan sikap negatif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok etnis lainnya (8,7%). Pada variabel status pernikahan, sikap positif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok menikah (93,7%), dan sikap negatif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok tidak menikah (9,1%). Pada variabel status ekonomi, sikap positif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok status ekonomi menengah (100%) dan tinggi (100%), dan sikap negatif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok status ekonomi rendah (16,7%).

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi sikap berdasarkan karakteristik responden

Variabel

Sikap

Positif Negatif Total

N % n % n %

Tidak menikah 30 90,9 3 9,1 33 100 Status Ekonomi

Rendah 35 83,3 7 16,7 42 100

Menengah 18 100 0 0 18 100

Tinggi 36 100 0 0 36 100

Total 89 92,7 7 7,3 96 100

4.3.4 Perilaku Responden Megenai Epilepsi

Responden dikategorikan mempunyai perilaku yang positif terhadap epilepsi apabila mendapat nilai >50% yaitu skor >12, dan sikap yang negatif apabila mendapat nilai <50% yaitu skor <12. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa sebanyak 68 orang (70,8%) memiliki perilaku yang positif terhadap epilepsi, dan 28 orang (29,2%) memiliki perilaku yang negatif terhadap epilepsi.

Tabel 4.7 Perilaku responden terhadap epilepsi.

Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%)

Positif 68 70,8

Negatif 28 29,2

Total 96 100

Dari hasil penelitian didapati perilaku positif terhadap epilepsi paling banyak pda kelompok usia >65 tahun (85,7%), dan sikap negatif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok usia 18-25 tahun (36,8%). Pada variabel jenis kelamin, perilaku positif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok jenis kelamin laki-laki (85%), dan perilaku negatif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok jenis kelamin perempuan (39,3%). Pada variabel pendidikan terakhir, perilaku positif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok tamatan perguruan tinggi (76,9%), dan perilaku negatif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok tamatan SD/tidak sekolah (50%). Pada variabel pekerjaan, perilaku positif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok pekerjaan lainnya (85,7%), dan perilaku negatif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok tidak bekerja/IRT (58.6%).

Dari hasil penelitian didapati perilaku positif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok etnis lainnya (82,6%), dan perilaku negatif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok etnis Batak (34,4%). Pada variabel status pernikahan, perilaku positif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok tidak menikah (78,8%), dan perilaku negatif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok menikah (33,3%). Pada variabel status ekonomi, perilaku positif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok status ekonomi menengah (94,4%), dan perilaku negatif terhadap epilepsi paling banyak pada kelompok status ekonomi rendah (50%).

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi perilaku berdasarkan karakteristik responden

Variabel

Perilaku

Positif Negatif Total

N % n % n %

Tidak menikah 26 78,8 7 21,2 33 100 Status Ekonomi

Rendah 21 50 21 50 42 100

Menengah 17 94,4 1 5,6 18 100

Tinggi 30 83,3 6 16,7 36 100

Total 68 70,8 28 29,2 96 100

4.4 PEMBAHASAN 4.4.1 Tingkat Pengetahuan

Dari penelitian yang dilakukan pada 94 responden masyarakat umum Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan, didapatkan 52,1% responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup mengenai epilepsi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang epilepsi.

Berdasarkan hasil survei sebelumnya yang dilakukan oleh Tobing (2019) di Kelurahan Tegalsari di Mandala II, Medan, 46,2% responden memiliki tingkat pengetahuan mengenai epilepsi sedang. Pada penelitian yang dilakukan di Kelurahan Mahena, Sulawesi Utara didapatkan 51,6% responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup mengenai epilepsi (Gunawan et al., 2014). Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil dua penelitian sebelumnya dikarenakan subjek penelitian yang digunakan adalah masyarakat, dan karakteristik responden yang hampir mirip baik dari segi usia, jenis kelamin, dan pekerjaan.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan baik paling banyak pada kelompok usia 46-65 tahun yaitu sebanyak 33,3%. Sedangkan pada penelitian Tobing (2019) di Kelurahan Tegalsari, Medan menunjukkan tingkat pengetahuan yang baik merupakan kelompok usia 26-45 tahun yaitu sebanyak 19,6%. Rentang usia 41-65 tahun diklasifikasikan sebagai dewasa akhir. Semakin dewasa usia, semakin baik kedewasaan dan kemampuan untuk menerima informasi dibandingkan dengan usia yang lebih muda dan belum dewasa. Pada penelitian ini juga didapati tingkat pengetahuan kurang paling banyak pada kelompok usia >65 tahun yaitu sebesar 42,9%. Hal ini tidak sejalan dengan teori

yang dikemukakan Notoadmojo bahwa dengan bertambahnya usia maka pengetahuan seseorang akan semakin meningkat.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mencapai tingkat pendidikan terakhir perguruan tinggi yaitu sebanyak 52 orang (54,2%). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan baik paling banyak pada kelompok pendidikan terakhir perguruan tinggi yaitu sebesar 30,8% dan tingkat pengetahuan kurang paling banyak pada kelompok pendidikan terakhir SD/tidak sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah memperoleh informasi dan pada akhirnya semakin banyak pula pengetahuannya. Sebaliknya, tingkat pendidikan yang rendah menghambat perkembangan penerimaan, informasi, dan sikap terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. (Soekanto, 2002)

Kelompok pekerjaan dengan tingkat pengetahuan baik paling banyak adalah kelompok pekerja PNS/pegawai swasta/pensiunan yaitu sebesar 40%.

Kelompok pekerjaan dengan tingkat pengetahuan kurang paling banyak pada kelompok tidak bekerja/IRT yaitu sebesar 62,1%. Hal ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Tobing (2019) bahwa mayoritas tingkat pengetahuan yang kurang adalah responden yang tidak bekerja/IRT yaitu sebanyak 53,3%.

Lingkungan kerja dapat menyebabkan orang memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pada variabel status ekonomi, tingkat pengtahuan baik paling banyak pada kelompok status ekonomi tinggi yaitu 36,1%, tingkat pengetahuan cukup paling banyak pada kelompok status ekonomi menengah yaitu 72,2%, dan tingkat pengetahuan kurang paling banyak pada kelompok status ekonomi rendah yaitu 47,6%. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat ekonomi responden, maka tingkat pengetahuan mengenai epilepsi juga semakin baik. Hal ini dikarenakan status ekonomi mempengaruhi tersedianya fasilitas, sehingga akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. (Notoatmodjo et al., 2013)

Dari tabel 4.2 menunjukkan beberapa pemahaman responden yang kurang baik mengenai epilepsi, yaitu sebanyak 39 orang responden (40,6%) menganggap epilepsi tidak dapat dikontrol, 35 orang responden (36,5%) menganggap epilepsi adalah penyakit yang diturunkan, dan 47 orang responden (49%) menganggap bahwa epilepsi selalu berawal di usia anak-anak.

Pada tabel 4.2 juga menunjukkan beberapa pemahaman responden yang sudah baik, yaitu sebanyak 70 orang responden (73%) memahami bahwa epilepsi bukan penyakit menular, 80 orang responden (83,3%) memahami bahwa epilepsi bukan disebabkan oleh gangguan makhluk halus, 34 orang responden (35,4%) memahami bahwa setiap orang berpotensi mengalami epilepsi, 51 orang responden (53,1%) memahami bahwa epilepsi bukan merupakan gangguan jiwa.

4.4.2 Sikap

Hasil penelitian ini menunjukkan 89 orang responden (92,7%) memiliki sikap positif terhadap penderita epilepsi. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan memiliki sikap yang positif terhadap penderita epilepsi.

Pada penelitian ini, sikap positif terkait epilepsi paling banyak didapatkan pada kelompok tingkat pendidikan terakhir perguruan tinggi yaitu sebesar 98,1%. Pendidikan juga merupakan perubahan tambahan dalam sikap, perilaku dan pengetahuan seseorang dan merupakan proses fundamental dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, orang membuat perubahan kualitatif pada individu dan mengembangkan perilakunya.

Pada penelitian ini didapatkan kelompok tidak bekerja/IRT memiliki sikap negatif terhadap penderita epilepsi paling besar yaitu sebesar 20,7%.

Lingkungan kerja mempengaruhi pembentukan sikap individu. Sikap terbentuk dari interaksi sosial, sehingga saling berinteraksi, memperoleh lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang objek, sehingga mempengaruhi sikap menjadi lebih baik. (Notoatmodjo et al., 2013)

Hasil penelitian ini menunjukkan kelompok status ekonomi rendah memiliki sikap negatif terhadap penderita epilepsi paling besar yaitu 16,7%. Hal ini karena kondisi ekonomi menentukan ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan untuk menimba ilmu. Terdapat keterbatas fasilitas ini dalam kelompok ekonomi rendah.

Pada tabel 4.2 menunjukkan sikap responden yang sudah baik terhadap penderita epilepsi, yaitu sebanyak 70 orang responden (72,9%) memahami bahwa penderita epilepsi dapat menikah, 64 orang responden (66,7%) memahami bahwa penderita dapat mempunyai anak, 43 orang responden (44,8%) memahami bahwa penderita tidak boleh mengendarai mobil/motor, 72 orang responden (75%) memahami bahwa penderita dapat belajar di sekolah, 59 orang responden (61,4%) memahami bahwa penderita dapat bekerja di kantor, 75 orang responden (78,1%) memahami bahwa penderita dapat bermain dan bergaul bersama orang lain, 40 orang responden (41,7%) memahami bahwa penderita dapat hidup mandiri, dan 42 orang responden (43,8%) ragu-ragu bahwa penderita memiliki kepercayaan diri yang rendah.

4.4.3 Perilaku

Sebanyak 68 orang responden (70,8%) pada penelitian ini menunjukkan perilaku yang positif terhadap penderita epilepsi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat umum Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan memiliki perilaku yang positif terhadap penderita epilepsi.

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa kelompok jenis kelamin laki-laki memiliki perilaku positif terhadap penderita epilepsi yang lebih baik yaitu sebesar 85% dibanding perempuan (60,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian Utama (2020) di Bandung bahwa jenis kelamin laki-laki memiliki perilaku terkait epilepsi yang lebih baik, yang mungkin dikarenakan faktor hormonal, struktur fisik maupun norma pembagian tugas.

Pada penelitian ini didapati hasil kelompok tidak bekerja/IRT memiliki perilaku negatif terhadap penderita epilepsi yang paling besar yaitu 58,6%.

Lingkungan kerja merupakan sarana untuk memperoleh pengetahuan melalui interaksi sosial. Keterbatasan dalam perolehan pengetahuan mempengaruhi terbentuknya perilaku negatif.

Kelompok status ekonomi rendah memiliki perilaku negatif terhadap penderita epilepsi lebih besar dibandingkan kelompok status ekonomi menengah dan tinggi, yaitu sebesar 50%. Hal ini dikarenakan rendahnya status ekonomi mengakibatkan keterbatasan fasilitas untuk memperoleh pengetahuan yang mempengaruhi perilaku.

Pada tabel 4.2 didapati sebanyak 67 orang responden (69,8%) bersedia bergaul dengan penderita epilepsi, 35 orang responden (36,5%) bersedia mempekerjakan penderita epilepsi, dan 44 orang responden (45,8%) bersedia bekerja bersama penderita. Pada tabel 4.2 juga didapati sebanyak 46 orang responden (47,9%) tidak bersedia menikahi maupun memiliki menantu seorang penderita epilepsi. Masyarakat masih memiliki stigma yang buruk tentang epilepsi dan tidak nyaman untuk bersosial dengan penyandang epilepsi. Masyarakat juga menolak untuk menikah atau menikahkan anaknya dengan penderita epilepsi dan ketika seseorang bersedia, mereka melakukannya dengan terpaksa. (Khairani et al., 2012)

Kelebihan penelitian

a. Area penelitian merata di 24 lingkungan Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan.

b. Variabel penelitian yang luas mencakup pengetahuan, sikap dan perilaku.

Keterbatasan Penelitian

a. Desain penelitian hanya bersifat deskriptif sehingga belum menjelaskan hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku dengan faktor-faktor lainnya.

b. Peneliti tidak bisa memastikan secara langsung responden mengisi kuesioner dengan jujur, dikarenakan penyebaran sebagian kuesioner dilakukan secara online.

53

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait