Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG)
Rekaman EEG merupakan pemeriksaan yang paling berguna pada dugaan suatu bangkitan untuk:
- Membantu menunjang diagnosis
- Membantu penentuan jenis bangkitan maupun sindrom epilepsi - Membantu menentukan prognosis
- Membantu penentuan perlu / tidaknya pemberian OAE.
Pemeriksaan pencitraan otak
Berguna untuk mendeteksi lesi epileptogenik diotak. MRI beresolusi tinggi (min.
1,5 tesla) dapat mendiagnosis secara non-invasif berbagai macam lesi patologik misalnya mesial temporal sclerosis, glioma, ganglioma, malformasi kavernosus, DNET (Dysembryoplastic neuroepithelial tumor), tuberous sclerosis.
Functional brain imaging seperti Positron Emission Tomography (PET), Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) dan Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) bermanfaat dalam memberikan informasi tambahan mengenai dampak perubahan metabolik dan perubahan aliran darah regional di otak berkaitan dengan bangkitan.
Indikasi pemeriksaan neuroimaging (CT scan kepala atau MRI kepala) pada kasus kejang adalah bila muncul kejang unprovoked pertama kali pada usia dewasa.
Tujuan pemeriksaan neuroimaging pada kondisi ini adalah untuk mencari adanya lesi struktural penyebab kejang. CT scan kepala lebih ditujukan untuk kasus kegawatdaruratan, karena teknik pemeriksaannya lebih cepat. Di lain pihak MRI
kepala diutamakan untuk kasus elektif. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam menentukan lesi struktural, maka MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan kepala.
Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan hematologis
Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, leukosit dan hitung jenis, hematokrit, trombosit, apusan darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium), kadar gula darah sewaktu, fungsi hati (SGOT/SGPT), ureum, kreatinin dan albumin.
- Awal pengobatan sebagai salah satu acuan dalam menyingkirkan diagnosis banding dan pemilihan OAE
- Dua bulan setelah pemberian OAE untuk mendeteksi efek samping OAE
- Rutin diulang setiap tahun sekali untuk memonitor efek samping OAE, atau bila timbul gejala klinis akibat efek samping OAE.
b. Pemeriksaan kadar OAE
Pemeriksaan ini idealnya untuk melihat kadar OAE dalam plasma saat bangkitan belum terkontrol, meskipun sudah mencapai dosis terapi maksimal atau untuk memonitor kepatuhan pasien.
Pemeriksaan penunjang lainnya Dilakukan sesuai dengan indikasi, misalnya:
- Punksi lumbal - EKG
2.1.8.2 Diagnosa Banding Epilepsi
Ada beberapa gerakan atau kodisi yang menyerupai kejang epileptik, seperti pingsan (syncope), reaksi konversi, panik dan gerakan movement disorder.
Hal ini sering membingungkan klinisi dalam menentukan diagnosis dan pengobatannya.
Gejala semiologi yang bisa membantu membedakan tiga penyebab tersering kehilangan kesadaran (Husna, 2017):
Tabel 2.1 Diagnosa banding epilepsi. Onset gradual Bisa disertai onset
fokal (aura, biasanya
Aktivitas motorik Pola bangkitan yang tipikal (tonik, klonik,
Biasanya tidak ada Tidak jarang (mioklonus multifokal)
Sering
Gerakan yang bertujuan
Sangat jarang Jarang Kadang-kadang
Gerakan pelvis yang ritmis
Jarang Tidak pernah Kadang-kadang
Opistotonus, „arc de
Sangat jarang Tidak lebih dari 60 detik
Kadang-kadang Kulit Sering sianosis Pallor, berkeringat Tidak ada sianosis
meskipun durasinya lama
„ictal crying‟ Sangat jarang Sangat jarang Kadang-kadang
Menutup mata Jarang Jarang Sangat sering
Resistensi saat mata dibuka
Sangat jarang Sangat jarang Sering Reflek pupil/ cahaya
normal
Sering menurun Sering Sangat sering
Reaktivitas iktal Jarang normal Jarang normal Biasanya normal sebagian
Inkontinensia iktal Tidak jarang Jarang Tidak jarang
Durasi bangkitan >2 menit
Tidak sering Sangat tidak sering (hanya jika pasien dalam postur tegak)
Sering
Reorientasi post iktal Dalam beberapa menit < 1 menit (kecuali apabila ada trauma
Lidah tergigit Tidak jarang (lateral) Kadang-kadang (ujung)
Kadang-kadang (ujung)
Jejas Sering (terbakar) Jarang Sering
Bangkitan saat malam (tidur)
Sering Jarang Tidak jarang
Dikutip dari: Shorvon et al, 2012, Oxford Textbook of Epilepsy and Epileptic Seizure, Oxford
2.1.9 Prognosis Epilepsi
Pasien dengan bangkitan pertama tanpa provokasi memiliki angka rekurensi bervariasi 23-71%. Penderita sindrom epileptik yang berobat teratur, 1/3 akan bebas serangan paling sedikit 2 tahun, dan bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir, obat dihentikan, penderita tidak mengalami sawan lagi, dikatakan telah mengalami remisi (Tjahjadi et al, 2015). Diperkirakan 30%
penderita tidak akan mengalami remisi walaupun minum obat dengan teratur.
Pada epilepsi umum idiopatik angka remisi bervariasi 64-82%. Pada epilepsi dengan absans, angka remisi bervariasi antara 21-81% (dengan rata-rata 59%) dimana pasien dengan bangkitan absans tipikal saja lebih mudah mencapai remisi dibandingkan pasien yang disertai bangkitan umum tonik klonik (Husna, 2017).
Sesudah terjadi remisi, kemungkinan terjadinya serangan ulang paling sering didapat pada sawan tonik-klonik dan sawan parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah mengalami relaps sesudah remisi (Tjahjadi et al, 2015).
2.2 PENGETAHUAN
2.2.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahun seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengtahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).
2.2.2 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu (Notoatmodjo, 2010):
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekadar tau terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2.3 SIKAP
2.3.1 Pengertian Sikap
Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).
Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan, bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup (Notoatmodjo, 2010).
2.3.2 Komponen Pokok Sikap
Menurut Allport (1954) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu:
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalam faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan)
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
2.3.3 Tingkatan Sikap
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010):
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).
b. Menanggapi (responding)
Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain untuk merespons.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.
2.4 PERILAKU
2.4.1 Pengertian Perilaku
Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Skiner (1938), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses “S-O-R” (stimulus-organisme-respons). Selanjutnya, teori Skiner menjelaskan adanya dua jenis respons, yaitu (Notoatmodjo, 2010):
a. Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Respondent respons juga mencakup perilaku emosional.
b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain.
Epilepsi Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respons.
2.4.2 Kelompok Perilaku
Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (Notoatmodjo, 2010):
a. Perilaku tertutup (Covert behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior” atau “covet behavior” yang dapat diukur dari pengetahuan dan sikap.
b. Perilaku terbuka (Overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable
2.6 KERANGKA KONSEP
Variabel Independent Variabel Dependent
Gambar 2.3 Kerangka konsep.
1. Usia 2. Pekerjaan 3. Pendidikan
terakhir 4. Jenis Kelamin 5. Suku
6. Status pernikahan 7. Status ekonomi
a. Pengetahuan b. Sikap
c. Perilaku Terhadap epilepsi