BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
B. Hasil Analisis Data
1. Persepsi pelaku UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan dalam
penerapan konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP.
Permasalahan pertama adalah bagaimana persepsi pelaku UMKM
batik di Kampoeng Batik Laweyan Solo dalam penerapan konsep
tersebut peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.
Berikut ini terdapat tabel yang berisi data hasil jawaban kuesioner
responden yang dikelompokan berdasarkan jawaban ya, tidak, dan
tidak tahu dengan kriteria jawaban “ya” berarti pemahaman tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP benar, jawaban “tidak”
berarti pemahaman tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK
ETAP salah, dan jawaban “tidak tahu” yang berarti tidak memiliki
pemahaman tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP.
Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa 82.46% total pertanyaan
kuesioner secara keseluruhan dijawab oleh responden dengan jawaban
“ya”. Jawaban tersebut menunjukan bahwa sebagian besar pemahaman responden tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP benar.
Meskipun terdapat 13.59% jawaban “tidak” yang berarti pemahaman
tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP salah dan 3.96%
jawaban “tidak tahu” yang berarti responden tidak tahu pemahaman
tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP.
Tabel 5.5 Persepsi Pelaku UMKM dalam Penerapan Konsep Pengakuan berdasarkan SAK ETAP
Jawaban Kuesioner
Persentase Jawaban Konsep Pengakuan per Indikator
Rata-rata Persentase Jawaban Keseluruhan Kriteria 1 2 3 4 Ya 88,57 92,50 68,75 80,00 82,46 Pemahaman benar Tidak 6,43 0,83 28,75 18,33 13,59 Pemahaman salah
Tidak tahu 5,00 6,67 2,50 1,67 3,96 Tidak tahu
pemahaman
Keterangan:
1: Aset 3: Penghasilan
2: Kewajiban 4: Biaya
Dengan hasil 82.46% total pertanyaan kuesioner secara
keseluruhan yang dijawab dengan jawaban “ya”, maka dapat
disimpulkan sebagian besar pemahaman pemilik UMKM batik di
Kampoeng Batik Laweyan mengenai konsep pengakuan berdasarkan
SAK ETAP yang terdiri dari 4 indikator yaitu aset, kewajiban,
penghasilan, dan biaya sudah benar. Berikut ini akan dijabarkan
persentase jawaban responden terhadap ke 4 indikator konsep
pengakuan.
a. Aset
Indikator pertama dari konsep pengakuan adalah aset. Di
dalam kuesioner indikator ini diukur dengan 7 pertanyaan. Tabel
5.6 akan menampilkan hasil jawaban kuesioner dari responden.
Pada tabel 5.6 dapat dilihat bahwa persentase tertinggi
terdapat pada pertanyaan 1 dan pertanyaan 3 yaitu 20 responden
(100%) menjawab dengan jawaban “ya”. Pertanyaan 1 dan
pertanyaan 3 berisi tentang pengakuan/pencatatan pembelian bahan
baku secara tunai dan pembelian peralatan secara tunai. Hasil ini
menunjukan bahwa semua pemilik UMKM di Kampoeng Batik
tunai. Selanjutnya pertanyaan 6 terdapat 19 responden (95%)
menjawab dengan jawaban “ya”, 1 responden (5%) menjawab dengan jawaban “tidak” dan tidak ada responden yang menjawab dengan jawaban “tidak tahu”. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar responden telah memiliki pemahaman yang benar tentang
pengakuan/pencatatan kendaraan yang dibeli secara tunai.
Tabel 5.6 Distribusi Jawaban Kuesioner Responden untuk Indikator Aset
Pertanyaan
Total Jawaban Responden
Ya % Tidak % Tidak Tahu % Pertanyaan 1 20 100 0 0 0 0 Pertanyaan 2 16 80 2 10 2 10 Pertanyaan 3 20 100 0 0 0 0 Pertanyaan 4 17 85 1 5 2 10 Pertanyaan 5 14 70 4 20 2 10 Pertanyaan 6 19 95 1 5 0 0 Pertanyaan 7 18 90 1 5 1 5 Total Jawaban Per Indikator 124 9 7 Persentase 88,57 6,43 5,00
Sumber: Data primer diolah
Berikutnya pertanyaan 2, pertanyaan 4, dan pertanyaan 7
yang berisi tentang pengakuan/pencatatan pembelian bahan baku,
peralatan, dan kendaraan secara kredit juga memperoleh jawaban
“ya” yang cukup banyak. Untuk pertanyaan 2 memperoleh jawaban “ya” sebanyak 16 responden (80%), jawaban “tidak” sebanyak 2 responden (10%) dan jawaban “tidak tahu” sebanyak 2 responden (10%). Pertanyaan 4 memperoleh jawaban “ya” sebanyak 17
responden (85%), jawaban “tidak” sebanyak 1 responden (5%), dan jawaban “tidak tahu” sebanyak 2 responden (10%). Sedangkan
pertanyaan 7 memperoleh jawaban “ya” sebanyak 18 responden (90%), jawaban “tidak” sebanyak 1 responden (5%), dan jawaban “tidak tahu” sebanyak 1 responden (5%). Hasil ini menandakan
bahwa sebagian besar responden telah memiliki pemahaman yang
benar tentang pengakuan/pencatatan pembelian bahan baku,
peralatan, dan kendaraan secara kredit. Namun masih terdapat
sebagian kecil responden yang memiliki pemahaman yang salah
dan tidak tahu pemahaman mengenai pengakuan/pencatatan
transaksi tersebut. Hal ini disebabkan karena sebagian besar
transaksi yang dilakukan dilakukan oleh responden bersifat tunai
sehingga terdapat beberapa responden yang memiliki pemahaman
yang salah dan tidak tahu pemahaman mengenai
pengakuan/pencatatan transaksi yang dilakukan secara kredit.
Untuk pertanyaan 5 yang berisi tentang
pengakuan/pencatatan tanah dan bangunan yang dipakai sebagai
tempat usaha terdapat 14 responden (70%) menjawab dengan
jawaban “ya”, 4 responden (20%) yang menjawab dengan jawaban “tidak”, dan 2 responden (10%) menjawab dengan jawaban “tidak tahu”. Hasil ini menandakan bahwa sebagian besar pemilik
dipakai sebagai tempat usaha. Persentase 20% untuk jawaban
“tidak” pada pertanyaan 5 ini merupakan persentase jawaban “tidak” yang terbanyak untuk indikator aset. Hal ini disebabkan karena beberapa pemilik UMKM batik di Kampoeng Batik
Laweyan berpersepsi bahwa tanah dan bangunan merupakan satu
kesatuan sehingga tidak diperlukan pencatatan yang terpisah antara
tanah dan bangunan. Sedangkan persentase 10% untuk jawaban
tidak tahu disebabkan karena pemilik UMKM tidak melakukan
pencatatan untuk tanah dan bangunan sehingga tidak tahu
pemahaman mengenai pencatatan/pengakuan tanah dan bangunan.
Dari tabel 5.6, terdapat 88.57% total pertanyaan kuesioner
pada indikator aset yang dijawab dengan jawaban “ya”. Artinya, sebagian besar pemilik UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan
memiliki pemahaman yang benar tentang konsep pengakuan aset
berdasarkan SAK ETAP.
b. Kewajiban
Kewajiban adalah indikator kedua dari konsep pengakuan.
Indikator ini diukur dengan 6 pertanyaan dalam kuesioner. Tabel
5.7 akan menampilkan hasil jawaban kuesioner dari responden.
Tabel 5.7 menunjukan pertanyaan 1, pertanyaan 3,
pertanyaan 4 dan pertanyaan 5 mendapatkan persentase jawaban
“ya” yang sama dan tertinggi yaitu 95%. Persentase tersebut
benar tentang pengakuan/pencatatan utang pembelian bahan baku,
utang kepada bank, utang pembelian kendaraan, dan utang
pembelian peralatan. Meskipun terdapat jawaban “tidak tahu”
sebanyak 1 responden (5%) untuk pertanyaan 2, pertanyaan 3,
pertanyaan 4, dan pertanyaan 5 yang disebabkan karena responden
tidak melakukan transaksi utang pembelian bahan baku, utang
kepada bank, utang pembelian kendaraan, dan utang pembelian
peralatan sehingga tidak memiliki pemahaman mengenai
pengakuan utang tersebut.
Tabel 5.7 Distribusi Jawaban Kuesioner Responden untuk Indikator Kewajiban
Pertanyaan
Total Jawaban Responden
Ya % Tidak % Tidak Tahu % Pertanyaan 1 19 95 0 0 1 5 Pertanyaan 2 18 90 1 5 1 5 Pertanyaan 3 19 95 0 0 1 5 Pertanyaan 4 19 95 0 0 1 5 Pertanyaan 5 19 95 0 0 1 5 Pertanyaan 6 17 85 0 0 3 15 Total Jawaban per Indikator 111 1 8 Persentase 92,50 0,83 6,67
Sumber: Data primer diolah
Selanjutnya, pertanyaan 2 dan pertanyaan 6 juga
mendapatkan persentase jawaban “ya” cukup banyak yaitu 90% responden menjawab dengan jawaban “ya”, 5% responden menjawab dengan jawaban “tidak”, dan 5% juga responden yang menjawab dengan jawaban “tidak tahu”
sedangkan untuk pertanyaan 6 terdapat 85% responden menjawab
dengan jawaban “ya”, tidak ada responden yang menjawab dengan jawaban “tidak”, dan 15% responden menjawab dengan jawaban “tidak tahu”. Persentase 90% dan 85% untuk jawaban “ya” pada
pertanyaan 2 dan pertanyaan 6 menandakan bahwa sebagian besar
responden telah memiliki pemahaman yang benar mengenai
pengakuan/pencatatan utang bunga dan utang pajak penghasilan.
Sedangkan persentase jawaban “tidak tahu” sebesar 5% untuk
pertanyaan 2 dan 15% untuk pertanyaan 6 disebabkan karena
responden tidak melakukan transaksi utang bunga dan tidak
membayar pajak penghasilan sehingga responden tidak memiliki
pemahaman mengenai pengakuaan utang bunga dan utang pajak
penghasilan.
Dari tabel 5.7, terdapat 92,50% total pertanyaan kuesioner
pada indikator kewajiban yang dijawab dengan jawaban “ya”.
Persentase atas jawaban “ya” tersebut memberikan arti bahwa
sebagian besar pemilik UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan
memiliki pemahaman yang benar tentang konsep pengakuan
kewajiban berdasarkan SAK ETAP.
c. Penghasilan
Indikator ketiga dari konsep pengakuan adalah penghasilan.
Indikator ini diukur dengan 4 pertanyaan dalam kuesioner. Tabel
Tabel 5.8 Distribusi Jawaban Kuesioner Responden untuk Indikator Penghasilan
Pertanyaan
Total Jawaban Responden
Ya % Tidak % Tidak Tahu % Pertanyaan 1 10 50 8 40 2 10 Pertanyaan 2 13 65 7 35 0 0 Pertanyaan 3 14 70 6 30 0 0 Pertanyaan 4 20 100 0 0 0 0 Total Jawaban per Indikator 55 23 2 Persentase 68.75 28.75 2.50
Sumber: Data primer diolah
Pada tabel 5.8 dapat dilihat yang mendapat jawaban “ya”
paling banyak adalah pertanyaan 4 dengan persentase 100%.
Artinya, semua responden telah memiliki pemahaman yang benar
terkait pengakuan/pencatatan pendapatan dari penjualan tunai.
Untuk pertanyaan 2 dan pertanyaan 3 juga mendapat
persentase jawaban “ya” cukup banyak yaitu 65% responden menjawab dengan jawaban “ya” untuk pertanyaan 2 dan 70%
responden menjawab dengan jawaban “ya” untuk pertanyaan 3.
Hasil ini menandakan bahwa sebagian besar responden memiliki
pemahaman yang benar terkait pengakuan/pencatatan pendapatan
ketika barang telah diserahkan meskipun pembeli belum
membayarnya dan ketika pembayaran telah diterima tetapi barang
dagangan belum diserahkan kepada pembeli. Meskipun terdapat
bahwa pendapatan diakui ketika barang telah diserahkan kepada
pembeli dan pembayaran telah diterima dari pembeli.
Sedangkan pertanyaan 1 yang berisi tentang down payment
(DP) tidak bisa diakui/ dicatat sebagai pendapatan mendapatkan
jawaban “tidak” yang paling banyak yaitu 8 responden (40%)
menjawab dengan jawaban “tidak”. Banyaknya responden yang menjawab dengan jawaban “tidak” dikarenakan menurut responden
DP merupakan bentuk pembayaran dari pembeli sehingga bisa
diakui sebagai pendapatan.
Dari tabel 5.8, terdapat 68,75% total pertanyaan kuesioner
pada indikator penghasilan yang dijawab dengan jawaban “ya”. Artinya, sebagian besar pemilik UMKM batik di Kampoeng Batik
Laweyan memiliki pemahaman yang benar tentang konsep
pengakuan penghasilan berdasarkan SAK ETAP.
d. Beban
Indikator keempat dari konsep pengakuan adalah beban. Di
dalam kuesioner indikator ini diukur dengan 3 pertanyaan. Tabel
5.9 akan menampilkan hasil jawaban kuesioner dari responden.
Persentase tertinggi pada tabel 5.9 terdapat pada jawaban
“ya” untuk pertanyaan 1, pertanyaan 2, dan pertanyaan 3 yaitu
80%. Hasil ini menandakan bahwa sebagian besar responden telah
memiliki pemahaman yang benar mengenai pengakuan/pencatatan
responden yang menjawab dengan jawaban “tidak” dan “tidak tahu”. Untuk pertanyaan 1 dan pertanyaan 3 terdapat 4 responden (20%) yang menjawab dengan jawaban “tidak” dan tidak ada
responden yang menjawab dengan pertanyaan “tidak tahu”
sedangkan untuk pertanyaan 2 terdapat 3 responden (15%) yang
menjawab dengan jawaban “tidak” dan 1 responden (5%) yang menjawab dengan jawaban “tidak tahu”. Hal ini dikarenakan
terdapat responden yang tidak melakukan pencatatan terkait biaya
air sehingga tidak memiliki pemahaman terkait pengakuan/
pencatatan biaya air dan terdapat responden yang mengakui biaya
listrik, biaya air dan biaya gaji ketika melakukan pembayaran
sehingga apabila belum melakukan pembayaran mereka tidak
mengakui adanya biaya listrik, biaya air dan biaya gaji.
Tabel 5.9 Distribusi Jawaban Kuesioner Responden untuk Indikator Beban
Pertanyaan
Total Jawaban Responden
Ya % Tidak % Tidak Tahu % Pertanyaan 1 16 80 4 20 0 0 Pertanyaan 2 16 80 3 15 1 5 Pertanyaan 3 16 80 4 20 0 0 Total Jawaban per Indikator 48 11 1 Persentase 80,00 18,33 1,67
2. Tantangan yang Dihadapi UMKM Batik di Kampoeng Batik Laweyan
dalam Penerapan Konsep Pengakuan Berdasarkan SAK ETAP
Permasalahan kedua adalah apa tantangan yang dihadapi UMKM
batik di Kampoeng Batik Laweyan Solo dalam penerapan konsep
pengakuan berdasarkan SAK ETAP. Untuk menjawab permasalahan
tersebut peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.
Berikut adalah deskripsi hasil wawancara dengan responden mengenai
tantangan penerapan konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP.
a. Batik Ogut
Wawancara dilakukan dengan Bapak Ogut selaku pemilik
usaha Batik Ogut dengan latar belakang pendidikan adalah SMP
dan Bapak Joko sebagai adik Bapak Ogut yang melakukan
pencatatan keuangan. Batik Ogut berdiri sejak tahun 2009.
Mengelola Batik Ogut merupakan pekerjaan utama dari Bapak
Ogut.
Pengelolaan keuangan Batik Ogut dilakukan oleh adik dari
Bapak Ogut yaitu Bapak Joko. Pengelolaan keuangan dilakukan
dengan pencatatan secara rutin setiap minggunya. Selama ini
pencatatan yang dilakukan hanya sederhana tanpa mengikuti
standar akuntansi keuangan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal
ini dikarenakan Bapak Ogut dan Bapak Joko tidak pernah
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Joko konsep
pengakuan sebenarnya kurang penting untuk diterapkan karena
yang penting keuntungan dari hasil usaha masih bisa dirasakan.
Dalam menerapkan konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP
Bapak Joko juga memiliki tantangan antara lain, tidak mengetahui
SAK ETAP sehingga pencatatan yang selama ini dilakukan hanya
sederhana dan berdasarkan persepsi dari Bapak Joko sendiri dan
kurangnya waktu untuk menerapkan konsep pengakuan atau
pencatatan karena Bapak Joko juga merangkap beberapa pekerjaan
selain mengelola keuangan.
b. Batik Puspa Kencana
Peneliti melakukan wawancara dengan pemilik Batik Puspa
Kencana yaitu Ibu Dewi Aryani. Latar belakang pendidikan Ibu
Dewi Aryani adalah S1 (Non Akuntansi). Batik Puspa Kencana
merupakan usaha turun temurun dari orang tua Ibu Dewi Aryani.
Usaha Batik Puspa Kencana ini dimulai sejak tahun 1979.
Mengelola Batik Puspa Kencana merupakan pekerjaan utama dari
Ibu Dewi Aryani.
Pengelolaan keuangan Batik Puspa Kencana masih
tercampur dengan keuangan rumah tangga. Dalam mengelola
keuangan Batik Puspa Kencana telah melakukan pencatatan
pendidikan SMA dan kurang memahami akuntansi. Pencatatan
tersebut secara rutin dilakukan setiap hari. Selama ini pencatatan
yang dilakukan masih sederhana dan berdasarkan persepsi dari Ibu
Dewi saja tanpa mengikuti standar akuntansi keuangan yang
berlaku. Hal ini dikarenakan Ibu Dewi tidak tahu mengenai standar
akuntansi keuangan yang ditetapkan pemerintah.
Menurut Ibu Dewi konsep pengakuan penting untuk
diterapkan karena dengan penerapan konsep pengakuan dapat
diketahui secara pasti transaksi pemasukan dan pengeluaran yang
terjadi. Dalam menerapkan konsep pengakuan berdasarkan SAK
ETAP Ibu Dewi memiliki tantangan yaitu ketidaktahuan Ibu Dewi
tentang SAK ETAP itu sendiri.
c. Batik Estu Mulyo
Peneliti melakukan wawancara dengan pemilik Batik Estu
Mulyo. Pemilik Batik Estu Mulyo adalah Bapak Akrom Muntaha
dengan latar belakang pendidikan adalah S1 (Non Akuntansi).
Batik Estu Mulyo berdiri sejak tahun 2010. Mengelola Batik Estu
Mulyo merupakan pekerjaan utama dari Bapak Akrom Muntaha.
Pengelolaan keuangan Batik Estu Mulyo dilakukan dengan
pencatatan yang masih manual dan hanya berupa pencatatan keluar
masuknya kas. Pencatatan tersebut dilakukan oleh istri dari Bapak
Akrom. Pencatatan tersebut secara rutin dilakukan setiap
berdasarkan SAK ETAP belum Bapak Akrom terapkan meskipun
Bapak Akrom pernah mendengar tentang SAK ETAP dari seminar
yang diadakan oleh STIE Pignatelli.
Menurut Bapak Akrom konsep pengakuan penting untuk
diterapkan karena dengan penerapan konsep pengakuan dapat
menunjukan kondisi keuangan yang lebih rinci. Akan tetapi Bapak
Akrom memiliki tantangan dalam menerapkan konsep pengakuan
berdasarkan SAK ETAP yaitu konsep pengakuan berdasarkan SAK
ETAP terlalu rumit untuk diterapkan dan keterbatasan SDM dalam
menggunakan sistem komputerisasi.
d. Batik Truntum
Wawancara dilakukan dengan Ibu Nur selaku pemilik
usaha Batik Truntum dengan latar belakang pendidikan adalah S1
(Non Akuntansi). Batik Truntum dikelola sejak tahun 2010.
Mengelola Batik Truntum merupakan pekerjaan utama dari Ibu
Nur.
Pengelolaan keuangan Batik Truntum dilakukan dengan
pencatatan yang masih sederhana karena hanya memiliki
pencatatan keluar masuknya kas. Pencatatan tersebut dilakukan
oleh Ibu Nur sendiri. Pencatatan tersebut dilakukan secara rutin
yaitu seminggu sekali. Penerapan konsep pengakuan berdasarkan
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Nur, konsep
pengakuan penting untuk diterapkan karena dengan penerapan
konsep pengakuan dapat diketahui secara pasti kondisi keuangan
dari usaha yang dijalankan. Akan tetapi Ibu Nur memiliki
tantangan dalam menerapkan konsep pengakuan berdasarkan SAK
ETAP yaitu ketidaktahuan Ibu Nur tentang SAK ETAP.
e. Batik Jofa
Bapak Taufik adalah pemilik usaha Batik Jofa dengan latar
belakang pendidikan SMA. Berdasarkan hasil wawancara dengan
Bapak Taufik, diketahui bahwa Batik Jofa berdiri sejak tahun 2013.
Mengelola Batik Jofa merupakan pekerjaan utama dari Bapak
Taufik.
Pengelolaan keuangan Batik Jofa dikelola dengan prinsip
asal dapat laba. Batik Jofa tidak memiliki pencatatan keuangan
dalam pengelolaan keuangannya. Hal ini menandakan bahwa
Bapak Taufik tidak menerapkan konsep pengakuan.
Meskipun demikian Bapak Taufik sadar akan pentingnya
penerapan konsep pengakuan atau pencatatan namun beliau
dihadapkan dengan tantangan untuk menerapkannya. Tantangan
tersebut adalah beliau tidak memiliki acuan dalam menerapkan
konsep pengakuan karena beliau tidak mengetahui adanya SAK
yang teliti dan hal ini menjadi kendala apabila melakukan pencatatan karena akan membingungkan ketika catatan tidak lengkap.
f. Batik Setya
Wawancara dilakukan dengan Bapak Slamet selaku pemilik
usaha Batik Setya dengan latar belakang pendidikan adalah SMP.
Batik Setya berdiri sejak tahun 1983. Mengelola Batik Setya
merupakan pekerjaan utama dari Bapak Slamet.
Pengelolaan keuangan Batik Setya dikelola dengan
sederhana dan juga masih tercampur dengan keuangan rumah
tangga Bapak Slamet. Batik Setya hanya memiliki pencatatan
pesanan dan pengeluaran saja. penerapan konsep pengakuan atau
pencatatan berdasarkan SAK ETAP belum Bapak Slamet terapkan
karena Bapak Slamet tidak mengetahui adanya SAK ETAP yang
dapat dijadikan pedoman dalam melakukan pencatatan sehingga
Bapak Slamet hanya menerapkan pencatatan sederhana mengenai
pesanan dan pengeluaran.
Menurut Bapak Slamet penerapan konsep pengakuan atau
pencatatan itu penting karena dapat mengetahui secara rinci
transaksi apa saja yang telah dilakukan. Namun apabila ingin
menerapkan konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP Bapak
Slamet memiliki tantangan yaitu Bapak Slamet tidak mengetahui
Slamet merasa bahwa konsep tersebut sepertinya rumit untuk
diterapkan.
g. Batik Gres Tenan
Peneliti melakukan wawancara dengan dengan Bapak Arif
Wicaksono selaku pemilik usaha Batik Gres Tenan dengan latar
belakang pendidikan adalah D3 (Non Akuntansi). Bapak Arif
Wicaksono sudah mengelola Batik Gres Tenan sejak tahun 2013.
Mengelola Batik Gres Tenan merupakan pekerjaan utama dari
Bapak Arif.
Pengelolaan keuangan Batik Gres Tenan dilakukan oleh
Bapak Arif sendiri. Pengelolaan keuangan dilakukan dengan
pencatatan secara rutin tiap sebulan sekali. Berdasarkan hasil
wawancara diketahui bahwa Bapak Arif telah mengetahui adanya
SAK ETAP melalui penyuluhan dari Disperindagkop namun
selama ini pencatatan yang dilakukan oleh Bapak Arif hanya
pencatatan sederhana tidak sampai membuat laporan keuangan dan
tidak mengacu pada SAK ETAP. Hal ini dikarenakan menurut
Bapak Arif tidak perlu sampai membuat laporan keuangan bila
tidak dilaporkan ke siapapun.
Menurut Bapak Arif konsep pengakuan sebenarnya kurang
penting untuk diterapkan karena Bapak Arif melakukan pencatatan
hanya untuk berjaga-jaga apabila Bapak Arif membutuhkan rincian
tantangan bila menerapkan konsep pengakuan berdasarkan SAK
ETAP hanya saja ia memang tidak menerapkannya.
h. Batik Pandono
Wawancara dilakukan dengan Bapak Pandono selaku
pemilik usaha Batik Pandono dengan latar belakang pendidikan
adalah SMA. Batik Pandono berdiri sejak tahun 2000. Mengelola
Batik Pandono merupakan pekerjaan utama dari Bapak Pandono.
Pengelolaan keuangan Batik Pandono masih sangat
sederhana dan tercampur dengan keuangan rumah tangga. Bapak
Pandono tidak melakukan pencatatan untuk keuangan usahanya.
Keuangan Batik Pandono hanya dilihat dari rekening saja. Hal ini
menandakan bahwa Bapak Pandono tidak menerapkan konsep
pengakuan berdasarkan SAK ETAP. Meskipun begitu Bapak
Pandono pernah mendengar tentang standar akuntansi keuangan
yang ditetapkan pemerintah untuk membuat laporan keuangan dari
rekan-rekan mahasiswa tetapi tidak mengetahui secara pasti standar
tersebut adalah SAK ETAP.
Menurut Bapak Pandono konsep pengakuan tidak penting
untuk diterapkan di UMKM karena UMKM batik di Kampoeng
Batik Laweyan umumnya adalah bisnis keluarga sehingga
keuangan usaha dan keuangan rumah tangga biasanya masih
mengungkapkan bahwa mungkin konsep pengakuan menjadi
penting diterapkan untuk perusahaan besar karena perusahaan
besar perlu untuk tahu pasti bagaimana pengeluaran dan
pemasukan perusahaan serta kondisi keuangan perusahaan. Apabila
ingin menerapkan konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP
Bapak Pandono juga memiliki tantangan yaitu kurangnya
pengetahuan mengenai SAK ETAP.
i. Batik Lor Ing Pasar
Bapak Widiarso adalah pemilik usaha Batik Lor Ing Pasar
dengan latar belakang pendidikan adalah D3 (Akuntansi). Batik
Lor Ing Pasar berdiri sejak tahun 2007. Mengelola Batik Lor Ing
Pasar merupakan pekerjaan utama dari Bapak Widiarso
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Widiarso
diketahui bahwa pengelolaan keuangan Batik Lor Ing Pasar
dilakukan dengan pencatatan yang masih sederhana. Hal ini
dikarenakan Bapak Widi sendiri yang melakukan pencatatannya
dan keuangannya masih tercampur dengan keuangan rumah
tangga. Pencatatan dilakukan secara rutin setiap harinya. Penerapan
konsep pengakuan atau pencatatan berdasarkan SAK ETAP belum
diterapkan oleh Bapak Widi meskipun Bapak Widi pernah
mendengar dan mengetahui mengenai SAK ETAP melalui
Bapak Widi menyadari bahwa konsep pengakuan penting
untuk diterapkan karena dapat menjadi dokumen awal transaksi
sehingga dapat diketahui secara pasti transaksi apa saja yang telah
terjadi. Namun Bapak Widi dihadapkan oleh tantangan untuk
menerapkannya karena belum ada SDM yang bisa menerapkan
konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP secara kompleks.
j. Batik Hayuningrum
Wawancara dilakukan dengan Bapak Supriarso selaku
pemilik usaha Batik Hayuningrum dengan latar belakang
pendidikan adalah SMA. Batik Hayuningrum berdiri sejak tahun
1997. Mengelola Batik Hayuningrum merupakan pekerjaan utama
dari Bapak Supriarso
Pengelolaan keuangan Batik Hayuningrum dilakukan
dengan pencatatan yang masih sederhana dan keuangannya masih
tercampur dengan keuangan rumah tangga. Batik Hayuningrum
hanya melakukan pencatatan uang masuk. Pencatatan tersebut
dilakukan oleh karyawan Batik Hayuningrum. Penerapan konsep