• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Analisis Data

1. Hasil Pengujian Prasyarat

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu perlu dilakukan pemeriksaan terhadap data hasil penelitian yang telah diperoleh melalui uji prasyarat. Uji prasyarat analisis yang harus dipenuhi adalah :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah uji kai kuadrat (χ2

) dengan ketentuan

   

sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika memenuhi kriteria

χ2

hitung < χ2

tabel diukur pada taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu. Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas nilai kemampuan komunikasi matematik siswa kelompok eksperimen, diperoleh harga χ2

hitung = 5,47, sedangkan dari tabel kritis uji kai kuadrat (χ2

) diperoleh χ2

tabel untuk jumlah sampel 38 pada taraf signifikansi α = 5 % adalah 7,82. Karena χ2

hitung < χ2

tabel (5,47 < 7,82), maka Ho diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa sampel kelompok eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji normalitas nilai kemampuan komunikasi matematik siswa kelompok kontrol, diperoleh harga χ2

hitung = 3,48, sedangkan dari tabel kritis uji kai kuadrat (χ2

) diperoleh χ2

tabel untuk jumlah sampel 37 pada taraf signifikansi α = 5 % adalah 7,82. Karena χ2

hitung < χ2

tabel (3,48 < 7,82), maka Ho diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa sampel pada kelompok kontrol juga berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Tabel 4.4

Hasil Perhitungan Uji Normalitas

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Kelompok n χ2

hitung χ2

tabel Kesimpulan Data

Eksperimen 38 5,47

7,82

Bedistribusi Normal Kontrol 37 3,48 Berdistribusi Normal

b. Uji Homogenitas

Uji Homogenitas atau uji kesamaan rata-rata dua varians digunkan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang sama (homogen) atau tidak. Dalam penelitian ini, uji homogenitas yang digunakan adalah uji Fisher dengan ketentuan kedua kelompok dikatakan homogen jika Fhitung ≤ Ftabel diukur pada taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu.

   

Berdasarkan hasil perhitungan uji homogenitas posttest kedua kelompok sampel penelitian yang berdistribusi normal, diperoleh harga Fhitung = 1,30 sedangkan harga Ftabel = 1,93 pada taraf signifikansi α = 5 % dengan derajat kebebasan pembilang adalah 36 dan derajat kebebasan penyebut adalah 37. Karena F hitung < F tabel (1,3 < 1,93), maka Ho diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok homogen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.5

Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Varians Taraf Sign. Kesimpulan Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol 204,56 266,19 0,05 1,30 1,93 Varians kedua kelompok sampel homogen

2. Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan a. Pengujian Hipotesis

Berdasarkan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas kelompok sampel dan eksperimen, ternyata diperoleh hasil bahwa kedua kelompok sampel berdistribusi normal dan kehomogenan varians populasi ternyata terpenuhi. Pengujian selanjutnya yaitu pengujian hipotesis statistik. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelompok kontrol.

Dalam penelitian ini uji hipotesis yang digunakan adalah uji-t dengan kriteria pengujian yaitu, jika , maka tolak Ho dan

   

terima Ha pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf signifikansi α = 5 %. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh thitung sebesar 2,02 dan ttabel

sebesar 1,67. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6

Hasil Perhitungan Uji Hipotesis

thitung ttabel Kesimpulan

2,02 1,99 Tolak Ho

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa ( 2,02 > 1,67), yang

artinya tolak Ho dan terima Ha. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelompok eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual lebih tinggi dari rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelompok kontrol yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional.

b. Pembahasan

Dari hasil uji-t menyatakan terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa antara kelas yang menerapkan pembelajaran kontekstual dengan kelas yang menerapkan pembelajaran konvensional. Terdapatnya perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa antar kedua kelas tersebut ditunjukkan dengan rata-rata nilai kelompok eksperimen yang lebih tinggi daripada rata-rata nilai kelompok kontrol. Konsep pembelajaran kontekstual dalam penelitian ini menggunakan format pembelajaran secara berkelompok dan materi disajikan dalam bentuk LKS. Dalam hal ini siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa. Masing-masing kelompok diberikan tugas untuk dapat menyelesaikan LKS yang diberikan. Pembelajaran kelompok ini dilakukan guna membuka kesempatan bagi siswa untuk belajar mengungkapkan ide-ide mereka baik secara lisan maupun tertulis. Siswa dapat mengungkapkan pendapat

   

mereka kepada teman-teman mereka dengan penuh keyakinan. Apabila ada yang tidak mereka mengerti, mereka bisa berdiskusi dengan teman sekelompoknya, sehingga siswa memiliki kesempatan yang lebih besar dan waktu yang lebih banyak untuk memberikan bantuan dan perhatian kepada setiap temannya yang membutuhkan tanpa mengganggu dan melibatkan seluruh kelas.

Pembelajaran kontekstual memuat setting pembelajaran yang dapat mendorong siswa lebih aktif tidak hanya secara fisik tetapi juga secara mental. Dalam hal ini siswa merasa dilibatkan dalam proses pembelajaran karena didalamnnya terdapat beberapa aktifitas seperti aktifitas menemukan sendiri suatu konsep matematika, mengkorelasikan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu penerapan pembelajaran kontekstual dapat melatih siswa untuk dapat menganalisa suatu permasalahan sehari-hari dan menyelesaikannya dengan menggunakan rumus matematika. Dengan demikian dapat melatih siswa dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematiknya.

Pada setiap langkah dalam proses pembelajaran kontekstual, siswa dilatih untuk dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematiknya sehingga siswa tidak hanya mengetahui suatu konsep matematika tetapi juga memahami makna dari konsep matematika yang dipelajarinya tersebut. Siswa tidak hanya mengerti bagaimana langkah-langkah menyelesaikan masalah kontekstual yang disajikan tetapi juga memahami apa yang mereka tulis di lembar jawaban sehingga dapat menjelaskan kembali kepada siswa lain tentang jawaban yang mereka berikan.

Berbeda dengan kelas eksperimen, pada kelas kontrol dilaksanakan pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Guru menerangkan pelajaran sambil menuliskannya di papan tulis sementara siswa memperhatikan keterangan guru dan memindahkannya ke buku catatan mereka masing-masing. Setelah itu guru meberikan contoh soal beserta penyelesaiannya kemudian memberikan beberapa latihan soal

   

kepada siswa untuk dikerjakan. Dalam hal ini pembelajaran menjadi kurang efektif karena komunikasi yang berjalan hanya satu arah yaitu dari guru ke siswa. Hal ini mengakibatkan dalam proses pembelajarannya lebih cenderung terpaku pada guru sebagai pemberi informasi sehingga mempersempit akses ruang gerak siswa untuk dapat menyalurkan pendapat atau ide-idenya mengenai konsep/materi pelajaran yang sedang dipelajari baik secara lisan maupun tertulis.

Dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelas eksperimen dengan pendekatan kontekstual lebih baik dibandingkan dengan kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelas kontrol dengan pendekatan konvensional. Siswa kelas eksperimen lebih aktif dan interaktif dalam proses pembelajaran, sedangkan siswa pada kelas kontrol cenderung pasif. Hal ini disebabkan pembelajaran konvensional tidak mendorong siswa semangat belajar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada yang diajarkan dengan pendekatan konvensional. Hal ini dapat diketahui dari hasil perolehan posttest masing-masing kelas eksperimen dan kontrol. Nilai rata-rata kelas siswa yang diajarkan dengan pendekatan kontekstual lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional. Dengan demikian, pembelajaran kontekstual dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam memilih variasi pendekatan pembelajaran dalam proses pembelajaran matematika di sekolah.

Dokumen terkait