• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Hasil analisis data

2. Hasil analisis data individual

Analisis individual dilakukan dengan membandingkan skor DERS setiap subyek pada saat pretes dan posttes. Hasil analis individual juga dilengkapi dengan data yang diperoleh dari lembar tugas subyek maupun wawancara pada tahap tindak lanjut (followup). Setiap subyek diberi inisial huruf abjad secara berurutan. Berikut ini hasil data dari masing-masing subyek.

a. Subyek A

Gambar 4.3. Perbandingan Skor Subjek

Dari gambar 4.3 dapat disimpulkan A mengalami perubahan dalam kemampuan regulasi emosinya. Ini ditunjukkan adanya penurunan skor DERS yang didapat oleh A (37 poin) setelah melakukan terapi yang artinya tingkat A dalam meregulasi emosi semakin baik.

Berdasarkan lembar kerja yang dilaksanakan oleh A pada lembar kerja 1 pada awalnya A masih sulit membedakan antara pikiran dan perasaan/ emosi. Setelah dilaksanakan diskusi lembar kerja yang ditelah diiisi oleh A, ia mulai memahami perbedaan peristiwa, pikiran, perilaku dan perasaan. Lembar kerja 2 adalah membedakan mana pikiran yang irasional/negatif dan mana pikiran

yang rasional/positif. Pada lembar kerja terdapat contoh pikiran yang rasional dan yang tidak rasional, peneliti memberikan penjelasan apa perbedaan keduanya sehingga untuk baris berikutnya A mulai sedikit memahami perbedaannya. Lembar kerja ini juga sangat membantu A dalam melakukan bantahan terhadap pikiran irasional yang muncul pada diri A.

Kejadian yang memicu masalah emosi pada A adalah kekerasan seksual yang dialaminya. A mengalami kekerasan seksual oleh laki-laki yang lebih tua darinya ketika A berada dalam keadaan tidak sadar. Konsekwensi kejadian tersebut adalah sulitnya A dalam mengontrol emosi marah yang disebabkan munculnya keyakinan tidak rasional pada diri A yaitu ia merasa tidak berharga lagi karena A menganggap lingkungan terutama lingkungan rumah sering tidak memberikan kepercayaan lagi padanya. Sebelum mengisi lembar REBT self help, peneliti menggunakan metode imagery, sehingga A bisa merasakan dan benar-benar yakin dengan emosi yang dirasakannya, serta apa yang ada dalam pikirannya ketika emosi tersebut muncul. Setelah proses tersebut dilakukan relaksasi sehingga kondisi emosi A kembali normal. Pada saat melakukan imagery A merasa dadanya sesak namun berkurang setelah dilakukan relaksasi

A-merasa tidak berharga lagi, orang tua tidak mempercayainya lagi dan ia juga berbeda dari teman-temannya di sekolah sehingga A sering sulit mengontrol marahnya terutama bila ada yang melecehkannya, memanfaatkan dirinya dan diberi aturan yang banyak di rumah. A mampu mengenali emosi yang sering muncul tidak terkendali karena ada pikiran yang salah yaitu merasa tidak berharga.

Menghilangkan keyakinan irasional dengan mengisi lembar kerja “ Menghilangkan keyakinan/pikiran yang irasioanal”. A mampu menilai bahwa keyakinannya menganggap diri tidak berharga lagi adalah salah. Peneliti juga menggunakan metode

logical argumentdalam menentang pikiran A. kejadian A memang menyakitkan, tapi apakah tidak ada lagi yang bisa A lakukan untuk masa depan? A menyadari bahwa ini memang menyakitkan ia menjadi tidak berharga tapi ia masih punya kelebihan untuk bisa dihargai orang lain.

Pada lembar tugas rumah metode lain dalam REBT dalam mengelola emosi selama dua hari yang diberikan A marah karena dikhianati oleh temannya. Sejak kejadian A menjadi korban kekerasan seksual pergaulan A semakin sulit dikontrol orang tua. Ia lebih memilih teman yang kurang baik pergaulannya dan juga tidak sekolah. A beranggapan dilingkungan yang seperti itu ia lebih merasa diterima dan tidak jauh berbeda dengan keadaan dirinya

yang ia anggap tidak berharga lagi. Namun teman-teman tersebut sering memanfaatkan A terutama dari segi materi. A marah dengan keadaan ini. Biasanya ia sering mengeluarkan kata kasar namun pada saat pelaksaanaan tugas A memilih teknik perilaku yaitu dengan cara menghindar dan berjalan-jalan. Pada awalnya A sulit untuk tidak mengeluarkan kata-kata kasar namun ia mencoba untuk menghindar.

Pada lembar kerja “Emosiku” A diminta membedakan emosi negatif yang sehat degan emosi negatif yang tidak sehat sehingga A mampu mengenali emosi dan berespon secara tepat terhadap suatu kejadian. A juga di berikan psikoedukasi tentang regulasi emosi serta strategi lain untuk meregulasi emosi yang dilanjutkan dengan diskusi. A menyadari dampak negatif bila kemampuan regulasi emosinya rendah. A juga mulai mengetahui cara-cara yang bisa dilakukan dalam regulasi emosi meskipun beberapa cara seperti pengalihan perhatian pernah ia lakukan.

Pada saat pelaksanaan tugas rumah yang kedua “ Aku bisa berubah” yaitu penerapan REBT dalam kehidupan sehari-hari selama dua hari A mengalami beberapa kejadian diantaranya A dimarahi orang tua karena pulang malam. A memiliki keyakinan ia tidak dipercaya lagi sehingga muncul emosi marah dengan nada yang tinggi. Setelah A masuk ke kamar ia mulai berusaha

bila ia menunjukkan perubahan tidak pulang malam lagi, orang tua tidak akan marah dan dapat memberi kepercayaan lagi padanya. A juga mengalami kejadian dilarang bergaul dengan teman-temannya oleh orang tua yang ada dalam pikiran orang tua selalu mengatur respon emosi yang muncul adalah marah. A membantah pikiran tersebut dengan rasional yang rasional yaitu “ibu bukannya mengatur mungkin ibu takut A terjerumus lagi pada masalah yang sama”

Ketika dilakukan evaluasi terhadap tugas A merasa mengalami hambatan dalam mengontrol emosinya dengan cepat terutama marah namun ia merasa durasi marah dan kesalnya bisa berkurang dan ketika ia ingin berubah terkadang ada juga diantara temannya yang berusaha mempengaruhinya dalam pergaulan.

Pada saat follow up setelah sepuluh hari setelah terapi A emosi marah masih muncul bila kejadian tidak sesuai dengan keinginanya. Namun menurut A ia mulai menerapkan beberapa metode seperti pengalihan perhatian (attention deployment)dengan mendengarkan musik, menantang pikiran negatif. Sebelum

pelaksanaan terapi A bila dimarahi orang tua untuk

mengeksprsiakan marah bisanya berkata kasar dan pergi dari rumah 1-2 hari selam follow up A lebih cenderung di kamar dulu hingga emosinya reda. A juga mempunyai kegiatan baru sehingga waktunya bisa lebih bermanfaat. Orang tua A memfasilitasi A

menjadi agen sebuah produk. Menurut orang tua A perubahan A dalam perilaku belum banyak terutama dalam hal pengaruh teman terhadap diri A. Namun A mulai kurang menjawab perkataan orang tua dengan nada yang tinggi.

Selain data secara umum bisa juga dilihat perbandigan skor subjek dari masing-masing aspek dalam skala DERS antara hasil pretes dan posttest.

Tabel 4.3. Perbandingan Skor Aspek DERS Subjek A

Aspek Subjek A Pre-Test Post-Test Penurunan skor Nonaccept 22 15 7 Goals 25 20 5 Impulse 30 24 6 Aware 22 17 5 Strategy 40 26 14 Clarity 17 12 5

Gambar 4.4. Perbandingan skor aspek DERS subjek A Dari masing-masing aspek DERS juga terlihat penurunan masing-masing skor pada saat pretest dan posttest. Pada subjek A perubahan terbesar adalah pada aspek strategy(14 poin). Menurut A ia sudah mengetahui langkah-langkah serta cara-cara apa saja yang bisa digunakan dalam meregulasi emosi namun terkadang ia masih mengalami kesulitan dalam mengaplikasikannya. Bila ada situasi yang memunculkan emosi negative A masih marah namun ia kemudian menghindar atau jalan-jalan. Penurunan skor yang tidak terlalu signifikan adalah pada aspek impulse (6 poin) yaitu ketidakmapuan subjek mengontrol impuls yang ada. Pada saat

posttest maupun follow upjika ada stimulus yang membuat emosi A tidak terkontrol ia masih meresponnya dengan marah namun yang berubah adalah durasi marahnya. A berusaha untuk menerapkan strategi yang sudah didapat sehingga emsosinya bisa terkontrol lagi. Skor yang paling sedikit mengalami perubahan adalah pada aspek Clarity (5 poin) yang merupakan ketidak mampuan individu untuk memahamai perasaannya. Menurut A sebelum mengikuti terapi ia masih kesulitan untuk memahami perasaanya ketika ada stimulus yang membangkitkan emosi negatifnya terkadang A marah dengan meledak-ledak namun terkadang A mengurung diri dikamar. Setelah terapi A mulai kapan ia harus sedih, kecewa, marah dan lainnya namun terkadang ia

masih susah memahami mengapa ia bisa marah meledak-ledak terkadang dengan hal yang sebenarnya tidak merupakan masalah yang besar. A juga masih kurang peduli terhadap perubahan emosinya. Dalam pandangan A yang terpenting ia bisa melampiaskan emosinya (Aware= 5 poin)). Namun ia sudah merasakan sedikit perubahan dibanding sebelum terapi, biasanya ia tidak akan memikirkan dampak terhadap orang lain dan dirinya.

A masih merasakan kesulitan untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif sehingga ketika muncul emosi negatif A masih sering susah untuk berkonsentrasi terutama dalam belajar (aspek

Goal = 5 poin)) namun ini sudah mulai berkurang dibandingkan sebelum terapi bila dipengaruhi oleh emosi negatif A bisa tidak masuk sekolah karena ia merasa tidak bisa konsentrasi.

Dari hasil penelitian bisa disimpulkan perubahan terbesar pada A adalah pada aspek strategy. A mulai mampu menemukan cara dalam mengelola emosi negatifnya. A menggunakan beberapa teknik seperti situation selection dimana A menghindar situasi yang akan membuat emosi negatifnya semakin parah seperti bila dimarahi orang tua A menjawab namun kemudan ia masuk kamar untuk meredakan emosinya. A juga menggunakan strategi attention deploymen yaitu dengan mengalihkan perhatian dengan cara jalan-jalan. Namun A merasa bila timbul emosi negatif ia masih

Filosofi baru yang muncul adalah A masih berharga dan bisa berubah, sedangkan emosi baru yanag muncul adalah marah dengan cara yang tepat seprti tidak membanting barang lagi.

Gambar 4.5. Dinamika subjek A Kekerasan seksual oleh

orang dewasa

Mudah marah

Kesulitan dalam Regulasi Emosi (marah)

Pemberian terapi REBT

Kemampuan regulasi emosi meningkat

Irational Belief:

- Self, other and life-depreciation beliefs (merasa diri tidak berharga)

-Rational Belief (masa depan belum hancur,

masih punya kelebihan)

Kognitif: - Disputing irrational belief - Tugas rumah Behavioristik: - Self management - reward Emotif: -Rational emotive imagey

b. Subyek B

Gambar 4.6. Gambar perbandingan skor subjek B Dari gambar 4.5 dapat disimpulkan B mengalami perubahan dalam kemampuan regulasi emosinya. Ini ditunjukkan adanya penurunan skor DERS yang didapat oleh B setelah melakukan terapi yang artinya tingkat kesulitan B dalam meregulasi emosi sudah menurun.

Berdasarkan lembar kerja yang dilaksankan oleh B pada lembar kerja 1 pada awalnya B masih sulit membedakan antara pikiran dan perasaan/ emosi. Setelah dilaksanakan diskusi lembar kerja yang ditelah diiisi oleh B, ia mulai memahami perbedaan peristiwa, pikiran, perilaku dan perasaan. Lembar kerja 2 adalah membedakan mana pikiran yang irasional/negatif dan mana pikiran yang rasional/positif. Pada lembar kerja terdapat contoh pikiran

penjelasan apa perbedaan keduanya sehingga untuk baris berikutnya B mulai sedikit memahami perbedaannya. Lembar kerja ini juga sangat membantu B dalam melakukan bantahan terhadap pikiran irasional yang muncul pada diri B.

Kejadian yang memicu masalah emosi pada B adalah kekerasan seksual yang dialaminya. B mengalami kekerasan seksual oleh pacarnya pertama ketika B berada dalam keadaan tidak sadar. Kejadian ini berulang beberapa kali. B melakukannya karena paksaan bila B tidak bersedia maka B dipukuli bahkan pernah ditendang. Konsekwensi kejadian tersebut adalah sulitnya B dalam mengontrol emosi marah, malu dan putus asa. Perilaku yang muncul diantaranya mengurung diri dikamar, tidak konsentrasi yang disebabkan munculnya keyakinan tidak rasional pada diri B yaitu kejadian ini sangat menyakitkan masa depannya hancur dan dianggap wanita yang tidak benar. Sebelum mengisi lembar REBT self help, peneliti menggunakan metode imagery, sehingga B bisa merasakan dan benar-benar yakin dengan emosi yang dirasakannya, serta apa yang ada dalam pikirannya ketika emosi tersebut muncul. Pada saat proses ini B menangis dan tangannya dingin serta berkeringat sehingga peneliti melakukan relaksasi.

Kegiatan berikutnya adalah mengisi lembar “hubungan A-B-C” melalui lembar ini B memahami munculnya marah karena ia

merasa kejadian ini sangat menyakitkan masa depannya hancur sehingga B sering sulit mengontrol cemas dan marahnya terutama bila ada peristiwa yang mengingatkannya seperti berita TV tentang korban perkosaan, ketika B lagi sendiri dan membayangkan masa depannya. B mampu mengenali emosi yang sering muncul tidak terkendali karena ada pikiran yang salah.

Menghilangkan keyakinan irasional dengan mengisi lembar kerja “ Menghilangkan keyakinan/pikiran yang irasioanal”. B mampu menilai bahwa keyakinannya menganggap masa depannya hancur. Peneliti juga menggunakan metode logical argument

dalam menentang pikiran B. kejadian B memang menyakitkan, tapi apakah tidak ada lagi yang bisa B lakukan untuk masa depan? B menyadari bahwa ini memang menyakitkan tapi bukan berarti masa depannya hancur masih. Di sekolah ia masih bisa berprestasi, orang tua dan keluarga selalu memberi dukungan bagi B untuk menghadapi masalah ini.

Pada lembar tugas rumah metode lain dalam REBT dalam mengelola emosi selama dua hari yang diberikan B merasa suntuk di rumah bila ini terjadi bisanya B mudah teringat dengan peristiwa yang dialaminya sehingga bapak berencana mengaja B jalan-jalan ke mall namun ternyata tidak jadi sehingga B marah dan kesal namun untuk menghilanagkan rasa marahnya B membayangkan

kegiatan yang menyenangkan di rumah sehingga emosi marahnya mulai berkurang.

Pada lembar kerja “Emosiku” B diminta membedakan emosi negatif yang sehat degan emosi negatif yang tidak sehat sehingga B mampu mengenali emosi dan berespon secara tepat terhadap suatu kejadian. B juga di berikan psikoedukasi tentang regulasi emosi yang dilanjutkan dengan diskusi. B menyadari dampak negatif bila kemampuan regulasi emosinya rendah. B juga mulai mengetahui cara-car yang bisa dilakukan dalam regulasi emosi meskipun beberapa cara seperti modifikas situasi pernah ia lakukan.

Pada saat pelaksanaan tugas rumah yang kedua “ Aku bisa berubah” yaitu penerapan REBT dalam kehidupan sehari-hari selama dua hari B mengalami beberapa kejadian diantaranya B dimarahi orang tua. B memiliki keyakinan ibunya kejam dan tidak sayang dengan dirinya. Emosi yang muncul adalah marah dan perilakunya ia tidak mau diganggu dan mengurung diri di kamar seharian. Ia berusaha merubah keyakin irasionalnya dengan bukan berarti mama tidak sayang tapi kalau ia tetap menjawab perkataan tidak akan menyelesaikan masalah.

Ketika dilakukan evaluasi terhadap tugas B mulai menerapakan metode yang dipelajarinya dan bahkan B mulai

mengajarkan kepada abangnya yang lagi suntuk dan keliahatan emosi.

Pada saat follow up yaitu sepuluh hari setelah terapi, B mulai merasakan perubahan, ia mulai semangat lagi bersekolah. Ketika muncul rasa cemas dan sedih ia mulai mampu

mengontrolnya dengan cara mengubah kognitif serta

membayangkan hal yang menyenangkan. B sering membayangkan ia akan diwisuda di salah satu perguruan tinggi negeri sehingga ia menjadi lebih bersemangat lagi dan merasa masih punya harapan. Menurut orang tua, B mengalami perubahan yang banyak sejak mengikuti proses terapi. Emosi marahnya sudah berkembang. Ia mulai ceria lagi di rumah dan semangat belajarnya mulai tumbuh lagi. Selain data secara umum bisa juga dilihat perbandingan skor subjek dari masing-masing aspek dalam skala DERS antara hasil pretes dan posttest.

Table 4.4. Perbandingan Skor Aspek DERS Subjek B

Aspek Subjek B Pre-Test Post-test Penurunan skor Nonaccept 30 10 20 Goals 19 10 9 Impulse 20 8 12 Aware 15 11 4 Strategy 34 10 24 Clarity 17 7 10

Gambar 4.7. Perbandingan Skor Aspek DERS Subjek B

Bila dilihat dari perbandingan skor masing-masng aspek pada skala DERS maka pada subjek terjadi perubahan yang signifikan. Setelah pelaksanaan terapi B merasa lebih baik dari pada sebelum pelaksanaan terapi. B sudah mampu menguasai semua aspek dalam regulasi emosi.

B sudah mulai memahami emosi yang dirasakannya. Subjek B sebelum melakukan intervensi strategi yang dilakukan adalah mengurung diri dikamar sambil menghidupkan music rock keras-keras dan ia tidak mau diganggu oleh siapapun. Ini bisa berlangsung seharian. Setelah melakukan intervensi B juga mulai menerapkan metode yang didapatnya seperti kognitif dan behavioristik seperti menentang pikiran negatif, membayangkan hal yang menyenangkan. Ia juga mulai mampu berkonsentrasi dalam belajar baik di rumah maupun di sekolah (Goal).

Sebelum pelaksanaan terapi bila teringat akan peritiwa B cenderung cemas, marah, dan sering mengurung diri dikamar serta murung. Secara fisiologis ia juga merasakan dada sesak, jantung berdebar

dan tangan berkeringat. Setelah pelaksanaan terapi gangguan fisiologis yang dirasakannya mulai hilang, ia mulai ceria di rumah dan frekwensi marah juga jauh berkurang (impulse).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan B mengalami perubahan yang lebih baik dibandingkan A. Reaksi fisiologis seperti dada sesak, tangan berkeringat sudah mulai berkurang. Dalam semua aspek regulasi emosi B mengalami perubahan. Perubahan terbesar adalah pada aspek

strategy. Bila ada situasi yang memunculkan emosi negatif B melakukan

attention deployment yaitu mengalihkan perhatian dengan mendengar musik. B juga mencoba mengubah kognitif bahwa ia masih berharga masa depan bekum hancur. Ia sering membayangkan hal nang menyenangkan seperti keberhasilannya dimasa depan sehingga ia merasa bisa bangkit lagi. Filosofi baru yang muncul pada B adalah kejadian ini memang menyakitkan tetapi masalah ini bukan menjadi hambatan untuk sukses, sedangkan emsoi baru yang muncul adalah bahagia, semangat dan optimis.

Gambar 4.8. Dinamika subjek B Kekerasan seksual oleh

pacar

Jantung erdebar, tangan berkeringat, melamun,

marah

Kesulitan dalam Regulasi Emosi (murung, marah)

Pemberian terapi REBT

Kemampuan regulasi emosi meningkat

Irational Belief: - Awfulizing

(kejadian ini sangat menyakitkan , masa depan hancur)

Rational Belief (tidak menjadi hambatan

untuk sukses) Kognitif: - Disputing irrational belief - Tugas rumah Behavioristik: - Self management - reward Emotif: - Rational emotive imagery

C. Pembahasan

Dokumen terkait