• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Analisis Daya Dukung, Valuasi Ekonomi dan

Dalam dokumen LAPORAN AKHIR KEGIATAN TAHUN 2020 (Halaman 138-162)

BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN

2.2 Pencapaian Kegiatan dan Dokumentasi

2.2.7 Hasil Analisis Daya Dukung, Valuasi Ekonomi dan

Cemara Besar

2.2.7.1 Hasil Analisis Daya Dukung ekoeduwisata bahari di Pulau Cemara Besar

Setiap kawasan wisata memiliki kemampuan tersendiri untuk dapat menerima pengunjung. Daya dukung perlu diperhitungkan untuk melihat kapasitas yang mampu ditampung oleh suatu

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 139

kawasan. Daya dukung juga digunakan untuk pengembangan ekowisata agar sesuai dengan prinsip ekowisata.

Dalam Undang-undang no 23 tahun 1997, daya dukung lingkungan didefinisikan sebagai kemampuan lingkungan untuk menyerap bahan, energi, dan/atau komponen lainnya yang memasuki atau dibuang ke dalamnya. Pelestarian daya dukung lingkungan berguna sebagai upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan untuk menyerap bahan, energi, dan/atau komponen lainnya yang memasuki atau dibuang ke dalamnya.

Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata alam adalah dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK).

Daya Dukung Kawasan adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di Kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan Daya Dukung Kawasan didasarkan pada pertimbangan tiga tingkatan utama, yakni daya dukung fisik (Physical Carrying Capacity/PCC), daya dukung riil (Real

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 140

Carrying Capacity/RCC) dan daya dukung efektif (Effevtive Carrying Capacity/ECC).

Rumus perhitungan DDK menurut Yulianda (2019). DDK = K

Keterangan:

DDK = Daya dukung kawasan wisata (orang/hari)

K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu

Wt = Waktu yang disediakan oleh Kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari

Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu

a) PCC (Physical Carrying Capacity)

Daya dukung fisik (Physical Carrying Capacity/ PCC) merupakan jumlah maksimum wisatawan yang secara fisik tercukupi oleh ruang yang disediakan pada waktu tertentu. Secara umum walaupun Physical Carrying Capacity merupakan bagian dari Daya Dukung Kawasan, Physical Carrying Capacity biasa disamakan

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 141

dengan Daya Dukung Kawasan (Sayan dan Atik, 2011 dalam Sasmita et al., 2014).

PCC dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

PCC = A x V/a x Rf

Keterangan:

A : Luas areal yang tersedia untuk pemenfaatan wisata

V/a : Areal yang dibutuhkan untuk aktivitas tertentu (m2) atau V adalah seorang wisatawan dan a adalah area yang dibutuhkan oleh wisatawan

Rf : Faktor Rotasi

Tabel 2.17. Tabel Hasil Perhitungan PCC

Uraian

Nilai Daya Dukung Zona Pemanfaatan

Bahari

Zona perlindungan Bahari

Aktivitas Wisata Selam Snorkeling Selam Snorkeling

A (m2) 247200 370800 67040 100560

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 142

A/Au (m2) 247.2 741.6 67.04 201.12

Rf 4 2 4 2

PCC (orang/hari 989 1483 268 402

Pertimbangan dasar yang dipergunakan dalam melakukan perhitungan PCC ini adalah:

I. Asumsi selam (2000m2) dapat diambil berdasarkan hukum internasional dimana kegiatan hanya boleh dilakukan 2 orang sebagai potensi ekologis dalam Daya Dukung Kawasan, lalu adanya perkiraan tabung oksigen yang mampu dipakai hingga 200 m dan perkiraan penjelajahan kesamping sepanjang 10 meter (Yulianda, 2019).

II. Faktor rotasi (Rf) dihitung berdasarkan rumus masa buka dibagi waktu rata rata kunjungan. Asumsi kebutuhan waktu kegiatan mengasumsikan Wp dengan waktu rata rata pengunjung melakukan kegiatan wisata sebanyak 2 jam untuk selam dan 3 jam untuk snorkeling, sedangkan Wt dengan asumsi rata rata waktu kerja 8 jam untuk selam dan 6 jam untuk snorkeling.

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 143

Menurut Herlambang et.,al (2016), Rumus yang digunakan dalam melakukan perhitungan daya dukung riil berdasarkan metode Cifuentes (1992) adalah sebagai berikut:

RCC = PCC x Cf1 x Cf2 x ... x Cfn

Keterangan:

RCC = daya dukung riil, PCC = daya dukung fisik, Cf = faktor koreksi (1- ( )

Lm = limiting magnitude (Batasan besaran) dari variabel Tm =total magnitude (total besaran) dari variabel

Tabel 2.18. Tabel Hasil Perhitungan RCC

Uraian Zona Pemanfaatan Bahari Zona perlindungan Bahari Cf Tutupan Terumbu Karang 0.35 0.35 0.39 0.39 Hujan 0.72 0.72 0.72 0.72

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 144 Keragaman Terumbu Karang 0.52 0.52 0.52 0.52 Keragaman Ikan Terumbu 0.30 0.30 0.30 0.30 RCC 39 58 12 18

Faktor koreksi yang digunakan dalam analisis ini adalah: i) Tutupan Terumbu Karang (Cf1):

Kondisi terumbu karang di perairan Karimunjawa sebagian besar telah rusak dengan kategori sedang karena nilai persentase cover berada pada kisaran 25– 49,9 % (Men.LH No.4/2001), dan hanya beberapa pulau yang kondisinya masih dikatakan baik (persentase cover 50–74,9 %). Berdasarkan data Monitoring Ekosistem Terumbu Karang Taman Nasional Karimunjawa terbaru tahun 2019 menunjukkan tutupan karang keras yang stabil pada Pulau Cemara Besar yakni sebesar 60.38% (zona perindungan) dan 65.38% (zona pemanfaatan) (Muhidin et al., 2019).

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 145

Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara (2020), berdasarkan data tahun 2015 -2016, besar curah hujan yang terjadi pada kawasan Jepara tiap tahun berturut adalah 2948 mm/tahun 2015 dan 2800mm/tahun 2016. Musim kering lebih mendominasi kawasan Jepara dan Karimunjawa dibanding musim basah sepanjang 3 bulan terhitung bulan Desember-Februari dimana tepatnya ada 103 hari hujan/tahun 2015 dan 108 hari hujan/ tahun 2016 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara, 2020).

iii) Keragaman Terumbu Karang (Cf3)

Nilai indeks keanekaragaman (H’) karang di perairan Karimunjawa berkisar dari rendah hingga sedang, antara 1,611 - 2,590. Indeks Keanekaragaman karang di Pulau Cemara Besar termasuk rendah sebesar 1,657. Berdasarkan Shannon-Wienner, makan Lmkarang = 1,657 dan Tm = 3,5 sebagai nilai maksimum (Yusuf, 2013).

iv) Keragaman Ikan terumbu (Cf4)

Nilai indeks keanekaragaman (H’) ikan karang pada lokasi dangkal berkisar antara 1,14-2,93. Berdasarkan kriteria indeks keanekaragaman jenis semua lokasi pada perairan dangkal memiliki

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 146

keanekaragaman ikan karang melimpah sedang. Pada kawasan pulau cemara besar diketahui kenakeragaman ikan karang sebesar 2,43. Berdasarkan Shannon-Wienner, makan Lmikan = 2,43 dan Tm = 3,5 sebagai nilai maksimum (Sulisyati et al., 2016).

c) ECC (Effective Carrying Capacity)

Daya dukung efektif (Effective Carrying Capacity/ECC) di Kebun Raya Cibodas adalah jumlah maksimum wisatawan yang dapat ditampung oleh Kebun Raya Cibodas pada waktu tertentu

dengan mempertimbangkan faktor koreksi dan juga

mempertimbangkan kapasitas manajemen (Management Capacity/ MC) yakni ketersediaan pegawainya (Sayan dan Atik, 2011 dalam Sasmita et al., 2014).

Untuk mendapatkan nilai daya dukung efektif (ECC) persamaan yang digunakan sebagai berikut:

ECC = RCC x MC

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 147

Tabel 2.19. Tabel Hasil Perhitungan ECC

Uraian Zona Pemanfaatan Bahari Zona perlindungan Bahari RCC 39 58 12 18 MC E (Pegawai) 3 3 2 3 I (Pegawai yang dibutuhkan) 6 8 7 7 ECC (RCC Efektif) 20 22 3 8

Asumsi jumlah pegawai sebagai management capacity dalam wisata selam dan snorkeling beragam, pada kawasan zona pemanfaatan bahari diasumsikan ada 3 pegawai untuk wisata selam dan 3 pegawai untuk wisata snorkeling lalu pada kawasan zona perlindungan bahari diasumsikan terdapat 2 pegawai untuk wisata selam dan 3 pegawai untuk wisata snorkeling. Agar suatu kawasan dapat dikelola dengan baik, maka kawasan tersebut harus memiliki

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 148

minimal 26 pegawai termasuk manajer, bagian administrasi, keamanan, supir dan pegawai lainnya.

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 149

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 150

Berdasarkan hasil penghitungan nilai daya dukung fisik (PCC), daya dukung riil (RCC) dan daya dukung efektif (ECC) maka diperoleh persamaan PCC > RCC > ECC dengan nilai pada kawasan zona pemanfaatan bahari wisata selam 989 > 39 > 19 dan wisata snorkeling 1483 > 58 > 22. Selanjutnya pada kawasan zona perlindungan bahari wisata selam dengan nilai 268 > 12 > 3 dan wisata snorkeling 402> 18 > 8. Berdasarkan hasil ini pada kawasan zona pemanfaatan bahari jumlah maksimum wisatawan 2472 orang/hari, kemudian dengan adanya faktor koreksi menjadi 97 orang/hari, dan dengan adanya pertimbangan manajemen menjadi 41 orang/hari. Pada kawasan zona perlindungan bahari jumlah maksimum wisatawan 670 orang/hari, kemudian dengan adanya faktor koreksi menjadi 29 orang/hari, dan dengan adanya pertimbangan manajemen menjadi 11 orang/hari.

2.2.7.2 Hasil Analisis Valuasi Ekonomi Sumber Daya Terumbu Karang Pulau Cemara Besar

Berdasarkan Hasil Perhitungan Valuasi Ekonomi Sumber Daya Terumbu Karang Pulau Cemara Besar Karimunjawa. Nilai ekonomi sumber daya terumbu karang yang dimanfaatkan sebagai kegiatan

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 151

wisata dapat diduga melalui perhitungan surplus konsumen. Grigalunas & Congar (1995) menyebutkan bahwa surplus konsumen adalah alat ukur yang baik untuk menghitung manfaat ekonomi bagi konsumen, atau lebih sering diartikan perbedaan antara keinginan masyarakat untuk membayar dan apa yang dibayarkan (Amalia F.A. Mazaya, Yulianda, F., Taryono, 2020).

Kurva permintaan wisata snorkeling tidak elastis terhadap perubahan harga. Kondisi ini menunjukkan bahwa perubahan harga wisata snorkeling secara signifikan memengaruhi permintaan wisata (jumlah kunjungan). Jumlah permintaan menurun secara signifikan seiring dengan peningkatan harga (biaya perjalanan) (Supranto 1987). Sebaliknya, permintaan wisata diving cenderung elastis, hal ini berarti bahwa permintaan wisata diving yang tidak dipengaruhi oleh perubahan harga.

Secara teori, permintaan elastis merupakan permintaan yang memiliki substitusi atau barang pengganti. Substitusi wisata diving sendiri adalah wisata snorkeling yang memiliki harga yang relatif lebih murah dibanding diving. Untuk wisata bahari snorkeling tidak ada pengganti terkait dengan kepuasan wisata underwater yang

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 152

dalam hal ini adalah melibatkan sumber daya terumbu karang. Hal ini menjadi penting diperhatikan terkait dengan biaya korbanan wisatawan dalam melakukan wisata bahari di TNKJ. Selain sebagai masukan ekonomi, biaya tolok juga dapat digunakan sebagai tolok ukur pemberian perhatian dalam pembentukan kebijakan dan keputusan penggunaan sumber daya. Hal ini ditunjukkan melalui keuntungan ekonomi yang signifikan yang direalisasikan melalui upaya peningkatan kualitas karang (konservasi) (Schuhmann et al. 2008).

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 153

Tabel 2.21. Perhitungan Valuasi Ekonomi Sumber Daya Terumbu

Karang Pulau Cemara Besar Karimunjawa

Wisata Bahari Potensi Wisatawan (Orang/tahun)*) Surplus Konsumen (Orang/Rp/tahun)

Total (Rp/tahun) Luas Terumbu Karang (Ha) Selam/Diving 1.920 29.254.711 56,169,045,120 24,72 Ha Snorkeling 2.112 94.549.044 199,687,580,928 37,08 Ha Total 255,856,626,048 61,80 Ha *) perhitungan jumlah hari sabtu dan minggu dalam setahun

Berdasarkan perhitungan, surplus konsumen wisata bahari snorkeling dan diving TNKJ berbeda (Tabel 2.21). Nilai surplus konsumen wisatawan snorkeling lebih besar dibandingkan wisatawan diving. Hal ini berarti wisatawan snorkeling mendapatkan manfaat yang lebih besar dibandingkan wisatawan diving. Pendleton & Rooke (2006) mengatakan bahwa berdasarkan penelitian mereka dikatakan bahwa nilai nonpasar kegiatan wisata bahari snorkeling adalah antara $3-$199/hari (sekitar

Rp40.000-LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 154

260.000) dan untuk diving adalah antara $31-$319/hari (sekitar Rp400.000-4.150.000).

Nilai surplus konsumen tersebut dapat dijadikan acuan sebagai penetapan tiket masuk (entrance fee) untuk masing-masing kegiatan wisata bahari Pulau Cemara Besar. Berdasarkan hasil yang didapatkan, nilai valuasi ekonomi sumberdaya terumbu karang untuk ekoeduwisata Pulau Cemara Besar sebesar Rp. 255,856,626,048.

2.2.7.3 Hasil Analisis strategi pengembangan ekoeduwisata bahari di Pulau Cemara Besar

Terdapat 2 Zonasi yang diterapkan pada pulau cemara besar, yakni zona perlindungan bahari dan zona pemanfaatan bahari sangat menguntungkan pulau dari segi ijin wisata dan pengembangan sector wisata. Menurut PERMEN LHK No P.76 Tahun 2015, Zona Pemanfaatan adalah bagian dari Taman Nasional yang ditetapkan karena letak, kondisi dan potensi alamnya yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi lingkungan lainnya, sedangkan Zona/Blok Perlindungan bahari adalah bagian dari kawasan perairan laut yang ditetapkan

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 155

sebagai areal perlindungan jenis tumbuhan, satwa dan ekosistem serta sistem penyangga kehidupan. Kegiatan yang dilakukan di zona perlindungan bahari selain perlindungan dan penelitian adalah wisata alam terbatas.

Balai Taman Nasional Karimunjawa bekerja sama dengan mitra yakni WCS (Wildlife Coservation Society) setelah pengesahan zonasi terakhir tahun 2012 melakukan sebuah program monitoring terumbu karang selama 7 tahun terakhir. Dalam 7 tahun tersebut telah dlakukan monitoring sebanyak 4 kali yakni tahun 2012, 2013, 2016, dan 2019. Dari hasil monitoring secara garis besar dapat diketahui jika terjadi peningkatan tutupan karang pada monitoring 2019 dibandingkan tahun 2016 karena adanya pemutihan yang terjadi akibat kenaikan suhu permukaan laut. Pada semua zona di Taman Nasional Karimunjawa terdapat penurunan rekrutmen karang akibat menurunnya kelimpahan ikan herbivora (Muhidin et al., 2019).

Berdasarkan data monitoring, tahun 2015-2016 merupakan tahun terburuk bagi kondisi ekosistem terumbu karang di kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Pada pulau cemara besar, diketahui

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 156

nilai tutupan karang keras tahun 2013 pada zona perlindungan adalah 65.13% lalu mengalami penurunan sekitar 23.3% pada tahun 2016 menjadi 50%, namun pada zona wisata tahun 2013 yang memiliki nilai tutupan 64% mengalami peningkatan sekitar 8.6% menjadi 69.5%. Data monitoring terbaru tahun 2019 menunjukkan tutupan karang keras yang stabil yakni sebesar 60.38% (zona perlindungan) dan 65.38% (zona wisata) (Muhidin et al., 2019).

Berdasarkan data monitoring, nilai rata rata rekrutmen karang keras tahun 2019 di Pulau Cemara Besar menunjukan penurunan dibandingkan data tahun 2012, 2013, dan 2016. Data nilai rata rata rekrutmen karang keras tahun 2019 menunjukan nilai 3,37 (no.m-2) ± 0,24 SE sebagai data terendah, dan data nilai rata rata rekrutmen karang keras tahun 2013 menjadi data tertinggi dengan nilai 5.67 (no.m-2) ± 0,30 SE. Data nilai rata rata rekrutmen karang keras tahun 2019 pada zona perlindungan pulau cemara besar adalah 1.75 (no.m-2) atau mengalami penurunan sebesar 54.3 % dari tahun 2016 (3.83 (no.m-2)), sedangkan pada zona wisata memiliki nilai 2.58 (no.m-2) atau mengalami penurunan sebesar 22.53% dari data tahun 2016 (3.33 (no.m-2)) (Muhidin et al., 2019).

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 157

Taman Nasional Karimunjawa yang berada pada Kecamatan Karimunjawa yang memiliki luas 111.625 Ha dan terdiri dari 22 gugus pulau, dihuni oleh 9.375 jiwa yang menempati 5 pulau (Karimunjawa, Kemujan, Parang, Nyamuk, dan Genting). Kecamatan Karimunjawa secara resmi memiliki 4 desa, yakni desa karimunjawa, desa kemujan, desa parang, dan desa nyamuk (Lestari et al., 2020).

Bersama mitra Taman Nasional Karimunjawa, yakni Wildlife Conservation Society dilakukan survei sosial ekonomi di Kecmatan Karimunjawa selama 15 tahun dengan 3 kali survei pada tahun 2003-2005, 2009, dan 2018. Dari survei tersebut dapat disimpulkan beberapa, yakni dalam 1 desa terdiri dari 500-5000 orang dengan 200-1600 KK dengan rata- rata 4-5 orang anggota keluarga per RT, tingkat Pendidikan rendah dengan acuan tidak menyelesaikan Pendidikan dasar 9 tahun, suku dominan ialah suku jawa dengan agama dominan ialah agama islam, dan lebih dari separuh responden memiliki lebih dari 1 pekerjaan (Lestari et al., 2020).

Dari hasil survei yang telah dilakukan WCS dan TNKJ, infrastruktur desa dari keempat desa rata- rata sudah lenkap dengan termasuk infrastruktur kesehatan, pendidikan, penerangan,

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 158

dan akses internet. Namun dalam segi pariwisata, masih terdapat beberapa infrastruktur yang belum lengkap dan mengurangi potensi pariwisata di beberapa pulau, beberapa infrastruktur tersebut seperti, restoran, pasar, air bersih untuk minum, kantor polisi, dan transportasi umum.

Statistik pengetahuan atau pemahaman masyarakat mengenai SES (Social Ecological System) seperti pengetahuan tentang faktor manusia sebagai agen yang menyebabkan perubahan dalam sistem laut, persepsi tentang Jumlah Ikan dan Kondisi Terumbu Karang, serta adaptasi dan tindakan yang dapat dilakukan sudah cukup dominan dimana hampir dari separuh dari responden dalam tiap kategori mampu memberikan jawaban yang sama, hal ini sangat penting untuk diketahui agar terwujud pengelolaan bersama.

Mengacu pada 2 aspek yang dibahas, yakni terumbu karang dan sosial ekonomi, Pulau Cemara Besar memiliki potensi yang besar dalam pengembangan wisata bahari. Program- program wisata yang diterapkan jika tepat dan inovatif mampu menjadikan

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 159

Pulau Cemara Besar sebagai destinasi wisata yang dikenal di dalam maupun manca negara.

Kondisi terumbu karang di Pulau Cemara Besar berdasarkan laporan monitoring ekosistem terumbu karang Taman Nasional Karimunjawa tahun 2019 sangatlah baik dan cocok sebagai daerah wisata dengan kisaran tutupan karang keras 65-69%. Namun kendala terjadi pada rekrutmen karang, dimana mengalami penurunan. Penurunan ini mampu menjadi sebuah program wisata dengan memanfaatkan wisatawan sebagai agen restorasi karang, seperti program cangkok karang dan pembersihan/ alokasi rubble yang berpotensi menggerus larva karang. Program edukasi nelayan mengenai pentingnya ikan herbivora sebagai pembersih alga alami juga diharapkan mampu menambah potensi terumbu karang sebagai destinasi wisata. Sebagai destinasi wisata yang memiliki rancangan berbasis Coral Garden, Pulau Cemara Besar sudah memenuhi kriteria kondisi terumbu karang yang baik, dan hal ini diperkuat dengan peningkatan data nilai rata rata benthos dari tahun 2016 sehingga menambah nilai wisata bahari Pulau Cemara Besar.

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 160

Kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat kecamatan Karimunjawa dapat terbilang sederhana, nelayan masih menjadi mata pencaharian utama bagi laki laki di 4 desa yang ada. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Taman Nasional Karimunjawa tahun 2018, perekonomian yang terjadi masih kurang baik, lebih dari separuh responden memiliki pendapatan dan pengeluaran dibawah rata-rata sehingga menurunkan kesejahteraan masayarakat. Solusi peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat dialokasikan pada peningkatan wisata Pulau Cemara Besar, didukung dengan data perpindahan pekerjaan dimana menunjukan angka 49%. Masyarakat yang kurang puas menjadi nelayan mampu diberi solusi perpindahan pekerjaan menjadi tenaga kerja wisata di pulau cemara besar. Pulau Cemara Besar memilik kekurangan yang mungkin secara signifikan akan mempengaruhi nilai wisata, seperti budaya, pemukiman dan organisasi. Dengan adanya keikutsertaan masyarakat untuk bekerja sebagai tenaga kerja wisata mampu memenuhi kekurangan- kekurangan tersebut sehingga dengan dibentuknya komunitas akan terjadi sebuah budaya yang bisa dijual sebagai antarmuka wisata. Dengan implementasi yang baik,

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 161

kesejahteraan masyarakat kecamatan karimunjawa secara tidak langsung akan naik dan laju ekonomi akan meningkat.

LAPORAN AKHIR “REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOEDUWISATA BAHARI DI PULAU CEMARA BESAR, KARIMUNJAWA” TAHUN 2020 162

BAB III PERMASALAHAN DAN

Dalam dokumen LAPORAN AKHIR KEGIATAN TAHUN 2020 (Halaman 138-162)

Dokumen terkait