5.2. Model Kota Hijau
5.2.6. Hasil Analisis Simulasi Model Kota Hijau
Secara umum terdapat perbedaan hasil simulasi model dengan menggunakan skenario hijau, moderat dan pesimis di Kabupaten Bandung. Skenario hijau dapat memperlambat suhu udara sehingga suhu udara ≥ 30 ºC terjadi pada tahun 2047, sedangkan skenario moderat pada tahun 2046, dan skenario pesimis mempercepat terjadinya suhu udara ≥ 30 ºC yaitu pada tahun 2032. Skenario pesimis mempercepat terjadinya suhu udara ≥ 30 ºC.
Hasil simulasi model Wilayah I, II dan III, terlihat berbeda karena nilai dari masing-masing peubah (variabel) di wilayah tersebut berbeda. Berdasarkan skenario hijau, moderat dan pesimis, Wilayah I paling cepat mengalami suhu udara ≥ 30 ºC dibandingkan Wilayah II dan III. Hal ini disebabkan karakteristik wilayah I memiliki luas wilayah paling kecil (6.704 ha), tetapi memiliki jumlah penduduk paling banyak dibandingkan Wilayah II dan III yaitu berjumlah 539.397 orang di Wilayah I, 424.523 orang di Wilayah II, dan 507.209 orang di Wilayah III. Selain itu jumlah kendaraan roda empat di Wilayah I juga paling banyak yaitu 7.562 kendaraan, sedangkan di Wilayah II sebanyak 6.946 kendaraan dan di Wilayah III sebanyak 3.873 kendaraan. Selain itu persentase lahan terbangun di Wilayah I paling tinggi dibanding Wilayah II dan III, yaitu Wilayah I sebesar 60 %, Wilayah II 40 % dan Wilayah III 37 %. Sebaliknya ruang terbuka hijau di Wilayah I paling kecil yaitu sebesar 29 %, sedangkan di Wilayah II sebesar 45 % dan Wilayah III 52 %. Selain itu, lahan terbuka di Wilayah I yang dapat digunakan untuk penghijauan juga terbatas (492 ha). Karakteristik lingkungan demikian menyebabkan tidak banyak pilihan skenario untuk
11:28 AM Sun, Nov 20, 2011 Page 1 2008 2018 2028 2038 2048 2058 Y ears 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 4: 4: 4: 20 30 40 0 5e+010. 1e+011. 3000 6000 9000 0 2500 5000
1: Suhu Absolut 2: CO2 3: Luas terbangun absolut 4: RTH Absolut
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4
1. Suhu Udara (ºC) 2. CO2 (ton) 3. Lahan Terbangun (ha) 4. Ruang Terbuka Hijau (ha)
mengatasi pulau bahang kota karena skenario hijau hanya memperlambat tujuh tahun suhu udara ≥ 30 ºC dibandingkan suhu udara saat ini.
Wilayah II paling luas dibandingkan dengan Wilayah I dan III. Persentase RTH di wilayah ini juga paling tinggi dibandingkan dengan Wilayah I dan III. Meskipun Wilayah II memiliki wilayah lebih luas tetapi jumlah penduduk paling sedikit jika dibandingkan dengan Wilayah I dan Wilayah II. Wilayah II memiliki jumlah industri paling sedikit (25 industri) dibandingkan dengan Wilayah I (50 industri) dan Wilayah III (65 industri). Wilayah II juga memiliki kawasan lindung dan kawasan konservasi seluas 1202 ha di Cangkuang dan Banjaran. Karakteristik demikian menyebabkan skenario hijau sangat efektif dalam mengatasi pulau bahang kota sehingga suhu udara ≥ 30 ºC terjadi paling lambat dibandingkan dengan skenario hijau untuk Wilayah I dan III. Suhu udara di Wilayah II yaitu sampai tahun 2058 masih < 30 ºC.
Wilayah III memiliki persentase ruang terbuka hijau paling tinggi (52%) dibandingkan dengan Wilayah I (29%) dan II (45%), tetapi memiliki jumlah unit industri paling banyak dibandingkan Wilayah I dan II. Selain itu Wilayah III tidak mempunyai kawasan konservasi sehingga tidak ada ruang terbuka hijau yang terlindungi undang-undang dan sangat beresiko berubah menjadi lahan terbangun. Skenario hijau dan moderat untuk Wilayah III menyebabkan terjadinya suhu udara ≥ 30 ºC lebih lambat dibanding Wilayah I tetapi lebih cepat dibanding dengan Wilayah II. Hasil simulasi model Wilayah I, II dan III disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Prakiraan waktu suhu udara ≥ 30 ºC di Kabupaten Bandung
Model Tahun dengan Suhu Udara Tinggi (≥ 30 °C)
Model Baseline Skenario Hijau Skenario Moderat Skenario Pesimis
Wilayah I 2047 2054 2050 2037
Wilayah II 2047 > 2058 2057 2037
Wilayah III 2047 2056 2053 2038
Berdasarkan simulasi model wilayah Kabupaten Bandung serta model di Wilayah I, II dan III; dan juga berdasar uji sensitivitas model, menunjukkan bahwa variabel jumlah penduduk, ruang terbuka hijau dan lahan terbangun sangat menentukan kondisi pulau bahang kota khususnya suhu udara. Suhu udara tinggi ditentukan oleh tingginya emisi CO2. Semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak emisi CO2 yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor, konsumsi bahan bakar dari aktivitas rumah tangga, sampah, serta dari pernapasan. Hal ini didukung oleh penelitian Anand et al. (2005) yang menyatakan bahwa jumlah penduduk sangat menentukan tingkat emisi CO2, sehingga harus ada intervensi
kebijakan pemerintah untuk mengendalikan peningkatan jumlah penduduk agar emisi CO2 menurun.
Kaitan antara peningkatan jumlah penduduk dengan emisi CO2 juga dilakukan oleh Fong et al. (2006) yang melakukan penelitian mengenai model sistem dinamik untuk menduga konsumsi energi dengan membuat model yang terdiri dari empat sub model, yaitu sub model perumahan, komersial, industri, dan transportasi. Menurut Fong et al. (2006), pulau bahang kota disebabkan oleh tingginya konsumsi energi oleh berbagai aktivitas penduduknya sehingga menyebabkan emisi CO2 di perkotaan tinggi. Berdasarkan penelitian Fong et al. (2006) diketahui bahwa pendorong utama terjadinya peningkatan konsumsi energi adalah adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan tingkat konsumsi energi oleh industri, konsumsi energi oleh penduduk di perumahan, dan komersial. Oleh karena itu menurut Fong et al. (2006), agar keberlanjutan kota terwujud, maka harus dilakukan penghematan konsumsi energi, merubah gaya hidup penduduk perkotaan, perbaikan teknologi dan pengadaan sistem angkutan masal.
Selain Fong (2006), penelitian mengenai model sistem dinamik di area perkotaan yang mengaitkan antara konsumsi energi dengan emisi CO2 juga dilakukan oleh Lee (2005). Lee (2005) membuat model sistem dinamik mengenai penyebab dan dampak dari emisi gas rumah kaca dengan menambahkan satu variabel suhu udara dalam modelnya. Model dalam penelitian ini menggambarkan proses peningkatan emisi gas rumah kaca (CO2) akibat peningkatan konsumsi energi listrik, pengkatan permintaan energi panas, dan peningkatan energi bahan bakar transportasi. Emisi gas rumah kaca menyebabkan peningkatan suhu udara yang dapat menyebabkan bencana banjir, gangguan suplai air, serta penipisan ozon.
Berdasarkan simulasi model beberapa skenario model kota hijau di Kabupaten Bandung, khususnya di Wilayah I, II, dan III, menunjukkan bahwa kondisi perkotaan dengan persentase lahan terbangun tinggi, emisi CO2 tinggi dan ruang terbuka rendah, akan menyebabkan terjadinya suhu udara ≥ 30 ºC lebih cepat. Hasil simulasi model juga menunjukkan bahwa level perencanaan pembangunan adalah sangat penting terutama untuk pengembangan wilayah-wilayah di kabupaten atau kota lain yang masih memungkinkan untuk ditingkatkan kualitas lingkungannya secara optimal sehingga permasalahan efek pulau bahang di perkotaan dapat diatasi melalui pembangunan berbasis green growth yang tertuang di dalam model skenario hijau agar lebih mudah mewujudkan kota hijau.
Berdasarkan hasil penelitian Wang (2009) diketahui bahwa permasalahan utama pengembangan kota adalah pada level perencanaan. Perencanaan yang kurang baik, tanpa mengindahkan akar masalah yang dihadapi serta kurangnya perhatian terhadap keseimbangan ekosistem, keinginan dan dukungan masyarakat, serta kecenderungan perilaku masyarakat, maka akan menghambat terwujudnya kota hijau.