• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekomendasi (Preskripsi) dalam Penyusunan Kebijakan

Dalam dokumen BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 48-52)

5.4. Kebijakan Pengelolaan Pulau Bahang Kota

5.4.3. Rekomendasi (Preskripsi) dalam Penyusunan Kebijakan

5.4.3.1. Rekomendasi Berdasarkan Hasil Analisis Pulau Bahang Kota

Berdasarkan hasil analisis kondisi pulau bahang kota khususnya distribusi suhu udara, diketahui suhu udara tinggi terdapat di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Margahayu, Margaasih, Dayeuhkolot, Baleendah, Bojongsoang, Rancaekek, Cileunyi, Pameungpeuk dan Majalaya. Agar pulau bahang kota dapat diatasi secara efektif maka kecamatan-kecamatan ini harus menjadi prioritas dalam pengembangan hutan kota di Kabupaten Bandung.

Berdasarkan hasil analisis peran ruang terbuka hijau dalam mengatasi pulau bahang kota khususnya dalam menurunkan suhu udara, diketahui bahwa hutan kota lebih efektif dalam menurunkan suhu udara dibandingkan dengan jenis ruang terbuka hijau yang lain. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mather (1974), Blennow (1998), Weng dan Yang (2004), serta Rekittke (2009) yang menyatakan bahwa tumbuhan

mempunyai peran penting dalam menurunkan radiasi termal yang dipancarkan ke atmosfer sehingga suhu udara menjadi rendah. Tumbuhan berupa pohon lebih efektif dalam mengatasi pulau bahang kota dibandingkan jenis ruang terbuka yang lain.

Efektivitas tumbuhan dalam menurunkan suhu udara juga ditentukan oleh indeks luas daun. Indeks luas daun yang lebih tinggi, menciptakan suhu udara lebih rendah dibandingkan dengan tumbuhan dengan indeks luas daun lebih rendah. Berdasarkan pengukuran suhu udara di berbagai tumbuhan dengan ILD yang berbeda, diketahui bahwa ILD 0,076 menciptakan iklim mikro khususnya suhu udara 29,9 °C, sedangkan ILD 0,891 menyebabkan suhu udara menurun menjadi 23,6 °C. Semakin tinggi nilai ILD, semakin rendah suhu udara. Penelitian Hardin dan Jensen (2007) mengenai kaitan antara ILD dengan suhu permukaan perkotaan, diketahui bahwa suhu udara di area tanpa tumbuhan (ILD mendekati 0) adalah 39,2 ºC. Sedangkan pada ILD lebih besar yaitu 0,45; suhu udara menurun menjadi 32,1 ºC. Peningkatan ILD akan meningkatkan intersepsi radiasi, pertukaran CO2 dan menurunkan suhu udara. Oleh karena itu pulau bahang kota dapat diatasi dengan membangun ruang terbuka hijau khususnya hutan kota dengan kerindangan tinggi (ILD tinggi) agar efektif dalam menurunkan suhu udara.

Pulau bahang kota dapat diatasi melalui pengembangan hutan kota berbentuk jalur, menyebar dan bergerombol, serta dengan strata tajuk dua atau strata banyak, tergantung kondisi lahan yang tersedia. Namun dari beberapa bentuk dan struktur tajuk hutan kota, hutan kota berbentuk bergerombol dengan struktur banyak lebih efektif menurunkan suhu udara serta meningkatkan kelembaban udara. Hutan kota berbentuk menggerombol dengan strata banyak dapat menurunkan suhu udara 0,8 °C serta meningkatkan kelembaban udara 2%.

Penanganan masalah efek pulau bahang akan lebih efektif apabila informasi kondisi cuaca dan iklim setempat juga menjadi pertimbangan. Alcoforado et al. (2009) menyatakan bahwa untuk mengatasi pulau bahang kota diperlukan pengetahuan iklim terutama dalam menyusun desain tata kota agar penanganan pulau bahang kota dapat berjalan secara efektif. Desain tata kota untuk mengatasi pulau bahang kota, sangat penting mempertimbangkan parameter angin terutama dalam hal menentukan lokasi ruang terbuka hijau khususnya hutan kota agar fungsi hutan kota sebagai windbreak (pematah angin) dapat optimal. Hutan kota yang berfungsi sebagai windbreak dapat meningkatkan absorbsi dan adsorbsi polutan udara termasuk gas CO2

kecepatan angin dengan menggunakan windrose, hutan kota di Kabupaten Bandung sebaiknya dibangun di Kecamatan Margaasih, Margahayu, Dayeuhkolot, Cileunyi, Rancaekek, Bojongsoang, Baleendah, Katapang, Banjaran, dan Majalaya. Hutan kota di wilayah tersebut sebaiknya diprioritaskan dengan desain membujur dari arah selatan ke utara dan terletak di sebelah timur dan barat sumber polutan karena arah angin dominan di Kabupaten Bandung berasal dari arah barat. Prioritas berikutnya, hutan kota dapat dibangun melintang dari barat ke timur dengan letak di sebelah selatan sumber polutan.

Berdasarkan analisis peran ruang terbuka hijau juga ditemukan bahwa kebijakan yang berkaitan dengan pemenuhan persyaratan persentase 30% dari luas perkotaan belum dapat mengatasi masalah pulau bahang kota karena pemerintah daerah hanya terfokus pada nilai persentasenya saja, tidak mempertimbangkan distribusi suhu udara di perkotaan serta belum mempertimbangkan efektivitas jenis ruang terbuka hijau, bentuk serta struktur hutan kota dalam mengatasi pulau bahang kota. Pemerintah daerah lebih memperhatikan nilai estetika sehingga lebih fokus pada pengembangan taman kota dan taman pulau jalan, belum memprioritaskan pengembangan hutan kota. Penentuakn lokasi ruang terbuka hijau dibangun di lokasi-lokasi yang sebenarnya masih dalam kondisi iklim mikro yang baik dengan suhu udara rendah, sebaliknya lokasi-lokasi dengan suhu udara tinggi belum menjadi prioritas utama.

5.4.3.2. Rekomendasi Berdasarkan Hasil Simulasi Model

Berdasarkan hasil simulasi beberapa skenario model, maka untuk mewujudkan Kabupaten Bandung sebagai kota hijau direkomendasikan memilih dan menerapkan skenario hijau. Skenario hijau telah memasukkan variabel-variabel berbasis green growth yang merupakan konsep dari WWF dan PWC (2011). Pembangunan berbasis green growth dilakukan dengan mengusahakan keseimbangan antara ekonomi, sosial, budaya serta lingkungan hidup. Konsep pembangunan berbasis green growth, mempertimbangkan lima pilar penting sebagai berikut : pertumbuhan ekonomi, perbaikan kondisi sosial, konservasi keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan, kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim global, serta penurunan emisi gas rumah kaca.

Pembangunan berbasis green growth dalam skenario hijau dilakukan dengan cara mengendalikan beberapa variabel berikut, yaitu dengan cara menurunkan laju emisi

CO2, laju peningkatan lahan terbangun serta melalui peningkatan laju penambahan ruang terbuka hijau. Laju peningkatan jumlah kendaraan roda empat diusahakan diturunkan dari 4,3%/tahun menjadi 2%/tahun, sedangkan laju peningkatan kendaraan roda dua diturunkan dari 23%/tahun menjadi 10%/tahun. Laju pertumbuhan penduduk ditekan dari 1,95%/tahun menjadi 1%/tahun. Pertumbuhan luas lahan terbangun diturunkan dari 7%/tahun menjadi 4%/tahun. Ruang terbuka hijau perlu ditingkatkan dengan laju 1000 ha per tahun. Sedangkan unit industri yang terus menurun (3,5%/tahun), diusahakan tidak mengalami penurunan. Pengendalian jumlah unit industri meskipun merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan emisi CO2

dan efek pulau bahang, tetapi diusahakan untuk tidak terus menurun berdasarkan pertimbangan pentingnya aspek ekonomi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

5.4.3.3. Rekomendasi Berdasarkan Hasil Analisis Sosial Ekonomi

Pola pikir dan sikap masyarakat Kabupaten Bandung akan pentingnya perbaikan lingkungan khususnya dengan adanya peningkatan suhu udara serta kenyamanan yang terus menurun merupakan potensi positif untuk mendukung kebijakan dalam mengatasi pulau bahang. Tetapi pola pikir dan sikap masyarakat apabila kondisi ekonominya membaik masih cenderung berakibat meningkatkan emisi CO2 serta meningkatkan luas lahan terbangun. Chiras (1985) menyatakan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat mempengaruhi permintaan (demand) akan sumberdaya alam termasuk permintaan akan bahan bakar fosil (batubara, minyak, gas). Semakin tinggi kondisi sosial ekonomi masyarakat cenderung akan semakin meningkatkan kebutuhan perkapita akan sumberdaya alam serta meningkatkan limbah dan pencemaran lingkungan. Pola pikir dan kecenderungan perilaku masyarakat yang berkaitan dengan efek pulau bahang harus menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan agar kebijakan yang dibuat efisien dan efektif.

Agar pola pikir serta sikap masyarakat Kabupaten Bandung berubah dan peduli terhadap lingkungan mereka, maka diperlukan pemberdayaan masyarakat serta pelibatan masyarakat dalam mengatasi pulau bahang kota sehingga dapat membantu mewujudkan kota hijau. Pemahaman dan peningkatan kesadaran terhadap lingkungan hidup dapat dilaksanakan melalui sosialisasi atau pendidikan lingkungan.

Hambatan lain dalam penanganan pulau bahang kota di Kabupaten Bandung adalah karena aspek lingkungan masih belum menjadi prioritas penting untuk segera

ditangani. Aspek ekonomi masih menjadi prioritas utama kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan mindset pada para pengambil kebijakan daerah dengan melibatkan akademisi, NGO, politisi, dan para pemerhati lingkungan hidup untuk dapat bersama-sama memberikan evaluasi dan masukan perbaikan kebijakan. Model pelibatan masyarakat ini dapat mengadopsi model yang telah dilakukan di kota-kota di Swedia (Stockholm, Goteborg, Malmo, dan Orebro) yang disampaikan pada hasil penelitian Elander dan Lundgren (2005).

Dalam dokumen BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 48-52)

Dokumen terkait