III. METODE PENELITIAN
5.4. Hasil Analisis Structural Equation Modeling
Analisis SEM digunakan untuk menjawab tujuan penelitian, yaitu mengetahui pengaruh penilaian kinerja terhadap motivasi dan produktivitas kerja karyawan. Pada penelitian ini komunitas yang diteliti adalah karyawan HP-2 Bogor. Model persamaan antara variabel laten bebas (independen), yaitu materi penilaian, tempat penilaian dan metode penilaian dengan variabel laten terikat (dependen) yaitu motivasi dan produktivitas kerja karyawan. Untuk menyatakan tingkat kelayakan suatu model dalam analisis SEM , digunakan beberapa kriteria pengukuran good of fit (GOF).
Menurut Hair et al. (1995) dalam Ferdinand (2002), dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur dan menguji hipotesis
mengenai metode sehingga digunakan beberapa fit index untuk mengukur kebenaran-kebenaran model. Dalam evaluasi krikeria Goodness of fit terdapat beberapa indeks kesesuaian dan cut off value yang digunakan untuk menguji kecocokan model dengan data yang disajikan (sesuai dengan data empiris). Indeks-indeks tersebut diantaranya yaitu Degree of Freedom (DF), Chi-square,
RMSEA (Root Means Square Error of approximation), dan P-Value. Pada Tabel 7 dapat dilihat hasildari LISREL.
Tabel 7 Pengertian beberapa fit index untuk evaluasi kecocokan model Good of
Fit Index
Pengertian
Chi-square (X2) Digunakan untuk mengukur overall fit, semakin kecil nilainya, maka semakin baik model yang diuji, Chi-square cenderung sensitive terhadap besar sampel yang digunakan. Uji Chi-square ini biasanya selalu dihubungkan dengan Degre of Freedom (DF) untuk memperoleh nilai Chi-square relative.
Probability Menunjukkan seberapa besar signifikansi tidak adanya perbedaan antara matriks kovarians data dan matriks kovarians yang diestimasi.
RMSEA Indeks yang digunakan untuk mengkompensasi Chi-square statistic dalam sampel yang besar
Setelah dilakukan uji GOF model Struktur dalam penelitian ini menunjukkan nilai Chi-Square (X2
) yang relatif kecil terhadap derajat bebasnya (DF) yang menunjukkan bahwa model yang diajukan di dukung oleh data empiris. Nilai RMSEA= 0.005 dan P-value = 0.47216 menunjukkan adanya kedekatan suatu model dengan populasinya yang didukung oleh data empiris.
Nilai faktor muatan (loading faktor) setiap peubah merupakan koefisien yang menunjukkan seberapa besar tingkat kontribusi relatife dari atribut-atribut (peubah indikator) dalam membentuk peubah laten endogennya, Dalam proses pengukurannya, terdapat peubah-peubah indikator yang dijadikan pembanding atau patokan dengan cara memberikan nilai satu untuk faktor muatannya.
The root Mean square Error of Approximation (RSMA) merupakan sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengkompensasi nilai chi-square statistic dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan goodnees of fit
yang lebih kecil atau sama dengan 0.08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model itu berdasarkan
degree of freedom.
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa Nilai RMSEA = 0.005 dan P-
value = 0.47216 menunjukkan adanya kedekatan suatu model dengan populasinya dan model didukung pula oleh data empiris.
Tabel 8 Uji kecocokan pada beberapa kriteria Goodness of Fit Index
Goodness-of-Fit Cutt-off-Value Hasil Keterangan
Chi-square Kecil 166.61 Good Fit
Significance Probability (P-value) ≥0.05 0.47216 Good Fit RMR (Root Mean Square Residual) ≤0.05 atau ≤0.1 0.081 Good Fit RMSEA (Root Mean Square Error
of Approximation)
≤0.08 0.005 Good Fit
NFI (Normed Fit Index) ≥0.90 0.59 Good Fit
IFI (Incremental Fit Index) ≥0.90 0.93 Good Fit CFI (Comparative Fit Index) ≥0.90 0.93 Good Fit
GFI (Goodness of Fit) ≥0.90 0.90 Good Fit
AGFI (Adjusted Goodness of Fit) ≥0.90 0.87 Marginal Fit
Nilai CFI merupakan ukuran dalam menentukan sesuatu model fit atau tidak sebagai revisi dari NFI yang dapat menurunkan fit model pada sampel kecil. Begitu juga halnya dengan IFI. Jika nilainya semakin tinggi maka menunjukkan kecocokan model yang semakin baik. Pada model struktural dalam penelitian ini walaupun nilai RFInya cukup kecil dan kurang dari 0.90, tetapi nilai CFI dan IFInya bagus yaitu masing-masing 0.93 dan 0.93. Karena itu bisa disimpulkan bahwa model ini memiliki tingkat kecocokan yang baik. Sedangkan Untuk nilai GFI (Goodness of Fit) merupakan ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matrix covariance. Sedangkan AGFI sama seperti GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh degree of freedom pada suatu model. Dalam penelitian ini, model struktur yang diuji memiliki nilai GFI dan AGFI yang mendekati 0.90 yaitu 0.90 dan 0.87 sehingga dapat dikatakan bahwa model memiliki tingkat kecocokan yang cukup atau moderat (Close Fit). Gambar 9 Menunjukkan hasil path diagram dari perolehan LISREL 8.30.
49 Gambar 9 Path diagram Hasil Estimasi faktor Muatan (Loading Factor) model struktural penilaian kinerja terhadap motivasi dan
Ga mbar 10 H asil T - valu es Model S truktur Penilaia n Kine rja T erha d ap Mo ti va si dan P roduk ti vit as Ke rja K arya wa n
Pada gambar 9 dapat dilihat bahwa setiap peubah indikator eksogen (X1- X8) maupun peubah indikator endogen (Y1-Y12) terdapat nilai bagian luarnya yang menunjukkan tingkat error atau disebut dengan theta-delta. Nilai ini menunjukkan keragaman jawaban responden terhadap pernyataan indicator, yang berarti bahwa apabila nilainya semakin tinggi maka jawaban responden terhadap pernyataan tersebut cenderung semakin beragam atau bervariasi sementara apabila nilainya semakin kecil menunjukkan jawaban responden yang cenderung seragam terhadap indikator tersebut.
Berdasarkan data yang diperoleh pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa terdapat beberapa koefisien lintas yang tidak signifikan, yang ditunjukkan dengan warna merah. Nilai T-value tersebut memiliki nilai lebih kecil dari 1.96, yang merupakan nilai kritis uji-t pada taraf nyata 5%. Walaupun nilai-nilai tersebut tidak signifikan, jika dihilangkan dari model akan berakibat pada perubahan struktur model yang telah dibuat, dan nilai kesesuaian model akan berubah drastis. Rangkuman hasil estimasi untuk muatan (loading factor), dan T-values
Tabel 9 Faktor Muatan (Loading Factor) dan Nilai-t hasil perhitungan Atribut Faktor Muatan T- Values Mate ri pe nil
aian 1. Materi yang berkaitan dengan tujuan (X1) 2. Dimensi waktu secara periodik 0.32 4.03 pelaksanaan penilaian kinerja (X2) 0.36 4.53 3. Penilaian kinerja secara informal (X3) 0.45 6.63
4. Potensi/rekomendasi (X4) 0.36 4.47
Te
mpat
5. Lingkungan penilaian dilakukan dalam
suasana nyaman (X5) 0.01 13.05
6. Pelaksanaan penilaian dilakukan di luar
kantor 0.00 -1.12
Metode
7. Deskripsi tugas dan tanggung jawab (X5) 1.00 18.73 8. Metode penilaian telah memenuhi harapan
(X6) 0.15 -3.5
Mot
ivasi
Y1. Penghargaan yang diberikan 0.33 0.00 Y2. Ketepatan menggunakan metode 0.11 0.82 Y3. Tanggung jawab terhadap pekerjaan 0.33 3.08 Y4. Imbalan dalam bentuk materi -0.03 -0.21
Y5. Hubungan sesama pegawai 0.34 2.64
Y6. Kondisi ruangan kerja -0.09 -0.7
P
roduk
ti
vit
as
Y7. Memotivasi dan membangun kerja sama 0.55 0.00 Y8. Jujur dalam melaporkan hasil 0.16 1.61 Y9. Mengutamakan kepentingan tugas 0.1 1.08
Y10. Mentaati peraturan kerja 0.43 4.31
Y11. Mentaati ketentuan jam kerja 0.48 5.54
Y12. Mentaati perintah atasan 0.4 4.11
Nilai faktor muatan (loading factor) setiap peubah merupakan koefisien yang menunjukkan seberapa besar tingkat kontribusi relatif dari atribut-atribut (peubah indikator) tersebut dalam membentuk peubah laten endogennya. Dalam proses pengukurannya, terdapat peubah-peubah indikator yang dijadikan pembanding atau patokan dengan cara memberikan nilai 1 (satu) untuk faktor muatannya. Dari Tabel 9 dapat dilihat peubah indikator yang dijadikan pembanding yaitu: materi yang berkaitan dengan tujuan penilaian (X1),
lingkungan penilaian dilakukan dalam suasana nyaman (X5), deskripsi tugas dan tanggung jawab (X9), penghargaan yang diberikan (Y1) dan memotivasi dan membangun kerja sama (Y7). Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kontribusi atau pengaruh peubah yang terdeteksi dalam model penelitian. Faktor muatan peubah lain selanjutnya dibandingkan dengan faktor muatan dari peubah pembanding untuk melihat nilai kontribusi relatife peubah tersebut dalam membentuk peubah latennya.
1) Analisis pengaruh peubah laten eksogen terhadap peubah laten endogen (motivasi kerja)
Untuk mengetahui pengaruh antar variabel laten bebas dan variabel laten terikat perlu dilakukan analisis lebih lanjut yaitu analisis pengaruh antar variabel atau analisis model struktural. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar pengaruh antar variabel dapat dikatakan signifikan/berpengaruh positif maka harus memenuhi beberapa syarat. Diantarantya t-value pada taraf kepercayaan 5% harus lebih besar dari 1.96. Semakin besar t-value maka semakin menunjukkan bahwa pengaruh variabel laten terikat dan variabel laten bebas semakin signifikan. Selain itu, semakin besar nilai loading factor ( ) merupakan koefisien yang menunjukkan besarnya tingkat kontribusi variabel indikator terhadap variabel latennya.
Untuk persamaan struktural yang pertama yaitu pengaruh variabel laten materi penilaian terhadap variabel laten terikat motivasi adalah 36.50 > 1.96 dengan koefisien lintas yaitu 1.03 adalah signifikan (berpengaruh positif). Hal tersebut menjelaskan bahwa unsur-unsur yang digunakan dalam menilai kinerja karyawan sudah efektif sebagai suatu alat penilaian, sebab isi atau materi penilaian sudah memenuhi syarat efektivitas suatu sistem penilaian kinerja karyawan. Menurut Hotomo dan Hermawan (2000), dalam melakukan penilaian kinerja karyawan diperlukan sistem yang praktis, relevan, handal, kepekaan dan dapat diterima. Dari segi kepraktisan (practically), self appraisal yang digunakan sebagai alat penilaian kinerja karyawan cukup dimengerti dan mudah digunakan bagi penilai maupun atasannya. Hal ini terjadi karena karyawan sudah memahami bagaimana melakukan penilaian kinerja yang baik.
Siagian (1995) menjelaskan bahwa pentingnya penilaian kinerja yang rasional dan diterapkan secara obyektif terlihat paling sedikit memiliki dua kepentingan manfaat yang baik bagi karyawan itu sendiri maupun bagi organisasi di mana dia bekerja. Bagi karyawan, hasil penilaian kinerja seharusnya dapat berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, kekurangan dan potensinya yang pada akhirnya dapat bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karirnya. Apabila hasil dari penilaian karyawan tersebut memberikan nilai positif, maka diharapkan bisa memberi motivasi untuk dapat bekerja lebih, mengembangkan dan meningkatkan kompetensinya dengan lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
Sedangkan bila hasilnya negatif, maka diharapkan karyawan yang bersangkutan bisa mengetahui kelemahan dan kekurangannya sehingga dapat memperbaiki kinerja maupun perilakunya di masa mendatang. Bagi organisasi, apabila hasil penilaian positif, akan membantu pimpinan dalam mengambil keputusan untuk kemungkinan melakukan program pengembangan yang tepat bagi karyawan yang bersangkutan sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
Selain itu hasil penilaian juga berguna untuk memberikan kompensasi, kenaikan pangkat, dan promosi jabatan. Sedangkan, apabila hasilnya negatif, akan berguna bagi pimpinan untuk mengidentifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, konseling, desain pekerjaan, penempatan, dan demosi. Sementara itu, tujuan dari penilaian kinerja karyawan (self appraisal) adalah Memungkinkan karyawan dan manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.
Selanjutnya manajemen HP-2 Bogor akan memajang hasil penilaian kinerja setiap karyawan pada periode tersebut, sehingga semua karyawan bisa melihat langsung nilai akhir dari kinerjanya selama ini. Hal tersebut diharapkan bisa memotivasi setiap karyawan untuk selalu berusaha meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. Tujuan selanjutnya adalah membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya. Hal ini berarti bahwa hasil penilaian kinerja setiap karyawan seharusnya dapat menjadi bahan yang selalu menjadi pertimbangan dalam setiap keputusan yang diambil mengenai penentuan keputusan promosi, transfer dan
demosi oleh pihak manajemen HP-2 Bogor.
Persamaan struktural yang kedua yaitu pengaruh variabel laten (tempat penilaian) terhadap variabel laten terikat (motivasi) memiliki nilai-t sebesar 1.76 < 1.96 dengan koefisien lintas adalah 0.00 yaitu tidak signifikan (tidak berpengaruh). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tempat pelaksanaan penilaian dalam suasana yang nyaman sangat diharapkan oleh semua karyawan HP-2 Bogor yang dinilai. Hal ini dapat terlihat dari faktor muatan indikator X5 yang berkontribusi paling tinggi terhadap peubah latennya. Semua hal yang dilaksanakan pada saat penilaian kinerja berlangsung, seperti tatap muka yang disertai dialog sangat membutuhkan dukungan dari lingkungan fisik agar kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Ruang pertemuan khusus yang digunakan lebih bersifat netral sehingga menimbulkan rasa nyaman, kesamaan dan rasa kepemilikan bersama selama wawancara penilaian kinerja berlangsung.
Untuk persamaan struktural ketiga yaitu pengaruh variabel laten bebas (metode penilaian) terhadap variabel laten terikat (motivasi memiliki) nilai-t yaitu -8.31 < 1.96 dengan koefisien lintas -0.12 signifikan (berpengaruh negatif). Hal ini mengindikasikan bahwa metode yang selama ini diterapkan belum memenuhi harapan karyawan pada HP-2 Bogor. Berdasarkan indikator tersebut maka dapat dijelaskan bahwa metode penilaian dalam Self Appraisal (penilaian diri sendiri) merupakan metode yang berorientasi masa depan, dengan menggunakan beberapa teknik penilaian seperti Rating scale dan Critical incident method
Rating scale (skala peringkat), menggunakan kriteria yang memiliki nilai tertentu mulai dari excellent sampai dengan sangat buruk. Sebagaimana sudah ditetapkan oleh pihak manajemen form penilaian kinerja karyawan HP-2 Bogor menggunakan nilai antara 0 sampai 100, dengan kriteria sebagai berikut: Excellent (80-100), bagus/Good (70-79.9), Rata-rata/Average (60-69.9), buruk/poor (40- 49.9), sangat buruk/very poor (0-39.9). Model penilaian seperti ini merupakan teknik penilaian yang mudah untuk dilaksanakan namun sangat berisiko terhadap subyektivitas penilaiannya, sehingga memungkinkan adanya berbagai bias penilaian.
Critical incident method, mengharuskan setiap pejabat penilai untuk mengisi dan memelihara buku catatan penilaian terhadap perilaku dan tindakan
setiap karyawan yang menjadi bawahannya, baik perilaku yang bersifat positif maupun yang negatif. Buku catatan inilah yang dijadikan sebagai bahan untuk mengisi penilaian kinerja karyawan yang bersangkutan. Teknik penilaian tersebut apabila dijalankan dengan sebaik-baiknya akan sangat efektif karena adanya catatan-catatan lengkap atas setiap tingkah laku karyawan baik yang positif maupun yang negatif selama periode penilaian satu tahun, sehingga dapat menjadi dasar untuk menilai karyawan bersangkutan secara obyektif dan terhindar dari bias recency effect (penilaian sesaat). Namun apabila pejabat penilai tersebut tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana mestinya, yaitu tidak mencatat setiap tingkahlaku /tindakan dan perbuatan bawahannya baik yang positif maupun yang negative, maka penilaian yang dilakukan cenderung akan mengalami bias, seperti
reegency effect, leniency effect, dan bias-bias lainnya.
2) Analisis pengaruh peubah laten endogen motivasi terhadap produktivitas kerja karyawan dengan indikator pembentuknya
Pada penelitian ini terdapat 12 peubah indikator laten endogen yang diukur, yaitu penghargaan yang diberikan (Y1), ketepatan menggunakan metode (Y2), tanggung jawab terhadap pekerjaan (Y3), imbalan dalam bentuk materi (Y4), hubungan sesama pegawai (Y5), kondisi ruangan kerja (Y6), memotivasi dan membangun kerja sama (Y7), jujur dalam melaporkan hasil (Y8), mengutamakan kepentingan tugas (Y9), mentaati peraturan kerja (Y10), mentaati ketentuan jam kerja (Y11), dan mentaati perintah atasan (Y12). Dari hasil estimasi yang telah dilakukan, dan didapat nilai faktor muatan dan nilai-t dari setiap indikator konstruk motivasi yang bisa dilihat pada Tabel 10. Nilai-t, motivasi memiliki 6.74 > 1.96 dengan koefisien lintas yaitu 1.00 yang berarti signifikan (berpengaruh positif). Selanjutnya, kontribusi masing-masing peubah indikator pembentuk motivasi dan produktivitas dan besar nilai T-Value yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Kontribusi peubah motivasi dan produktivitas kerja karyawan. Faktor Muatan Atribut Faktor Muatan t- value 1.00 Mot ivasi
Y1. Penghargaan yang diberikan 0.33 0.00 Y2. Ketepatan menggunakan metode 0.11 0.8 Y3. Tanggung jawab terhadap pekerjaan 0.33 3.0 Y4. Imbalan dalam bentuk materi -0.03 -0.21 Y5. Hubungan sesama pegawai 0.34 2.6 Y6. Kondisi ruangan kerja -0.09 -0.70
P
roduk
ti
vit
as
Y7. Memotivasi dan membangun kerja sama 0.55 0.00 Y8. Jujur dalam melaporkan hasil 0.16 1.6 Y9. Mengutamakan kepentingan tugas 0.10 1.0 Y10. Mentaati peraturan kerja 0.43 4.3 Y11. Mentaati ketentuan jam kerja 0.48 5.5 Y12. Mentaati perintah atasan 0.40 4.1
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa peubah indikator penghargaan yang diberikan (Y1) sebagai pembanding memberikan nilai faktor muatan sebesar 0.33. Kondisi ini menggambarkan bahwa pemberian penghargaan yang selama ini diterapkan oleh pihak manajemen HP-2 Bogor belum sesuai atau tidak sesuai dengan harapan para karyawan, dengan demikian perlu dicarikan format atau model yang sesuai untuk memberikan penghargaan kepada karyawan, baik itu berbentuk fisik maupun psikis.
Siagian (1995), mengungkapkan bahwa salah satu ciri manusia adalah memiliki harga diri, dimana setiap orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya dari orang lain. Keberadaan dan status seseorang biasanya tercermin pada berbagai lambang yang penggunaannya sering dipandang sebagai hak seseorang, di dalam dan di luar organisasi. Jika dikaitkan dengan kehidupan organisasi, dapat dilihat bahwa semakin tinggi kedudukan dan status dalam sebuah organisasi maka akan semakin banyak pula simbol-simbol yang digunakan untuk menunjukkan status yang diharapkan dapat diterima dan diakui oleh orang lain. Menurut Maslow (1943) dalam Goble (2002), salah satu bentuk penghargaan dari orang lain yaitu prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan dan
nama baik. Orang yang mendapatkan penghargaan akan merasa lebih percaya diri
sehingga lebih produktif dalam melakukan pekerjaan. Hal senada juga dikemukakan oleh Winardi (2002), yang menyatakan bahwa kebutuhan akan
penghargaan mencakup kebutuhan untuk mencapai kepercayaan diri, prestasi, kompetensi, pengetahuan, penghargaan diri dan kebebasan serta independensi. Dengan demikian, kebutuhan akan penghargaan erat kaitannya dengan orang lain dalam melibatkan keinginan atas reputasi, status, pengakuan dari orang lain atas kemampuan seseorang. Ketika kebutuhan penghargaan ini terpenuhi, maka orang akan cennderung memiliki rasa percaya diri, berharga, dan melibatkan dirinya sendiri sebagai objek yang paling penting di lingkungan kerjanya.
Pada Tabel 10, dapat dilihat juga ketepatan menggunakan peubah indikator metode (Y2) memberikan kontribusi sebesar 0.11. Manajemen HP-2 Bogor memiliki pedoman tersendiri bagi karyawan dalam melaksanakan tugasnya sehingga diharapkan tugas yang akan dikerjakan oleh karyawan dapat optimal dan sesuai dengan harapan. Pedoman ini berupa metode pengerjaan tugas maupun pada petunjuk arahan yang diberikan oleh pemimpin. Dari hasil penelitian ini maka dapat dikatakan bahwa metode yang diterapkan oleh pihak HP-2 Bogor sudah tepat.
Menurut Nawawi dan Hadari (1990), ketepatan, kecermatan, sikap terhadap pekerjaan dan ketepatan menggunakan metode merupakan cara sebuah perusahaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Lebih lanjut, Handayaningrat (1989) menyatakan bahwa penggunaan metode yang baik oleh perusahaan akan dapat memberikan hasil yang maksimum baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dalam pelaksanaannya, metode kerja tersebut harus dijalankan dengan prosedur dan sebuah mekanisme kerja yang benar, cermat dan tepat. Selain itu, dengan menggunakan metode kerja yang tepat akan dapat memperkecil bahkan meniadakan hambatan dalam bekerja sehingga para karyawan akan memberikan hasil yang maksimum untuk perusahaan.
Dari Tabel 10, dapat dilihat bahwa peubah indikator tanggung jawab terhadap pekerjaan (Y3) memberikan kontribusi sebesar 0.33 atau lebih kecil dari peubah indikator penghargaan yang diberikan (Y1) dalam membentuk laten motivasi dan produktivitas kerja karyawan. Pembagian tanggung jawab yang
selama ini telah dilakukan oleh pihak manajemen HP-2 Bogor selalu mengacu pada profesionalitas yaitu pembagian tanggung jawab harus sesuai dengan proporsi dari masing-masing karyawan. Namun demikian, hasil penelitian masih menggambarkan bahwa terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki agar pelaksanaan dari tanggung jawab yang dibebankan dapat sesuai dengan yang diharapkan.
Dari Tabel 10, dapat dilihat bahwa peubah indikator imbalan dalam bentuk materi (Y4) memberikan kontribusi sebesar -0.03 atau lebih lebih tinggi dari peubah indikator dari peubah indikator penghargaan yang diberikan (Y1) sebagai pembanding. Hal ini menunjukkan karyawan di HP-2 Bogor menganggap bahwa gaji merupakan faktor yang paling dominan dalam pembentukan laten endogen hygienis. HP-2 Bogor selama ini menerapkan sistem penggajian secara professional, yaitu memberikan imbalan kepada karyawan yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian, maka imbalan yang telah diberikan kepada karyawan dijadikan salah satu unsur motivasi bagi seluruh karyawan untuk dapat bekerja dengan baik.
Imbalan dalam bentuk materi (gaji) merupakan salah satu unsur yang penting agar dapat meningkatkan motivasi dan produktivitas kerja karyawan, sebab gaji adalah alat untuk memenuhi berbagai kebutuhan pegawai (Hariandja 2002). Bagi seorang karyawan gaji merupakan salah satu alasan baginya untuk bekerja bahkan bisa menjadi alasan yang paling penting di antara yang lain seperti untuk berpartisipasi, bersosialisasi, mengembangkan diri, untuk mengatualisasikan diri.
Peubah indikator hubungan sesama dengan pegawai (Y5) memberikan kontribusi sebesar 0.34. Sejauh ini, karyawan HP-2 Bogor selalu berorientasi pada penyelesaian tugas sehingga waktu untuk berinteraksi dengan sesama karyawan di luar tugas resmi tidak banya. Karena itu, hubungan secara personal antara sesama karyawan tidak terlalu akrab.
Menurut Moeljono (2004), setiap orang, apabila dia bekerja pasti mempunyai atasan, bawahan, maupun rekan sejawat dan selalu akan terjadi interaksi antara tiga kelompok tersebut. Dalam melaksanakan interaksi tersebut harus senantiasa dijaga keseimbangannya sehingga tidak ada kecenderungan lebih dominan dalam berhubungan dengan atasan, bawahan atau dengan sejawat.
Danim (2004) berpendapat bahwa iklim komunikasi yang kondusif antara pimpinan dan bawahan atau sebaliknya, dan antara sesama karyawan merupakan faktor pencetus bagi terciptanya semangat kerja dalam kelompok. Peningkatan semangat kerja tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan gairah kerja karyawan.
Peubah indikator ruangan kerja (Y6) memberikan kontribusi sebesar -0.09 kali lebih rendah dari peubah indikator imbalan dalam bentuk materi (Y4). Jika dilihat secara keseluruhan, peubah indikator kondisi ruangan kerja (Y6) memberi kontribusi yang sangat rendah dibanding peubah-peubah indikator lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan HP-2 Bogor merasa tidak ada kepuasan kerja dalam kaitannya dengan kondisi ruangan tempat mereka bekerja. Oleh karenanya, manajemen HP-2 Bogor masih perlu lebih memperhatikan kondisi ruang kerja seluruh pegawai, sehingga mereka dapat merasa puas dan termotivasi untuk bekerja secara maksimal. Hal ini sejalan dengan Nawawi dan Hadari (1990) yang menyatakan bahwa kondisi ruangan yang baik seperti ruangan bersih, teratur, rapi, sejuk, sirkulasi udara lancar, cukup luas dan tidak menghambat gerakan dalam bekerja dapat menimbulkan motivasi kerja yang positif.