• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

II. TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Hasil .1. Analisis Tanah Awal

Podsolik termasuk macam tanah yang miskin unsur hara dan memiliki tingkat kemasaman yang relatif tinggi. Tabel 5 menunjukkan bahwa Podsolik Jasinga memiliki pH yang tergolong masam. Podsolik Jasinga juga mengandung jumlah basa-basa yang bervariasi, kadar Ca dan Na tergolong sedang, serta kadar K yang tergolong rendah, sedangkan kandungan magnesium (Mg) tergolong tinggi berdasarkan kriteria PPT (1983).

Kadar P-tersedia dan kadar N-totalnya juga tergolong rendah. Terdapat potensi keracunan Aluminium yaitu dengan adanya Aluminium nilai kejenuhan Al sebesar 21.35%. Sehingga dengan karakteristik tersebut Podsolik Jasinga tergolong tanah dengan kesuburan rendah.

Tabel 5. Sifat Kimia Podsolik Jasinga

Sifat Tanah Nilai Metode PPT (1983)

pH H2O 4.75 H2O Masam

pH KCl 4 KCl

C-organik (%) 2.31 Walkey and Black Sedang

N-total (%) 0.22 Kjeldahl Rendah

P2O5 Bray I (ppm) 5.2 Bray I Rendah

KTK (me/100g) 21.16 N NH4OAc Sedang

Kation dapat dipertukarkan

Ca (cmmol/kg) 7.08 N NH4OAc Sedang

Mg (cmmol/kg) 2.23 N NH4OAc Tinggi

K (cmmol/kg) 0.24 N NH4OAc Rendah

Na(cmmol/kg) 0.36 N NH4OAc Sedang

H (cmmol/kg) 0.29 N KCl Sangat rendah

KB (%) 46.83 Sedang

Al-dd (cmmol/kg) 2.77 N KCl

Tekstur Tanah

Pasir (%) 15.31 Pipet

Debu (%) 24.15 Pipet Liat

4.1.2. Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

Hasil pengukuran dan penilaian pengaruh Kaptan, Trass, dan pupuk P terhadap parameter tinggi tanaman dan jumlah daun disajikan dalam Lampiran 4 hingga 7.

Berdasarkan analisis ragam, perlakuan Kaptan atau Trass tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada minggu ke 8, namun perlakuan pupuk P berpengaruh nyata terhadap rata-rata tinggi tanaman minggu ke 8 pada masing-masing bahan amelioran (Lampiran 5).

Tabel 6 menunjukkan hasil Uji Duncan rata-rata tinggi tanaman pada minggu ke delapan. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa kenaikan dosis pupuk P dari P0 hingga ke P2 nyata meningkatkan rata-rata tinggi tanaman pada minggu ke 8 untuk kedua bahan amelioran. Pada Kaptan terlihat bahwa dosis P1

dan P2 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan P0, tetapi antara P1 dan P2 tidak berbeda nyata walaupun terjadi kenaikan tinggi tanaman. Pada Trass, dosis P2

nyata lebih tinggi dibandingkan dengan P1 dan P0 serta dosis P1 nyata lebih tinggi daripada dosis P0.

Tabel 6. Pengaruh Fosfor Terhadap Rata-rata Tinggi Tanaman Minggu ke-8.

Perlakuan Kaptan (K) Trass (T)

Fosfor

...cm...

P0 86.8b 80.9c

P1 101.1a 91.7b

P2 103.4a 99.3a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Duncan (DMRT).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada pecobaan dengan Kaptan, perlakuan Kaptan dan fosfor secara tunggal berpengaruh nyata terhadap jumlah daun kedelai pada minggu ke-7 tetapi interaksi keduanya tidak nyata, sedangkan pada Trass hanya perlakuan fosfor saja yang berpengaruh nyata (Lampiran 7). Tabel 7 menunjukkan uji Duncan rata-rata jumlah daun pada minggu ke tujuh

Tabel 7 menunjukkan bahwa peningkatan dosis Kaptan ke K1 dan K2 nyata menghasilkan jumlah daun lebih tinggi dibandingkan dengan K0, tetapi antara keduanya tidak berbeda nyata. Jumlah daun meningkat dengan meningkatnya

dosis kaptan. Pada percobaan Trass, dosis Trass tidak berpengaruh terhadap jumlah daun, tetapi cenderung bertambah dengan kenaikan dosis Trass.

Tabel 7. Pengaruh Amelioran dan Fosfor Terhadap Rata-rata Jumlah Daun Minggu ke-7.

Perlakuan Kaptan (K) Trass (T)

Dosis Amelioran Dosis Amelioran

K0 63.67b T0 65.11 K1 86.89a T1 68.44 K2 94.67a T2 72.67 Fosfor Fosfor P0 61.44b 52.11b P1 89.89a 69.67ab P2 93.89a 84.44a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Duncan (DMRT).

Pada percobaan Kaptan dosis P2 dan P1 nyata lebih tinggi dengan dosis P0, sedangkan antara dosis P2 dan P1 tidak berbeda nyata walaupun terjadi kenaikan jumlah daun. Pada percobaan Trass dosis P2 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan P0, lalu dosis P1 tidak berbeda nyata dengan P0 dan P2 walaupun terjadi kenaikan jumlah daun.

4.1.3. Bobot Segar dan Bobot Kering Brangkasan

Seluruh perlakuan yang dicobakan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot segar brangkasan (Lampiran 13). Pada Gambar 1 disajikan perbandingan rataan bobot segar brangkasan antara perlakuan Kaptan dan Trass.

48.8342.4654.67 32.2338.57 129.13 72.63 67.73 55.43 0 20 40 60 80 100 120 140 K0P0 K0P1 K0P2 K1P0 K1P1 K1P2 K2P0 K2P1 K2P2 B ob ot S e gar ( g) Perlakuan 40.23 76.885.93 31.97 72.67 93.97 50 74.63 62.4 0 20 40 60 80 100 120 140 T0P0 T0P1 T0P2 T1P0 T1P1 T1P2 T2P0 T2P1 T2P2 Perlakuan B o bo t Se g a r ( g ) (a) (b)

Gambar 1. Bobot Segar Brangkasan Perlakuan Kaptan (a) dan Trass (b) Pada percobaan dengan Kaptan, perubahan perlakuan dari K0P0 ke K0P1 terjadi penurunan bobot segar brangkasan sebesar 13%, sedangkan perubahan

perlakuan dari K0P0 ke K0P2 meningkat sebesar 12%. Pada perubahan perlakuan dari K1P0 ke K1P1 terjadi kenaikan bobot segar brangkasan yaitu sebesar 19.7%, lalu meningkat secara drastis sebesar 300.6% pada perubahan perlakuan dari K1P0 ke K1P2. Pada perubahan perlakuan dari K2P0 ke perlakuan K2P1 terjadi penurunan bobot segar brangkasan sebesar 4.2%, lalu menurun lagi sebesar 23.7% pada perubahan perlakuan dari K2P0 ke K2P2.

Pada percobaan dengan Trass umumnya terjadi kenaikan bobot segar brangkasan untuk setiap kenaikan dosis fosfor pada setiap dosis amelioran. Pada perubahan perlakuan dari T0P0 ke T0P1 naik sebesar 59.2%, lalu pada perubahan perlakuan dari T0P0 ke T0P2 naik sebesar 194%. Pada perubahan perlakuan dari T1P0 ke T1P1 dan T1P2 masing-masing terjadi kenaikan bobot segar brangkasan sebesar 127.3% dan 194%. Pada perubahan perlakuan dari T2P0 ke T2P1 terjadi kenaikan bobot segar brangkasan sebesar 49.3%, sedangkan kenaikan yang terjadi pada perubahan perlakuan dari T2P0 ke T2P2 hanya sebesar 24%.

Seluruh perlakuan yang dicobakan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering brangkasan (Lampiran 15). Gambar 2 menyajikan perbandingan bobot kering brangkasan antara perlakuan Kaptan dan Trass.

17.77 18.220.37 11.9715.53 46.77 23.9725.4722.53 0 10 20 30 40 50 K0P0 K0P1 K0P2 K1P0 K1P1K1P2K2P0 K2P1 K2P2 B o bo t K e r ing ( g ) Perlakuan 13.43 25.0328.77 13.03 23.27 33.77 14.73 26.27 15.63 0 10 20 30 40 50 T0P0 T0P1 T0P2 T1P0 T1P1 T1P2 T2P0 T2P1 T2P2 Perlakuan B o bo t K e r ing ( g ) (a) (b)

Gambar 2. Bobot Kering Brangkasan Perlakuan Kaptan (a) dan Trass (b) Pada percobaan Kaptan, perubahan perlakuan dari K0P0 ke K0P1 dan K0P2

terjadi kenaikan bobot kering brangkasan sebesar 2.4% dan 14.6%. Pada perubahan perlakuan dari K1P0 ke K1P1 terjadi kenaikan bobot kering brangkasan yaitu sebesar 29.4%, lalu meningkat secara drastis sebesar 291% pada perubahan perlakuan dari K1P0 ke K1P2. Pada perubahan perlakuan dari K2P0 ke perlakuan K2P1 terjadi kenaikan bobot kering brangkasan sebesar 6.3%, sedangkan pada

perubahan perlakuan dari K2P0 ke K2P2 terjadi penurunan bobot kering brangkasan sebesar 6%.

Pada percobaan Trass umumnya terjadi kenaikan bobot kering brangkasan untuk setiap kenaikan dosis fosfor pada setiap dosis Trass. Pada perubahan perlakuan dari T0P0 ke T0P1 dan T0P2 naik masing-masing sebesar 86.4% dan 114.2%. Pada perubahan perlakuan dari T1P0 ke T1P1 juga terjadi kenaikan bobot kering brangkasan yaitu masing-masing sebesar 78.6% lalu naik secara drastis pada perubahan perlakuan dari T1P0 ke T1P2 sebesar 159.2%. Pada perubahan perlakuan dari T2P0 ke T2P1 terjadi kenaikan bobot kering brangkasan sebesar 78.3%, sedangkan kenaikan pada perubahan perlakuan dari T2P0 ke T2P2 hanya sebesar 6.1%.

4.1.4. Bobot Segar dan Bobot Kering Akar

Hasil analisis ragam (Lampiran 9 dan 11) menunjukkan bahwa pada percobaan Trass, fosfor berpengaruh nyata pada bobot segar akar dan bobot kering akar, sedangkan pada percobaan Kaptan tidak ada faktor yang berpengaruh nyata. Tabel 8 menunjukkan uji Duncan pengaruh fosfor terhadap bobot segar dan bobot kering akar pada percobaan Kaptan dan Trass.

Tabel 8 menunjukkan bahwa penambahan dosis fosfor dari dosis P0 hingga dosis P2 meningkatkan bobot segar akar. Pada percobaan Trass, dosis P2 dan P1

memiliki bobot segar akar nyata lebih tinggi dibandingkan dengan P0, namun antara P2 dan P1 tidak berbeda nyata walaupun ada kenaikan. Pada percobaan Kaptan dosis fosfor tidak berpengaruh nyata walaupun terjadi kenaikan bobot segar akar.

Tabel 8. Pengaruh Fosfor Terhadap Rata-rata Bobot Segar Akar dan Bobot Kering Akar.

Perlakuan Bobot Segar Akar Bobot Kering Akar

Fosfor Kaptan (K) Trass (T) Kaptan (K) Trass (T)

...g...

P0 16.39 13.98b 7.4 4.70b

P1 26.54 25.84a 11.11 10.42a

P2 28.15 26.37a 12.57 11.11a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Duncan (DMRT).

Seperti halnya pada variabel bobot segar akar, pada bobot kering akar perlakuan fosfor berpengaruh nyata hanya pada percobaan Trass terhadap bobot

kering akar. Pada perlakuan Trass dosis P2 dan P1 berbeda nyata lebih tinggi dengan P0, namun antara P2 dan P1 tidak berbeda nyata walaupun ada kenaikan bobot kering akar. Pada percobaan Kaptan terjadi kenaikan bobot kering akar seiring dengan kenaikan dosis fosfor tetapi secara statistik tidak nyata.

4.1.5. Bobot Polong dan Bobot Biji Kedelai

Perlakuan Kaptan berpengaruh nyata pada bobot polong kedelai, sedangkan perlakuan Trass tidak berpengaruh nyata (Lampiran 17 dan 19). Tabel 9 menyajikan uji Duncan bobot polong dan bobot biji kedelai.

Pada variabel bobot polong kedelai, perlakuan K2 nyata lebih tinggi dibandingkan K0 dan K1 yang saling tidak berbeda nyata diantara keduanya walaupun terjadi kenaikan bobot polong.

Tabel 9. Pengaruh Dosis Amelioran Terhadap Rata-rata Bobot Polong dan Bobot Biji.

Dosis Kaptan Bobot Polong Bobot Biji Dosis Trass Bobot Polong Bobot Biji

K0 16.22b 4.15b T0 15.78 3.53

K1 27.88b 8.08b T1 15.89 4.52

K2 42.67a 13.10a T2 17.89 5.52

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Duncan (DMRT).

Pola yang sama ditemukan pada variabel bobot biji kedelai. Pada Kaptan dosis K2 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan dosis K1 dan K0, namun dosis K1

dan K0 tidak berbeda nyata walaupun terjadi kenaikan bobot biji kedelai. Pada percobaan Trass, dosis Trass tidak berpengaruh nyata terhadap bobot biji kedelai walaupun cenderung terjadi kenaikan bobot biji kedelai.

4.1.6. Analisis pH dan Al-dd Pada Tanah

Hasil analisis pH, Al-dd, P-tersedia, dan Ca-dd tanah setelah penelitian disajikan pada Lampiran 3. Gambar 3 menunjukkan bahwa Kaptan cenderung lebih meningkatkan pH tanah dibandingkan dengan Trass.

Pada Kaptan kenaikan pH pada dosis K0 ke K1 sebesar 0.43, lalu pada perlakuan K0 ke K2 kenaikan pH sebesar 1.03. Pada percobaan Trass pola yang terjadi tidak jelas, dapat dikatakan bahwa pH tanah relatif tidak berubah akibat perlakuan Trass.

5.10 5.53 6.13 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 K0 K1 K2 Perlakuan pH 5.13 5.10 5.37 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 T0 T1 T2 pH Perlakuan (a) (b)

Gambar 3. Perbandingan pH Tanah Perlakuan Kaptan (a) dan Trass (b) Gambar 4 menggambarkan perbandingan pengaruh Kaptan dan Trass terhadap aluminium dapat dipertukarkan (Al-dd). Pada percobaan Kaptan (Gambar 4a) terjadi penurunan Al-dd. Kenaikan dosis Kaptan dari K0 ke K1 menyebabkan penurunan Al-dd sebesar 61.8% dan pada perubahan dari dosis K0 ke K2 menurun drastis sebesar 99.2%. Pada percobaan Trass tidak terdapat pola yang jelas. Kenaikan dosis Trass dari T0 ke T1 terjadi penurunan sebesar 7.9%, sedangkan pada perubahan dari dosis T0 ke T2 hanya terjadi penurunan Al-dd sebesar 3.7%. 4.53 1.73 0.36 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 K0 K1 K2 A l-d d ( m e /100 g) Perlakuan 5.14 4.73 4.95 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 T0 T1 T2 A l-d d (m e /1 0 0 g ) Perlakuan (a) (b)

Gambar 4. Perbandingan Aluminium Dapat Ditukar (Al-dd) Tanah Perlakuan Kaptan (a) dan Trass (b)

4.1.7. Fosfor Tersedia dan Kalsium Dapat Ditukar

Hasil analisis tanah setelah pecobaan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar P-tersedia di dalam tanah seiring dengan penambahan dosis pupuk fosfor dan penambahan Kaptan dan Trass (Lampiran 3). Gambar 5 menyajikan gambar perbandingan kadar P tersedia antara perlakuan Kaptan dan Trass. Dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan kadar P-tersedia pada kedua perlakuan

seiring dengan kenaikan dosis fosfor yang diberikan, namun kenaikan P-tersedia pada Kaptan lebih tinggi dibandingkan dengan Trass.

Pada Kaptan perubahan perlakuan dari K0P1 ke K1P1 tidak terjadi kenaikan P-tersedia, sedangkan pada perubahan perlakuan dari K0P1 ke K2P1 terjadi kenaikan sebesar 67.2%. Pada Trass terjadi kenaikan P-tesedia pada dosis P1 untuk setiap kenaikan dosis Trass. Pada perubahan perlakuan dari T0P1 ke T1P1 terjadi kenaikan sebesar10.1% lalu pada perubahan perlakuan dari T0P1 ke T2P1

terjadi kenaikan P tersedia sebesar 19,6%.

1.74 1.89 2.37 1.58 1.89 3.16 3.00 3.16 4.26 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 K0P0 K0P1 K0P2 K1P0 K1P1 K1P2 K2P0 K2P1 K2P2 P -t ers ed ia ( p p m ) Perlakuan 1.42 1.58 2.21 1.42 1.74 3.31 1.74 1.89 2.37 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 T0P0 T0P1 T0P2 T1P0 T1P1 T1P2 T2P0 T2P1 T2P2 P -t ers ed ia ( p p m ) Perlakuan (a) (b)

Gambar 5. Perbandingan Kadar Fosfor (P) Tersedia Dalam Tanah Setelah Percobaan Pada Kaptan (a) dan Trass (b)

Selanjutnya pada dosis P2, pada perubahan perlakuan dari K0P2 ke K1P2

terjadi perubahan sebesar 41.7% lalu pada perubahan perlakuan dari K0P2 ke K2P2

terjadi kenaikan sebesar 79.7%. Pada percobaan Trass kenaikan P-tersedia tidak setinggi pada percobaan Kaptan. Pada perubahan perlakuan dari T0P2 ke T1P2 terjadi kenaikan sebesar 49.8% lalu pada perubahan perlakuan dari T0P2 ke T2P2 hanya naik sebesar 7.2%

Gambar 6 menyajikan kadar Kalsium dapat ditukar (Ca-dd) dalam tanah pada pecobaan Kaptan dan Trass. Secara umum perlakuan Kaptan meningkatkan Ca-dd lebih tinggi dibandingkan dengan Trass. Pada perubahan perlakuan dari K0P0 ke K1P0 terjadi kenaikan Ca-dd sebesar 52.2%, lalu pada perubahan perlakuan dari K0P0 ke K2P0 terjadi kenakan sebesar 103,3%. Perlakuan Trass relatif tidak berpengaruh dan mempunyai Ca-dd relatif sama. Pada perubahan perlakuan dari T0P0 ke T1P0 terjadi kenaikan Ca-dd sebesar 6,1%, sedangkan pada perubahan perlakuan dari T1P0 ke T2P0 terjadi penurunan kadar Ca-dd sebesar 5.1%.

9.2 8.7 9.3 14.0 13.7 14.0 18.7 17.8 18.8 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 20.0 K0P0 K0P1 K0P2 K1P0 K1P1 K1P2 K2P0 K2P1 K2P2 C a-d d ( m e /100 g) Perlakuan 9.8 10.4 10.2 10.4 9.1 9.4 9.3 10.2 9.8 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 20.0 T0P0 T0P1 T0P2 T1P0 T1P1 T1P2 T2P0 T2P1 T2P2 C a -dd ( m e /1 0 0 g ) Perlakuan (a) (b)

Gambar 6. Perbandingan Kalsium Dapat Ditukar (Ca-dd) Dalam Tanah Setelah Percobaan Pada Kaptan (a) dan Trass (b)

4.1.8. Serapan Fosfor, Serapan Kalsium dan Kadar Silikat Kedelai

Lampiran 23 menunjukkan bahwa fosfor berpengaruh nyata terhadap serapan P oleh tanaman pada kedua perlakuan jenis amelioran, yaitu Kaptan dan Trass. Uji Duncan pengaruh perlakuan fosfor pada serapan P kedelai disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10.Pengaruh Fosfor Terhadap Rata-Rata Serapan P Kedelai

Perlakuan Kaptan (K) Trass (T)

...g/pot... Fosfor

P0 0.027b 0.019b

P1 0.034b 0.046a

P2 0.061a 0.058a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Duncan (DMRT).

Tabel 10 menunjukkan bahwa kenaikan dosis P berpengaruh menaikkan serapan P tanaman. Pada Kaptan dosis P2 nyata lebih tinggi dibandingkan P0 dan P1, namun antara P1 dan P0 tidak berbeda nyata walaupun terjadi kenaikan serapan P oleh tanaman. Pada Trass dosis P1 dan P2 nyata lebih tinggi dibandingkan dosis P0,sedangkan antara P2 dan P1 tidak berbeda nyata walaupun terjadi kenaikan serapan P oleh tanaman.

Lampiran 21 menunjukkan bahwa perlakuab Kaptan berpengaruh nyata terhadap serapan Ca oleh tanaman dan tidak terdapat interaksi antara kaptan dengan pupuk P. Tabel 12 menyajikan uji Duncan rata-rata serapan Ca oleh tanaman.

Tabel 11. Pengaruh Dosis Amelioran Terhadap Rata-Rata Serapan Ca

Dosis Kaptan Kaptan Dosis Trass Trass

...g/pot... ...g/pot...

K0 0.024b T0 0.034

K1 0.055ab T1 0.046

K2 0.065a T2 0.065

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Duncan (DMRT).

Tabel 12 menunjukkan bahwa hanya perlakuan Kaptan yang berpengaruh nyata. Pada percobaan kaptan dosis K2 memiliki serapan Ca nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan K0, sedangkan antara perlakuan K0 dan K1 tidak berbeda nyata walaupun terjadi kenaikan serapan Ca oleh tanaman. Pada percobaan Trass kenaikan dosis meningkatkan serapan Ca oleh tanaman walaupun tidak nyata. 3.08 3.54 3.48 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 K0 K1 K2 SiO 2 ( % ) Perlakuan 3.48 5.27 6.61 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 T0 T1 T2 Si O 2 ( % ) Perlakuan (a) (b)

Gambar 7. Perbandingan Kadar Silikat (SiO2) Tanaman Kedelai Pada Kaptan (a) dan Trass (b)

Gambar 7 menyajikan perbandingan antara pengaruh Kaptan dan Trass terhadap kadar SiO2 oleh tanaman. Trass memberikan efek lebih tinggi terhadap kadar SiO2 pada kedelai dibandingkan dengan Kaptan. Pada percobaan Trass terjadi kenaikan kadar SiO2 pada setiap kenaikan dosis Trass. Pada perubahan dosis dari T0 ke T1 terjadi kenaikan kadar silikat sebesar 51.4%, lalu perubahan dosis dari T0 ke T2 naik sebesar 90%. Pada perlakuan Kaptan, pengaruhnya terhadap kadar silikat relatif kecil. Pada perubahan dosis dari K0 ke K1 terjadi kenaikan sebesar 15% lalu pada perubahan dosis dari K0 ke K2 hanya terjadi kenaikan sebesar 13%.

4.2. Pembahasan

Pertumbuhan kedelai yang baik dapat dicapai dengan ameliorasi daerah perakaran untuk menurunkan kemasaman dan Aluminium dapat ditukar (Al-dd) sehingga tercipta lingkungan tumbuh yang baik bagi kedelai. Terdapat perbedaan hasil dari pelakuan amelioran Kaptan dan Trass. Kaptan memberikan efek yang lebih tinggi dalam menaikkan pH dan menurunkan jumlah Al-dd di dalam tanah dibandingkan dengan perlakuan dengan Trass.

Kenaikan pH tanah pada perlakuan kaptan dipengaruhi oleh karbonat yang terdapat pada kaptan. Senyawa karbonat tersebut dapat menetralkan ion H+ yang terdapat pada larutan tanah, sesuai dengan ilustrasi rekasi kimia CaCO3 dalam air berikut (Coleman et al., 1959a) :

CaCO3 + H2O Ca2+ + HCO3- + OH-

Pada reaksi berlangsung seperti di atas, yaitu bergerak ke kanan maka anion-anion HCO3- dan OH- yang dihasilkan dapat menetralkan ion H+ dalam larutan tanah dan jumlah kalsium dalam larutan meningkat sehingga kemasaman tanah menurun (Soepardi, 1983). Dengan menurunnya ion H+ pada larutan tanah maka terjadi pengendapan ion-ion Al3+ dan Fe3+ menjadi Al(OH)3 dan Fe(OH)3

(Coleman and Thomas., 1964). Lalu posisi mereka pada kompleks jerapan digantikan oleh Ca dan/atau Mg (Tisdale et al., 1985). Namun, pada perlakuan Trass terjadi sebaliknya, yaitu peningkatan dosis Trass relatif tidak signifikan menurunkan Al, meskipun ada kecenderungan demikian. Hal tersebut diduga kalsium silikat yang berasal dari Trass relatif rendah dan adanya kandungan Al dalam Trass relatif tinggi (Tabel 1).

Pada parameter kadar kalsium dapat ditukar (Ca-dd) dalam tanah, percobaan dengan Kaptan menunjukkan kadar Ca-dd makin tinggi dengan makin meningkatnya dosis Kaptan. Pada percobaan dengan Trass walaupun terjadi kenaikan konsentrasi Ca-dd dalam tanah, namun kenaikan tersebut relatif sedikit. Kadar Ca-dd lebih tinggi pada tanah yang diberikan perlakuan kaptan dibandingkan perlakuan yang diberikan Trass. Hal tersebut diduga karena pada Kaptan terjadi penurunan kemasaman tanah dan penurunan Al-dd sehingga Ca lebih tersedia dibandingkan pada Trass. Selain hal tersebut kadar Ca di dalam

kaptan lebih tinggi, yaitu sekitar 17% (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004), dibandingkan kadar Ca dalam Trass yaitu hanya sebesar 2,87% (Lampiran 2).

Fosfor tersedia (P-tersedia) tanah baik pada percobaan Trass maupun Kaptan meningkat sejalan dengan penambahan dosis pupuk fosfor dari dosis P0 hingga ke dosis P2. Kadar P-tersedia perlakuan dengan Trass lebih rendah dibandingkan kadar P-tersedia pada perlakuan kaptan (Gambar 3). Kamprath (1972) menyatakan bahwa pengapuran meningkatkan efisiensi dari pemupukan fosfor pada tanah masam yang memiliki jumlah aluminium yang dapat dipertukarkan (Al-dd) cukup banyak. Dengan demikian peningkatan ketersediaan fosfor berhubungan dengan penetralan jumlah Al-dd. Oleh karena itu dapat diduga bahwa ketersediaan fosfor yang rendah pada tanah yang diberikan perlakuan Trass dipengaruhi oleh jumlah Al-dd pada tanah yang diaplikasikan dengan bahan Trass tersebut.

Pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman dan jumlah daun tidak lepas dari pengaruh ameliorasi yang dilakukan. Pemberian Kaptan menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan Trass. Seperti diungkapkan sebelumnya, pada tanah dengan perlakuan Trass masih mengandung relatif banyak Al-dd sehingga pertumbuhan tanaman pun terganggu. Pemupukan fosfor memberikan efek yang nyata terhadap tinggi tanaman, semakin tinggi dosis yang diberikan maka maka tanaman pun semakin tinggi. Peningkatan dosis fosfor meningkatkan ketersediaan fosfor di tanah sehingga tanaman dapat menyerap lebih banyak fosfor dan dapat tumbuh lebih baik.

Jumlah daun pada minggu ke tujuh pada percobaan Kaptan dipengaruhi oleh kaptan dan fosfor secara tunggal, sedangkan pada Trass hanya dipengaruhi oleh fosfor. Permasalahan Al-dd pada Trass masih menjadi kendala. Rata-rata jumlah daun pada percobaan Trass lebih rendah daripada percobaan kaptan (Lampiran 6). Selain itu pada dosis Kaptan 1x Al-dd dan 2x Al-dd memberikan efek yang nyata lebih tinggi terhadap jumlah daun dibandingkan dengan tanpa kaptan. Walaupun tidak nyata, kenaikan dosis Trass cenderung menaikkan jumlah daun. Hal tersebut diduga karena seiring kenaikan dosis Trass P tersedia cenderung meningkat. Selain itu pupuk fosfor memberikan efek yang nyata

terhadap jumlah daun. Leiwakabessy dan Sutandi (2004) juga menambahkan bahwa unsur P berperan dalam pembelahan sel. Hal tersebut mencerminkan bahwa ketersediaan fosfor yang cukup dapat menimbulkan efek positif bagi pertumbuhan tanaman.

Pada variabel bobot segar brangkasan dan bobot kering brangkasan perlakuan Kaptan, Trass dan fosfor tidak berpengaruh nyata. Secara umum peningkatan dosis fosfor meningkatkan bobot segar dan bobot kering brangkasan. Namun pada perlakuan Kaptan dan Trass dengan dosis 2x Al-dd terlihat bahwa terjadi peningkatan bobot brangkasan sampai P1 dan kemudian menurun kembali pada P2. Hal tersebut mungkin dapat dikaitkan dengan peluang over liming pada Kaptan dan Al-dd yang tinggi pada perlakuan Trass sehingga ketersediaan P menurun.

Bobot segar dan kering akar pada percobaan Trass dipengaruhi oleh dosis fosfor saja, sedangkan pada percobaan Kaptan tidak ada faktor yang berpengaruh nyata. Rata-rata bobot segar dan bobot kering akar pada percobaan Kaptan lebih tinggi dari Trass. Hal tersebut diduga karena pada percobaan kaptan tercipta lingkungan tumbuh yang baik sehingga akar berkembang dengan baik. Secara umum semakin meningkatnya dosis fosfor yang diberikan bobot segar dan bobot kering akar juga semakin meningkat. Leiwakabessy, Wahjudin dan Suwarno (2003) menyebutkan bahwa fosfat yang cukup akan memperbesar pertumbuhan akar. Peningkatan dosis fosfor meningkatkan P tersedia sehingga perkembangan akar lebih baik.

Perlakuan Kaptan menghasilkan bobot polong dan biji yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Trass. Hal tersebut diduga karena pada perlakuan Kaptan tercipta lingkungan tumbuh yang lebih baik sehingga unsur P lebih tersedia bagi tanaman dan tanaman dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat berproduksi lebih baik pula. Menurut Suprapto (1985) pembentukan polong dan biji kedelai sangat dipengaruhi oleh ketersediaan P pada tanah.

Pengaruh Kaptan terlihat sangat nyata pada kadar Ca tanaman. Peningkatan dosis Kaptan yang diberikan sejalan dengan kenaikan kadar Ca tanaman. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh tingginya Ca dalam tanah yang

diperlakukan dengan Kaptan. Diungkapkan oleh Soepardi (1983) bahwa salah satu efek dari pengapuran adalah meningkatnya Ca dapat ditukar sehingga meningkatkan Ca yang diserap tanaman.

Serapan fosfor tanaman dipengaruhi secara nyata oleh dosis fosfor baik pada percobaan Kaptan maupun Trass. Hal tersebut diduga karena semakin tinggi dosis fosfor yang diberikan maka semakin tinggi pula ketersediaan P pada tanah sehingga tanaman dapat menyerap fosfor lebih banyak. Secara umum serapan P pada perlakuan Kaptan lebih tinggi dibandingkan dengan Trass. Hal tersebut sejalan dengan pola peningkatan kadar P tersedia pada percobaan Kaptan maupun Trass (Gambar 5).

Gambar 7 menunjukkan bahwa kenaikan kadar SiO2 tanaman lebih tinggi terjadi pada percobaan Trass dibandingkan percobaan Kaptan. Hal ini dapat terjadi diduga karena kandungan SiO2 di dalam bahan Trass tinggi sehingga ketersediaan silikat dalam tanah menjadi tinggi pula dan tanaman pun dapat menyerap lebih banyak silikat dari perlakuan Trass dibandingkan Kaptan (Lampiran 2). Pada kaptan kadar SiO2 tanaman cenderung tidak naik.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemberian kaptan meningkatkan pH tanah dan menurunkan aluminium dapat dipertukan (Al-dd) tanah, sedangkan Trass sedikit menaikkan pH dan menaikkan Al-dd tanah.

2. Ameliorasi dengan Kaptan dan Trass serta pemupukan P meningkatkan P tersedia tanah. P-tersedia dan Ca-dd tanah pengaruh Kaptan lebih tinggi

Dokumen terkait