• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Karakteristik Fosfor dalam Tanah dan Tanaman

Unsur P sering disebut sebagai kunci untuk kehidupan karena fungsinya yang sangat sentral dalam proses kehidupan. Unsur ini berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi. Penyimpanan dan peredarannya keseluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP. Unsur P berperan dalam pembelahan sel melalui peranan nukleoprotein yang ada dalam inti sel, selanjutnya berperan dalam menetukan sifat-sifat kebakaan dari generasi ke generasi melalui peranan DNA. Unsur ini juga menentukan pertumbuhan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Gejala defisiensi P mengakibatkan pertumbuhan terhambat (kerdil) karena pembelahan sel terganggu dan daun menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung daun (Hardjowigeno, 2003).

Menurut Tisdale et al. (1985) fosfor di dalam tanah dapat dikelaskan menjadi dua bentuk, yaitu bentuk organik dan inorganik. Bentuk organik ditemukan di dalam humus dan bahan organik yang berasosiasi atau tidak berasosiasi dengan humus. Tingkatan fosfor organik ini di dalam tanah bervariasi, berkisar antara 0 sampai lebih dari 0,2%. Sedangkan bentuk anorganik dari fosfor tanah terjadi pada beberapa kombinasi dengan besi, aluminium, kalsium, fluor, dan beberapa unsur lainnya. Kelarutan dari fosfor anorganik bervarisi mulai dari yang sangat larut hingga sangat tidak larut.

Hampir semua senyawa fosfor yang dijumpai di alam rendah daya larutnya umumnya kurang dari satu ppm. Selain itu fosfor juga dapat diikat sebagai anion yang dapat ditukarkan dan terikat dalam bentuk-bentuk yang tidak dapat diserap tanaman (Soepardi, 1983). Mobilitas hara P dalam tanah sangat rendah karena reaksi dengan komponen tanah maupun dengan ion-ion logam dalam tanah seperti Ca, Al, Fe dan lain-lain membentuk senyawa yang kurang larut dengan tingkat kelarutan berbeda-beda. Reaksi tanah (pH) memegang peranan sangat penting dalam mobilitas unsur ini (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Fosfor di dalam tanah umumnya berasal dari fosfat alam. Fosfat alam dapat berasal dari batuan beku, batuan sedimen, atau batuan metamorf. Berdasarkan komposisi umum mineral penyusun yang ditemukan dalam tambang fosfat, fosfat alam dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok yaitu : kalsium

fosfat, kalsium-aluminiun-besi fosfat dan besi aluminium fosfat. (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Pada umumnya ketersediaan fosfor bagi tanaman di dalam tanah rendah akibat fiksasi oleh aluminium, kalsium, dan besi, maka dapat dilakukan pemupukan fosfor di permukaan tanah. Pemupukan tersebut dapat membuat ketersediaan fosfor bagi tanaman meningkat sehingga dapat digunaan oleh tanaman (Tisdale et al., 1985).

2.3. Pengaruh Bahan Amelioran Pada Tanah dan Tanaman

Bahan amelioran merupakan bahan yang dapat memperbaiki sifat kimia, sifat biologi, dan sifat fisik tanah. Salah satu bahan amelioran yang umum digunakan adalah kapur pertanian. Pemberian kapur bagi tanah bermanfaat untuk memperbaiki sifat kimia, sifat fisik dan sifat biologi tanah (Soepardi, 1985).

Pengapuran bagi tanah masam memiliki tujuan untuk menurunkan kepekatan ion hidrogen sehingga dapat menaikkan pH tanah dan menurunkan potensi meracun dari aluminium, besi, dan mangan bagi tanaman. Kamprath (1972) menyarankan bahwa pengapuran sebaiknya dilakukan berdasarkan jumlah aluminium yang dapat dipertukarkan di dalam tanah. Lalu Kamprath (1970) dalam Sanchez (1992) menyatakan bahwa pengapuran berdasarkan pada 1,5 kali Al-dd dapat menetralisir 85-90% Al-dd yang terdapat di dalam tanah.

Terdapat beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai bahan pengapuran. Tisdale et al. (1985) menyebutkan beberapa bahan tesebut yaitu kalsium oksida (CaO), kalsium hidroksida (Ca(OH)2), kalsium dan kalsium-magnesium karbonat(CaMg(CO3)2), dan slag.

Bahan kapur haruslah mengandung kation yang dapat menekan aktivitas H+ dan Al di dalam larutan tanah (Tisdale et al., 1985). Kation-kation yang cocok untuk hal tersebut adalah Ca dan Mg. Pada umumnya kedua kation tersebut besenyawa dengan asam lemah seperti karbonat dan senyawa basa seperti oksida dan hidroksida sehingga memiliki keuntungan tidak meninggalkan residu terhadap tanah (Soepardi, 1983).

Tisdale et al. (1985) mengemukakan bahwa terdapat beberapa keuntungan dari pengapuran yang dilakukan pada tanah masam, baik itu langsung maupun

tidak langsung. Pengaruh langsungnya yaitu tentu saja dapat mengurangi keracunan aluminium dan mangan. Soepardi (1983) dan Tisdale et al. (1985) menyatakan bahwa beberapa pengaruh tidak langsung dari pengapuran adalah pada ketersediaan fosfor, hara mikro, meningkatkan kejenuhan basa, fiksasi nitrogen pada leguminosae, dan memperbaiki sifat fisik tanah. Kamprath (1972) menemukan bahwa pengapuran dapat meningkatkan efisiensi pupuk fosfor pada tanah masam yang memiliki jumlah Al-dd yang cukup besar. Peningkatan kelarutan fosfor tersebut sangat berhubungan dengan penetralan Al-dd.

Pada tanaman yang ditanam pada tanah masam pengapuran juga berpengaruh positif. Sartain dan Kamprath (1975) dalam Rangkuty (1983) menyebutkan bahwa penurunan kejenuhan Al akibat pengapuran dapat meningkatkan berat kering bagian atas tanaman kedelai, bertambahnya jumlah bintil akar yang berfungsi untuk mengikat N dari udara. Suprapto (1985) menambahkan apabila kedelai ditanam pada tanah yang memiliki pH dibawah 5,0 maka akan menghambat terbentuknya bintil akar dan proses nitrifikasi karena kekurangan molibdenum.

Selain kapur pertanian, Trass juga dapat sebagai bahan amelioran karena Trass mengandung kalsium dan silikat sehingga berpotensi sebagai bahan amelioran dan dapat meningkatkan kadar silikat pada tanah. Silikat merupakan beneficial nutrient bagi tanaman. Ma dan Takahashi (2002) dalam Mitani dan Ma (2005) menyatakan bahwa silikat dapat mengurangi efek dari cekaman abiotik seperti keracunan logam, cekaman kekeringan, kerusakan akibat radiasi, temperatur yang tinggi dan pembekuan. D’Hoore (1972) mengatakan bahwa efek menguntungkan silikat adalah silikat mempunyai kemampuan untuk mengontrol keracunan mangan. Selain itu, Yoshida (dalam Brady, 1978) menyatakan bahwa silikat meningkatkan ketahanan tanaman akan hama dan penyakit, mengatur keseimbangan air di dalam tanaman, mempertahankan ketegangan daun dan meningkatkan aktivitas fotosintesis.

Terdapat beberapa macam sumber silikat telah diteliti penggunaannya, antara lain terak alkalin, gel silika, Ca-silikat, wallastonit, dan semen (Suharto, 1980). Selain itu terdapat pula sumber pupuk silikat yang dapat digunakan yaitu

Trass. Trass adalah batuan gunung api yang telah mengalami perubahan komposisi kimia yang disebabkan oleh pelapukan dan pengaruh kondisi air bawah tanah. Bahan galian ini berwarna putih kekuningan hingga putih kecoklatan, kompak dan padu dan agak sulit digali dengan alat yang sederhana (http://www.garut.go.id /static/sda/pertambangan. php).

Van Bemmelen (1949) dan Dinas Pertambangan Popinsi Jawa Tengah (1991) dalam Rosyida (2007) masing-masing menyebutkan pada Tabel 1 berikut adalah unsur-unsur yang terkandung di dalam Trass yang berasal dari Gunung Muria:

Tabel 1. Perbandingan Unsur-unsur Kimia Pada Trass

Unsur-Unsur Pokok A B SiO2 ...%... 50,13 ...%... 52,7 P2O5 - 0,05 Al2O3 30,36 28,6 Fe2O3 3,89 4,33 MnO 0,37 0,2 MgO 0,14 0,02 CaO 0,29 0,5 Na2O 1 1,29 K2O 5,2 1,64 SO3 0,16 0,98 TiO2 - 0,28

Ket : A merupakan hasil analisis Van Bemmelen dan B adalah hasil analisis Dinas Pertambangan Jawa Tengah.

Menurut Van Bemmelen (1949) Trass alami umumnya terbentuk dari tufa volkanik yang berisi partikel-partikel dari debu. Indonesia memiliki banyak wilayah yang menyimpan potensi Trass, diantaranya adalah Nagrek, Pekalongan, Yogyakarta, dan Bogor. Selain itu Trass juga dapat diperoleh dibeberapa tempat di luar Pulau Jawa seperti Lampung dan Bukit Tinggi di Pulau Sumatera; Kabupaten Klungkung, Gianyar, dan Bangli di Pulau Bali; di wilayah Sulawesi Tenggara dan Minahasa di Pulau Sulawesi; serta di Pulau Flores, Nusa Tenggara (www.kimpraswil.go.id dalam Rosyida, 2007).

2.4. Karakteristik Tanaman Kedelai

Menurut Suprapto (1985) kedelai (Glycine max) diduga berasal dari kedelai liar yang tumbuh di Korea, Manchuria dan China. Masuknya kedelai ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dari kawasan Asia Timur, terutama para pendatang dari China pada saat perdagangan dengan Tiongkok sedang marak. Namun menurut laporan Rhumphius dalam Suprapto (1985), kedelai telah dikenal oleh petani di Jawa dan Bali sejak tahun 1750. Kedelai telah mejadi bahan makanan dan pupuk hijau di Indonesia sejak itu.

Kedelai memiliki klasifikasi sebagai berikut: Ordo : Polypetales

Famili : Leguminosae Sub famili : Papilionoideae Genus : Glycine

Species : max

Nama ilmiah : Glycine max (L) Merill

Kedelai merupakan tanaman yang termasuk tanaman biji berkeping dua (dikotil). Biji kedelai terbungkus oleh kulit biji yang berwarna kuning, hijau, atau coklat tegantung dari varietasnya. Kedelai memiliki embrio yang terdapat di antara kedua keping biji. Bentuk dari biji kedelai juga tergantung dari varietasnya, ada yang bulat lonjong, bulat sempurna, atau bulat pipih (Suprapto,1985).

Kedelai merupakan tanaman berakar tunggang. Panjang akar kedelai pada tanah yang gembur dapat mencapai 150 cm. Pada akarnya, kedelai memiliki bintil-bintil akar yang merupakan koloni bakteri Rhizobium. Bintil akar tersebut akan muncul pada sekitar 15-20 hari setelah tanam (Suprapto, 1985). Menurut Hidajat (1985), bintil akar tersebut akan terbentuk pada tanaman kedelai muda setelah ada akar rambut pada akar utama atau akar cabang.

Terdapat empat tipe daun yang berbeda, yaitu kotiledon atau daun biji, daun primer sederhana, daun bertiga, dan profila. Daun primer sederhana berbentuk oval berupa daun tunggal dan terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon. Lalu terbentuk daun-daun pada batang utama dan pada

cabang yaitu daun bertiga. Sedangkan daun profila merupakan daun yang terletak pada pangkal tiap cabang dan tidak memiliki tangkai (Hidajat, 1985).

Bunga kedelai termasuk bunga sempurna, artinya dalam setiap bunga terdapat alat kelamin jantan dan betina. Bunga kedelai terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih (Suprapto, 1985). Tidak semua bunga dapat menjadi polong, walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Hidajat (1985) menyatakan bahwa gejala rontok bunga pada kedelai dapat berkisar antara 20-80%. Penyebab rontoknya bunga ini belum jelas, namun diduga bahwa persaingan akan air memegang peranan.

Buah kedelai berbentuk polong, setiap buah berisi 1-4 biji, rata-rata berisi 2 biji. Polong kedelai mempunyai bulu, berwarna kuning kecokelatan, atau abu-abu. Apabila telah masak, warna polong akan berubah menjadi lebih tua (Suprapto, 1985). Periode pengisian polong setelah berbunga merupakan periode paling kritis dalam masa pertumbuhan kedelai. Kecukupan air sangat berpengaruh pada masa ini. keadaan kering pada periode ini dapat mengakibatkan ukuran biji menjadi lebih kecil dan bahkan dapat pula menyebabkan berkurangnya jumlah biji dalam tiap polong (Hidajat, 1985).

Menurut Suprapto (1985) secara umum Indonesia merupakan tempat yang cocok untuk tempat tumbuh kedelai karena kedelai menghendaki hawa yang cukup panas. Biji kedelai akan cepat berkecambah apabila tanah cukup lembab dan suhunya ada di atas 21oC. Selain itu, suhu tinggi kurangnya curah hujan pada saat menjelang panen akan mencegah terjadinya perkecambahan dan mencegah busuknya biji. Namun pada saat periode pengisisan polong, kebutuhan air harus terpenuhi agar produksi yang dihasilkan tetap baik.

Tanaman kedelai ini membutuhkan tanah yang memiliki drainase dan aerasi yang baik sebagai tempat tumbuh. Selain itu, pH tanah yang optimal untuk pertumbuhan kedelai adalah berkisar antara 5,8-7,0. Apabila kedelai ditanam pada tanah yang memiliki pH dibawah 5,0 maka akan menghambat terbentuknya bintil akar dan proses nitrifikasi karena kekurangan molibdenum (Suprapto, 1985).

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dimulai dari bulan Juni 2010 hingga bulan Januari 2011.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah bahan tanah Podsolik dari Jasinga, Trass, kapur pertanian, Urea, KCl, SP-18, dan bahan kimia yang digunakan untuk analisis tanah dan tanaman di laboratorium. Alat-alat yang digunakan terbagi menjadi alat-alat yang digunakan di lapangan dan alat-alat yang digunakan di laboratorium. Peralatan yang digunakan di lapangan adalah polybag, cangkul, kored, ajir, roll meter, dan kamera, sedangkan peralatan yang digunakan di laboratorium adalah labu takar, timbangan, cawan porselen, grinder, gelas piala, oven, tanur, tabung reaksi, buret, pipet, AAS, spectrophotometer,alat tulis, dan lain-lain.

3.3. Rancangan Perlakuan

Penelitian ini terdiri dari dua faktor, yaitu amelioran dan pupuk P. Bahan amelioran yang digunakan terdiri dari dua bahan yaitu Trass (T) dan Kaptan (K). Sebagai faktor pertama amelioran yang diberikan dalam tiga dosis yaitu tanpa amelioran (K0/T0), 1x Al-dd (K1/T1), dan 2x Al-dd (K2/T2). Dosis Kaptan dengan daya netralisasi 82,48% diberikan masing-masing 0 g/pot, 10,08 g/pot (3,36 ton/ha) dan 20,16 g/pot (6,72 ton/ha), sedangkan Trass dengan daya netralisasi 94,88% diberikan masing-masing 8,76 g/pot (2,92 ton/ha) dan 17,52 g/pot (5,84 ton/ha). Faktor kedua adalah pupuk P terdiri dari tiga dosis yaitu 0 kg SP-18/ha (P0), 250 kg SP-18/ha (P1), dan 500 kg SP-18/ha (P2). Kombinasi amelioran dan pupuk P menghasilkan 9 perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 27 pot percobaan. Percobaan terdiri dari 2 set, 1 set untuk Kaptan dan 1 set untuk Trass sehingga secara total terdapat 54 pot percobaan. Kombinasi perlakuan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rancangan Kombinasi Perlakuan Kaptan, Trass, Pupuk P, dan Pupuk Dasar yang Diterapkan

Perlakuan

Dosis Pupuk Dasar

Trass (ton/ha) Kaptan (ton/ha) SP-18 (kg/ha) Urea (kg/ha) KCl (kg/ha) Percobaan Kaptan K0P0 - 0 0 100 75 K0P1 - 0 250 100 75 K0P2 K1P0 - 0 500 100 75 - 3,36 0 100 75 K1P1 - 3,36 250 100 75 K1P2 K2P0 - 3,36 500 100 75 - 6,72 0 100 75 K2P1 - 6,72 250 100 75 K2P2 - 6,72 500 100 75 Percobaan Trass T0P0 0 - 0 100 75 T0P1 0 - 250 100 75 T0P2 T1P0 0 - 500 100 75 2,92 - 0 100 75 T1P1 2,92 - 250 100 75 T1P2 T2P0 2,92 - 500 100 75 5,84 - 0 100 75 T2P1 5,84 - 250 100 75 T2P2 5,84 - 500 100 75

3.4. Rancangan Percobaan dan Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Model matematika rancangan percobaan ini adalah sebagai berikut :

Y ijk = µ + αi +βj + (βα)ij + Eijk di mana :

Yijk = hasil pada faktor amelioran perlakuan ke-i dan faktor perlakuan pupuk fosfor ke-j

αi = pengaruh amelioran ke-i

βj = pengaruh perlakuan dosis fosfor ke-j

αβij = interaksi dari pengaruh faktor amelioran ke-i dengan pengaruh dosis fosfor ke-j

Variabel yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar brangkasan, bobot segar akar, bobot kering akar, bobot polong, dan bobot biji kedelai. Selanjutnya data tersebut dianalisis ragam. Pada faktor yang berpengaruh nyata selanjutnya dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan.

3.5 Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

Persiapan penelitian dilakukan pengambilan contoh bahan Trass dari Desa Girimulya, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor dan bahan tanah Podsolik dari Jasinga. Bahan Trass dijemur hingga kering, lalu dihaluskan dan diloloskan dengan ayakan 100 mesh, sedangkan untuk bahan tanah diangin-anginkan saja hingga kering udara kemudian diloloskan dengan ayakan 5 mm.

Bahan tanah ditimbang sebanyak 6 kg/pot BKM dan dicampurkan bahan amelioran dan pupuk P sesuai perlakuan. Pot-pot yang telah diberikan perlakuan kemudian disiram hingga keadaan kapasitas lapang (49%) dan kemudian diinkubasi di dalam ruangan tertutup selama tujuh hari.

Setelah masa inkubasi pot-pot tersebut ditempatkan secara acak di lapang dan ditanam dengan benih kedelai. Benih kedelai ditanam sebanyak 4 biji di dalam dua buah lubang tanam. Penanaman sebanyak 4 biji pada setiap pot bertujuan untuk menjaga apabila terdapat biji yang tidak dapat tumbuh sempurna sehingga dapat dipilih tanaman yang pertumbuhannya baik dan normal. Setelah kira-kira 7-14 hari dilakukan penjarangan dan dipertahankan dua tanaman yang terbaik pada setiap pot.

Pemeliharaan yang dilakukan adalah pemupukan susulan, penyiraman, penyiangan gulma, dan pengajiran. Pemupukan urea dan KCl dilakukan sebanyak dua tahap yaitu pada saat tanam sebanyak setengah dosis dan sisanya dilakukan pada saat umur tanaman mencapai 28 hari. Penyiraman dilakukan sebanyak satu kali setiap harinya pada sore hari. Selain itu dilakukan pula penyiangan gulma yang tumbuh di antara pot-pot perlakuan dan selanjutnya dilakukan pengajiran, hal ini dilakukan untuk menopang kedelai agar tidak rebah apabila terjadi hujan yang lebat serta angin kencang.

Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah hingga ujung daun terpanjang, sedangkan jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah

sempurna. Pengukuran dilakukan satu kali setiap minggu dari minggu ke 3 sampai minggu ke-12.

Kedelai dipanen pada saat berumur tiga belas minggu setelah tanam. Pemanenan dilakukan dengan cara dipisahkan akar dengan brangkasan (batang dan daun) setalah polongnya diambil terlebih dahulu. Akar dibersihkan dari tanah yang menempel hingga bersih dan dianginkan. Setelah tiris, akar ditimbang untuk mendapatkan bobot segar dari akar, sedangkan brangkasan dan polongnya langsung ditimbang setelah dipisahkan dari akarnya untuk mendapatkan bobot segarnya. Setelah semua bagian dipanen lalu brangkasan dan akar dioven dengan suhu 70oC selama 48 jam, sedangkan untuk polongnya hanya dilakukan penjemuran hingga kering.

Setelah dioven selama 48 jam, brangkasan dan akarnya ditimbang untuk mengetahui kadar air pada brangkasan dan akarnya, sedangkan untuk polongnya dikupas lalu ditimbang untuk mengetahui berapa bobot biji yang didapat.

3.6.Analisis Tanah dan Tanaman

Setelah panen selanjutnya dilakukan analisis tanah dan tanaman. Sebelum dilakukan analisis, sampel tanah dari tiap-tiap pot diambil kurang lebih sebanyak dua kilogram pada saat panen, lalu dikering udarakan selama beberapa hari. Jenis analisis, metode, dan jumlah sampelnya disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Analisis Tanah dan Metode yang Digunakan

Jenis Analisis Metode Jumlah Sampel

pH H20 1:1 18

P Bray 1 18

Ca N NH4OAc pH 7 18

Al-dd N KCl 18

Brangkasan yang sudah dalam keadaan kering dihaluskan terlebih dahulu menggunakan grinder setelah itu disimpan di dalam plastik yang tertutup rapat agar terhindar dari jamur yang dapat merusak sampel tanaman yang sudah halus tersebut. Jenis analisis tanaman, metode dan jumlah sampelnya disajikan pada Tabel 4, yaitu :

Tabel 4. Jenis Analisis Tanaman dan Metode yang Digunakan

Jenis Analisis Metode Jumlah Sampel P Pengabuan Basah dengan Kolorimetri 54

Si Gravimetri 54 Ca AAS 54

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dokumen terkait