• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit to user

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

3. Hasil Analisis Uji Perbedaan

 

Berdasarkan hasil penilaian ekspresi p27 (tabel 5.2 dan grafik 5.1) pada endometrioma nilai tertinggi 4,8 dan nilai terendah 0 dengan nilai rerata 1,99 (SD 1,29). Pada karsinoma ovarii didapatkan nilai tertinggi 8,3 dan nilai terendah 0 dengan nilai rerata 1,37 (SD 2,03). Sebaran data pada endometrioma 1,65 (0 – 4,8) dan 1,05 (0 – 8,3) pada karsinoma ovarii. Dapat disimpulkan nilai rerata ekspresi p27 pada karsinoma ovarii lebih rendah dari pada endometrioma. Seperti terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.3.Sebaran data ekspresi p27 pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1

Variabel Median SD Minimum Maksimum

Endometrioma 1,65 1,29 0 4,8

Karsinoma Ovarii 1,05 2,03 0 8,3

2. Hasil Uji Normalitas

Hasil uji normalitas dengan Shapiro-Wilk Test untuk ekspresi p27 endometrioma menunjukkan distribusi normal dan karsinoma ovarii menunjukkan distribusi tidak normal sehingga menggunakan analisis statistik dengan uji non parametrik tidak berpasangan, Mann-Whitney test (Sopiyudin, 2009).

3. Hasil Analisis Uji Perbedaan

Uji perbedaan menggunakan uji Mann-Whitney memiliki karakteristik yang dianggap memenuhi syarat bila data berdistribusi tidak normal. Uji ini

commit to user

47   

 

dapat dipakai untuk memperoleh perbedaan nilai ekspresi p27 antara endometrioma dan karsinoma ovarii.

Dengan uji Mann-Whitney, diperoleh angka Significancy 0,063. Karena p>0,05, dapat disimpulkan bahwa “tidak terdapat perbedaan bermakna antara ekspresi p27 kelompok endometrioma dan karsinoma ovarii.”

Gambar 4.1. Ekspresi p27 positif (panah hitam) dengan pewarnaan Imuno- histokimia pada endometrioma (pembesaran 400 kali)

Gambar 4.2. Ekspresi p27 positif (panah hitam) dengan pewarnaan Imuno- histokimia pada karsinoma ovarii (pembesaran 400 kali)

B. Pembahasan

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional untuk menganalisis perbedaan ekspresi p27 antara

commit to user

48   

 

endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1, dalam hal ini pemilihan karsinoma ovarii jenis serosum berdiferensiasi baik dan karsinoma ovarii jenis mucinosum berdiferensiasi baik sebagai sampel penelitian ini mempertimbangkan sediaan yang ditemukan pada subyek penelitian sebagian besar dengan hasil pembacaan patologi anatomi jenis ini. Karsinoma ovarii serosum berdiferensiasi baik dan karsinoma ovarii mucinosum berdiferensiasi baik berdasarkan pada etiopatogenesis yang sama digolongkan pada tipe 1 bersama dengan karsinoma ovarii jenis endometrioid dan clear cell dimana dalam kepustakaan disebutkan dua jenis karsinoma ovarii ini yang sering dihubungkan dengan kejadian transformasi dari endometrioma. Masing-masing kelompok sebanyak 16 kasus. Tehnik sampling dilakukan secara non random dengan convenient sampling. Hasil uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk

mengingat jumlah sampel sedikit (n < 50) diperoleh data penelitian terdistribusi tidak normal sehingga pengelolaan data menggunakan uji non parametrik, Mann-Whitney (Sopiyudin, 2001).

Didokumentasikan dari penelitian Sampson pada tahun 1925 pertama kali melaporkan bahwa endometrioma dapat berubah menjadi ganas. Kriteria menurut Sampson menyatakan bahwa endometrioma dan karsinoma ovarii dapat terjadi bersamaan dalam satu ovarium. Berdasarkan data epidemiologi, perubahan endometrioma menjadi karsinoma ovarii banyak terjadi pada jenis endometrioid dan clear cell. Hal ini juga didukung pada penelitian Heaps (1990), De la Cuesta et al (1996), Vercellini et al (1993) serta Moll et al (1990). Berbeda dengan penelitian Pecorelli et al mengenai jenis karsinoma

commit to user

49   

 

ovarii transformasi dari endometrioma yang disampaikan pada Annual Meeting FIGO tahun 1998, didapatkan 55% jenis serosa, 13% musinosum

sedang endometrioid dan clear cell hanya 14% dan 6%. Hal ini yang juga mendasari dari pemilihan sampel pada penelitian ini. Sekitar 60% dari Endometriosis Associated Ovarian Carcinoma (EAOC) dimana terjadi

karsinoma ovarii yang bersebelahan dengan endometriosis (double primer) atau keganasan ovarium timbul langsung dari endometrioma. Sisanya sebanyak

40% terjadi bersamaan dengan endometriosis extra-ovarian (Erzen dan

Kovavic, 1998). Penelitian oleh Fukunaga menyatakan insiden endometrioma dengan karsinoma ovarii sekitar 8-30%. Sedangkan Seidman dan Nishida menyatakan risiko transformasi ke arah keganasan dari endometrioma sekitar 0,7-1,6% dalam waktu 8 tahun.

Varma et al (2004) menyatakan bukti histopatologi dan epidemologi

menunjukkan hubungan yang kuat antara endometrioma dan karsinoma ovarium dalam dua hipotesis, yaitu :

1. Implan endometriosis secara langsung dapat mengalami transformasi

ganas, mungkin melalui fase transisi endometriosis atipikal

2. Endometrioma dan karsinoma ovarii, keduanya mempunyai faktor

mekanisme umum (kerentanan genetik (genetic susceptibility), imunitas atau disregulasi angiogenik, paparan toksin lingkungan) dengan perbedaan yang jelas di jalur molekuler hilir

Menurut Hanahan and Weinberg (2000) dalam teorinya The Hallmarks of Cancer terdapat persamaan molekuler antara endometrioma dan karsinoma

commit to user

50   

 

ovarii, mendefinisikan dalam 7 fitur kritis dari fenotip kanker. Berupa self sufficient growth signal, insensitivity to anti proliferative signals, resistance to

apoptosis, limitless replicative potential, sustained angiogenesis, tissue

invasion and metastasis dan genomic instability. Dimana multistep progression

ini sebagian besar dipengaruhi oleh adanya LOH, aktivitas oncogen dan inaktivitas tumor suppressor gen. Sedang p27 sendiri sebagai tumor suppressor gen terkait pada fitur insentivity to anti proliverative signals dan genomic

instability.

Proses transformasi sel normal menjadi sel karsinoma adalah akibat perubahan yang terjadi pada salah satu atau tiga gen pengatur yaitu protoonkogen growth factor, tumor supressor gen dan apoptosis (Robin dan

Kumar, 2007).

Pembelahan sel bergantung pada aktivasi siklin, yang mengikat cyclin-dependen kinase (CDK) untuk menginduksi perkembangan siklus sel menuju fase S dan kemudian memulai mitosis. Karena aktivitas CDK tidak terkendali sering menjadi penyebab kanker manusia, fungsi mereka diatur secara ketat oleh inhibitor CDK seperti p21 dan p27 Cip/protein Kip yang berperan sebagai tumor supressor gen. Pada tingkat selular, perbedaan terjadi pada ekspresi p27

yang aktif dan tidak aktif lesi endometriosis (Matsuzaki et al, 2001). Pada penelitian lainnya terjadi peningkatan ekspresi p27 pada endometrioma dibandingkan dengan karsinoma ovarii (Fauvet et al, 2003). Pada penelitian ini didapatkan nilai rerata prosentase ekspresi p27 sebesar 1,99 (SD 1,29) dan pada karsinoma ovarii 1,37 (SD 2,03) dengan sebaran data pada endometrioma

commit to user

51   

 

1,65 (0 – 4,8) dan 1,05 (0 – 8,3) pada karsinoma ovarii. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ekspresi p27 pada karsinoma ovarii lebih rendah dari pada endometrioma. Setelah dilakukan uji beda pada 2 kelompok tersebut dengan uji Mann-Whitney didapatkan p = 0,063 dimana p > 0,05 menunjukkan tidak ada

perbedaan antara nilai ekspresi p27 pada endometrioma dan karsinoma ovarii. Ekspresi p27 yang rendah menyebabkan tidak adanya hambatan langsung pada aktivitas enzimatik kompleks cyclin-CDK sehingga terjadi keadaan hiperfosforilasi pRb yang menyebabkan tidak adanya hambatan ekspresi gen yang dikendalikan oleh E2F. Hal ini yang menyebabkan proliferasi sel berlangsung terus menerus tanpa kendali (Patah et al, 2004).

LOH umumnya menunjukkan wilayah inaktivasi tumor supressor gen, dan telah diidentifikasi pada endometriosis berasal dari sel galur di 5q, 6q 9p, 10q, 11q, 22q, p16 (INK4), galaktosa-1-fosfat transferase, p53 dan semua apolipoprotein. Kasus karsinoma ovarii bersamaan dengan endometriosis atau keganasan timbul dari endometrioma menunjukkan perubahan genetik LOH secara umum pada endometrioma maupun karsinoma ovarii, menunjukkan kemungkinan tranformasi endometrioma menjadi karsinoma ovarii (Jiang et al 1996). Penelitian Prowse et al (2006) menggunakan 82 penanda mikrosatelit mencakup genom untuk menguji LOH pada karsinoma ovarii dan endometriosis. 63 LOH terdeteksi dalam sampel karsinoma, 22 diantaranya terdeteksi dalam sampel endometrioma. Menariknya, tidak ada penanda menunjukkan LOH dalam endometrioma yang tidak terdeteksi di karsinoma ovarii. p27 sendiri terletak di lengan kromosom

commit to user

52   

 

12p13 dan merupakan famili CDK inhibitor dimana banyak pada banyak penelitian tidak terdeteksi oleh mikrosatelit, sehingga perannya tidak secara langsung pada LOH (Kanamouri et al, 2001). Terjadinya LOH (Loss of Heterozygosity) lengan pada endometrioma dan inaktivasi dari PTEN

merupakan awal proses degenerasi keganasan pada endometrioma (Andrijono, 2009).

PTEN yang merupakan tumor supresor gen yang terletak di 10q23, mengkode aktivitas fosfatase dual dan telah terlibat dalam regulasi siklus sel mempunyai sifat adhesi sel termasuk migrasi. PTEN merupakan tumor suppressor gene yang berperan sebagai fosfatase untuk phosphatidylinositol-3

,4,5-trisphosphate (PIP3). Peran PTEN sebagai kontrol negatif pada siklus sel di transisi G1/S mengatur tingkat p27, inhibitor CDK. Baru-baru ini, teridentifikasi suatu ligase E3 ubiquitin, kompleks SCFSKP2, yang menjadi perantara p27 ubiquitin-dependen proteolitik. Bahwa PTEN dan jalur PI 3-kinase mengatur stabilitas protein p27. Rendahnya ekspresi PTEN pada stem cell embrio tikus (ES) menyebabkan penurunan tingkat p27 seiring dengan

peningkatan SKP2, sebuah komponen kunci dari kompleks SCFSKP2.

Sebaliknya, ekspresi PTEN mengarah ke p27 akumulasi, yang disertai dengan pengurangan SKP2 sehingga menurunkan aktivitas kinase dari cyclin E/CDK 2 yang menginduki cell arest. Protein kompleks atau SKP2 rekombinan SCFSKP2 dapat memperbaiki cacat di p27 ubiquitination dengan inhibitor PI3-kinase . SKP2 berfungsi sebagai komponen penting dalam jalur /

commit to user

53   

 

PTEN PI 3-kinase untuk pengaturan p27 dan proliferasi sel (Mamillapalli et al, 2001).

Hilangnya fungsi PTEN mengarah peningkatan aktivitas Akt hingga kelangsungan hidup sel. Cyclin dependent kinase inhibitor, p27KIP1, yang merupakan target Akt, telah diusulkan sebagai mediator hilir dimana apabila PTEN negatif tetap dapat mengatur progresi siklus sel. Sehingga dapat disimpulkan terjadinya LOH pada lengan 10q23 menyebabkan penurunan fungsi PTEN yang berakibat terdegradasinya p27 yang akhirnya menyebabkan tidak terkontrolnya proliferasi sel (Sato et al, 2000).

Pada kanker manusia, aktivasi konstitutif dari phosphoinositol 3 kinase (PI3K) dan efektor yang PKB / Akt timbul melalui aktivasi reseptor tirosin kinase onkogenik, aktivasi Ras, kehilangan mutasi dari PTEN, atau melalui mengaktifkan mutasi efektor PI3K, protein kinase B (PKB ) / Akt (selanjutnya disebut Akt) itu sendiri. Akt dapat meningkatkan cyclin tingkat D1 dan downregulate p27 dengan meningkatkan p27 proteolitik atau menekan ekspresi

p27 melalui fosforilasi Akt dari faktor transkripsi forkhead. Namun, di sebagian besar kanker, penurunan p27 bukan hasil dari silencing transkripsi. Di sini kita menunjukkan bahwa Akt menyebabkan resistensi untuk menangkap G1 cytokine-mediated. p27 fosforilasi oleh Akt merusak impor nuklirnya dan mengarah ke sitoplasma p27 akumulasi. Pada kanker manusia, mislocalization sitoplasmik dari p27 dikaitkan dengan aktivasi Akt, kehilangan hasil diferensiasi dan keadaan pasien yang buruk.

commit to user

54   

 

Sedangkan PI3K sinyal dapat menghambat transkripsi p27 atau mempercepat degradasi di tipe sel yang berbeda, Akt dapat mengikat p27 dan fosforilasi T157. Yang menyebabkan p27 terdegradsi keluar dari inti sel (Liang et al, 2002) PTEN PIP2 PIP3 Menghambat apoptosis P p27 AKT sitoplasma P PROLIFERASI >> inti

Gambar 4.1 Peran jalur PI3K pada proliferasi sel

Keterangan : Peran tumor supressor gen PTEN pada jalur PI3K menghambat reaksi fosfatase yang berhilir pada akt yang berfungsi proliferasi dan menghambat apoptosis. Fungsi proliferasinya memfosforilasi dari p27 sehingga terdegradasi ke sitoplasma sehingga tidak ada yang menghambat reaksi enzimatis Cylin E-CDK2 di inti sel yang berakibatnya hilangnya hambatan transkripsi dan terjadilah proliferasi berlebihan.

Pada penelitian ini didapatkan rerata ekspresi p27 pada endometrioma lebih tinggi dari pada ekspresi p27 pada karsinoma ovarii tipe 1. Kurose (2001) menyatakan penurunan ekspresi dari PTEN di lengan kromosom 10q23 berhubungan dengan peningkatan fosforilasi akt namun berhubungan dengan

    EGF 

PI3K

Cylin E‐CDK2

commit to user

55   

 

penurunan dari ekspresi p27 pada inti sel. Penurunan ekspresi PTEN akan mengaktivasi sinyal pertumbuhan yang dimediasi oleh akt melalui PIP3, dan menyebabkan translokasi serta ekspresi p27 abnormal di dalam sitoplasma. Adanya hal tersebut akan menurunkan fungsinya sebagai suatu tumor supressor protein yang berperan dalam cell cycle arrest dan induksi repair

DNA. Semakin banyaknya protein p27 dalam inti yang terdegradasi atau keluar ke sitoplasma, regulasi cyclin E-CDK 2 yang terjadi tanpa hambatan p27 di inti sel menyebabkan pRb dalam keadaan hiperfosforilasi, dalam keadaan normal pRb dalam kondisi hipofosforilasi. Hal ini menyebabkan tidak adanya hambatan fungsi biologis faktor transkripsi E2F, kondisi ini berakibat sel berproliferasi tanpa kendali dan mengalami akumulasi kerusakan DNA, serta meningkatkan resistensi terhadap apoptosis. Kondisi ini menunjukkan endometrioma dimungkinkan dapat berlanjut menjadi karsinoma ovarii tipe 1.

BAB V PENUTUP

commit to user

56   

  A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ekspresi p27 pada karsinoma ovarii lebih rendah dibandingkan dengan ekspresi p27 pada endometrioma walaupun tidak didapatkan perbedaan secara bermakna yang menunjukkan adanya kesamaan aspek molekuler yang dimiliki oleh endomerioma dan karsinoma ovarii tipe 1. Aspek molekuler yang dimiliki oleh p27 berperan dalam cell cycle arest. Pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1, rendahnya ekspresi p27 mengindikasikan rendahnya frekuensi terjadinya cell cycle arest yang menyebabkan proliferasi sel tidak terkontrol

lebih progresif dari pada endometrioma. Kondisi ini menunjukkan endometrioma masih dimungkinkan menjadi karsinoma ovarii tipe 1.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada endometrioma dan karsinoma ovarii untuk mempelajari hubungan endometrioma dan karsinoma ovarii berkaitan dengan ekspresi p27 dengan desain penelitian eksperimental untuk menentukan cut off point ekspresi p27 pada endometrioma yang bertansformasi menjadi karsinoma ovarii.

Dokumen terkait