• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil belajar kognitif pada kelas dengan penggunaan modul berbasis GDL tes awal memiliki rerata 45 dan tes akhir 76, sementara kelas baseline tes awal dengan rerata 51 dan tes akhir 72. Kelas dengan penggunaan modul berbasis GDL lebih efektif dibanding kelas baseline. Selisih tes awal dan tes akhir pada kelas dengan penggunaan modul berbasis GDL sebesar 31 tingkat keefektifan 59,6% sedangkan kelas baseline 21 tingkat keefektifan 40,4%.

Kelas dengan penggunaan modul berbasis GDL lebih efektif dibandingkan kelas baseline. Hasil ini sependapat dengan Santrock (2007), belajar sebagai pengaruh permanen atas perilaku, pengetahuan dan keterampilan berpikir yang diperoleh melalui pengalaman. Hasil belajar kognitif senada dengan pendapat Ibrahim dan Syaodah (2010), bahwa dalam pengajaran siswalah yang menjadi subjek, dialah pelaku kegiatan belajar, dengan demikian hasil belajar kognitif akan meningkat.

Penelitian ini sependapat dengan Aunurrahman (2009), bahwa belajar dikatakan aktif jika siswa menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Siswa akan belajar dengan baik apabila diberikan kesempatan menghubungkan fakta dan fenomena dengan situasi nyata (konstruktif). Untuk meningkatkan perolehan belajar, siswa harus menyadari tujuan yang ingin dicapainya. Perbandingan aspek kognitif antara kelas dengan penggunaan modul berbasis GDL dan kelas baseline dapat dilihat pada Gambar 4.16.(lihat lampiran 15 halaman 315).

Gambar 4.16. Histogram Perbandingan Rerata Aspek Kognitif Kelas dengan Penggunaan Modul Berbasis GDL dan Baseline

Kelas dengan penggunaan modul berbasis GDL diakhir pembelajaran diberikan tes untuk mengukur ketercapaian indikator. Pembelajaran materi rangka diperoleh rerata 76. Materi persendian diperoleh rerata 77. Materi otot rerata 80 dan materi penyakit/gangguan pada sistem gerak diperoleh rerata 81. (lihat lampiran 15 halaman 315). Kelas baseline pada materi rangka diperoleh rerata 68. Materi persendian diperoleh rerata 69. Materi otot rerata 72 dan materi penyakit/gangguan pada sistem gerak diperoleh rerata 73 (lihat lampiran 16 halaman 321). Hasil

45 76 51 72 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Rerata tes awal Rerata tes akhir

GDL Baseline Nilai

penelitian ini sependapat dengan Castronova Joyce (2002), pembelajaran penemuan menekankan proses bukan produk akhir, sehingga mendorong penguasaan dan penerapan. Lihat tabel 4.3.

Tabel 4.3. Rerata Aspek Kognitif pada Setiap Pertemuan

Kelas Rangka Persendian Otot Penyakit/gangguan pada sistem gerak

Modul GDL 76 77 80 81

Baseline 68 69 72 73

Selama proses pembelajaran sistem gerak manusia terjadi peningkatan nilai rerata kedua kelas yang dapat dilihat pada Gambar 4.17.

Gambar 4.17. Histogram Perbandingan Rerata Kognitif pada Proses Pembelajaran

Terjadinya perbedaan signifikan antara kelas dengan penggunaan modul berbasis GDL dan kelas baseline disetiap pertemuan disebabkan adanya kegiatan yang menunjang siswa kelas dengan penggunaan modul berbasis GDL dalam melakukan penyelidikan dan mengalami sendiri proses penemuan konsep. Proses pembelajaran dipandu menggunakan modul GDL, mengarahkan siswa dalam

68 69 72 73 76 77 80 81 60 65 70 75 80 85

rangka sendi otot penykt

Baseline modul GDL Nilai

Penelitian ini sependapat dengan Surya (2008), penggunaan modul untuk belajar mandiri. Modul dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri agar tercapainya tujuan pembelajaran. Modul GDL membantu siswa dalam memahami materi, langkah-langkah GDL dalam proses penemuan konsep serta adanya panduan pada modul tersebut, mengarahkan siswa pada proses penemuan konsep.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Mayer et al (2004). Pembelajaran

discovery terbimbing umumnya lebih efektif dari pada discovery murni. Siswa

bekerja sama dalam kelompoknya melakukan kegiatan menanya, megamati, menyelidiki, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan hasil diskusi kelompok (penyelidikannya). Penelitian ini juga sependapat dengan Bruner (Dahar, 2011).

Guided discovery learning (GDL) apabila selama kegiatan belajar berlangsung

siswa dibiarkan mencari atau menemukan sendiri makna segala sesuatu yang dipelajari dengan sedikit bantuan guru.

Modul GDL memandu siswa melakukan kegiatan stimulasi yaitu siswa diajak mengamati benda nyata terkait dengan materi, kemudian melakukan identifikasi masalah untuk menentukan arah penyelidikan, modul memandu siswa dengan pertanyaan pada bahan diskusi agar siswa lebih terarah ke konsep/teori. Siswa melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan informasi, melakukan praktikum, menyelidiki torso, mengamati otot pada mikroskop. Penelitian ini sependapat dengan I Nyoman Suardana et al (2006) dan Kuwato et al (2007), modul pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar yang disertai perubahan tingkah laku. Modul GDL dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari aspek kognitif.

Modul GDL pada tahap pengumpulan data dilakukan dengan mencari informasi dari sumber lain (buku yang relevan, internet, dan dalam kehidupan

sehari-hari). Setelah data dikumpulkan, selanjutnya data diolah, dikelompokkan, dianalisis, dan ditabulasikan. Data kemudian diverifikasi atau dibuktikan dengan membandingkan dengan teori yang sudah ada, apakah sudah benar atau masih salah. Selanjutnya digeneralisasi (disimpulkan), sehingga siswa akan menemukan konsep yang benar menurut siswa. Konsep/teori yang ditemukan siswa dikomunikasikan dalam diskusi kelas melalui presentasi kelompok. Guru sebagai motivator dan fasilitator melakukan konfirmasi untuk meluruskan dan menegaskan konsep/teori yang telah ditemukan oleh siswa.

Siswa pada kelas dengan penggunaan modul berbasis GDL lebih aktif terlibat secara langsung, mengalami sendiri proses penemuan konsep/teori baru. Teori/konsep tersebut akan lebih bermakna dan tersimpan dalam benaknya. Hal ini senada dengan pendapat Agus (2013) bahwa model pembelajaran berbasis GDL adalah model mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, namun ditemukan sendiri. Khasnis et al (2011), menyatakan bahwa model guided discovery dalam pembelajaran meningkatkan kecerdasan siswa (aspek kognitif). Hal inilah yang menyebabkan siswa dari kelas dengan penggunaan modul berbasis GDL memiliki nilai rerata yang lebih tinggi dari kelas baseline.

Kelas baseline pembelajaran menggunakan buku paket (BSE, Saeful: Belajar IPA, 2009) dan LKS (Tiara, IPA Biologi, 2013) yang biasa digunakan di sekolah. Guru memberikan informasi langsung pada siswa, sehingga siswa pasif menerima informasi. Selain itu siswa mengerjakan kegiatan yang ada pada LKS berupa latihan soal, dan mengisi tabel yang menuntut aspek kognitif. Siswa pada kelas ini menerima pengetahuan hanya satu arah, siswa tidak aktif, siswa hanya

menghafalkan materi dan mengerjakan soal seperti yang mereka hafalkan. Teori/konsep didapatkan berasal dari penjelasan guru, sehingga siswa hafal tetapi sedikit pengetahuan terekam dalam memorinya.

BSE sama dengan modul sedangkan LKS merupakan media pembelajaran. Peningkatan aspek kognitif juga terjadi pada kelas baseline. Gambar 4.18. menunjukkan bahwa kelas dengan penggunaan modul berbasis GDL lebih efektif meningkatkan hasil belajar dibandingkan kelas baseline, tetapi dalam prosesnya siswa mengalami perbedaan. Proses pembelajaran yang dialami siswa sejalan dengan teori kognitivisme. Teori kognitivisme berpendapat bahwa anak SMP (usia sekitar 12-15 tahun) pada tahap berpikir formal operasional, sudah menunjukkan kemampuan berpikir orang dewasa, dapat mengaplikasikan konsep dan prinsip pada situasi baru, dapat mengendalikan variabel, mengemukakan hipotesis, dan merancang/melaksanakan eksperimen. Anak memprediksikan sesuatu yang abstrak atau menduga yang akan terjadi, kemampuan berpikir sistematis, memikirkan semua kemungkinan untuk memecahkan masalah serta mengkaitkan informasi yang didapatkan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Penelitian pengembangan modul GDL, siswa dari kelas dengan penggunaan modul berbasis GDL lebih aktif, mengalami sendiri proses penemuan konsep/teori, sehingga pengetahuan itu akan menjadi milikinya sendiri (teori konstruktivisme).

Gagne mengemukakan bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa dapat berupa pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural (Dahar, 2011). Pengetahuan deklaratif dapat dilihat saat siswa melakukan presentasi di depan kelas, sementara pengetahuan prosedural saat siswa melakukan kegiatan

pengamatan. Langkah-langkah sistematis dalam pengamatan merupakan pencerminan dari pengetahuan prosedural (keterampilan intelektual).

Dokumen terkait