• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Belajar IPA

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 39-44)

4.2 Hasil Analisis Data

4.2.2 Hasil Belajar IPA

Pada kondisi prasiklus, hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Kebondowo 01, masih banyak siswa yang memperoleh nilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=68). Hanya ada 2 siswa yang memperoleh nilai di atas KKM atau dengan persentase 10% dan 18 siswa dengan persentase 90% belum mencapai KKM. Rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada prasiklus adalah 52,75 dengan nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 30. Setelah diterapkannya pembelajaran make a match pada mata pelajaran IPA, hasil belajar IPA mengalami peningkatan, pada siklus I ada 16 siswa dengan persentase 80% yang mencapai KKM dan 4 siswa dengan persentase 20% belum mencapai KKM. Rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada siklus I meningkat menjadi 73,6 dengan nilai tertinggi 88 dan nilai terendah 40. Pada siklus II hasil belajar mengalami peningkatan. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 18 siswa dengan persentase 100% dan tidak ada siswa yang tidak mencapai KKM. Rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada siklus II adalah 85,2 dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 68. Perbandingan ketuntasan hasil belajar siswa pada kondisi prasiklus, siklus I, dan siklus II dapat dilihat pada tabel 4.20

30% 15% 0 60% 55% 10% 10% 30% 90% 0% 20% 40% 60% 80% 100%

Pra Siklus Siklus I Siklus II

P er sent a se Tahapan Penelitian Rendah Sedang Tinggi

Tabel 4.20

Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II

Kategori Nilai

Prasiklus Siklus I Siklus II

Jml. Siswa Persentase (%) Jml. Siswa Persentase (%) Jml. Siswa Persentase (%) Tidak tuntas <68 18 90 4 20 0 0 Tuntas ≥68 2 10 16 80 100 100 Jumlah 20 100 20 100 20 100 Rata-rata 52,75 73,6 85,2 Nilai tertinggi 80 88 100 Nilai terendah 30 40 68

Berdasarkan tabel 4.20 mengenai perbandingan ketuntasan hasil belajar IPA prasiklus, siklus I, dan siklus II, jumlah siswa yang mencapai KKM mengalami peningkatan. Sebelum dikenai tindakan hanya ada 2 siswa yang mencapai KKM dengan persentase 10%. Setelah dikenai tindakan pada siklus I, jumlah siswa yang mencapai KKM mengalami peningkatan menjadi 16 siswa dengan persentase 80%, dan pada siklus II jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat menjadi 20 siswa dengan persentase 100%.

Untuk lebih jelasnya mengenai perbandingan persentase ketuntasan hasil belajar IPA prasiklus, siklus I, dan siklus II, maka dapat dilihat pada gambar 4.10.

Gambar 4.10

Perbandingan Persentase Ketuntasan Belajar Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II 10% 80% 100% 90% 20% 0% 0% 20% 40% 60% 80% 100%

Prasiklus Siklus I Siklus II

P er sent a se Tahapan Penelitian Tuntas Belum Tuntas

Perolehan rata-rata hasil belajar tiap siklus juga mengalami peningkatan. Pada prasiklus, perolehan rata-rata hasil belajar adalah 52,75, setelah dilaksanakan siklus I rata-rata hasil belajar meningkat menjadi 73,6. Setelah dilaksanakan siklus II rata-rata hasil belajar meningkat lagi menjadi 85,2. Berikut disajikan gambar mengenai perbandingan rata-rata hasil belajar IPA prasiklus, siklus I, dan siklus II:

Gambar 4.11

Peningkatan Rata-rata Hasil Belajar IPA Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II

4.3 Pembahasan

Dari data yang dipaparkan oleh peneliti, pembelajaran make a match dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA. Pada kondisi awal sebelum diterapkannya pembelajaran make a match, hanya ada 2 siswa yang berada pada kategori keaktifan tinggi atau dengan persentase 10%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi awal sebagian besar siswa belum aktif selama kegiatan pembelajaran. Pada siklus I, jumlah siswa yang berada pada kategori keaktifan tinggi meningkat lagi dengan persentase 30% atau sebanyak 6 siswa. Sedangkan untuk hasil belajar sebelum tindakan, siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=68) hanya ada 2 siswa atau dengan persentase 10%. Rata-rata yang diperoleh dari hasil belajar sebelum tindakan adalah 52,75. Kemudian setelah dilakukan pembelajaran siklus I, jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat menjadi 16 siswa dengan persentase 80%. Rata-rata yang diperoleh dari hasil belajar siklus I adalah sebesar 73,6. Aktivitas guru pada siklus I

52,75 73,6 85,2 0 20 40 60 80 100

Prasiklus Siklus I Siklus II

R

ata

-r

ata

pertemuan pertama sudah baik, tetapi aktivitas siswa pada siklus I pertemuan ke II baru berada pada kategori cukup. Pada siklus I pertemuan ke dua aktivitas guru dan aktivitas siswa mengalami peningkatan, keduanya sudah berada pada kategori baik. Hal ini berarti penerapan pembelajaran make a match sudah dilaksanakan dengan baik oleh guru maupun siswa.

Hasil belajar pada siklus I sudah mencapai indikator kinerja yang ditetapkan oleh peneliti, yakni minimal 80% siswa sudah mencapai KKM Tetapi, Keaktifan belajar pada siklus I belum mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan oleh peneliti, yakni minimal 80% siswa berada pada kategori keaktifan tinggi. Tetapi pada siklus I hanya ada 30% siswa yang mencapai indikator keaktifan tinggi. Untuk itu, penelitian dilanjutkan ke siklus II karena indikator kinerja belum tercapai seluruhnya.

Hasil observasi keaktifan siswa pada siklus II yaitu jumlah siswa yang berada pada kategori keaktifan tinggi meningkat lagi sebanyak 18 siswa atau dengan persentase 90%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah siswa yang berada pada kategori keaktifan tinggi mengalami peningkatan. Pada pembelajaran siklus II, jumlah siswa yang mencapai KKM adalah sebesar 20 siswa dengan persentase 100%. Aktivitas guru dan siswa pada siklus II baik pertemuan I maupun pertemuan ke II sudah berada pada kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan penerapan pembelajaran make a match sudah dilaksanakan dengan baik. Penelitian yang dilakukan pada siklus II seluruhnya sudah mencapai indikator kinerja. Baik keaktifan siswa, hasil belajar, maupun aktivitas guru dan siswa sudah mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan oleh peneliti.

Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran make a match dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa karena sudah mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan oleh peneliti. Untuk indikator kinerja keaktifan belajar, peneliti menetapkan bahwa pembelajaran dengan penerapan pembelajaran make a match dikatakan berhasil jika jika minimal 80% siswa berada pada kategori keaktifan tinggi. Sedangkan indikator kinerja dari hasil belajar, peneliti menetapkan bahwa penerapan dengan pembelajaran make a match dikatakan berhasil jika minimal 80% siswa mencapai KKM.

Hasil dari penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Johnson dan Johnson (dalam Anita Lie, 2002:7) bahwa suasana belajar cooperative learning menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar yang penuh persaingan dan memisah-misahkan siswa. Dengan suasana kelas yang dibangun sedemikian rupa, maka siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga terbentuk hubungan yang positif dan menambah semangat siswa dalam belajar. Suasana seperti ini akan memperlancar pembentukan pengetahuan secara aktif sehingga hasil belajar akan meningkat. Pembelajaran make a match merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif. Dengan pembelajaran make a match, siswa lebih aktif untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Disamping itu, make a match juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat serta berinteraksi dengan siswa yang menjadikan aktif dalam kelas. Keunggulan pembelajaran make a match menurut Anita Lie (2002:54) adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan dan dapat digunakan dalam semua mata pelajaran serta untuk semua tingkatan usia. Pembelajaran make a match memiliki kelebihan (Miftahul Huda, 2013:253) antara lain: 1) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik; 2) karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan; 3) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa; 4) efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi; dan 5) efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. Jadi, jelas bahwa pembelajaran make a match dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa. Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, pebelajar dituntut untuk aktif. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri (Dimyati dan Mudjiono, 2009:44). Mc Keachie (Dimyati dan Mudjiono, 2009:45) mengemukakan bahwa individu merupakan manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu, sosial. Guru yang memberikan kesempatan belajar pada siswa berarti mengubah peran guru dari bersifat didaktis menjadi lebih menjamin bahwa

setiap siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan di dalam kondisi yang ada. Hal ini berarti kesempatan belajar yang diberikan oleh guru kepada siswa, akan menuntut siswa selalu aktif mencari, memperoleh, dan mengolah perolehan belajarnya (Dimyati dan Mudjiono, 2009:62).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Noviana Irianti (2012) dalam skripsi yang berjudul, ―Penerapan Model Pembelajaran Make a Match (Mencari Pasangan) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Semester 2 SD N 05 Mulyoharjo Jepara‖. Hasil penelitiannya adalah terjadi peningkatan keaktifan dan hasil belajar Matematika. Peningkatan hasil belajar siswa tampak pada kondisi awal dengan skor rata – rata nilai siswa 57,5, siklus I dengan rata – rata nilai 66,2, dan siklus II dengan rata— rata nilai 78,5. Peningkatan hasil belajar pada kondisi awal ke siklus I sebesar 61,5% dan dari siklus I ke siklus II 88,5%. Keaktifan siswa juga mengalami peningkatan, terlihat pada presentase rata – rata keaktifan pada kondisi awal sebesar 55,49%, siklus I dengan rata – rata 73,07%, dan siklus II dengan rata – rata 86,26%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan pembelajaran make a match dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.

Selain sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Noviana Irianti, penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suratman (2012), dalam skripsi yang berjudul ―Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Pendekatan Make a Match pada Siswa Kelas V SDN Timbang 01 Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan model make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V. Terbukti pada hasil belajar siklus I persentase ketuntasan hasil belajar siswa 70,59% dengan 12 siswa yang mengalami tuntas belajar dan 5 siswa atau 29,41% siswa yang belum tuntas. Pada siklus II ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 100% atau 17 siswa sudah tuntas.

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 39-44)

Dokumen terkait