BAB II KAJIAN TEORI
C. HASIL BELAJAR
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang
membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar” . pengertian hasil (product) menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkannya berubahnya input secara fungsional. Hasil produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan
mengubah bahan (raw material) menjadi barang jadi (finished good). Hal
yang sama berlaku untuk memberikan batasan bagi istilah hasil panen, hasil penjualan, hasil pembangunan, termasuk hasil belajar. Dalam siklus input-proses-hasil, hasil dapat dengan jelas dibedakan dengan input akibat
21
Zaini Hisyam, bermawy Munthe, dan Sekar Ayu Aryani, Strategi Pembelajran Aktif,
perubahan oleh proses. Begitu pula dalam kegaiatan belajar mengajar, setelah mengalami belajar, peserta didik berubah perilakunya disbanding sebelumnya. Hubungan itu digambarkan oleh Grounlound sebagai berikut: Belajar adalah proses dalam individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Perubahan ini diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman.
Belajar merupakan proses yang unik dan kompleks. Keunikan tersebut disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang belajar, tidak pada orang laindan setiap individu menampilkan perilaku belajar yang berbeda. Perbedaan penampilan itu disebabkan karena setiap individu mempunyai karakteristik individual yang khas, seperti minat, intelegensi, perhatian, bakat, dan sebagainya.
Proses pengajaran merupakan sebuah aktivitas sadar untuk membuat peserta didik belajar. Proses sadar mengandung implikasi bahwa pengajaran merupakan sebuah proses yang direncanakan untuk mencapai tujuan
pengajaran (goal directed). Dalam konteks demikian maka hasil belajar
merupakan perolehan dari proses belajar peserta didik sesuai dengan tujuan
pengajaran (ends are being attained).22
22 Ahmad Qurtubi, Pengantar teori evaluasi pendidikan, (Tanggerang: Bintang Harapan Sejahtera. 2009), h. 49.
2. Sasaran Evaluasi Hasil Belajar
Dalam sejarah pengukuran dan penilaian pendidikan tercatat, bahwa
pada kurun waktu tahun empat puluhan, beberapa orang pakar pendidikan di Amerika Serikat yaitu Benjamin S. Bloom, M. D. Englehart, E. Furst, W. H. Hill, Daniel R. Kratwohl dan didukung pula oleh Ralph A. Tylor, mengembangkan suatu metode pengklasifikasian tujuan pendidikan yang
disebut taxonomy. Ide untuk membuat taksonomi itu muncul setelah lebih
kurang lima tahun mereka berkumpul dan mendiskusikan pengelompokan tujuan pendidikan, yang pada akhirnya melahirkan sebuah karya Bloom dan
kawan-kawannya itu, dengan judul Taxonomy of educational objectives.
Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan berpendapat bahwa taksonomi (pengelompokan) tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu pada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik
yaitu; ranah proses berfikir (cognitive domain), ranah nilai atau sikap
(affective domain), dan ranah keterampilan (psychomotor domain).23
Mengingat ranah-ranah yang terkandung dalam suatu tujuan pendidikan merupakan sasaran evaluasi hasil belajar, maka kita perlu mengenal secara terperinci. Pengenalan terhadap ranah tersebut akan sangat membantu pada saat memilih dan menyusun instrumen evaluasi hasil belajar. Adapun ranah-ranah tersebut sebagai berikut:
a. Segi Kognitif
Tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau
pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi, serta
pengembanagan keterampilan intelektual (Jaralinek dan Foster). Taksonomi atau penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom, mengemukakan adanya 6 (enam) kelas atau tingkat yaitu:
1) Pengetahuan (knowledge)
Merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti mempelajari. Dalam pengenalan siswa diminta untuk memilih salah satu dari dua atau lebih jawaban.
2) Pemahaman (comprehension)
Merupakan tingkat berikutnya dari tujuan ranah kognitif berupa kemampuan memahami atau mengerti tentang pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkan dengan isi pelajaran lainnya. Dalam pemahaman siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep.
3) Penerepan (aplikasi)
Penerapan merupakan kemamapuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya yang sesuai dalam situasi konkret atau situasi baru. Dalam penerapan, siswa dituntut untuk memiliki
kemampuan untuk menyeleksi generalisasi atau abstraksi tertentu (konsep, dalil, hukum, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar.
4) Analisis
Analisis merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke bagaian-bagian yang menjadi dasar unsur pokok. Untuk analisis, siswa diminta untuk menganalisis hubungan atau situasi yang kompleks atau konsep-konsep dasar.
5) Sintesis
Sintesis merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok ke dalam struktur yang baru. Dalam sintesis, siswa diminta untuk melakukan generalisasi.
6) Evaluasi
Evaluasi merupakan kemampuan meniliai isi pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu. Dalam evaluasi siswa diminta untuk menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah
dimiliki untuk menilai suatu kasus 24
24 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran , (Jakarta: Rineka Cipta, 2006) , Cet. Ketiga, h. 203-205
b. Segi Afektif
Segi afektif dapat diuraikan menjadi lima taraf, yaitu:
1) Memperhatikan (Receiving/attending)
Taraf pertama ini berkaitan dengan kepekaan pelajar terhadap rangsangan fenomena yang datang dari luar. Taraf ini dibagi lagi ke dalam tiga kategori, yaitu kesadaran akan fenomena, kesedian menerima fenomena, dan perhatian yang terkontrol atau terseleksi terhadap fenomena.
2) Merespons (Responding)
Pada taraf ini pelajar tidak lagi sekedar memperhatikan fenomena. Ia sudah memiliki motivasi yang yang cukup, sehingga tidak saja mau memperhatikan, tetapi juga bereaksi terhadap rangsangan. Dalam hal ini termasuk ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.
3) Menghayati nilai (Valuing)
Pada taraf ini tampak bahwa pelajar sudah menghayati dan menerima nilai. Perilakunya dalam situasi tertentu sudah cukup konsisten, sehingga sudah dipandang sebagai orang yang sudah mengahayati nilai.
4) Mengorganisasikan
Pada taraf ini pelajar mengembangkan nilai-nilai ke dalam satu sistem organisasi, dan menentukan hubungan satu nilai dengan nilai yang lain, sehingga menjadi satu sistem nilai. Termasuk
dalam proses organisasi ini adalah memantapkan dan memprioritaskan nilai-nilai yang telah dimilikinya. Nilai itu terdapat dalam berbagai situasi dan pelajaran, terutama sejarah dan agama.
5) Menginternalisasikan nilai
Pada taksonomi afektif tertinggi ini, nilai-nilai yang dimiliki pelajar telah mendarah daging serta memengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku. Dengan demikian, ia sudah dapat digolongkan sebagai orang yang memegang nilai.
c. Segi Psikomotorik
Segi psikomotorik dapat diuraikan ke dalam taraf-taraf di bawah ini:
1) Persepsi
Taraf pertama dalam melakukan kegiatan yang bersifat motorik ialah menyadri objek, sifat, atau hubungan melalui alat indra. Taraf ini mencakup kemampuan menafsirkan rangsangan, peka terhadap rangsangan, dan mendiskriminasikan rangsangan. Taraf ini merupakan bagian utama dalam rangkaian situasi yang menimbulkan kegiatan motorik.
2) Kesiapan (set)
Pada taraf ini terdapat kesiapan untuk melakukan tindakan atau untuk beraksi terhadap sesuatu kejadian menurut cara tertentu. Kesiapan mencakup tiga aspek, yaitu intelektual, fisis, dan emosional. Karena pada taraf ini terlihat tindakan seseorang
bahwa ia sedang berkonsentrasi dan menyiapkan diri secara fisis maupun mental.
3) Gerakan terbimbing (respon terbimbing)
Taraf ini merupakan permulaan pengembangan keterampilan motorik. Yang ditekankan ialah kemampuan yang merupakan bagian dari keterampilan yang lebih kompleks. Respon terbimbing adalah perbuatan individu yang dapat diamati, yang terjadi dengan bimbingan individu lain yang memberi contoh.
4) Gerakan terbiasa (respon mekanistis)
Pada taraf ini pelajar sudah yakin akan kemampuannya dan sedikit banyak terampil melakukan suatu perbuatan. Di dalamnya sudah terbentuk kebiasaan untuk memberi respon sesuai dengan jenis-jenis perangsang dan situasi yang dihadapi. Jadi pelajar sudah berpegang pada pola.
5) Gerakan (respon) kompleks
Pada taraf ini pelajar dapat melakukan perbuatan motorik yang kompleks, karena pola gerakan yang dituntut memang sudah kompleks. Perbuatan itu dapat dilakukan secara lancar, luwes, supel, gesit, atau lincah, dengan menggunakan tenaga dan waktu yang sedikit.
Taraf yang disebut terakhir ini masih bias dikembangkan dengan keterampilan menyesuaikan diri dan bervariasi. Lebih tinggi dari itu
muncul kreativitas untuk berinisiatif dan mencipatakan sesuatu yang baru.25
3. Faktor yang Memengaruhi Proses dan Hasil Belajar
Belajar sebagai suatu proses sudah barang tentu harus ada yang diproses (masukan atau input) dan hasil dari pemrosesan (keluaran atau output). Jadi dalam hal ini kita dapat menganalisis kegiatan belajar itu dengan pendekatan analisis system. Dengan pendekatan sistem ini sekaligus kita dapat melihat adanya berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Dengan pendekatan sistem, kegiatan belajar dapat digambarkan sebagai berikut:
25 Munzier Suparta dan Hery Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Opcit, h. 52.
TEACHING – LEARNING PROCESS INSTRUMENTAL INPUT ENVIRONMENTAL INPUT OUTPUT RAW INPUT
Gambar di atas menunjukkan bahwa masukan mentah (raw input) merupakan bahan baku yang perlu diolah, dalam hal ini diberi pengalaman belajar tertentu dalam proses belajar-mengajar (teaching-learning process). Di dalam proses bejaja-mengajar itu turut berpengaruh pula sejumlah faktor lingkungan (environmental input), dan berfungsi sejumlah faktor yang sengaja dirancang dan dimanipulasikan (instrumental input) guna menunjang tercapainya keluaran yang dikehendaki (output). Berbagai faktor tersebut berinteraksi satu sama lain dalam menghasilkan keluaran tertentu.
Di dalam proses belajar-mengajar di sekolah, maka yang dimaksud masukan mentah atau raw input adalah siswa, sebagai raw input siswa memiliki karakteristik tertentu , baik fisiolgis maupun psikologis. Mengenai faktor fisiologis ialah bagaimana kondisi fisik, panca indera, dan sebagainya. Sedangkan yang menyangkut psikologis adalah: minat, tingkat kecerdasan, bakat, motivasi, kemampuan kognitif, dan sebagainya.
Sedangkan yang termasuk instrumental input atau faktor-faktor yang
sengaja dirancang dan dimanipulasikan adalah; kurikulum atau bahan pelajaran, guru yang memberikan pengajaran, sarana dan fasilitas, serta manajemen yang berlaku di sekolah yang bersangkutan. Di dalam
keseluruhan sistem, maka instrumental input merupakan faktor yang sangat
penting pula dan paling menentukan dalam pencapaian hasil atau output
bagaimana proses belajar-mengajar itu akan terjadi di dalam dan diri si pelajar.26
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni; faktor internal (faktor dari dalam siswa), faktor eksternal (faktor dari luar siswa), dan faktor pendekatan belajar (approach to learning).
a). Faktor internal siswa
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendri meliputi dua aspek, yakni: 1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah); 2) aspek psikologis (yang bersifat rahaniah)
Pertama, Aspek fisiologis. Aspek fisiologis meliputi Kondisi umum
jasmani dan tonus (tegangan otat) yang menandai tingkat kebugaran
organ-organ tubuh dan sendi-sendi, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.
Kedua, Aspek psikologis. Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa pada umumnya dipandang esensial itu adalah sebagai berikut; tingkat kecerdasan atau intelegensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi siswa.
b) Faktor Eksternal Siswa
Seperti faktor internal siswa, fator eksternal siswa juga terdiri atas dua macam yakni faktor lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial.
26 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan. (Bandung: Rosda Karya, 2010), Cet. Keduapuluh Empat, h. 106.
Faktor lingkungan sosial meliputi para guru, para staf administrasi, teman-teman sekelas, masyarakat dan tetangga, serta teman-teman sepermainan. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri.
Faktor lingkungan nonsosial meliputi gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yanag digunakan siswa.
c) Faktor pendekatan belajar
Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa untuk menunjang keefektifan dan efesiensi dalam proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikan rupa untuk memecahkan
masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu. 27
Sedangkan menurut Wasty Soemanto, banyak sekali faktor yang mempengaruhi belajar. Namun, dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi belajar, dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu, faktor stimulasi belajar, faktor metode belajar, dan faktor-faktor individual.
Pertama, faktor stimulasi belajar. Yang dimaksud dengan stimulasi belajar di sini yaitu segala hal di luar individu yang merangsang individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Yang termasuk faktor-faktor stimulasi belajar yaitu panjangnya bahan pelajaran, kesulitan bahan
pelajaran, berartinya bahan pelajaran, berat ringanya tugas, dan suasana lingkungan eksternal.
Kedua, faktor metode belajar. Metode mengajar yang dilakukan oleh guru sangat mempengaruhi metode balajar yang dipakai oleh si pelajar. Dengan perkataan lain, metode yang dipakai oleh guru menimbulkan perbedaan yang berarti bagi proses belajar. Faktor metode belajar menyangkut hal berikut: kegiatan berlatih atau praktik, overlearning dan drill, resitasi selama belajar, pengenalan tentang hasil belajar, belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian, penggunaan modalitas indra, bimbingan dalam belajar, dan kondisi insentif.
Ketiga, Faktor individual. Faktor individual sangat besar pengaruhnya terhadap belajar seseorang. Adapun yang termasuk faktor individual yaitu: kematangan, faktor usia kronologis, faktor perbedaan jenis kelamin, pengalaman sebelumnya, kapasitas mental, kondisi kesehatan jasmani,
kondisi kesehatan rohani, dan motivasi.28