• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan pembeljaaran bahasa Indonesia dengan metode diskusi ceramah terhadap hasil belajar siswa kelas XI SMK Grafika yayasan Lektur Lebak Bulus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan pembeljaaran bahasa Indonesia dengan metode diskusi ceramah terhadap hasil belajar siswa kelas XI SMK Grafika yayasan Lektur Lebak Bulus"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

Skrpisi

Diajukan untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana pendidikan (S.Pd.) Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh

HENDRI PRADIYANTO

NIM: 107013000864

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

PERBANDINGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN METODE DISKUSI DAN CERAMAH TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI SMK GRAFIKA YAYASAN LEKTUR LEBAK BULUS

Nama : Hendri Pradiyanto

NIM : 107013000864

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Skripsi ini bertujuan mengetahui apakah terdapat tingkat perbedaaan hasil belajar bahasa Indonesia siswa yang diajarkan dengan metode diskusi dan

ceramah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

quasi-eksperimen. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI SMK Grafika

Yayasan Lektur Lebak Bulus. Teknik penentuan sampel mengikuti pola cluster

random sampling dengan jumlah 57 siswa yang terbagi dalam kelompok eksperimen (yang dalam pembelajarannya menggunakan metode diskusi) dan kelompok kontrol (yang dalam pembelajarannya menggunakan metode diskusi). Instrument penelitian berupa tes tertulis berbentuk pilihan ganda sebanyak 20 soal yang sudah diuji validitas, homogenitas, daya beda soal, dan indeks kesukarnnya.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t, dan berdasarkan perhitungan uji-t diperoleh thitung 0,54 dan ttabel 1,67 pada taraf

signifikansi 5% yang berarti thitung < ttabel (0,54 < 1,67).

Berdasarkan hasil analisis data, temuan, dan pembahasan diperoleh nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen adalah 84, 66, median 85, 925, modus 87, dan standar deviasi 7,85. Sedangkan pada kelas control rata-rata 81,259, median sebesar 81, 0625, modus 80, 75, dan standar deviasi 6, 892. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaaan hasil belajar yang signifkan antara siswa yang diajarkan dengan metode diskusi dan ceramah.

(6)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahi Robbil Alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, Tuhan semesta alam atas rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga

selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga,

sahabat, dan para pengikutnya yang meniti jalan perjuangannya hingga akhir.

Penulis menyadari sepenuhnya banyak sekali kesulitan dan hambatan yang

dihadapi baik dari faktor materi, pengumpulan bahan-bahan, motivasi dalam diri

penulis, serta hambatan-hambatan lainnya. Namun berkat izin dan pertolongan

Allah, kesungguhan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya

penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Dra. Nurlena Rifa’I, M.A, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra Mahmudah Fitriyah, M.Pd. dan Hindun, M.Pd. selaku Ketua dan

Sekretaris Jurusan, serta seluruh dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Drs. H. Cecep Suhendi, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang selalu

sabar dan teliti dalam mengoreksi dan membimbing penulis dalam

membuat skripsi ini.

4. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Drs. Turyono, M.Pd. selaku kepala SMK Grafika Yayasan Lektur serta

segenap guru dan karyawan sekolah yang telah memberikan kesempatan

(7)

6. Paling istimewa untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta yang kasih

sayangnya terus mengalir penuh keihlasan dalam membesarkan,

mendidik, serta tak bosan-bosannya memberikan dukungan moril,

materil, semangat dan doa untuk penulis.

7. Kakaku tercinta Masruri, Nursoleh, Rokhiman, Siti Nur Elis, dan Nunung

sulastri, yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk terus

berusaha dan berdoa. Adik dan ponakanku tercinta. Marzuki Rahmat dan

Bima Bagusan Jaya, Fatih Faiz Binasrillah, Rafi Nizar Adicandra, Refka

Azmi Imtihana, serta Haidar Aji Pratama. Karena merekalah penulis

terpacu untuk terus semangat dan berusaha menyelesaikan skripsi ini.

8. Imam Syafi’i, M.Eng., Masroni, M.Ag.,Anang Rachmad, S.Pd., dan Zamroni, S.Pd.I. (Guru MAN Babakan Lebaksiu Tegal) yang dengan

sabar dan ikhlas membuka hatinya untuk penulis mengadu semua

permasalahan (share) dalam hidup penulis.

9. Sahabat-sahabat Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT) Ciputat. M.Z. Dhofier, S.

Pd. Fatkhul Muin, Kamal Fuadi, S.Pd. Zaenal Muttaqin, M. Aqib Malik,

M S. Rizqi, Abdul Latif, Ikbal Kaukabuddin, Atfiyanah, Tatu Mulyanah,

Aenul Yaqin, dan seluruh sahabat-sahabat IMT Ciputat yang tidak bisa

saya sebutkan namanya satu persatu. Karena kalianlah penulis merasa

berada dalam satu keluarga selama di Ciputat.

10.Teman-teman seperjuangan angkatan 2007, Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia yang selalu memberikan canda dan tawa dalam

setiap langkah penulis selama di kampus.

Penulis berharap dan berdo’a kepada Allah SWT, agar seluruh

pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis, akan mendapatkan balasan

yang setimpal disisiNya, jazakumullah akhsanal jaza.

Jakarta, November 2011

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

1. Pengertian Metode Diskusi ... 10

2. Jenis-jenis Metode diskusi ... 11

(9)

a. Kebaikan ... 17

b. Kelemahan... 17

B. METODE CERAMAH ... 35

1. Pengertian Metode Ceramah ... 18

2. Kelebihan dan Kelemahan Metode Ceramah ... 20

a. Kelebihan ... 20

b. Kelemahan... 21

C. HASIL BELAJAR ... 23

1. Pengertian Hasil Belajar ... 23

2. Sasaran Evaluasi Hasil Belajar... 25

a. Segi Kognitif ... 26

b. Segi Afektif ... 28

c. Segi Psikomotorik ... 29

3. Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar ... 31

a. Faktor Internal Siswa ... 33

b. Faktor Eksternal Siswa ... 33

c. Faktor Pendekatan Belajar ... 34

D. PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA ... 35

1. Hakikat dan Ciri pembelajaran... 35

2. Prinsip-prinsip Pembelajarn ... 36

3. Karakteristik Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 39

4. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 43

5. Fungsi Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

B. Metode dan Desain Penelitian ... 46

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 47

D. Instrumen Penelitian... 47

1. Uji Validitas ... 47

2. Uji Reliabilitas ... 48

(10)

4. Daya Pembeda Soal... 50

6. Keadaan Sarana dan Prasarana... 64

7. Kegiatan Ekstrakulikuler ... 65

B. Deskripsi Data ... 66

1.Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 67

2.Hasil Belajar Kelas kontrol ... 71

F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 81

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. Simpulan ... 83

B. Saran ... 84

(11)

A. Latar Belakang Masalah

Belajar pada intinya adalah proses memeroleh berbagai pengetahuan

(kognitif), keterampilan (psikomotrik), dan sikap (afektif). Proses belajar ini

dapat terjadi di sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai salah satu lembaga

yang menyelenggarakan pendidikan formal, sekolah mempunyai peranan

penting dalam mendewasakan peserta didik agar menjadi masyarakat yang

berguna. Untuk tujuan tersebut, sekolah menyelenggarakan kegiatan belajar

mengajar dan kurikulum sebagai wadah dan bahan mentahnya.

Dalam proses belajar mengajar, guru memegang peranan yang sangat

penting, tetapi tidak bisa dipisahkan peranan siswa dalam pencapaian tujuan

pendidikan, khususnya dalam hal penerimaan materi pelajaran. Agar

pembelajaran lebih efektif guru dituntut untuk menguasai manajemen kelas

atau sering juga disebut pengelolaan kelas. Di dalam kelas guru tidak hanya

bertugas menyampaikan materi saja, tetapi juga harus mampu mewujudkan

suasana belajar yang menyenangkan. Oleh karena itu, beban yang diemban

sekolah, dalam hal ini guru sangat berat. Karena guru yang berada pada baris

depan dalam membentuk pribadi siswa. Guru juga yang menentukan berhasil

atau tidaknya siswa dilihat dari hasil belajar.

Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan

(12)

Menengah Pertama (SMP/MTS), Sekolah Menengah Atas (SMA/MA) bahkan

sampai Perguruan Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran Bahasa

Indonesia itu memang penting kedudukannya. Diajarkannya Bahasa Indonesia

dalam semua jenjang pendidikan ternyata tidak membuat prestasi siswa dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan data dari Kemendiknas, sebagian besar kasus ketidaklulusan

siswa dalam Ujian Nasional (UN) SMA, SMK, dan MA tahun 2010

disebabkan rendahnya nilai pelajaran Bahasa Indonesia. Kemendiknas

menemukan, rata-rata mata pelajaran bahasa Indonesia menjadi masalah bagi

siswa SMA, SMK, dan MA di semua jurusan. “Banyak siswa yang tidak lulus

UN dan harus mengulang karena salah satu mata pelajaran tidak memenuhi

syarat, terutama bahasa Indonesia,” kata Nuh (26/4).

Rendahnya nilai (angka) bahasa Indonesia sesungguhnya bukan hanya

terjadi pada UN tahun 2010. UN tahun 2009 yang lalu, nilai bahasa Indonesia

juga rendah. Suyatno, Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

(Uhamka) menegaskan hal itu dalam orasi ilmiahnya saat dikukuhkan sebagai

guru besar bidang Ilmu Pendidikan Bahasa, Kamis (20/8/09).

Dalam orasinya yang berjudul “Bahasa Indonesia sebagai Sarana

Pengembangan Guru Profesional”, Suyatno menampilkan data yang ironis itu.

Data laporan hasil Ujian Nasional SMP Negeri dan Swasta tahun 2008/2009

secara nasional menunjukkan, dari 3.441.815 peserta UN, peserta yang

rentang nilainya 7,00 sampai 7,99 hanya 32,86 persen atau 1.131.121 orang.

(13)

Untuk tingkat SMA/MA, hasil UN tahun 2008/2009 menunjukkan, dari

621.840 peserta jurusan IPA, tidak ada satu pun yang mendapat nilai 10.

Peserta yang rentang nilainya 7,00 hingga 7,99 ada 252.460 orang (40,6

persen). Di jurusan IPS, dari 854.206 peserta UN, tidak seorang pun yang

mendapat nilai 10. Siswa yang mendapat nilai antara 7,00 hingga 7,99 justru

lebih kecil lagi, yaitu hanya 240.815 peserta atau sekitar 28,2 persen. Di

jurusan bahasa (yang mestinya nilai bahasa Indonesia harus lebih baik), dari

43.688 peserta UN, peserta yang mendapat nilai antara 7,00 hingga 7,99 hanya

13.445orang atau sekitar 30,7 persen. Yang agak menyenangkan, di jurusan

bahasa ini, ada 6 orang siswa (atau sekitar 0,01 persen) yang mendapat nilai

sempurna (nilai 10). 1

Seolah mengulang hasil Ujian Nasional Sekolah Menengah Atas atau

Madrasah Aliyah (UN SMA atau MA), UN Sekolah Menengah Pertama atau

Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS) Tahun ajaran 2010-2011 kembali menjadi

masalah siswa, terutama pelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

Data Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) memperlihatkan

nilai akhir mata pelajaran (mapel) itu memiliki nilai minumum 0,8. Hasil ini

sebanding dengan mapel Matematika. Sementara untuk nilai bahasa Inggris

dan ilmu pengetahun alam (IPA) masing-masing bernilai minimum 0,9 dan

1,0.

"Memang Bahasa Indonesia termasuk yang rendah. Ini akan menjadi

1 Y. Priyono.

(14)

pokok bahasan berikutnya," ujar Menteri pendidikan nasional (mendiknas)

Mohammad Nuh kepada para wartawan, di Jakarta, Rabu (1/6).

Sebelumnya, untuk tingkat SMA atau MA, ada kurang lebih 1.786 siswa

ketidaklulusan Ujian Nasional (UN) 2011, akibat mata pelajaran (mapel)

bahasa dan sastra Indonesia kurang dari 4. Jumlah itu merupakan jumlah yang

terbanyak kedua setelah mata pelajaran (mapel) Matematika2.

Dari data di atas menunjukkan rendahnya kemampuan bahasa Indonesia

siswa. Rendahnya nilai kemampuan bahasa Indonesia siswa setidaknya

disebabkan karena dua faktor. Pertama, faktor siswa, yang cenderung lebih

menyepelekan pelajaran bahasa Indonesia karena kebanyakan siswa

menganggap bahwa bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang mudah

berbeda dengan Matematika, Fisika, Kimia, dan pelajaran lainnya. Kedua

faktor guru, sistem pengelolaan kelas termasuk di dalamnya strategi

pembelajaran yang kurang tepat menjadi salah satu faktor rendahnya nilai

bahasa Indonesia.

Strategi merupakan suatu rencana tentang cara-cara penggunaan dan

pemanfaatan potensi dan sarana yang ada untuk meningkatkan aktivitas dan

efesiensi dalam pembelajaran. Pada umumnya kegiatan belajar mengajar di

Indonesia selama ini masih bercorak tradisonal, pengajaran yang dimaksud

2

Arif Hulwan, UN Bahasa Indonesia Kembali Jadi Momok.

(15)

adalah bentuk pengajaran klasikal yang umumnya masih berpusat pada guru

yakni dengan menggunakan metode ceramah.

Metode ceramah merupakan bentuk penyajian informasi secara lisan,

baik yang formal dan berlangsung selama 45 menit, maupun yang informal

hanya berlangsung selama lima menit. Walaupun terdapat

kelemahan-kelemahan yang mencolok dalam metode ceramah seperti tidak memberi

siswa kesempatan untuk mempraktikkan perilaku yang relevan (selain

mencatat), ceramah masih dapat bermanfaat bagi siswa berapapun usianya.

Ceramah memungkinkan si guru untuk menyampaikan topik dengan perasaan;

dapat lewat cara penyampaiannya, dapat dengan intonasi tertentu, dengan

tekanan suaranya, ataupun dengan gerak-gerik tangannya. Topik yang

sederhana dapat dibuat menarik, atau sebaliknya, yang menarik dapat

membosankan.

Berbeda dengan metode ceramah, metode diskusi tidak lagi diarahkan

oleh guru, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan ide-ide mereka

sendiri. Melalui metode diskusi pula dapat mengubah pola perilaku afektif

siswa secara konkret. Dalam hal sikap atau nilai, perubahan sukar sekali

dilakukan jika siswa tidak diberi kesempatan untuk menyatakan perasaannya.

terlepas dari kelebihannya, metode diskusi membutuhkan banyak waktu,

dalam membahas suatu topik atau pokok permasalahan. 3

Dengan memperhatikan kelebihan dan kelemahan metode ceramah dan

metode diskusi di atas, penulis tertarik untuk mengetahui manakah di antara

3 W. James Popham dan Eva L. Baker,

(16)

kedua metode tersebut yang lebih efektif untuk dipergunakan dalam

pengajaran Bahasa Indonesia terhadap siswa menengah kejuruan.

Dalam presentasi menyampaikan makalah, penulis bersama teman-teman

pada saat perkuliahan Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia disimpulkan

bahwa metode diskusi lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah

dalam pengajaran bahasa Indonesia khususnya siswa Sekolah Menengah Atas

baik SMA/MA/SMK, pertimbangannya adalah karena siswa SMA/MA/SMK

telah dapat berfikir dewasa dan kritis dalam menyikapi berbagai masalalah.

Akan tetapi bagi penulis jawaban tersebut kurang memuaskan, karena

belum ada pembuktian sendiri, sehingga penulis berminat untuk mencari

jawabannya secara langsung dengan melakukan penelitian pada salah satu

Sekolah Menengah Kejuruan yang ada di Jakarta. Akhirnya penulis

memutuskan memilih SMK Grafika Yayasan Lektur Lebak Bulus Jakarta

Selatan sebagai objek penelitian.

Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis merumuskan dalam sebuah judul

skripsi yaitu: “Perbandingan pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode

diskusi dan ceramah terhadap hasil belajar siswa kelas XI SMK Grafika

Yayasan Lektur Lebak Bulus ”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah yang dapat

teridentifikasi sebagai berikut:

1. Proses Pembelajaran bahasa Indonesia kelas XI yang menggunakan

(17)

2. Hasil belajar mata pelajaran bahasa Indonesia siswa yang menggunakan

metode diskusi dan ceramah

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa

4. Perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan metode diskusi dan

ceramah

5. Tingkat perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan metode diskusi

dan ceramah

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini lebi terarah dan operasional,

penulis membatasi masalah kepada:

1. Perbandingan hasil belajar siswa yang menggunakan metode diskusi

dengan metode ceramah pada kelas XI SMK Grafika Yayasan Lektur.

2. Seberapa besar tingkat perbedaan hasil belajar bahasa Indonesia siswa

yang diajarkan dengan metode diskusi dan ceramah

D. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas maka penulis membuat rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajarkan

dengan metode diskusi dan ceramah?

2. Seberapa besar tingkat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajarkan

(18)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini mempunyai

beberapa tujuan antara lain:

1. mengetahui hasil belajar siswa yang diajarkan dengan metode diskusi dan

ceramah

2. mengetahui seberapa besar tingkat perbedaan hasil belajar antara siswa

yang diajarkan dengan metode diskusi dan ceramah

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara

teoritis maupun praktis kepada berbagai pihak, sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis untuk khazanah intelektual, diharapkan penelitian ini

menjadi sumbangan gagasan dan tawaran solusi terhadap pelaksanaan

metode pembelajaran di sekolah.

2. Manfaat praktis kepada berbagai pihak antara lain

a. Guru,

sebagai bahan rujukan dan pedoman dalam pelaksanaan metode

diskusi

b. Siswa,

mengambangkan cara berfikir ilmiah dan sifat demokratis dalam

belajar

c. Penulis,

pengalaman langsung dalam menerapkan metode diskusi dalam

(19)

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, maka dibuatlah sistematika

penulisan yang terdiri dari beberapa bab, dan bab-bab tersebut memiliki

beberapa sub-bab yaitu:

Bab I. Pendahuluan, terdiri dari: Latar belakang masalah, identifikasi

masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab II. Landasan Teori, terdiri atas: Diskusi (pengertian, jenis, serta

kebaikan dan kelemahan), Ceramah (Pengertian serta kebaikan dan

kelemahan), Hasil belajar (pengertian, sasaran evaluasi hasil belajar, dan

faktor yang mempengaruhi belajar), dan pembelajaran Bahasa Indonesia

Bab III. Metodelogi penelitian, terdiri atas: tempat dan waktu penelitian,

metode penelitian, populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, teknik

pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan pengajuan

hipotesis.

Bab IV. Hasil dan pembahasan, terdiri dari atas: latar belakang sekolah,

deskripsi data, teknik analisis data (uji normalitas dan uji homogenitas),

analisis data uji hipotesis, hipotesis penelitian, dan pembahasan hasil

penelitianan.

(20)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. METODE DISKUSI

1. Pengertian Metode Diskusi

Teknik diskusi adalah salah satu teknik belajar-mengajar yang dilakukan

oleh seorang guru di sekolah. Di dalam diskusi ini proses interaksi antara dua

atau lebih individu yang terlibat, saling tukar pengalaman, informasi,

memecahkan masalah, dapat juga terjadi semuanya aktif tidak ada yang pasif

sebagai pendengar saja.4

Menurut E. Mulyasa dalam bukunya menjadi guru yang professional

berpendapat bahwa diskusi dapat diartikan sebagai percakapan responsif yang

dijalin oleh pertanyaan-pertanyaan problematis yang diarahkan untuk

memecahkan masalah. Hal tersebut sejalan dengan pengertian yang

dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa diskusi

adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah.

Dalam diskusi selalu ada pokok permasalahan yang perlu dipecahkan.5

berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa diskusi adalah

salah satu bentuk komunikasi dua arah, di mana terjadi proses tukar pikiran

atau ide, baik antara siswa dan siswa ataupun siswa dan guru untuk

memecahakan suatu masalah.

4

. Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta. 2008), Cet. Ketujuh, h. 5 5 E. Mulyasa,

Menjadi Guru Profesional ; Menciptakan Pembelajaran Aktif dan Menyenangkan,

(21)

Metode diskusi merupakan metode yang biasanya dipergunakan dalam

pembelajaran orang dewasa, karena mereka dapat berpartisipasi aktif untuk

menyumbangkan pemikiran, gagasan dalam kegiatan diskusi. Kalau dalam

metode ceramah hanya terjadi komunikasi satu arah, maka metode diskusi

terjadi banyak arah. Dengan demikian, metode diskusi adalah mengemukakan

pendapat dan gagasan dalam musyawarah untuk mencapai mufakat. Bisanya

siswa dihadapkan pada suatu atau sejumlah persoalan atau masalah yang

mungkin disodorkan guru. Mahasiswa dapat pula menentukan sendiri topik

yang perlu dipecahkan bersama. Tujuan diskusi pada umunnya adalah mencari

pemecahan masalah, dari sinilah muncul bermacam-macam jawaban yang

perlu dipilih satu atau dua jawaban yang logis dan tepat guna dari

bermacam-macam jawaban yang lain untuk mencapai mufakat atau persetujuan.6

2. Jenis-jenis Metode Diskusi

Selama ini, dalam pembelajaran orang dewasa, dikenal banyak macam

metode diskusi dan seorang guru atau fasilitator dapat memilih salah satu atau

gabungan dari berbagi teknik ini sehingga mampu memberikan berbagai

variasi bagi siswa dalam belajar sehingga tidak menimbulkan kebosanan.

Adapun macam-macam diskusi adalah sebagai berikut:

6

(22)

a. Whole group

Whole group merupakan bentuk diskusi kelas di mana para pesertanya duduk setengah lingkaran. Dalam diskusi ini guru bertindak sebagai

pemimpin, dan topik yang akan dibahas telah direncanakan sebelumnya.7

b. Diskusi kelompok

Diskusi kelompok biasanya dapat berupa diskusi kelompok kecil yang

terdiri dari empat sampai enam orang peserta, dan diskusi kelompok besar

yang terdiri dari tujuh sampai lima belas orang. Dalam diskusi tersebut

dibahas tentang suatu topik tertentu dan dipimpin oleh seorang ketua dan

seorang sekretaris. Para anggota diskusi diberi kesempatan berbicara atau

mengemukakan pendapat dalam pemecahan masalah. Sementara itu, Kang

dan Song mendefinisikan diskusi kelompok sebagai pertemuan atau

percakapan antara dua orang atau lebih yang membahas topik tertentu

yang menjadi pusat perhatian bersama.8

c. Buzz grup

Bentuk diskusi ini terdiri dari kelas yang dibagi-bagi menjadi

kelompok-kelompok kecil yang terdiri tiga sampai empat orang peserta.

Tempat duduk diatur sedemikian rupa agar para siswa dapat bertukar

pikiran dan bertatap muka dengan mudah. Diskusi ini biasanya diadakan

di tengah-tengah pelajaran atau diakhir pelajaran dengan maksud

7

M, Basyirudin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam,(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 40

8 Suprijanto.

(23)

memperjelas dan mempertajam kerangka bahan pelajaran atau sebagai

jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul.

d. Panel

Yang dimaksud panel di sini adalah suatu bentuk diskusi yang terdiri

dari tiga sampai enam orang peserta untuk mendiskusikan suatu topik

tertentu dan duduk dalam semi melingkar yang dipimpin oleh moderator.

Panel ini secara fisik dapat berhadapan langsung dengan audien atau dapat

juga secara tidak langsung. Sebagai contoh diskusi panel yang terdiri dari

para ahli ini para audien tidak turut bicara, namun dalam forum tertentu

para audien diperkenankan untuk memberikan tanggapannya.9

e. Syndicate group

Adalah suatu kelompok besar dibagi menjadi kelompok kecil dengan

anggota tidak lebih dari lima orang. Masing-masing kelompok kecil

tersebut melakukan diskusi tertentu, dan tugas ini bersifat sementara.

Fasilitator dalam hal ini guru memberikan penjelasan secara umum dan

garis besar permasalahan, kemudian tiap-tiap kelompok kecil (syndicate)

diberi tugas mempelajari suatu parkrik tertentu yang berbeda dengan

kelompok kecil lainya. Jika memungkinkan seorang guru menyediakan

referensi. Setelah kelompok bekerja sendiri-sendiri, kemudian

masing-masing kelompok menyajikan hasil diskusinya dalam sidang pleno untuk

dibahas lebih lanjut.10

9 M, Basyirudin Usman,

Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Opcit,h. 41. 10 Sudiyono, Triyo Supriyatno, dan Moh. Padli,

(24)

f. Simposium

Dalam simposium biasanya terdiri dari pembawa makalah,

moderator, dan notulis, serta beberapa peserta symposium. Pembawa

makalah diberi kesempatan untuk menyampaikan makalahnya di muka

peserta secara singkat (antara sepuluh sampai lima belas menit).

Selanjutnya diikuti oleh penyanggah dan tanggapan para audien. Bahasan

diskusi kemudian disimpulkan dalam bentuk rumusan hasil simposium.

g. Informal debate

Biasanya bentuk diskusi ini kelas dibagi menjadi dua tim yang agak

seimbang besarnya dan mendiskusikan subjek yang cocok untuk

diperdebatkan. Fasilitator memberikan persoalan yang sama kepada kedua

kelompok tersebut, dan memberikan tugas yang bertentangan, yaitu satu

kelompok yang “pro” dan satu kelompok yang kontra.

h. Fish bowl

Bentuk diskusi ini terdiri dari beberapa orang peserta dan dipimpin

oleh seorang ketua untuk mencari suatu keputusan. Tempat duduk diatur

setengah melingkar dengan dua atau tiga kursi yang kosong menghadap

peserta diskusi. Kelompok pendengar duduk mengelilingi kelompok

diskusi yang seolah-olah melihat ikan yang berada dalam sebuah

mangkok. Selama diskusi, kelompok pendengar yang ingin

menyumbangkan pendapatnya dapat duduk di kursi yang kosong yang

(25)

dia boleh bicara dan kemudian meninggalkan kursi tersebut setalah selesai

bicara.

i. The open discussion group

Kegiatan dalam bentuk diskusi ini akan dapat mendorong siswa agar

lebih tertarik untuk berdiskusi dan belajar keterampilan dasar dalam

mengemukakan pendapat, mendengarkan dengan baik, dan

memperhatikan suatu pokok pembicaraan dengan tekun. Jumlah kelompok

yang baik terdiri antara tiga sampai sembilan orang peserta. Dengan

diskusi ini dapat membantu para siswa belajar mengemukakan pendapat

secara jelas, memecahkan masalah, memahami apa yang dikemukakan

oleh orang lain dan dapat menilai kembali pendapatnya.

j. Brainstorming

Bentuk diskusi ini akan menjadi baik bila jumlah anggotanya terdiri

delapan samapi dua belas orang peserta. Setiap anggota kelompok

diharapkan dapat menyumbangkan ide dalam pemecahan masalah. Hasil

belajar yang diinginkan adalah menghargai pendapat orang lain,

menumbuhkan rasa percaya diri dalam upaya mengembangkan ide-ide

yang ditemukan atau dianggap benar.11

Berbeda dengan pendapat yang dikemukakan di atas, Engkoswara, Dalam

bukunya Dasar-dasar Metodologi Pengajaran hanya membagi jenis diskusi

menjadi lima, tiga di antaranya telah disebutkan sebelumnya yakni

11 M, Basyirudin Usman,

(26)

simposium, diskusi panel, dan buzz group. Adapun yang belum dijelaskan yaitu:

a. Diskusi kelas

Guru mengajukan persoalan kepada seluruh kelas, kemudian ditanggapi

oleh anak-anak. Buru berfungsi sebagai pengatur, pendorong, dan pengarah

pembicaraan. Pimpinan diskusi dapat juga dilakukan oleh anak. Diskusi

semacam ini tampaknya agak formal karena itu ada kalanya disebut juga

sebagai diskusi formal. Pembicaraan diatur oleh ketua diskusi. Siapa saja yang

mau berbicara kadang-kadang harus mencatatkan diri, baru kemudian

diperkenakan bicara. Segala pembicaraan dicatat oleh penulis dan pada akhir

diskusi diajukan beberapa kesimpulan untuk ditanggapi anggotanya.

b. Diskusi Kuliah

Seorang pembicara, guru atau seorang anak berbicara di muka kelas

mengemukakan persoalannya sekitar 20 atau 30 menit. Setelah itu diadakan

pertanyaan-pertanyaan. Diskusi terbatas pada satu persoalan yang

dikemukakan pembicara, sehingga melalui diskusi semacam itu persoalan

diharapkan dibicarakan dan dipelajari secara mendalam.

Pembagian jenis-jenis diskusi itu pada dasarnya sama, yang membedakan

dari kedua penjelasan itu adalah teknik penyajian materi dan jumlah

pembagaian siswa dalam setiap kelompok diskusi.12

12

(27)

3. Kebaikan dan Kekurangan Metode Diskusi

Diskusi sebagai salah satu metode yang dapat digunakan untuk mecapai

tujuan pendidikan tentunya tidak terlepas dari kelemhahan dan

kelebihannnya.

a. Kebaikan

1) Suasana kelas hidup dan dinamis

2) Mempertinggi partisipasi siswa untuk mengeluarkan pendapatnya

baik secara individu atau kelompok

3) Merangsang siswa untuk mencari jalan pemecahan masalah yang

dihadapi bersama, dengan jalan bermusayawarah dan urun rembuk

bersama-sama.

4) Melatih sikap kretaif dan dinamis dalam berpikir

5) Menumbuhkan sikap toleransi dalam berpendapat maupun bersikap

6) Hasil diskusi dapat disimpulkan dan mudah dipahami

7) Memperluas cakrawala dan wawasan berpikir peserta diskusi

b. Kelemahan

1) Kemungkinan siswa yang tidak ikut aktif dijadikan kesempatan

untuk bermain-main, dan menggangu temannya yang lain

2) Apabila suasana kelas tidak dapat dikuasai, kemungkinan

penggunaam waktu tidak efektif, dan dapat berakibat tujuan

(28)

3) Sulit memprediksi arah penyelesaian diskusi. Hal ini terjadi jika

proses jalannya diskusi hanya merupakan ajang perbedaan

pendapat yang tidak ada ujung penyelesainnya.

4) Siswa mengalami kesulitan untuk mengeluarkan pendapat secara

sistematis. Terutama bagi siswa yang memeiliki sifat pemalu dan

rasa takut mengeluarkan pendapat

5) Kesulitan mencari tema diskusi yang aktual, hangat, dan menarik

untuk didiskusikan. 13

B. METODE CERAMAH

1. Pengertian Metode Ceramah

Metode ceramah yang berasal dari kata lecture, memiliki arti dosen atau

metode dosen, metode ini lebih banyak dipergunakan di kalangan dosen,

karena dosen memberikan kuliah mimbar dan disampaikan dengan ceramah

dengan pertimbangan dosen berhadapan dengan banyak mahasiswa yang

mengikuti perkuliahan. Metode ini berbentuk penjelasan konsep, prinsip, dan

fakta. 14

Yang dimaksud dengan metode ceramah yaitu cara menyampaikan suatu

pelajaran tertentu dengan jalan penuturan secara lisan kepada anak didik atau

khalayak ramai. 15 Adapun menurut Slameto ceramah ialah pidato yang

13 Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar,

Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 45.

14 Martinis Yamin,

Strategi Pembelajarn Berbasis Kompetensi, (Ciputat: Gaung Persada Press, 2005) , Cet. Ketiga, h. 65.

15

(29)

disampaikan oleh seorang guru di depan sekelompok siswa atau kelas. 16

Pengertian senada disampaikan oleh H. Sudiyono dkk., bahwa metode

ceramah merupakan metode yang memberikan penjelasan atau memberi

deskripsi lisan secara sepihak (oleh seorang fasilitator) tentang suatu materi

pembelajaran tertentu.17

Dari beberapa pengertian di atas dapat penulis ambil kesimpulan bahwa

diskusi adalah metode penyampaian informasi atau pengetahuan (bahan

pelajaran) yang dilakukan oleh guru secara lisan di hadapan murid atau

peserta didik.

Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode

tradisonal, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat

komunikasi lisan anatara guru dengan anak didik dalam proses belajar

mengajar . meski metode ini banyak menuntut keaktifan guru daripada anak

didik, tetapi metode ini tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam

kegiatan pengajaran. Apalagi dalam pendidikan dan pengajaran tradisonal,

seperti dipedesaan yang kekurangan fasilitas.

Cara mengajar dengan ceramah dapat dikatakan juga sebagai teknik

kuliah, merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan

keterangan atau informasi atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta

masalah secara lisan.18

16 Slameto,

Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 100.

17 Sudiyono, dkk.,

Strategi Pembelajaran Partisipatori di Perguruan Tinggi , Opcit, h. 120. 18 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan zain,

(30)

Teknik ceramah memang dapat digunakan untuk menyampaikan

informasi, terutama kepada mereka yang termotivasi. Artinya, seseorang

yang termotivasi untuk mendapatkan informasi tertentu. Di dalam

pembelajaran bahasa Indonesia, teknik ceramah ini dapat digunakan untuk

melatih keterampilan mendengar (menyimak). Siswa dilatih untuk membuat

intisari dari ceramah yang didengarnya, kemudian mencertikan kembali

dengan bahasanya ssendiri. Teknik ceramah dapat juga dirangkaikan dengan

teknik yang lain, misalnya teknik tanya jawab, jika memang telah

direncanakan setelah ceramah selesai siswa diberi kesempatan untuk

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan ceramah yang

baru didengarnya.19

2. Kelebihan dan Kelamahan Metode Ceramah

Sebagaimana metode-metode pengajaran yang lain, metode ceramah pun

tidak terlepas dari kelebihan dan kelemahan.

a. Kelebihan

1) Dalam waktu yang singkat guru dapat menyampaikan bahan

sebanyak-banyaknya.

2) Organisasi kelas lebih sederhana tidak perlu mengadakan

pengelompokan murid seperti pada metode yang lain.

3) Guru dapat menguasai seluruh kelas dengan mudah, walaupun jumlah

murid cukup banyak.

19 Solchan, dkk,

(31)

4) Guru sebagai penceramah berhasil baik, maka dapat menimbulkan

semangat, dan kreasi yang konstruktif.

5) Fleksibel, dalam arti bahwa jika waktu sedikit bahan dapat

dipersingkat, diambil yang penting-penting saja, jika waktu banyak

dapat disampaikan sebanyak-banyaknya dan mendalam.

b. Kelamahan

1) Guru sulit mengetahui pemahaman anak didik terhadap bahan-bahan

yang diberikan

2) Kadang-kadang guru cenderung ingin menyampaikan bahan yang

sebanyak-banyaknya hingga menjadi bersifat pemompaan.

3) Anak didik cenderung menjadi lebih pasif dan ada kemungkinan

kurang tepat dalam mengambil kesimpulan, berhubung guru dalam

menyampaikan bahan pelajaran dengan lisan

4) Jika guru tidak memperhatikan segi psikologis dari anak didik,

ceramah dapat bersifat melantur dan membosankan. Sebaliknya kalau

guru berlebih-lebihan berusaha untuk menimbulkan inti dan isi

ceramah menjadi kabur.20

Mengingat adanya berbagai kelemahan yang ada dalam metode ceramah,

maka perencanaan yang matang sangat diperlukan. Untuk itu hal-hal yang

dapat membantu daya ingat peserta didik dalam belajar perlu mendapat

perhatian yang cukup dari seorang guru. Dalam hal ini, Bligh memberikan

beberapa saran yang cukup baik untuk di simak dan dipertimbangkan yang

20 Abu Ahmad dan Joko Tri Prasetya,

(32)

berupa faktor-faktor yang dapat membantu daya ingat peserta didik dalam

belajar, yaitu:

1. Membuat pembelajaran bermakna

Pembelajaran yang bermakna mempunyai pengaruh yang sangat besar

bagi peserta didik dalam belajar. Kata bermakna di sini dapat berarti

sejauh mana informasi yang disampaikan oleh guru atau dosen sesuai

dengan informasi yang dimiliki peserta didik, atau sejauh mana informasi

tersebut memenuhi harapan mereka.

2. Keseluruhan atau parsial

Pembicaraan tentang keseluruhan atau parsial ini terus menjadi bahan

diskusi bagi para pendidik dan ahli psikologi. Yang dimaksud dengan

keseluruhan semua topik materi dalam satu waktu tertentu diberikan

dalam satu waktu. Sementara parsial adalah materi diberikan

sepotong-potong. Jadi sejumlah materi yang akan diberikan dalam jangka waktu

tertentu, seperti jam pelajaran, diberikan sedikit demi sedikit dan disellingi

dengan waktu jeda.

3. Pengaturan materi dengan baik

Materi atau pelajaran yang disampaikan dengan urutan yang logis, akan

lebih mudah dipahami oleh peserta didik dibandingkan dengan materi

yang tidak teratur. Beberapa bentuk penyusunan materi dengan metode

(33)

4. Reharsing the material (mengingat-ingat materi)

Para ahli psikologi percaya bahwa mengingat kembali materi yang baru

saja diberikan oleh pengajar adalah faktor penting dalam membantu daya

ingat peserta didik. Cara seperti ini dalam dilakukan dengan menyatakan

kembali dalam hati atau mengulang materi dengan teman-teman.

5. Pengulangan oleh guru atau dosen

Mengulang-ulang penjelasan terhadap suatu materi dapat membantu

peserta didik dalam mengingat pelajaran. Pengulangan ini dilakukan

dengan porsi yang tidak berlebihan dengan maksud memberi penekanan

terhadap materi yang dianggap materi.21

C. HASIL BELAJAR

1. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang

membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar” . pengertian hasil (product)

menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau

proses yang mengakibatkannya berubahnya input secara fungsional. Hasil

produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan

mengubah bahan (raw material) menjadi barang jadi (finished good). Hal

yang sama berlaku untuk memberikan batasan bagi istilah hasil panen, hasil

penjualan, hasil pembangunan, termasuk hasil belajar. Dalam siklus

input-proses-hasil, hasil dapat dengan jelas dibedakan dengan input akibat

21

Zaini Hisyam, bermawy Munthe, dan Sekar Ayu Aryani, Strategi Pembelajran Aktif,

(34)

perubahan oleh proses. Begitu pula dalam kegaiatan belajar mengajar,

setelah mengalami belajar, peserta didik berubah perilakunya disbanding

sebelumnya. Hubungan itu digambarkan oleh Grounlound sebagai berikut:

Belajar adalah proses dalam individu yang berinteraksi dengan

lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Perubahan ini

diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu

yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman.

Belajar merupakan proses yang unik dan kompleks. Keunikan tersebut

disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang belajar,

tidak pada orang laindan setiap individu menampilkan perilaku belajar yang

berbeda. Perbedaan penampilan itu disebabkan karena setiap individu

mempunyai karakteristik individual yang khas, seperti minat, intelegensi,

perhatian, bakat, dan sebagainya.

Proses pengajaran merupakan sebuah aktivitas sadar untuk membuat

peserta didik belajar. Proses sadar mengandung implikasi bahwa pengajaran

merupakan sebuah proses yang direncanakan untuk mencapai tujuan

pengajaran (goal directed). Dalam konteks demikian maka hasil belajar

merupakan perolehan dari proses belajar peserta didik sesuai dengan tujuan

pengajaran (ends are being attained).22

22 Ahmad Qurtubi,

(35)

2. Sasaran Evaluasi Hasil Belajar

Dalam sejarah pengukuran dan penilaian pendidikan tercatat, bahwa

pada kurun waktu tahun empat puluhan, beberapa orang pakar pendidikan di

Amerika Serikat yaitu Benjamin S. Bloom, M. D. Englehart, E. Furst, W. H.

Hill, Daniel R. Kratwohl dan didukung pula oleh Ralph A. Tylor,

mengembangkan suatu metode pengklasifikasian tujuan pendidikan yang

disebut taxonomy. Ide untuk membuat taksonomi itu muncul setelah lebih

kurang lima tahun mereka berkumpul dan mendiskusikan pengelompokan

tujuan pendidikan, yang pada akhirnya melahirkan sebuah karya Bloom dan

kawan-kawannya itu, dengan judul Taxonomy of educational objectives.

Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan berpendapat bahwa taksonomi

(pengelompokan) tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu pada tiga

jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik

yaitu; ranah proses berfikir (cognitive domain), ranah nilai atau sikap

(affective domain), dan ranah keterampilan (psychomotor domain).23

Mengingat ranah-ranah yang terkandung dalam suatu tujuan pendidikan

merupakan sasaran evaluasi hasil belajar, maka kita perlu mengenal secara

terperinci. Pengenalan terhadap ranah tersebut akan sangat membantu pada

saat memilih dan menyusun instrumen evaluasi hasil belajar. Adapun

ranah-ranah tersebut sebagai berikut:

23 Anas Sudijono,

(36)

a. Segi Kognitif

Tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau

pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi, serta

pengembanagan keterampilan intelektual (Jaralinek dan Foster).

Taksonomi atau penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom,

mengemukakan adanya 6 (enam) kelas atau tingkat yaitu:

1) Pengetahuan (knowledge)

Merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif berupa

pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan

tentang fakta, istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti

mempelajari. Dalam pengenalan siswa diminta untuk memilih

salah satu dari dua atau lebih jawaban.

2) Pemahaman (comprehension)

Merupakan tingkat berikutnya dari tujuan ranah kognitif berupa

kemampuan memahami atau mengerti tentang pelajaran yang

dipelajari tanpa perlu menghubungkan dengan isi pelajaran

lainnya. Dalam pemahaman siswa diminta untuk membuktikan

bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara

fakta-fakta atau konsep.

3) Penerepan (aplikasi)

Penerapan merupakan kemamapuan menggunakan generalisasi

atau abstraksi lainnya yang sesuai dalam situasi konkret atau

(37)

kemampuan untuk menyeleksi generalisasi atau abstraksi tertentu

(konsep, dalil, hukum, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk

diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara

benar.

4) Analisis

Analisis merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke

bagaian-bagian yang menjadi dasar unsur pokok. Untuk analisis,

siswa diminta untuk menganalisis hubungan atau situasi yang

kompleks atau konsep-konsep dasar.

5) Sintesis

Sintesis merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur

pokok ke dalam struktur yang baru. Dalam sintesis, siswa diminta

untuk melakukan generalisasi.

6) Evaluasi

Evaluasi merupakan kemampuan meniliai isi pelajaran untuk

suatu maksud atau tujuan tertentu. Dalam evaluasi siswa diminta

untuk menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah

dimiliki untuk menilai suatu kasus 24

24 Dimyati dan Mudjiono,

(38)

b. Segi Afektif

Segi afektif dapat diuraikan menjadi lima taraf, yaitu:

1) Memperhatikan (Receiving/attending)

Taraf pertama ini berkaitan dengan kepekaan pelajar terhadap

rangsangan fenomena yang datang dari luar. Taraf ini dibagi lagi

ke dalam tiga kategori, yaitu kesadaran akan fenomena, kesedian

menerima fenomena, dan perhatian yang terkontrol atau terseleksi

terhadap fenomena.

2) Merespons (Responding)

Pada taraf ini pelajar tidak lagi sekedar memperhatikan fenomena.

Ia sudah memiliki motivasi yang yang cukup, sehingga tidak saja

mau memperhatikan, tetapi juga bereaksi terhadap rangsangan.

Dalam hal ini termasuk ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan

dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

3) Menghayati nilai (Valuing)

Pada taraf ini tampak bahwa pelajar sudah menghayati dan

menerima nilai. Perilakunya dalam situasi tertentu sudah cukup

konsisten, sehingga sudah dipandang sebagai orang yang sudah

mengahayati nilai.

4) Mengorganisasikan

Pada taraf ini pelajar mengembangkan nilai-nilai ke dalam satu

sistem organisasi, dan menentukan hubungan satu nilai dengan

(39)

dalam proses organisasi ini adalah memantapkan dan

memprioritaskan nilai-nilai yang telah dimilikinya. Nilai itu

terdapat dalam berbagai situasi dan pelajaran, terutama sejarah

dan agama.

5) Menginternalisasikan nilai

Pada taksonomi afektif tertinggi ini, nilai-nilai yang dimiliki

pelajar telah mendarah daging serta memengaruhi pola

kepribadian dan tingkah laku. Dengan demikian, ia sudah dapat

digolongkan sebagai orang yang memegang nilai.

c. Segi Psikomotorik

Segi psikomotorik dapat diuraikan ke dalam taraf-taraf di bawah ini:

1) Persepsi

Taraf pertama dalam melakukan kegiatan yang bersifat motorik

ialah menyadri objek, sifat, atau hubungan melalui alat indra.

Taraf ini mencakup kemampuan menafsirkan rangsangan, peka

terhadap rangsangan, dan mendiskriminasikan rangsangan. Taraf

ini merupakan bagian utama dalam rangkaian situasi yang

menimbulkan kegiatan motorik.

2) Kesiapan (set)

Pada taraf ini terdapat kesiapan untuk melakukan tindakan atau

untuk beraksi terhadap sesuatu kejadian menurut cara tertentu.

Kesiapan mencakup tiga aspek, yaitu intelektual, fisis, dan

(40)

bahwa ia sedang berkonsentrasi dan menyiapkan diri secara fisis

maupun mental.

3) Gerakan terbimbing (respon terbimbing)

Taraf ini merupakan permulaan pengembangan keterampilan

motorik. Yang ditekankan ialah kemampuan yang merupakan

bagian dari keterampilan yang lebih kompleks. Respon terbimbing

adalah perbuatan individu yang dapat diamati, yang terjadi dengan

bimbingan individu lain yang memberi contoh.

4) Gerakan terbiasa (respon mekanistis)

Pada taraf ini pelajar sudah yakin akan kemampuannya dan sedikit

banyak terampil melakukan suatu perbuatan. Di dalamnya sudah

terbentuk kebiasaan untuk memberi respon sesuai dengan

jenis-jenis perangsang dan situasi yang dihadapi. Jadi pelajar sudah

berpegang pada pola.

5) Gerakan (respon) kompleks

Pada taraf ini pelajar dapat melakukan perbuatan motorik yang

kompleks, karena pola gerakan yang dituntut memang sudah

kompleks. Perbuatan itu dapat dilakukan secara lancar, luwes,

supel, gesit, atau lincah, dengan menggunakan tenaga dan waktu

yang sedikit.

Taraf yang disebut terakhir ini masih bias dikembangkan dengan

(41)

muncul kreativitas untuk berinisiatif dan mencipatakan sesuatu yang

baru.25

3. Faktor yang Memengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Belajar sebagai suatu proses sudah barang tentu harus ada yang

diproses (masukan atau input) dan hasil dari pemrosesan (keluaran atau

output). Jadi dalam hal ini kita dapat menganalisis kegiatan belajar itu

dengan pendekatan analisis system. Dengan pendekatan sistem ini sekaligus

kita dapat melihat adanya berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses

dan hasil belajar. Dengan pendekatan sistem, kegiatan belajar dapat

digambarkan sebagai berikut:

25 Munzier Suparta dan Hery Noer Aly,

Metodologi Pengajaran Agama Islam, Opcit, h. 52.

TEACHING – LEARNING

PROCESS INSTRUMENTAL INPUT

ENVIRONMENTAL INPUT

(42)

Gambar di atas menunjukkan bahwa masukan mentah (raw input)

merupakan bahan baku yang perlu diolah, dalam hal ini diberi pengalaman

belajar tertentu dalam proses belajar-mengajar (teaching-learning process).

Di dalam proses bejaja-mengajar itu turut berpengaruh pula sejumlah faktor

lingkungan (environmental input), dan berfungsi sejumlah faktor yang

sengaja dirancang dan dimanipulasikan (instrumental input) guna

menunjang tercapainya keluaran yang dikehendaki (output). Berbagai faktor

tersebut berinteraksi satu sama lain dalam menghasilkan keluaran tertentu.

Di dalam proses belajar-mengajar di sekolah, maka yang dimaksud

masukan mentah atau raw input adalah siswa, sebagai raw input siswa

memiliki karakteristik tertentu , baik fisiolgis maupun psikologis. Mengenai

faktor fisiologis ialah bagaimana kondisi fisik, panca indera, dan

sebagainya. Sedangkan yang menyangkut psikologis adalah: minat, tingkat

kecerdasan, bakat, motivasi, kemampuan kognitif, dan sebagainya.

Sedangkan yang termasuk instrumental input atau faktor-faktor yang

sengaja dirancang dan dimanipulasikan adalah; kurikulum atau bahan

pelajaran, guru yang memberikan pengajaran, sarana dan fasilitas, serta

manajemen yang berlaku di sekolah yang bersangkutan. Di dalam

keseluruhan sistem, maka instrumental input merupakan faktor yang sangat

penting pula dan paling menentukan dalam pencapaian hasil atau output

(43)

bagaimana proses belajar-mengajar itu akan terjadi di dalam dan diri si

pelajar.26

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat

dibedakan menjadi tiga macam, yakni; faktor internal (faktor dari dalam

siswa), faktor eksternal (faktor dari luar siswa), dan faktor pendekatan

belajar (approach to learning).

a). Faktor internal siswa

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendri meliputi dua aspek,

yakni: 1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah); 2) aspek psikologis

(yang bersifat rahaniah)

Pertama, Aspek fisiologis. Aspek fisiologis meliputi Kondisi umum

jasmani dan tonus (tegangan otat) yang menandai tingkat kebugaran

organ-organ tubuh dan sendi-sendi, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas

siswa dalam mengikuti pelajaran.

Kedua, Aspek psikologis. Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis

yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran

siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa pada umumnya

dipandang esensial itu adalah sebagai berikut; tingkat kecerdasan atau

intelegensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi siswa.

b) Faktor Eksternal Siswa

Seperti faktor internal siswa, fator eksternal siswa juga terdiri atas dua

macam yakni faktor lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial.

26 M. Ngalim Purwanto,

(44)

Faktor lingkungan sosial meliputi para guru, para staf administrasi,

teman-teman sekelas, masyarakat dan tetangga, serta teman-teman

sepermainan. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan

belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri.

Faktor lingkungan nonsosial meliputi gedung sekolah dan letaknya,

rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan

cuaca dan waktu belajar yanag digunakan siswa.

c) Faktor pendekatan belajar

Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang

digunakan siswa untuk menunjang keefektifan dan efesiensi dalam proses

pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat

langkah operasional yang direkayasa sedemikan rupa untuk memecahkan

masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu. 27

Sedangkan menurut Wasty Soemanto, banyak sekali faktor yang

mempengaruhi belajar. Namun, dari sekian banyak faktor yang

mempengaruhi belajar, dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu, faktor

stimulasi belajar, faktor metode belajar, dan faktor-faktor individual.

Pertama, faktor stimulasi belajar. Yang dimaksud dengan stimulasi

belajar di sini yaitu segala hal di luar individu yang merangsang individu itu

untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Yang termasuk

faktor-faktor stimulasi belajar yaitu panjangnya bahan pelajaran, kesulitan bahan

27 Muhibbin Syah,

(45)

pelajaran, berartinya bahan pelajaran, berat ringanya tugas, dan suasana

lingkungan eksternal.

Kedua, faktor metode belajar. Metode mengajar yang dilakukan oleh

guru sangat mempengaruhi metode balajar yang dipakai oleh si pelajar.

Dengan perkataan lain, metode yang dipakai oleh guru menimbulkan

perbedaan yang berarti bagi proses belajar. Faktor metode belajar

menyangkut hal berikut: kegiatan berlatih atau praktik, overlearning dan

drill, resitasi selama belajar, pengenalan tentang hasil belajar, belajar dengan

keseluruhan dan dengan bagian-bagian, penggunaan modalitas indra,

bimbingan dalam belajar, dan kondisi insentif.

Ketiga, Faktor individual. Faktor individual sangat besar pengaruhnya

terhadap belajar seseorang. Adapun yang termasuk faktor individual yaitu:

kematangan, faktor usia kronologis, faktor perbedaan jenis kelamin,

pengalaman sebelumnya, kapasitas mental, kondisi kesehatan jasmani,

kondisi kesehatan rohani, dan motivasi.28

D. PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

1. Hakikat dan Ciri Pembelajaran

Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk

mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian ekstrim

yang berperan terhadap rangkaian kejadian intern yang berlangsung dialami

siswa. Sementara Gagne, mendefinisikan pembelajaran sebagai pengaturan

28 Wasty Soemanto.

(46)

peristiwa secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan

membuatnya berhasil guna. Dalam pengertian lainnya, Winkel

mendefinisikan pembelajaran sebagai pengaturan dan penciptaan

kondisi-kondisi ekstrem sedemikian rupa, sehingga menunjang proses belajar siswa

dan tidak menghambatnya.

Pengertian pembelajaran yang lain dikemukakan oleh Miarso,

menyatakan bahwa pembelajaran adalah usaha pendidikan yang

dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih

dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali.

Dari beberapa pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan di

atas, maka dapat disimpulkan beberapa ciri pembelajaran sebagai berikut:

a. Merupakan upaya sadar dan disengaja.

b. Pembelajaran harus membuat siswa belajar.

c. Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan

d. Pelaksanaannya terkendali, baik isi, waktu , proses, maupun hasilnya.29

2. Prinsip-prinsip Pembelajaran

Sesuai dengan hakikat pembelajaran yang telah disebutkan di atas, ada

sejumlah prinsip yang harus diperhatikan ketika mengelola kegiatan

pembelajaran, di antaranya sebagai berikut.

a. Berpusat pada siswa

Prinsip ini mengandung makna bahwa dalam proses pembelajaran siswa

menempati posisi sentral sebagai subjek belajar. Keberhasilan proses

29 Evaline Siregara dan Hartini Nara,

(47)

pembalajaran tidak diukur dari sejauh mana materi pembelajaran telah

disampaikan guru akan tetapi sejuah mana siswa telah berhasil

menguasai materi pembelajaran.

b. Belajar dengan melakukan

Prinsip ini mengandung makna bahwa belajar adalah berbuat (learning

by doing) dan bukan hanya mendengarkan, mencatat sambil duduk di bangku. Dengan kata lain, belajar adalah proses beraktivitas. Siswa

bukan hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi dengan cara

menghafal, akan tetapi memperoleh informasi secara mandiri dan

kreatif melalui aktivitas mencari dan menemukan.

c. Mengembangkan kemampuan sosial

Manusia adalah makhluk sosial. Sejak lahir sampai akhir hayat tidak

mungkin hidup sendiri. Ia membutuhkan komunikasi dan bantuan orang

lain. Berdasarkan kenyataan tersebut maka proses pembelajaran bukan

hanya mengembangkan kemampuan intelektual akan tetapi kemampuan

sosial.

d. Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah manusia.

Rasa keingintahuan adalah fitrah yang dimiliki manusia dan tidak

dimiliki oleh makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Perkembangan

kebudayaan manusia yang menakjubkan seperti sekarang ini, didorong

oleh fitrah dan keingintahuan manusia. Oleh karena itu, proses

pembelajaran harus mampu melatih kepekaan dan keingintahuan setiap

(48)

e. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah

Kehidupan manusia tidak terlepas dari masalah yang harus diselesaikan.

Pengetahuan yang diperoleh siswa dari proses pembelajaran harus dapat

dijadikan sebagai alat untuk memecahkan masalah.

f. Mengembangkan kreativiitas siswa

Salah satu tujuan kurikulum adalah untuk membentuk manusia yang

kreatif dan inovatif. Selain untuk mengembangkan kemampuan sisi

akademik, proses pembelajaran juga dapat mendorong kreativitas siswa.

g. Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi

Dalam kehidupan globalisasi sekarang ini teknologi sudah menjadi

bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia.

Ketergantungan manusia terhadap hasil-hasil teknologi begitu tinggi,

dari mulai teknologi sederhana sampai penggunaan alat-alat transportasi

dan komunikasi yang modern. Semua ini harus menjadi pertimbangan

dalam pengelolaan pendidikan. Pendidikan dituntut membekali setiap

individu agar mampu memanfaatkan hasil-hasil teknologi. Pengenalan

dan kemampuan memanfaatkan hasil-hasil teknologi harus menjadi

bagian dalam proses pembelajaran.

h. Menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik

Salah satu kelemahan pendidikan saat ini adalah kelemahan dalam

menciptakan lulusan yang memiliki kesadaran terhadap aturan dan

(49)

mata pelajaran memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan

manusia yang sadar dan penuh tanggung jawab sebagai warga negara.

i. Belajar sepanjang hidup

Kehidupan manusia selalu berubah sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Apa yang dipelajari dewasa ini belum tentu

relevan dengan keadaan pada masa yang akan datang. Maka dari itu,

proses belajar mestinya tidak terbatas pada pendidikan formal waktu

sekolah saja. Akan tetapi, setiap manusia harus terus belajar untuk

mengikuti perkembangan zaman, agar mampu beradaptasi dalam setiap

perubahan. Oleh karena itu, proses belajar sepanjang hayat harus terus

diciptakan.30

3. Karakteristik pembelajaran bahasa Indonesia

Menurut Mulyana Istilah karakteristik dalam terminologi dapat

ditafsirkan sebagai ciri-ciri atau kekhasan yang tampak dalam cara kerja

atau aturan tentang bagaimana ilmu itu dioperasikan. Ciri-ciri itu kemudian

mewujud menjadi kekhasan sebuah kajian yang pada akhirnya kita pahami

sebagai sifat.

Sebagai sebuah ilmu, pengajaran bahasa Indonesia memiliki kekhasan

sendiri. Pengajaran bahasa Indonesia memiliki dua dimensi, yaitu dimensi

kebahasaan sebagai objek kajian dan dimensi pengajaran sebagai cara atau

alat untuk menerapkan teori. Adapun karakteristik pembelajaran bahasa

Indonesia sebagai berikut.

30 Yusi Rosdiana dan Lis setiawati,

(50)

a. Bersifat komunikatif

Salah satu doktrin yang selalu didengung-dengungkan dalam

pengajaran bahasa, yaitu belajar berkomunikasi. Pembelajaran bahasa

dirancang untuk menciptakan kompetensi komunikatif bagi para

pembelajar. Kompetensi komunikatif merupakan bekal utama bagi para

siswa untuk menjalankan aktivitas komunikasinya di lingkungan sosial

masyarakat. Selain itu, kompetensi kominikatif pun merupakan

landasan bagi siswa untuk beroleh ilmu pengetahuan, memaknai

pengalaman dan mengembangkan norma kedewasaan yang berlaku di

lingkungan sosialnya.

b. Bersifat kontekstual

Pembelajaran bahasa Indonesia bersifat kontekstual artinya

pembelajaran harus berhubungan dengan kebutuhan pembelajar dan

kebermaknaan bagi anak. Tujuan kehidupan mereka berangkat dari

pengalaman awal mereka. Dengan demikian, konteks sangat penting

dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Penyampaian materi

pembelajaran bahasa Indonesia harus menciptakan kondisi lingkungan

belajar yang realistik. Hal ini penting agar relevansi antara materi yang

dipelajari siswa di kelas dan kenyataan yang mereka hadapi di

lingkungan masyarakat tidak bias. Seyogianya, materi yang mereka

pelajari di kelas harus dapat memberikan manfaat terhadap lingkungan

kehidupannya di masyarakat.

(51)

Salah satu sifat bahasa adalah sistematis, yaitu bahasa tersusun atas

beberapa sistem satuan terkecil (bunyi) hingga sistem satuan yang

terbesar (kalimat). Sistem tersebut berurutan dan berewujud dalam

suatu pola. Hal ini memberikan implikasi bahwa dalam pengajaran

bahasa, materi yang diberikan harus berurutan. Dalam menyampaikan

materi bahasa mengenal adanya prinsip dasar, yaitu dari dekat ke jauh,

mudah ke sukar, dan konkret ke abstrak.

d. Menantang pembelajar memecahkan masalah nyata

Pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan mampu menerapkan prinsip

kebermaknaan kepada para pembelajar. Karena dengan kebermaknaan

para pembelajar akan mampu memahami konsep materi dengan

sempurna. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Indonesia

diharapkan mampu memfasilitasi para pembelajar untuk berlatih

memecahkan masalah-masalah nyata dalam kehidupan. Untuk

mencapai hal tersebut sudah seyogianya para pembelajar dibawa pada

konflik pengetahuan dan penyusunan konsep baru untuk menafsirkan

hal yang belum pasti sehingga mereka dapat memaknai setiap peristiwa

yang terjadi.

e. Membawa pembelajar kepada pembelajaran aktif

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mampu merangsang

minat dan motivasi siswa untuk giat berlatih dan bertanggung jawab

terhadap keberhasilan proses belajar. Guru harus mampu merangsang

(52)

kegiatan belajar yang aktif. Pembelajar dapat berpikir kritis dan

menyusun makna dari sesuatu yang dipelajari untuk merefleksikan

secara kritis pula dalam kehidupannya.

f. Penyusunan bahan dilakukan guru sesuai dengan minat dan keperluan

pembelajar

Dalam konteks belajar mengajar, guru merupakan sosok penting yang

turut serta menentukan ketercapaian tujuan belajar. Guru adalah kreator

yang harus mampu menangkap dan memahami kebutuhan pembelajar.

Aktivitas yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar harus

didasarkan pada analisis kebutuhan pembelajar. Bahan-bahan yang

diberikan dalam pembelajatran harus benar-benar didasarkan pada

kebutuhan dan minat pembelajar. Hal ini dapat dilakukan dengan

mengaitkan antar pengembangan dan pengetahuan pembelajar.31

4. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia memiliki peran sentral dalam perkembangan sosial

dan intelektual peserta didik dan merupakan penunjang dalam mempelajari

semua pelajaran. Pembelajaran bahasa dapat diharapakan membantu

peserta didik mengenal diri budayanya, dan budaya orang lain,

mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat,

menemukan dan menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang

ada dalam dirinya.

31Ma’mur Saadie, dkk,

Gambar

Grafika Yayasan Lektur, dengan jumlah kurang lebih 120 siswa. Peneliti
Gunakan rumus Chi-kuadrat, apabila X2 hitung < X2tabel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Grafika” itu didirikan dan dibiayai sepenuhnya oleh yayasan Lektur, dan
grafika serta
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa terdapat pengaruh metode pengajaran guru yaitu antara metode ceramah dan metode diskusi terhadap hasil belajar kognitif siswa

Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma.. Perbedaan Hasil Belajar Matematika Materi Garis Singgung Lingkaran Ditinjau Dari Penggunaan Metode Ceramah dan Diskusi di Kelas

PENGARUH METODE CERAMAH DENGAN REWARD (PENGHARGAAN) DAN METODE DISKUSI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII TERKAIT MATERI.. BANGUN DATAR SEGI EMPAT MTs NEGERI

Jadi berdasarkan hasil analisis terdapat pengaruh metode diskusi dalam pembelajaran aqidah akhlak terhadap hasil belajar siswa MTs sultan agung Jabalsari

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh antara metode pembelajaran Demonstras i dengan Ceramah terhadap peningkatan hasil belajar siswa kelas IV se-gugus

Penggunaan metode ceramah, diskusi, tanya jawab dalam meningkatkan minat belajar

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh antara metode pembelajaran Demonstras i dengan Ceramah terhadap peningkatan hasil belajar siswa kelas IV se-gugus

t tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan metode pembelajaran diskusi terhadap hasil belajar Al-Qur’an Hadits siswa pada materi pembelajaran