Skrpisi
Diajukan untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana pendidikan (S.Pd.) Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh
HENDRI PRADIYANTO
NIM: 107013000864
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
ABSTRAK
PERBANDINGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN METODE DISKUSI DAN CERAMAH TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI SMK GRAFIKA YAYASAN LEKTUR LEBAK BULUS
Nama : Hendri Pradiyanto
NIM : 107013000864
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Skripsi ini bertujuan mengetahui apakah terdapat tingkat perbedaaan hasil belajar bahasa Indonesia siswa yang diajarkan dengan metode diskusi dan
ceramah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
quasi-eksperimen. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI SMK Grafika
Yayasan Lektur Lebak Bulus. Teknik penentuan sampel mengikuti pola cluster
random sampling dengan jumlah 57 siswa yang terbagi dalam kelompok eksperimen (yang dalam pembelajarannya menggunakan metode diskusi) dan kelompok kontrol (yang dalam pembelajarannya menggunakan metode diskusi). Instrument penelitian berupa tes tertulis berbentuk pilihan ganda sebanyak 20 soal yang sudah diuji validitas, homogenitas, daya beda soal, dan indeks kesukarnnya.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t, dan berdasarkan perhitungan uji-t diperoleh thitung 0,54 dan ttabel 1,67 pada taraf
signifikansi 5% yang berarti thitung < ttabel (0,54 < 1,67).
Berdasarkan hasil analisis data, temuan, dan pembahasan diperoleh nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen adalah 84, 66, median 85, 925, modus 87, dan standar deviasi 7,85. Sedangkan pada kelas control rata-rata 81,259, median sebesar 81, 0625, modus 80, 75, dan standar deviasi 6, 892. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaaan hasil belajar yang signifkan antara siswa yang diajarkan dengan metode diskusi dan ceramah.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi Robbil Alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, Tuhan semesta alam atas rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga
selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga,
sahabat, dan para pengikutnya yang meniti jalan perjuangannya hingga akhir.
Penulis menyadari sepenuhnya banyak sekali kesulitan dan hambatan yang
dihadapi baik dari faktor materi, pengumpulan bahan-bahan, motivasi dalam diri
penulis, serta hambatan-hambatan lainnya. Namun berkat izin dan pertolongan
Allah, kesungguhan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya
penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dra. Nurlena Rifa’I, M.A, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra Mahmudah Fitriyah, M.Pd. dan Hindun, M.Pd. selaku Ketua dan
Sekretaris Jurusan, serta seluruh dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Drs. H. Cecep Suhendi, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang selalu
sabar dan teliti dalam mengoreksi dan membimbing penulis dalam
membuat skripsi ini.
4. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Drs. Turyono, M.Pd. selaku kepala SMK Grafika Yayasan Lektur serta
segenap guru dan karyawan sekolah yang telah memberikan kesempatan
6. Paling istimewa untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta yang kasih
sayangnya terus mengalir penuh keihlasan dalam membesarkan,
mendidik, serta tak bosan-bosannya memberikan dukungan moril,
materil, semangat dan doa untuk penulis.
7. Kakaku tercinta Masruri, Nursoleh, Rokhiman, Siti Nur Elis, dan Nunung
sulastri, yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk terus
berusaha dan berdoa. Adik dan ponakanku tercinta. Marzuki Rahmat dan
Bima Bagusan Jaya, Fatih Faiz Binasrillah, Rafi Nizar Adicandra, Refka
Azmi Imtihana, serta Haidar Aji Pratama. Karena merekalah penulis
terpacu untuk terus semangat dan berusaha menyelesaikan skripsi ini.
8. Imam Syafi’i, M.Eng., Masroni, M.Ag.,Anang Rachmad, S.Pd., dan Zamroni, S.Pd.I. (Guru MAN Babakan Lebaksiu Tegal) yang dengan
sabar dan ikhlas membuka hatinya untuk penulis mengadu semua
permasalahan (share) dalam hidup penulis.
9. Sahabat-sahabat Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT) Ciputat. M.Z. Dhofier, S.
Pd. Fatkhul Muin, Kamal Fuadi, S.Pd. Zaenal Muttaqin, M. Aqib Malik,
M S. Rizqi, Abdul Latif, Ikbal Kaukabuddin, Atfiyanah, Tatu Mulyanah,
Aenul Yaqin, dan seluruh sahabat-sahabat IMT Ciputat yang tidak bisa
saya sebutkan namanya satu persatu. Karena kalianlah penulis merasa
berada dalam satu keluarga selama di Ciputat.
10.Teman-teman seperjuangan angkatan 2007, Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia yang selalu memberikan canda dan tawa dalam
setiap langkah penulis selama di kampus.
Penulis berharap dan berdo’a kepada Allah SWT, agar seluruh
pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis, akan mendapatkan balasan
yang setimpal disisiNya, jazakumullah akhsanal jaza.
Jakarta, November 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
1. Pengertian Metode Diskusi ... 10
2. Jenis-jenis Metode diskusi ... 11
a. Kebaikan ... 17
b. Kelemahan... 17
B. METODE CERAMAH ... 35
1. Pengertian Metode Ceramah ... 18
2. Kelebihan dan Kelemahan Metode Ceramah ... 20
a. Kelebihan ... 20
b. Kelemahan... 21
C. HASIL BELAJAR ... 23
1. Pengertian Hasil Belajar ... 23
2. Sasaran Evaluasi Hasil Belajar... 25
a. Segi Kognitif ... 26
b. Segi Afektif ... 28
c. Segi Psikomotorik ... 29
3. Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar ... 31
a. Faktor Internal Siswa ... 33
b. Faktor Eksternal Siswa ... 33
c. Faktor Pendekatan Belajar ... 34
D. PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA ... 35
1. Hakikat dan Ciri pembelajaran... 35
2. Prinsip-prinsip Pembelajarn ... 36
3. Karakteristik Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 39
4. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 43
5. Fungsi Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 46
B. Metode dan Desain Penelitian ... 46
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 47
D. Instrumen Penelitian... 47
1. Uji Validitas ... 47
2. Uji Reliabilitas ... 48
4. Daya Pembeda Soal... 50
6. Keadaan Sarana dan Prasarana... 64
7. Kegiatan Ekstrakulikuler ... 65
B. Deskripsi Data ... 66
1.Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 67
2.Hasil Belajar Kelas kontrol ... 71
F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 81
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 83
A. Simpulan ... 83
B. Saran ... 84
A. Latar Belakang Masalah
Belajar pada intinya adalah proses memeroleh berbagai pengetahuan
(kognitif), keterampilan (psikomotrik), dan sikap (afektif). Proses belajar ini
dapat terjadi di sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai salah satu lembaga
yang menyelenggarakan pendidikan formal, sekolah mempunyai peranan
penting dalam mendewasakan peserta didik agar menjadi masyarakat yang
berguna. Untuk tujuan tersebut, sekolah menyelenggarakan kegiatan belajar
mengajar dan kurikulum sebagai wadah dan bahan mentahnya.
Dalam proses belajar mengajar, guru memegang peranan yang sangat
penting, tetapi tidak bisa dipisahkan peranan siswa dalam pencapaian tujuan
pendidikan, khususnya dalam hal penerimaan materi pelajaran. Agar
pembelajaran lebih efektif guru dituntut untuk menguasai manajemen kelas
atau sering juga disebut pengelolaan kelas. Di dalam kelas guru tidak hanya
bertugas menyampaikan materi saja, tetapi juga harus mampu mewujudkan
suasana belajar yang menyenangkan. Oleh karena itu, beban yang diemban
sekolah, dalam hal ini guru sangat berat. Karena guru yang berada pada baris
depan dalam membentuk pribadi siswa. Guru juga yang menentukan berhasil
atau tidaknya siswa dilihat dari hasil belajar.
Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan
Menengah Pertama (SMP/MTS), Sekolah Menengah Atas (SMA/MA) bahkan
sampai Perguruan Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran Bahasa
Indonesia itu memang penting kedudukannya. Diajarkannya Bahasa Indonesia
dalam semua jenjang pendidikan ternyata tidak membuat prestasi siswa dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia sesuai dengan yang diharapkan.
Berdasarkan data dari Kemendiknas, sebagian besar kasus ketidaklulusan
siswa dalam Ujian Nasional (UN) SMA, SMK, dan MA tahun 2010
disebabkan rendahnya nilai pelajaran Bahasa Indonesia. Kemendiknas
menemukan, rata-rata mata pelajaran bahasa Indonesia menjadi masalah bagi
siswa SMA, SMK, dan MA di semua jurusan. “Banyak siswa yang tidak lulus
UN dan harus mengulang karena salah satu mata pelajaran tidak memenuhi
syarat, terutama bahasa Indonesia,” kata Nuh (26/4).
Rendahnya nilai (angka) bahasa Indonesia sesungguhnya bukan hanya
terjadi pada UN tahun 2010. UN tahun 2009 yang lalu, nilai bahasa Indonesia
juga rendah. Suyatno, Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
(Uhamka) menegaskan hal itu dalam orasi ilmiahnya saat dikukuhkan sebagai
guru besar bidang Ilmu Pendidikan Bahasa, Kamis (20/8/09).
Dalam orasinya yang berjudul “Bahasa Indonesia sebagai Sarana
Pengembangan Guru Profesional”, Suyatno menampilkan data yang ironis itu.
Data laporan hasil Ujian Nasional SMP Negeri dan Swasta tahun 2008/2009
secara nasional menunjukkan, dari 3.441.815 peserta UN, peserta yang
rentang nilainya 7,00 sampai 7,99 hanya 32,86 persen atau 1.131.121 orang.
Untuk tingkat SMA/MA, hasil UN tahun 2008/2009 menunjukkan, dari
621.840 peserta jurusan IPA, tidak ada satu pun yang mendapat nilai 10.
Peserta yang rentang nilainya 7,00 hingga 7,99 ada 252.460 orang (40,6
persen). Di jurusan IPS, dari 854.206 peserta UN, tidak seorang pun yang
mendapat nilai 10. Siswa yang mendapat nilai antara 7,00 hingga 7,99 justru
lebih kecil lagi, yaitu hanya 240.815 peserta atau sekitar 28,2 persen. Di
jurusan bahasa (yang mestinya nilai bahasa Indonesia harus lebih baik), dari
43.688 peserta UN, peserta yang mendapat nilai antara 7,00 hingga 7,99 hanya
13.445orang atau sekitar 30,7 persen. Yang agak menyenangkan, di jurusan
bahasa ini, ada 6 orang siswa (atau sekitar 0,01 persen) yang mendapat nilai
sempurna (nilai 10). 1
Seolah mengulang hasil Ujian Nasional Sekolah Menengah Atas atau
Madrasah Aliyah (UN SMA atau MA), UN Sekolah Menengah Pertama atau
Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS) Tahun ajaran 2010-2011 kembali menjadi
masalah siswa, terutama pelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
Data Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) memperlihatkan
nilai akhir mata pelajaran (mapel) itu memiliki nilai minumum 0,8. Hasil ini
sebanding dengan mapel Matematika. Sementara untuk nilai bahasa Inggris
dan ilmu pengetahun alam (IPA) masing-masing bernilai minimum 0,9 dan
1,0.
"Memang Bahasa Indonesia termasuk yang rendah. Ini akan menjadi
1 Y. Priyono.
pokok bahasan berikutnya," ujar Menteri pendidikan nasional (mendiknas)
Mohammad Nuh kepada para wartawan, di Jakarta, Rabu (1/6).
Sebelumnya, untuk tingkat SMA atau MA, ada kurang lebih 1.786 siswa
ketidaklulusan Ujian Nasional (UN) 2011, akibat mata pelajaran (mapel)
bahasa dan sastra Indonesia kurang dari 4. Jumlah itu merupakan jumlah yang
terbanyak kedua setelah mata pelajaran (mapel) Matematika2.
Dari data di atas menunjukkan rendahnya kemampuan bahasa Indonesia
siswa. Rendahnya nilai kemampuan bahasa Indonesia siswa setidaknya
disebabkan karena dua faktor. Pertama, faktor siswa, yang cenderung lebih
menyepelekan pelajaran bahasa Indonesia karena kebanyakan siswa
menganggap bahwa bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang mudah
berbeda dengan Matematika, Fisika, Kimia, dan pelajaran lainnya. Kedua
faktor guru, sistem pengelolaan kelas termasuk di dalamnya strategi
pembelajaran yang kurang tepat menjadi salah satu faktor rendahnya nilai
bahasa Indonesia.
Strategi merupakan suatu rencana tentang cara-cara penggunaan dan
pemanfaatan potensi dan sarana yang ada untuk meningkatkan aktivitas dan
efesiensi dalam pembelajaran. Pada umumnya kegiatan belajar mengajar di
Indonesia selama ini masih bercorak tradisonal, pengajaran yang dimaksud
2
Arif Hulwan, UN Bahasa Indonesia Kembali Jadi Momok.
adalah bentuk pengajaran klasikal yang umumnya masih berpusat pada guru
yakni dengan menggunakan metode ceramah.
Metode ceramah merupakan bentuk penyajian informasi secara lisan,
baik yang formal dan berlangsung selama 45 menit, maupun yang informal
hanya berlangsung selama lima menit. Walaupun terdapat
kelemahan-kelemahan yang mencolok dalam metode ceramah seperti tidak memberi
siswa kesempatan untuk mempraktikkan perilaku yang relevan (selain
mencatat), ceramah masih dapat bermanfaat bagi siswa berapapun usianya.
Ceramah memungkinkan si guru untuk menyampaikan topik dengan perasaan;
dapat lewat cara penyampaiannya, dapat dengan intonasi tertentu, dengan
tekanan suaranya, ataupun dengan gerak-gerik tangannya. Topik yang
sederhana dapat dibuat menarik, atau sebaliknya, yang menarik dapat
membosankan.
Berbeda dengan metode ceramah, metode diskusi tidak lagi diarahkan
oleh guru, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan ide-ide mereka
sendiri. Melalui metode diskusi pula dapat mengubah pola perilaku afektif
siswa secara konkret. Dalam hal sikap atau nilai, perubahan sukar sekali
dilakukan jika siswa tidak diberi kesempatan untuk menyatakan perasaannya.
terlepas dari kelebihannya, metode diskusi membutuhkan banyak waktu,
dalam membahas suatu topik atau pokok permasalahan. 3
Dengan memperhatikan kelebihan dan kelemahan metode ceramah dan
metode diskusi di atas, penulis tertarik untuk mengetahui manakah di antara
3 W. James Popham dan Eva L. Baker,
kedua metode tersebut yang lebih efektif untuk dipergunakan dalam
pengajaran Bahasa Indonesia terhadap siswa menengah kejuruan.
Dalam presentasi menyampaikan makalah, penulis bersama teman-teman
pada saat perkuliahan Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia disimpulkan
bahwa metode diskusi lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah
dalam pengajaran bahasa Indonesia khususnya siswa Sekolah Menengah Atas
baik SMA/MA/SMK, pertimbangannya adalah karena siswa SMA/MA/SMK
telah dapat berfikir dewasa dan kritis dalam menyikapi berbagai masalalah.
Akan tetapi bagi penulis jawaban tersebut kurang memuaskan, karena
belum ada pembuktian sendiri, sehingga penulis berminat untuk mencari
jawabannya secara langsung dengan melakukan penelitian pada salah satu
Sekolah Menengah Kejuruan yang ada di Jakarta. Akhirnya penulis
memutuskan memilih SMK Grafika Yayasan Lektur Lebak Bulus Jakarta
Selatan sebagai objek penelitian.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis merumuskan dalam sebuah judul
skripsi yaitu: “Perbandingan pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode
diskusi dan ceramah terhadap hasil belajar siswa kelas XI SMK Grafika
Yayasan Lektur Lebak Bulus ”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah yang dapat
teridentifikasi sebagai berikut:
1. Proses Pembelajaran bahasa Indonesia kelas XI yang menggunakan
2. Hasil belajar mata pelajaran bahasa Indonesia siswa yang menggunakan
metode diskusi dan ceramah
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa
4. Perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan metode diskusi dan
ceramah
5. Tingkat perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan metode diskusi
dan ceramah
C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini lebi terarah dan operasional,
penulis membatasi masalah kepada:
1. Perbandingan hasil belajar siswa yang menggunakan metode diskusi
dengan metode ceramah pada kelas XI SMK Grafika Yayasan Lektur.
2. Seberapa besar tingkat perbedaan hasil belajar bahasa Indonesia siswa
yang diajarkan dengan metode diskusi dan ceramah
D. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas maka penulis membuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajarkan
dengan metode diskusi dan ceramah?
2. Seberapa besar tingkat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajarkan
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini mempunyai
beberapa tujuan antara lain:
1. mengetahui hasil belajar siswa yang diajarkan dengan metode diskusi dan
ceramah
2. mengetahui seberapa besar tingkat perbedaan hasil belajar antara siswa
yang diajarkan dengan metode diskusi dan ceramah
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara
teoritis maupun praktis kepada berbagai pihak, sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis untuk khazanah intelektual, diharapkan penelitian ini
menjadi sumbangan gagasan dan tawaran solusi terhadap pelaksanaan
metode pembelajaran di sekolah.
2. Manfaat praktis kepada berbagai pihak antara lain
a. Guru,
sebagai bahan rujukan dan pedoman dalam pelaksanaan metode
diskusi
b. Siswa,
mengambangkan cara berfikir ilmiah dan sifat demokratis dalam
belajar
c. Penulis,
pengalaman langsung dalam menerapkan metode diskusi dalam
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, maka dibuatlah sistematika
penulisan yang terdiri dari beberapa bab, dan bab-bab tersebut memiliki
beberapa sub-bab yaitu:
Bab I. Pendahuluan, terdiri dari: Latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II. Landasan Teori, terdiri atas: Diskusi (pengertian, jenis, serta
kebaikan dan kelemahan), Ceramah (Pengertian serta kebaikan dan
kelemahan), Hasil belajar (pengertian, sasaran evaluasi hasil belajar, dan
faktor yang mempengaruhi belajar), dan pembelajaran Bahasa Indonesia
Bab III. Metodelogi penelitian, terdiri atas: tempat dan waktu penelitian,
metode penelitian, populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, teknik
pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan pengajuan
hipotesis.
Bab IV. Hasil dan pembahasan, terdiri dari atas: latar belakang sekolah,
deskripsi data, teknik analisis data (uji normalitas dan uji homogenitas),
analisis data uji hipotesis, hipotesis penelitian, dan pembahasan hasil
penelitianan.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. METODE DISKUSI
1. Pengertian Metode Diskusi
Teknik diskusi adalah salah satu teknik belajar-mengajar yang dilakukan
oleh seorang guru di sekolah. Di dalam diskusi ini proses interaksi antara dua
atau lebih individu yang terlibat, saling tukar pengalaman, informasi,
memecahkan masalah, dapat juga terjadi semuanya aktif tidak ada yang pasif
sebagai pendengar saja.4
Menurut E. Mulyasa dalam bukunya menjadi guru yang professional
berpendapat bahwa diskusi dapat diartikan sebagai percakapan responsif yang
dijalin oleh pertanyaan-pertanyaan problematis yang diarahkan untuk
memecahkan masalah. Hal tersebut sejalan dengan pengertian yang
dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa diskusi
adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah.
Dalam diskusi selalu ada pokok permasalahan yang perlu dipecahkan.5
berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa diskusi adalah
salah satu bentuk komunikasi dua arah, di mana terjadi proses tukar pikiran
atau ide, baik antara siswa dan siswa ataupun siswa dan guru untuk
memecahakan suatu masalah.
4
. Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta. 2008), Cet. Ketujuh, h. 5 5 E. Mulyasa,
Menjadi Guru Profesional ; Menciptakan Pembelajaran Aktif dan Menyenangkan,
Metode diskusi merupakan metode yang biasanya dipergunakan dalam
pembelajaran orang dewasa, karena mereka dapat berpartisipasi aktif untuk
menyumbangkan pemikiran, gagasan dalam kegiatan diskusi. Kalau dalam
metode ceramah hanya terjadi komunikasi satu arah, maka metode diskusi
terjadi banyak arah. Dengan demikian, metode diskusi adalah mengemukakan
pendapat dan gagasan dalam musyawarah untuk mencapai mufakat. Bisanya
siswa dihadapkan pada suatu atau sejumlah persoalan atau masalah yang
mungkin disodorkan guru. Mahasiswa dapat pula menentukan sendiri topik
yang perlu dipecahkan bersama. Tujuan diskusi pada umunnya adalah mencari
pemecahan masalah, dari sinilah muncul bermacam-macam jawaban yang
perlu dipilih satu atau dua jawaban yang logis dan tepat guna dari
bermacam-macam jawaban yang lain untuk mencapai mufakat atau persetujuan.6
2. Jenis-jenis Metode Diskusi
Selama ini, dalam pembelajaran orang dewasa, dikenal banyak macam
metode diskusi dan seorang guru atau fasilitator dapat memilih salah satu atau
gabungan dari berbagi teknik ini sehingga mampu memberikan berbagai
variasi bagi siswa dalam belajar sehingga tidak menimbulkan kebosanan.
Adapun macam-macam diskusi adalah sebagai berikut:
6
a. Whole group
Whole group merupakan bentuk diskusi kelas di mana para pesertanya duduk setengah lingkaran. Dalam diskusi ini guru bertindak sebagai
pemimpin, dan topik yang akan dibahas telah direncanakan sebelumnya.7
b. Diskusi kelompok
Diskusi kelompok biasanya dapat berupa diskusi kelompok kecil yang
terdiri dari empat sampai enam orang peserta, dan diskusi kelompok besar
yang terdiri dari tujuh sampai lima belas orang. Dalam diskusi tersebut
dibahas tentang suatu topik tertentu dan dipimpin oleh seorang ketua dan
seorang sekretaris. Para anggota diskusi diberi kesempatan berbicara atau
mengemukakan pendapat dalam pemecahan masalah. Sementara itu, Kang
dan Song mendefinisikan diskusi kelompok sebagai pertemuan atau
percakapan antara dua orang atau lebih yang membahas topik tertentu
yang menjadi pusat perhatian bersama.8
c. Buzz grup
Bentuk diskusi ini terdiri dari kelas yang dibagi-bagi menjadi
kelompok-kelompok kecil yang terdiri tiga sampai empat orang peserta.
Tempat duduk diatur sedemikian rupa agar para siswa dapat bertukar
pikiran dan bertatap muka dengan mudah. Diskusi ini biasanya diadakan
di tengah-tengah pelajaran atau diakhir pelajaran dengan maksud
7
M, Basyirudin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam,(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 40
8 Suprijanto.
memperjelas dan mempertajam kerangka bahan pelajaran atau sebagai
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
d. Panel
Yang dimaksud panel di sini adalah suatu bentuk diskusi yang terdiri
dari tiga sampai enam orang peserta untuk mendiskusikan suatu topik
tertentu dan duduk dalam semi melingkar yang dipimpin oleh moderator.
Panel ini secara fisik dapat berhadapan langsung dengan audien atau dapat
juga secara tidak langsung. Sebagai contoh diskusi panel yang terdiri dari
para ahli ini para audien tidak turut bicara, namun dalam forum tertentu
para audien diperkenankan untuk memberikan tanggapannya.9
e. Syndicate group
Adalah suatu kelompok besar dibagi menjadi kelompok kecil dengan
anggota tidak lebih dari lima orang. Masing-masing kelompok kecil
tersebut melakukan diskusi tertentu, dan tugas ini bersifat sementara.
Fasilitator dalam hal ini guru memberikan penjelasan secara umum dan
garis besar permasalahan, kemudian tiap-tiap kelompok kecil (syndicate)
diberi tugas mempelajari suatu parkrik tertentu yang berbeda dengan
kelompok kecil lainya. Jika memungkinkan seorang guru menyediakan
referensi. Setelah kelompok bekerja sendiri-sendiri, kemudian
masing-masing kelompok menyajikan hasil diskusinya dalam sidang pleno untuk
dibahas lebih lanjut.10
9 M, Basyirudin Usman,
Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Opcit,h. 41. 10 Sudiyono, Triyo Supriyatno, dan Moh. Padli,
f. Simposium
Dalam simposium biasanya terdiri dari pembawa makalah,
moderator, dan notulis, serta beberapa peserta symposium. Pembawa
makalah diberi kesempatan untuk menyampaikan makalahnya di muka
peserta secara singkat (antara sepuluh sampai lima belas menit).
Selanjutnya diikuti oleh penyanggah dan tanggapan para audien. Bahasan
diskusi kemudian disimpulkan dalam bentuk rumusan hasil simposium.
g. Informal debate
Biasanya bentuk diskusi ini kelas dibagi menjadi dua tim yang agak
seimbang besarnya dan mendiskusikan subjek yang cocok untuk
diperdebatkan. Fasilitator memberikan persoalan yang sama kepada kedua
kelompok tersebut, dan memberikan tugas yang bertentangan, yaitu satu
kelompok yang “pro” dan satu kelompok yang kontra.
h. Fish bowl
Bentuk diskusi ini terdiri dari beberapa orang peserta dan dipimpin
oleh seorang ketua untuk mencari suatu keputusan. Tempat duduk diatur
setengah melingkar dengan dua atau tiga kursi yang kosong menghadap
peserta diskusi. Kelompok pendengar duduk mengelilingi kelompok
diskusi yang seolah-olah melihat ikan yang berada dalam sebuah
mangkok. Selama diskusi, kelompok pendengar yang ingin
menyumbangkan pendapatnya dapat duduk di kursi yang kosong yang
dia boleh bicara dan kemudian meninggalkan kursi tersebut setalah selesai
bicara.
i. The open discussion group
Kegiatan dalam bentuk diskusi ini akan dapat mendorong siswa agar
lebih tertarik untuk berdiskusi dan belajar keterampilan dasar dalam
mengemukakan pendapat, mendengarkan dengan baik, dan
memperhatikan suatu pokok pembicaraan dengan tekun. Jumlah kelompok
yang baik terdiri antara tiga sampai sembilan orang peserta. Dengan
diskusi ini dapat membantu para siswa belajar mengemukakan pendapat
secara jelas, memecahkan masalah, memahami apa yang dikemukakan
oleh orang lain dan dapat menilai kembali pendapatnya.
j. Brainstorming
Bentuk diskusi ini akan menjadi baik bila jumlah anggotanya terdiri
delapan samapi dua belas orang peserta. Setiap anggota kelompok
diharapkan dapat menyumbangkan ide dalam pemecahan masalah. Hasil
belajar yang diinginkan adalah menghargai pendapat orang lain,
menumbuhkan rasa percaya diri dalam upaya mengembangkan ide-ide
yang ditemukan atau dianggap benar.11
Berbeda dengan pendapat yang dikemukakan di atas, Engkoswara, Dalam
bukunya Dasar-dasar Metodologi Pengajaran hanya membagi jenis diskusi
menjadi lima, tiga di antaranya telah disebutkan sebelumnya yakni
11 M, Basyirudin Usman,
simposium, diskusi panel, dan buzz group. Adapun yang belum dijelaskan yaitu:
a. Diskusi kelas
Guru mengajukan persoalan kepada seluruh kelas, kemudian ditanggapi
oleh anak-anak. Buru berfungsi sebagai pengatur, pendorong, dan pengarah
pembicaraan. Pimpinan diskusi dapat juga dilakukan oleh anak. Diskusi
semacam ini tampaknya agak formal karena itu ada kalanya disebut juga
sebagai diskusi formal. Pembicaraan diatur oleh ketua diskusi. Siapa saja yang
mau berbicara kadang-kadang harus mencatatkan diri, baru kemudian
diperkenakan bicara. Segala pembicaraan dicatat oleh penulis dan pada akhir
diskusi diajukan beberapa kesimpulan untuk ditanggapi anggotanya.
b. Diskusi Kuliah
Seorang pembicara, guru atau seorang anak berbicara di muka kelas
mengemukakan persoalannya sekitar 20 atau 30 menit. Setelah itu diadakan
pertanyaan-pertanyaan. Diskusi terbatas pada satu persoalan yang
dikemukakan pembicara, sehingga melalui diskusi semacam itu persoalan
diharapkan dibicarakan dan dipelajari secara mendalam.
Pembagian jenis-jenis diskusi itu pada dasarnya sama, yang membedakan
dari kedua penjelasan itu adalah teknik penyajian materi dan jumlah
pembagaian siswa dalam setiap kelompok diskusi.12
12
3. Kebaikan dan Kekurangan Metode Diskusi
Diskusi sebagai salah satu metode yang dapat digunakan untuk mecapai
tujuan pendidikan tentunya tidak terlepas dari kelemhahan dan
kelebihannnya.
a. Kebaikan
1) Suasana kelas hidup dan dinamis
2) Mempertinggi partisipasi siswa untuk mengeluarkan pendapatnya
baik secara individu atau kelompok
3) Merangsang siswa untuk mencari jalan pemecahan masalah yang
dihadapi bersama, dengan jalan bermusayawarah dan urun rembuk
bersama-sama.
4) Melatih sikap kretaif dan dinamis dalam berpikir
5) Menumbuhkan sikap toleransi dalam berpendapat maupun bersikap
6) Hasil diskusi dapat disimpulkan dan mudah dipahami
7) Memperluas cakrawala dan wawasan berpikir peserta diskusi
b. Kelemahan
1) Kemungkinan siswa yang tidak ikut aktif dijadikan kesempatan
untuk bermain-main, dan menggangu temannya yang lain
2) Apabila suasana kelas tidak dapat dikuasai, kemungkinan
penggunaam waktu tidak efektif, dan dapat berakibat tujuan
3) Sulit memprediksi arah penyelesaian diskusi. Hal ini terjadi jika
proses jalannya diskusi hanya merupakan ajang perbedaan
pendapat yang tidak ada ujung penyelesainnya.
4) Siswa mengalami kesulitan untuk mengeluarkan pendapat secara
sistematis. Terutama bagi siswa yang memeiliki sifat pemalu dan
rasa takut mengeluarkan pendapat
5) Kesulitan mencari tema diskusi yang aktual, hangat, dan menarik
untuk didiskusikan. 13
B. METODE CERAMAH
1. Pengertian Metode Ceramah
Metode ceramah yang berasal dari kata lecture, memiliki arti dosen atau
metode dosen, metode ini lebih banyak dipergunakan di kalangan dosen,
karena dosen memberikan kuliah mimbar dan disampaikan dengan ceramah
dengan pertimbangan dosen berhadapan dengan banyak mahasiswa yang
mengikuti perkuliahan. Metode ini berbentuk penjelasan konsep, prinsip, dan
fakta. 14
Yang dimaksud dengan metode ceramah yaitu cara menyampaikan suatu
pelajaran tertentu dengan jalan penuturan secara lisan kepada anak didik atau
khalayak ramai. 15 Adapun menurut Slameto ceramah ialah pidato yang
13 Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar,
Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 45.
14 Martinis Yamin,
Strategi Pembelajarn Berbasis Kompetensi, (Ciputat: Gaung Persada Press, 2005) , Cet. Ketiga, h. 65.
15
disampaikan oleh seorang guru di depan sekelompok siswa atau kelas. 16
Pengertian senada disampaikan oleh H. Sudiyono dkk., bahwa metode
ceramah merupakan metode yang memberikan penjelasan atau memberi
deskripsi lisan secara sepihak (oleh seorang fasilitator) tentang suatu materi
pembelajaran tertentu.17
Dari beberapa pengertian di atas dapat penulis ambil kesimpulan bahwa
diskusi adalah metode penyampaian informasi atau pengetahuan (bahan
pelajaran) yang dilakukan oleh guru secara lisan di hadapan murid atau
peserta didik.
Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode
tradisonal, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat
komunikasi lisan anatara guru dengan anak didik dalam proses belajar
mengajar . meski metode ini banyak menuntut keaktifan guru daripada anak
didik, tetapi metode ini tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam
kegiatan pengajaran. Apalagi dalam pendidikan dan pengajaran tradisonal,
seperti dipedesaan yang kekurangan fasilitas.
Cara mengajar dengan ceramah dapat dikatakan juga sebagai teknik
kuliah, merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan
keterangan atau informasi atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta
masalah secara lisan.18
16 Slameto,
Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 100.
17 Sudiyono, dkk.,
Strategi Pembelajaran Partisipatori di Perguruan Tinggi , Opcit, h. 120. 18 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan zain,
Teknik ceramah memang dapat digunakan untuk menyampaikan
informasi, terutama kepada mereka yang termotivasi. Artinya, seseorang
yang termotivasi untuk mendapatkan informasi tertentu. Di dalam
pembelajaran bahasa Indonesia, teknik ceramah ini dapat digunakan untuk
melatih keterampilan mendengar (menyimak). Siswa dilatih untuk membuat
intisari dari ceramah yang didengarnya, kemudian mencertikan kembali
dengan bahasanya ssendiri. Teknik ceramah dapat juga dirangkaikan dengan
teknik yang lain, misalnya teknik tanya jawab, jika memang telah
direncanakan setelah ceramah selesai siswa diberi kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan ceramah yang
baru didengarnya.19
2. Kelebihan dan Kelamahan Metode Ceramah
Sebagaimana metode-metode pengajaran yang lain, metode ceramah pun
tidak terlepas dari kelebihan dan kelemahan.
a. Kelebihan
1) Dalam waktu yang singkat guru dapat menyampaikan bahan
sebanyak-banyaknya.
2) Organisasi kelas lebih sederhana tidak perlu mengadakan
pengelompokan murid seperti pada metode yang lain.
3) Guru dapat menguasai seluruh kelas dengan mudah, walaupun jumlah
murid cukup banyak.
19 Solchan, dkk,
4) Guru sebagai penceramah berhasil baik, maka dapat menimbulkan
semangat, dan kreasi yang konstruktif.
5) Fleksibel, dalam arti bahwa jika waktu sedikit bahan dapat
dipersingkat, diambil yang penting-penting saja, jika waktu banyak
dapat disampaikan sebanyak-banyaknya dan mendalam.
b. Kelamahan
1) Guru sulit mengetahui pemahaman anak didik terhadap bahan-bahan
yang diberikan
2) Kadang-kadang guru cenderung ingin menyampaikan bahan yang
sebanyak-banyaknya hingga menjadi bersifat pemompaan.
3) Anak didik cenderung menjadi lebih pasif dan ada kemungkinan
kurang tepat dalam mengambil kesimpulan, berhubung guru dalam
menyampaikan bahan pelajaran dengan lisan
4) Jika guru tidak memperhatikan segi psikologis dari anak didik,
ceramah dapat bersifat melantur dan membosankan. Sebaliknya kalau
guru berlebih-lebihan berusaha untuk menimbulkan inti dan isi
ceramah menjadi kabur.20
Mengingat adanya berbagai kelemahan yang ada dalam metode ceramah,
maka perencanaan yang matang sangat diperlukan. Untuk itu hal-hal yang
dapat membantu daya ingat peserta didik dalam belajar perlu mendapat
perhatian yang cukup dari seorang guru. Dalam hal ini, Bligh memberikan
beberapa saran yang cukup baik untuk di simak dan dipertimbangkan yang
20 Abu Ahmad dan Joko Tri Prasetya,
berupa faktor-faktor yang dapat membantu daya ingat peserta didik dalam
belajar, yaitu:
1. Membuat pembelajaran bermakna
Pembelajaran yang bermakna mempunyai pengaruh yang sangat besar
bagi peserta didik dalam belajar. Kata bermakna di sini dapat berarti
sejauh mana informasi yang disampaikan oleh guru atau dosen sesuai
dengan informasi yang dimiliki peserta didik, atau sejauh mana informasi
tersebut memenuhi harapan mereka.
2. Keseluruhan atau parsial
Pembicaraan tentang keseluruhan atau parsial ini terus menjadi bahan
diskusi bagi para pendidik dan ahli psikologi. Yang dimaksud dengan
keseluruhan semua topik materi dalam satu waktu tertentu diberikan
dalam satu waktu. Sementara parsial adalah materi diberikan
sepotong-potong. Jadi sejumlah materi yang akan diberikan dalam jangka waktu
tertentu, seperti jam pelajaran, diberikan sedikit demi sedikit dan disellingi
dengan waktu jeda.
3. Pengaturan materi dengan baik
Materi atau pelajaran yang disampaikan dengan urutan yang logis, akan
lebih mudah dipahami oleh peserta didik dibandingkan dengan materi
yang tidak teratur. Beberapa bentuk penyusunan materi dengan metode
4. Reharsing the material (mengingat-ingat materi)
Para ahli psikologi percaya bahwa mengingat kembali materi yang baru
saja diberikan oleh pengajar adalah faktor penting dalam membantu daya
ingat peserta didik. Cara seperti ini dalam dilakukan dengan menyatakan
kembali dalam hati atau mengulang materi dengan teman-teman.
5. Pengulangan oleh guru atau dosen
Mengulang-ulang penjelasan terhadap suatu materi dapat membantu
peserta didik dalam mengingat pelajaran. Pengulangan ini dilakukan
dengan porsi yang tidak berlebihan dengan maksud memberi penekanan
terhadap materi yang dianggap materi.21
C. HASIL BELAJAR
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang
membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar” . pengertian hasil (product)
menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau
proses yang mengakibatkannya berubahnya input secara fungsional. Hasil
produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan
mengubah bahan (raw material) menjadi barang jadi (finished good). Hal
yang sama berlaku untuk memberikan batasan bagi istilah hasil panen, hasil
penjualan, hasil pembangunan, termasuk hasil belajar. Dalam siklus
input-proses-hasil, hasil dapat dengan jelas dibedakan dengan input akibat
21
Zaini Hisyam, bermawy Munthe, dan Sekar Ayu Aryani, Strategi Pembelajran Aktif,
perubahan oleh proses. Begitu pula dalam kegaiatan belajar mengajar,
setelah mengalami belajar, peserta didik berubah perilakunya disbanding
sebelumnya. Hubungan itu digambarkan oleh Grounlound sebagai berikut:
Belajar adalah proses dalam individu yang berinteraksi dengan
lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Perubahan ini
diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu
yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman.
Belajar merupakan proses yang unik dan kompleks. Keunikan tersebut
disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang belajar,
tidak pada orang laindan setiap individu menampilkan perilaku belajar yang
berbeda. Perbedaan penampilan itu disebabkan karena setiap individu
mempunyai karakteristik individual yang khas, seperti minat, intelegensi,
perhatian, bakat, dan sebagainya.
Proses pengajaran merupakan sebuah aktivitas sadar untuk membuat
peserta didik belajar. Proses sadar mengandung implikasi bahwa pengajaran
merupakan sebuah proses yang direncanakan untuk mencapai tujuan
pengajaran (goal directed). Dalam konteks demikian maka hasil belajar
merupakan perolehan dari proses belajar peserta didik sesuai dengan tujuan
pengajaran (ends are being attained).22
22 Ahmad Qurtubi,
2. Sasaran Evaluasi Hasil Belajar
Dalam sejarah pengukuran dan penilaian pendidikan tercatat, bahwa
pada kurun waktu tahun empat puluhan, beberapa orang pakar pendidikan di
Amerika Serikat yaitu Benjamin S. Bloom, M. D. Englehart, E. Furst, W. H.
Hill, Daniel R. Kratwohl dan didukung pula oleh Ralph A. Tylor,
mengembangkan suatu metode pengklasifikasian tujuan pendidikan yang
disebut taxonomy. Ide untuk membuat taksonomi itu muncul setelah lebih
kurang lima tahun mereka berkumpul dan mendiskusikan pengelompokan
tujuan pendidikan, yang pada akhirnya melahirkan sebuah karya Bloom dan
kawan-kawannya itu, dengan judul Taxonomy of educational objectives.
Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan berpendapat bahwa taksonomi
(pengelompokan) tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu pada tiga
jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik
yaitu; ranah proses berfikir (cognitive domain), ranah nilai atau sikap
(affective domain), dan ranah keterampilan (psychomotor domain).23
Mengingat ranah-ranah yang terkandung dalam suatu tujuan pendidikan
merupakan sasaran evaluasi hasil belajar, maka kita perlu mengenal secara
terperinci. Pengenalan terhadap ranah tersebut akan sangat membantu pada
saat memilih dan menyusun instrumen evaluasi hasil belajar. Adapun
ranah-ranah tersebut sebagai berikut:
23 Anas Sudijono,
a. Segi Kognitif
Tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau
pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi, serta
pengembanagan keterampilan intelektual (Jaralinek dan Foster).
Taksonomi atau penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom,
mengemukakan adanya 6 (enam) kelas atau tingkat yaitu:
1) Pengetahuan (knowledge)
Merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif berupa
pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan
tentang fakta, istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti
mempelajari. Dalam pengenalan siswa diminta untuk memilih
salah satu dari dua atau lebih jawaban.
2) Pemahaman (comprehension)
Merupakan tingkat berikutnya dari tujuan ranah kognitif berupa
kemampuan memahami atau mengerti tentang pelajaran yang
dipelajari tanpa perlu menghubungkan dengan isi pelajaran
lainnya. Dalam pemahaman siswa diminta untuk membuktikan
bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara
fakta-fakta atau konsep.
3) Penerepan (aplikasi)
Penerapan merupakan kemamapuan menggunakan generalisasi
atau abstraksi lainnya yang sesuai dalam situasi konkret atau
kemampuan untuk menyeleksi generalisasi atau abstraksi tertentu
(konsep, dalil, hukum, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk
diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara
benar.
4) Analisis
Analisis merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke
bagaian-bagian yang menjadi dasar unsur pokok. Untuk analisis,
siswa diminta untuk menganalisis hubungan atau situasi yang
kompleks atau konsep-konsep dasar.
5) Sintesis
Sintesis merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur
pokok ke dalam struktur yang baru. Dalam sintesis, siswa diminta
untuk melakukan generalisasi.
6) Evaluasi
Evaluasi merupakan kemampuan meniliai isi pelajaran untuk
suatu maksud atau tujuan tertentu. Dalam evaluasi siswa diminta
untuk menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah
dimiliki untuk menilai suatu kasus 24
24 Dimyati dan Mudjiono,
b. Segi Afektif
Segi afektif dapat diuraikan menjadi lima taraf, yaitu:
1) Memperhatikan (Receiving/attending)
Taraf pertama ini berkaitan dengan kepekaan pelajar terhadap
rangsangan fenomena yang datang dari luar. Taraf ini dibagi lagi
ke dalam tiga kategori, yaitu kesadaran akan fenomena, kesedian
menerima fenomena, dan perhatian yang terkontrol atau terseleksi
terhadap fenomena.
2) Merespons (Responding)
Pada taraf ini pelajar tidak lagi sekedar memperhatikan fenomena.
Ia sudah memiliki motivasi yang yang cukup, sehingga tidak saja
mau memperhatikan, tetapi juga bereaksi terhadap rangsangan.
Dalam hal ini termasuk ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan
dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.
3) Menghayati nilai (Valuing)
Pada taraf ini tampak bahwa pelajar sudah menghayati dan
menerima nilai. Perilakunya dalam situasi tertentu sudah cukup
konsisten, sehingga sudah dipandang sebagai orang yang sudah
mengahayati nilai.
4) Mengorganisasikan
Pada taraf ini pelajar mengembangkan nilai-nilai ke dalam satu
sistem organisasi, dan menentukan hubungan satu nilai dengan
dalam proses organisasi ini adalah memantapkan dan
memprioritaskan nilai-nilai yang telah dimilikinya. Nilai itu
terdapat dalam berbagai situasi dan pelajaran, terutama sejarah
dan agama.
5) Menginternalisasikan nilai
Pada taksonomi afektif tertinggi ini, nilai-nilai yang dimiliki
pelajar telah mendarah daging serta memengaruhi pola
kepribadian dan tingkah laku. Dengan demikian, ia sudah dapat
digolongkan sebagai orang yang memegang nilai.
c. Segi Psikomotorik
Segi psikomotorik dapat diuraikan ke dalam taraf-taraf di bawah ini:
1) Persepsi
Taraf pertama dalam melakukan kegiatan yang bersifat motorik
ialah menyadri objek, sifat, atau hubungan melalui alat indra.
Taraf ini mencakup kemampuan menafsirkan rangsangan, peka
terhadap rangsangan, dan mendiskriminasikan rangsangan. Taraf
ini merupakan bagian utama dalam rangkaian situasi yang
menimbulkan kegiatan motorik.
2) Kesiapan (set)
Pada taraf ini terdapat kesiapan untuk melakukan tindakan atau
untuk beraksi terhadap sesuatu kejadian menurut cara tertentu.
Kesiapan mencakup tiga aspek, yaitu intelektual, fisis, dan
bahwa ia sedang berkonsentrasi dan menyiapkan diri secara fisis
maupun mental.
3) Gerakan terbimbing (respon terbimbing)
Taraf ini merupakan permulaan pengembangan keterampilan
motorik. Yang ditekankan ialah kemampuan yang merupakan
bagian dari keterampilan yang lebih kompleks. Respon terbimbing
adalah perbuatan individu yang dapat diamati, yang terjadi dengan
bimbingan individu lain yang memberi contoh.
4) Gerakan terbiasa (respon mekanistis)
Pada taraf ini pelajar sudah yakin akan kemampuannya dan sedikit
banyak terampil melakukan suatu perbuatan. Di dalamnya sudah
terbentuk kebiasaan untuk memberi respon sesuai dengan
jenis-jenis perangsang dan situasi yang dihadapi. Jadi pelajar sudah
berpegang pada pola.
5) Gerakan (respon) kompleks
Pada taraf ini pelajar dapat melakukan perbuatan motorik yang
kompleks, karena pola gerakan yang dituntut memang sudah
kompleks. Perbuatan itu dapat dilakukan secara lancar, luwes,
supel, gesit, atau lincah, dengan menggunakan tenaga dan waktu
yang sedikit.
Taraf yang disebut terakhir ini masih bias dikembangkan dengan
muncul kreativitas untuk berinisiatif dan mencipatakan sesuatu yang
baru.25
3. Faktor yang Memengaruhi Proses dan Hasil Belajar
Belajar sebagai suatu proses sudah barang tentu harus ada yang
diproses (masukan atau input) dan hasil dari pemrosesan (keluaran atau
output). Jadi dalam hal ini kita dapat menganalisis kegiatan belajar itu
dengan pendekatan analisis system. Dengan pendekatan sistem ini sekaligus
kita dapat melihat adanya berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses
dan hasil belajar. Dengan pendekatan sistem, kegiatan belajar dapat
digambarkan sebagai berikut:
25 Munzier Suparta dan Hery Noer Aly,
Metodologi Pengajaran Agama Islam, Opcit, h. 52.
TEACHING – LEARNING
PROCESS INSTRUMENTAL INPUT
ENVIRONMENTAL INPUT
Gambar di atas menunjukkan bahwa masukan mentah (raw input)
merupakan bahan baku yang perlu diolah, dalam hal ini diberi pengalaman
belajar tertentu dalam proses belajar-mengajar (teaching-learning process).
Di dalam proses bejaja-mengajar itu turut berpengaruh pula sejumlah faktor
lingkungan (environmental input), dan berfungsi sejumlah faktor yang
sengaja dirancang dan dimanipulasikan (instrumental input) guna
menunjang tercapainya keluaran yang dikehendaki (output). Berbagai faktor
tersebut berinteraksi satu sama lain dalam menghasilkan keluaran tertentu.
Di dalam proses belajar-mengajar di sekolah, maka yang dimaksud
masukan mentah atau raw input adalah siswa, sebagai raw input siswa
memiliki karakteristik tertentu , baik fisiolgis maupun psikologis. Mengenai
faktor fisiologis ialah bagaimana kondisi fisik, panca indera, dan
sebagainya. Sedangkan yang menyangkut psikologis adalah: minat, tingkat
kecerdasan, bakat, motivasi, kemampuan kognitif, dan sebagainya.
Sedangkan yang termasuk instrumental input atau faktor-faktor yang
sengaja dirancang dan dimanipulasikan adalah; kurikulum atau bahan
pelajaran, guru yang memberikan pengajaran, sarana dan fasilitas, serta
manajemen yang berlaku di sekolah yang bersangkutan. Di dalam
keseluruhan sistem, maka instrumental input merupakan faktor yang sangat
penting pula dan paling menentukan dalam pencapaian hasil atau output
bagaimana proses belajar-mengajar itu akan terjadi di dalam dan diri si
pelajar.26
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yakni; faktor internal (faktor dari dalam
siswa), faktor eksternal (faktor dari luar siswa), dan faktor pendekatan
belajar (approach to learning).
a). Faktor internal siswa
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendri meliputi dua aspek,
yakni: 1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah); 2) aspek psikologis
(yang bersifat rahaniah)
Pertama, Aspek fisiologis. Aspek fisiologis meliputi Kondisi umum
jasmani dan tonus (tegangan otat) yang menandai tingkat kebugaran
organ-organ tubuh dan sendi-sendi, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas
siswa dalam mengikuti pelajaran.
Kedua, Aspek psikologis. Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis
yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran
siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa pada umumnya
dipandang esensial itu adalah sebagai berikut; tingkat kecerdasan atau
intelegensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi siswa.
b) Faktor Eksternal Siswa
Seperti faktor internal siswa, fator eksternal siswa juga terdiri atas dua
macam yakni faktor lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial.
26 M. Ngalim Purwanto,
Faktor lingkungan sosial meliputi para guru, para staf administrasi,
teman-teman sekelas, masyarakat dan tetangga, serta teman-teman
sepermainan. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan
belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri.
Faktor lingkungan nonsosial meliputi gedung sekolah dan letaknya,
rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan
cuaca dan waktu belajar yanag digunakan siswa.
c) Faktor pendekatan belajar
Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang
digunakan siswa untuk menunjang keefektifan dan efesiensi dalam proses
pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat
langkah operasional yang direkayasa sedemikan rupa untuk memecahkan
masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu. 27
Sedangkan menurut Wasty Soemanto, banyak sekali faktor yang
mempengaruhi belajar. Namun, dari sekian banyak faktor yang
mempengaruhi belajar, dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu, faktor
stimulasi belajar, faktor metode belajar, dan faktor-faktor individual.
Pertama, faktor stimulasi belajar. Yang dimaksud dengan stimulasi
belajar di sini yaitu segala hal di luar individu yang merangsang individu itu
untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Yang termasuk
faktor-faktor stimulasi belajar yaitu panjangnya bahan pelajaran, kesulitan bahan
27 Muhibbin Syah,
pelajaran, berartinya bahan pelajaran, berat ringanya tugas, dan suasana
lingkungan eksternal.
Kedua, faktor metode belajar. Metode mengajar yang dilakukan oleh
guru sangat mempengaruhi metode balajar yang dipakai oleh si pelajar.
Dengan perkataan lain, metode yang dipakai oleh guru menimbulkan
perbedaan yang berarti bagi proses belajar. Faktor metode belajar
menyangkut hal berikut: kegiatan berlatih atau praktik, overlearning dan
drill, resitasi selama belajar, pengenalan tentang hasil belajar, belajar dengan
keseluruhan dan dengan bagian-bagian, penggunaan modalitas indra,
bimbingan dalam belajar, dan kondisi insentif.
Ketiga, Faktor individual. Faktor individual sangat besar pengaruhnya
terhadap belajar seseorang. Adapun yang termasuk faktor individual yaitu:
kematangan, faktor usia kronologis, faktor perbedaan jenis kelamin,
pengalaman sebelumnya, kapasitas mental, kondisi kesehatan jasmani,
kondisi kesehatan rohani, dan motivasi.28
D. PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
1. Hakikat dan Ciri Pembelajaran
Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk
mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian ekstrim
yang berperan terhadap rangkaian kejadian intern yang berlangsung dialami
siswa. Sementara Gagne, mendefinisikan pembelajaran sebagai pengaturan
28 Wasty Soemanto.
peristiwa secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan
membuatnya berhasil guna. Dalam pengertian lainnya, Winkel
mendefinisikan pembelajaran sebagai pengaturan dan penciptaan
kondisi-kondisi ekstrem sedemikian rupa, sehingga menunjang proses belajar siswa
dan tidak menghambatnya.
Pengertian pembelajaran yang lain dikemukakan oleh Miarso,
menyatakan bahwa pembelajaran adalah usaha pendidikan yang
dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali.
Dari beberapa pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan di
atas, maka dapat disimpulkan beberapa ciri pembelajaran sebagai berikut:
a. Merupakan upaya sadar dan disengaja.
b. Pembelajaran harus membuat siswa belajar.
c. Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan
d. Pelaksanaannya terkendali, baik isi, waktu , proses, maupun hasilnya.29
2. Prinsip-prinsip Pembelajaran
Sesuai dengan hakikat pembelajaran yang telah disebutkan di atas, ada
sejumlah prinsip yang harus diperhatikan ketika mengelola kegiatan
pembelajaran, di antaranya sebagai berikut.
a. Berpusat pada siswa
Prinsip ini mengandung makna bahwa dalam proses pembelajaran siswa
menempati posisi sentral sebagai subjek belajar. Keberhasilan proses
29 Evaline Siregara dan Hartini Nara,
pembalajaran tidak diukur dari sejauh mana materi pembelajaran telah
disampaikan guru akan tetapi sejuah mana siswa telah berhasil
menguasai materi pembelajaran.
b. Belajar dengan melakukan
Prinsip ini mengandung makna bahwa belajar adalah berbuat (learning
by doing) dan bukan hanya mendengarkan, mencatat sambil duduk di bangku. Dengan kata lain, belajar adalah proses beraktivitas. Siswa
bukan hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi dengan cara
menghafal, akan tetapi memperoleh informasi secara mandiri dan
kreatif melalui aktivitas mencari dan menemukan.
c. Mengembangkan kemampuan sosial
Manusia adalah makhluk sosial. Sejak lahir sampai akhir hayat tidak
mungkin hidup sendiri. Ia membutuhkan komunikasi dan bantuan orang
lain. Berdasarkan kenyataan tersebut maka proses pembelajaran bukan
hanya mengembangkan kemampuan intelektual akan tetapi kemampuan
sosial.
d. Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah manusia.
Rasa keingintahuan adalah fitrah yang dimiliki manusia dan tidak
dimiliki oleh makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Perkembangan
kebudayaan manusia yang menakjubkan seperti sekarang ini, didorong
oleh fitrah dan keingintahuan manusia. Oleh karena itu, proses
pembelajaran harus mampu melatih kepekaan dan keingintahuan setiap
e. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
Kehidupan manusia tidak terlepas dari masalah yang harus diselesaikan.
Pengetahuan yang diperoleh siswa dari proses pembelajaran harus dapat
dijadikan sebagai alat untuk memecahkan masalah.
f. Mengembangkan kreativiitas siswa
Salah satu tujuan kurikulum adalah untuk membentuk manusia yang
kreatif dan inovatif. Selain untuk mengembangkan kemampuan sisi
akademik, proses pembelajaran juga dapat mendorong kreativitas siswa.
g. Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi
Dalam kehidupan globalisasi sekarang ini teknologi sudah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia.
Ketergantungan manusia terhadap hasil-hasil teknologi begitu tinggi,
dari mulai teknologi sederhana sampai penggunaan alat-alat transportasi
dan komunikasi yang modern. Semua ini harus menjadi pertimbangan
dalam pengelolaan pendidikan. Pendidikan dituntut membekali setiap
individu agar mampu memanfaatkan hasil-hasil teknologi. Pengenalan
dan kemampuan memanfaatkan hasil-hasil teknologi harus menjadi
bagian dalam proses pembelajaran.
h. Menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik
Salah satu kelemahan pendidikan saat ini adalah kelemahan dalam
menciptakan lulusan yang memiliki kesadaran terhadap aturan dan
mata pelajaran memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan
manusia yang sadar dan penuh tanggung jawab sebagai warga negara.
i. Belajar sepanjang hidup
Kehidupan manusia selalu berubah sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Apa yang dipelajari dewasa ini belum tentu
relevan dengan keadaan pada masa yang akan datang. Maka dari itu,
proses belajar mestinya tidak terbatas pada pendidikan formal waktu
sekolah saja. Akan tetapi, setiap manusia harus terus belajar untuk
mengikuti perkembangan zaman, agar mampu beradaptasi dalam setiap
perubahan. Oleh karena itu, proses belajar sepanjang hayat harus terus
diciptakan.30
3. Karakteristik pembelajaran bahasa Indonesia
Menurut Mulyana Istilah karakteristik dalam terminologi dapat
ditafsirkan sebagai ciri-ciri atau kekhasan yang tampak dalam cara kerja
atau aturan tentang bagaimana ilmu itu dioperasikan. Ciri-ciri itu kemudian
mewujud menjadi kekhasan sebuah kajian yang pada akhirnya kita pahami
sebagai sifat.
Sebagai sebuah ilmu, pengajaran bahasa Indonesia memiliki kekhasan
sendiri. Pengajaran bahasa Indonesia memiliki dua dimensi, yaitu dimensi
kebahasaan sebagai objek kajian dan dimensi pengajaran sebagai cara atau
alat untuk menerapkan teori. Adapun karakteristik pembelajaran bahasa
Indonesia sebagai berikut.
30 Yusi Rosdiana dan Lis setiawati,
a. Bersifat komunikatif
Salah satu doktrin yang selalu didengung-dengungkan dalam
pengajaran bahasa, yaitu belajar berkomunikasi. Pembelajaran bahasa
dirancang untuk menciptakan kompetensi komunikatif bagi para
pembelajar. Kompetensi komunikatif merupakan bekal utama bagi para
siswa untuk menjalankan aktivitas komunikasinya di lingkungan sosial
masyarakat. Selain itu, kompetensi kominikatif pun merupakan
landasan bagi siswa untuk beroleh ilmu pengetahuan, memaknai
pengalaman dan mengembangkan norma kedewasaan yang berlaku di
lingkungan sosialnya.
b. Bersifat kontekstual
Pembelajaran bahasa Indonesia bersifat kontekstual artinya
pembelajaran harus berhubungan dengan kebutuhan pembelajar dan
kebermaknaan bagi anak. Tujuan kehidupan mereka berangkat dari
pengalaman awal mereka. Dengan demikian, konteks sangat penting
dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Penyampaian materi
pembelajaran bahasa Indonesia harus menciptakan kondisi lingkungan
belajar yang realistik. Hal ini penting agar relevansi antara materi yang
dipelajari siswa di kelas dan kenyataan yang mereka hadapi di
lingkungan masyarakat tidak bias. Seyogianya, materi yang mereka
pelajari di kelas harus dapat memberikan manfaat terhadap lingkungan
kehidupannya di masyarakat.
Salah satu sifat bahasa adalah sistematis, yaitu bahasa tersusun atas
beberapa sistem satuan terkecil (bunyi) hingga sistem satuan yang
terbesar (kalimat). Sistem tersebut berurutan dan berewujud dalam
suatu pola. Hal ini memberikan implikasi bahwa dalam pengajaran
bahasa, materi yang diberikan harus berurutan. Dalam menyampaikan
materi bahasa mengenal adanya prinsip dasar, yaitu dari dekat ke jauh,
mudah ke sukar, dan konkret ke abstrak.
d. Menantang pembelajar memecahkan masalah nyata
Pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan mampu menerapkan prinsip
kebermaknaan kepada para pembelajar. Karena dengan kebermaknaan
para pembelajar akan mampu memahami konsep materi dengan
sempurna. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Indonesia
diharapkan mampu memfasilitasi para pembelajar untuk berlatih
memecahkan masalah-masalah nyata dalam kehidupan. Untuk
mencapai hal tersebut sudah seyogianya para pembelajar dibawa pada
konflik pengetahuan dan penyusunan konsep baru untuk menafsirkan
hal yang belum pasti sehingga mereka dapat memaknai setiap peristiwa
yang terjadi.
e. Membawa pembelajar kepada pembelajaran aktif
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mampu merangsang
minat dan motivasi siswa untuk giat berlatih dan bertanggung jawab
terhadap keberhasilan proses belajar. Guru harus mampu merangsang
kegiatan belajar yang aktif. Pembelajar dapat berpikir kritis dan
menyusun makna dari sesuatu yang dipelajari untuk merefleksikan
secara kritis pula dalam kehidupannya.
f. Penyusunan bahan dilakukan guru sesuai dengan minat dan keperluan
pembelajar
Dalam konteks belajar mengajar, guru merupakan sosok penting yang
turut serta menentukan ketercapaian tujuan belajar. Guru adalah kreator
yang harus mampu menangkap dan memahami kebutuhan pembelajar.
Aktivitas yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar harus
didasarkan pada analisis kebutuhan pembelajar. Bahan-bahan yang
diberikan dalam pembelajatran harus benar-benar didasarkan pada
kebutuhan dan minat pembelajar. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengaitkan antar pengembangan dan pengetahuan pembelajar.31
4. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia memiliki peran sentral dalam perkembangan sosial
dan intelektual peserta didik dan merupakan penunjang dalam mempelajari
semua pelajaran. Pembelajaran bahasa dapat diharapakan membantu
peserta didik mengenal diri budayanya, dan budaya orang lain,
mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat,
menemukan dan menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang
ada dalam dirinya.
31Ma’mur Saadie, dkk,