• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.5 Hasil Belajar

Setiap proses pembelajaran, keberhasilan dapat diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa. Rifa’i dan Anni (2011: 85) menyatakan bahwa “hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar”. Pendapat lain dikemukakan oleh Slameto (2013: 5) yang menjelaskan bahwa “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan”. Sementara itu, menurut Suprijono (2011: 5), “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”. Suprijono (2011: 7) menambahkan “hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja”.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan kemampuan yang ditampilkan oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran berupa perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang bersifat relatif permanen. Siswa yang telah melakukan kegiatan belajar akan memiliki kemampuan baru dalam memberikan reaksi terhadap rangsangan yang diterima dalam situasi tertentu. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar, tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu, apabila siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh ialah berupa penguasaan konsep.

Bloom (1956) dalam Sagala (2013: 33-4) menyampaikan tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu:

(1) Ranah kognitif

lingkungan. Ranah kognitif terdiri dari enam tingkatanyaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.Ranah ini merupakan ranah yang menyangkut penguasaan pengetahuan siswa sebagai hasil belajar. Cakupan yang diukur dalam ranah kognitif yaitu (1) ingatan, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat; (2) pemahaman, yaitu kemampuan seseorang untuk memahami tentang sesuatu hal; (3) Penerapan, yaitu kemampuan berpikir untuk menjaring dan menerapkan dengan tepat tentang teori, prinsip, simbol pada situasi baru/nyata; (4) Analisis, yaitu kemampuan berfikir secara logis dalam meninjau suatu fakta/objek menjadi lebih rinci; (5) Sintesis, yaitu kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep secara logis sehingga menjadi suatu pola yang baru; serta (6) Evaluasi, yaitu kemampuan berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap suatu situasi, sistem nilai, metoda, persoalan dan pemecahannya dengan menggunakan kriteria tertentu sebagai patokan.

Dari enam cakupan dalam ranah kognitif, hanya tiga cakupan yang diterapkan dalam pembelajaran di sekolah dasar. Ketiga cakupan tersebut yaitu ingatan, pemahaman, dan penerapan. Hal ini disesuaikan dengan perkembangan siswa usia sekolah dasar.

(2) Ranah afektif

Ranah afektif berkaitan dengan kemampuan yang mengutamakan perasaan dan penalaran. Ranah ini mencakup kemampuan-kemampuan emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal. Cakupan yang

diukur dalam ranah kognitif yaitu (1) kesadaran, yaitu kemampuan untuk memperhatikan sesuatu hal; (2) partisipasi, yaitu kemampuan untuk turut serta dalam sesuatu hal; (3) penghayatan nilai, yaitu kemampuan untuk menerima nilai; (4) pengorganisasian nilai, yaitu kemampuan untuk memiliki sistem nilai; serta (5) karakteristik diri, yaitu kemampuan untuk memiliki pola hidup dimana sistem nilai yang terbentuk dalam dirinya mampu mengawasi tingkah lakunya.

(3)Ranah psikomotorik

Ranah psikomotorik merupakan ranah penilaian yang berkaitan dengan gerakan tubuh. Ranah ini mencakup kemampuan-kemampuan motorik menggiatkan dan mengoordinasikan gerakan yang terdiri dari: (1) gerakan reflex, yaitu kemampuan melakukan tindakan-tindakan yang terjadi secara tidak sengaja; (2) gerakan dasar, yaitu kemampuan melakukan pola-pola gerakan yang bersifat pembawaan dan terbentuk dari kombinasi gerakan-gerakan reflex; (3) kemampuan perseptual, yaitu kemampuan menterjemahkan perangsang yang diterima melalui alat indera; (4) kemampuan jasmani, yaitu kemampuan untuk mengembangkan gerakan-gerakan yang terlatih: (5) gerakan-gerakan terlatih, yaitu kemampuan melakukan gerakan-gerakan canggih dan rumit; serta (6) komunikasi nondiskursif, yaitu komunikasi dengan menggunakan isyarat gerakan badan.

Hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi pada diri individu sebagai hasil dari proses belajar yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Demikian juga dalam penelitian ini, hasil belajar yang diteliti mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.Ketiga aspek tersebut berpengaruh terhadap perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. 2.1.6 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Dalam pembelajaran, terdapat berbagai hal yang perlu diperhatikan oleh guru untuk memilih dan menetapkan suatu model agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Salah satunya yaitu pemahaman mengenai pertumbuhan dan perkembangan siswa. Pemahaman ini akan memudahkan guru untuk menilai kebutuhan siswa dalam merencanakan tujuan pembelajaran, memilih bahan atau materi yang akan digunakan dalam pembelajaran, dan prosedur belajar mengajar dengan tepat sesuai dengan karakteristiknya.

Berdasarkan ciri-cirinya, siswa sekolah dasar termasuk dalam akhir masa kanak-kanak. Ciri akhir masa kanak-kanak menurut Soeparwoto ,dkk (2007 : 61) adalah mencakup dua label, yaitu label yang digunakan para pendidik dan label yang digunakan ahli psikologi.

Label yang digunakan para pendidik yaitu label usia sekolah dasar dan periode kritis dalam dorongan berprestasi. Pada label usia sekolah dasar, anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan penting tertentu. Label periode kritis dalam dorongan berprestasi merupakan masa dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses, atau sangat sukses.

Label yang digunakan ahli psikologi meliputi label usia berkelompok dan usia penyesuaian diri. Label usia berkelompok merupakan masa dimana perhatian utama anak tertuju pada keinginan diterima teman sebaya sebagai anggota kelompok terutama kelompok yang bergengsi dalam pandangan teman-temannya. Pada label usia penyesuaian diri, anak menyesuaikan diri dengan standar yang disetujui kelompok.

Sumantri dan Syaodih (2007: 6.3-4) juga mengungkapkan tentang karakteristik siswa sekolah dasar bahwa siswa sekolah dasar mempunyai karakteristik senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Pada karakteristik senang bermain, guru dituntut untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bermuatan permainan. Pada karakteristik senang bergerak, guru dituntut untuk merancang proses pembelajaran yang memungkinkan siswa ikut serta terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pada karakteristik senang bekerja dalam kelompok, guru dituntut untuk merancang proses pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja atau belajar dalam kelompok. Pada karakteristik senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung, guru dituntut untuk merancang proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran, siswa akan lebih mudah memahami jika melakukan sendiri.

Berdasarkan karakteristik anak usia sekolah dasar yang dinyatakan oleh Sumantri dan Syaodih tersebut, guru sekolah dasar hendaknya dapat menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, sehingga dapat mendukung proses pembelajaran, terutama pembelajaran IPS. Diharapkan siswa dapat

mengikuti proses pembelajaran secara aktif dan akan mendapatkan hasil belajar IPS yang lebih bermakna, tahan lama, dan mencapai tujuan.

Model TPS ini sudah sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar yang suka bermain, bergerak dan senang bekerja dalam kelompok. Model TPS ini melatih siswa untuk dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan didepan kelas. Model TPS memberikan kesempatan kepada siwa secara langsung untuk dapat memecahkan masalah dan memahami suatu materi secara berkelompok. Model TPS membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, setiap kelompok hanya terdiri dari dua orang.

Dokumen terkait