BAB II LANDASAN TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN
1. Hasil Belajar Matematika
a. Pengertian Belajar
Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka kita tidak bisa lepas dari belajar. Belajar juga sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Banyak pakar pendidikan mendefinisikan belajar. Menurut Morgan belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.1 Sedangkan Sobry Sutikno mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.2 Lester D. Crow mengemukakan
”belajar ialah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap.”3
James L. Mursell mengemukakan
”belajar ialah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri.”4
Berarti seseorang dikatakan belajar jika mengalami perubahan sebagai hasil dari pengalaman yang dialaminya sendiri. Perubahan dalam tingkah laku dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi dapat juga ke arah yang lebih buruk. Karena perubahan tingkah laku ini sangat dipengaruhi oleh interaksi seseorang dengan lingkungannya.
1
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. XIX, h. 84.
2
Pupuh Fathurrahman dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar: Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Konsep Umum & Konsep Islami, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), Cet.1, h. 5.
3
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2008), Cet. VI, h. 13.
4
Selain itu, pengertian belajar adalah proses perubahan perilaku, dimana perubahan perilaku tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat menetap, perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotor.5 Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan dengan adanya perubahan dalam perilaku seseorang yang relatif menetap dan merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Dengan belajar seseorang akan mendapatkan sesuatu hal baru yang merupakan hasil dari kegiatan belajar.
Dari proses belajar maka akan menghasilkan hasil belajar. Untuk menjadikan kegiatan belajar dapat mencapai hasil yang diinginkan, maka diperlukan pengetahuan tentang prinsip-prinsip belajar yaitu:6
1) Prinsip belajar adalah perubahan perilaku
Perubahan perilaku memiliki ciri positif, artinya perubahan perilaku diharapkan dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik. Untuk dapat dikatakan belajar, maka perubahan itu membutuhkan waktu yang cukup panjang. Selain itu, setiap individu harus melakukan sendiri pada proses belajarnya, karena belajar tidak bisa diwakilkan oleh orang lain. Jadi setiap individu harus terlibat secara langsung untuk mengalaminya.
2) Belajar merupakan proses
Belajar terjadi karena didorong oleh kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuan tersebut maka ada proses yang cukup panjang yang harus dilaluinya. Sehingga proses tersebut bermakna bagi yang mengalaminya.
3) Belajar merupakan bentuk pengalaman
Dalam proses belajar perubahan perilaku bersifat relatif permanen atau tetap, yang terjadi karena pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antara siswa dengan lingkungannya atau
5
Asep Herry Hernawan, dkk., Belajar dan Pembelajaran SD, (Bandung: UPI Press, 2007), Cet.1, h. 2.
6
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 4.
hal yang pernah dialami. Maka dalam belajar, lingkungan sekitar sangat mempengaruhi hasil dari belajar.
b. Pengertian Matematika
Terdapat banyak pendapat mengenai definisi matematika, sehingga belum ada kesepakatan mengenai definisi tunggal matematika. Ada yang mengatakan bahwa matematika adalah bahasa simbol, bahasa numerik, ilmu yang absrtak dan sebagainya. Matematika berasal dari bahasa Yunani mathematike yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu,
mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike sangat erat hubungannya dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).7
Menurut Russeffendi berdasarkan asal katanya, perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.8 Jadi berdasarkan asal katanya, matematika berarti pengetahuan yang diperoleh dengan berpikir (bernalar). Beberapa ahli mendefinisikan pengertian tentang matematika. Diantaranya menurut James dan James dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.9 Sedangkan Soejadi memandang bahwa matematika merupakan ilmu yang bersifat abstrak, aksiomatik, dan deduktif.10
7
Erman Suherman, Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: JICA-UPI, 2001), h. 17.
8
Erna Suwangsih, Model Pembelajaran Matematika…, h. 3. 9
H. Erman Suherman, Common Text Book ,…h. 17. 10
Hamzah B Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 129
Seperti dijelaskan bahwa menurut James dan James bahwa matematika adalah ilmu logika, logika dalam matematika merupakan dasar terbentuknya matematika. Karena dengan logika atau proses berpikir terbentuklah konsep-konsep matematika. Agar konsep-konsep tersebut dapat dipahami dengan mudah maka digunakan bahasa matematika atau notasi matematika. Selain itu Soejadi mengatakan bahwa salah satunya matematika bersifat deduktif. Pola pikir deduktif disini dapat diartikan sebagai pola pikir dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus. Seorang siswa telah paham mengenai konsep persegi panjang yang telah diajarkan gurunya di sekolah. Saat siswa tersebut berada di pameran lukisan, ia dapat membedakan figura yang berbentuk persegi panjang dengan yang bukan. Maka siswa tersebut pada waktu menunjuk figura telah menggunakan pola pikir deduktif yang sederhana.
NRC (National Research Council) di Amerika Serikat menyatakan
dengan singkat bahwa: “Mathematics is a science of patterns and order.”11 Artinya, matematika adalah ilmu yang membahas pola atau keteraturan (pattern) dan tingkatan (order). Sedangkan, De Lange menyatakan lebih terinci:
Mathematics could be seen as the language that describes patterns
– both patterns in nature and patterns invented by the human mind. Those patterns can either be real or imagined, visual or mental, static or dynamic, qualitative or quantitative, purely utilitarian or of little more than recreational interest. They can arise from the world around us, from depth of space and time, or from the inner workings of the human mind.12
Artinya matematika dapat dilihat sebagai bahasa yang menjelaskan tentang pola – baik pola di alam dan maupun pola yang ditemukan melalui pikiran. Pola-pola tersebut bisa berbentuk real (nyata) maupun berbentuk imajinasi, dapat dilihat atau dapat dalam bentuk mental, statis atau dinamis, kualitatif atau kuantitatif, asli berkait dengan kehidupan nyata
11 Fadjar Shadiq, “Apa dan Mengapa Matematika Begitu Penting”, dari
www.fadjarp3g.files.wordpress.com , 1 Februari 2009, 10:01 WIB, h. 6. 12
sehari-hari atau tidak lebih dari hanya sekedar untuk keperluan rekreasi. Hal-hal tersebut dapat muncul dari lingkungan sekitar, dari kedalaman ruang dan waktu, atau dari hasil pekerjaan pikiran insani.
Dari beberapa pendapat di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis yang mengekspresikan hubungan antara pola-pola, baik pola di alam, maupun pola yang ditemukan melalui proses berpikir.
Salah satu karakteristik matematika adalah memiliki objek kajian abstrak. Objek dasar itu meliputi:
1) Fakta
Fakta dalam matematika merupakan kesepakatan yang dapat disajikan
dalam bentuk lambang atau simbol. Sebagai contoh, kata”dua” disimbolkan dengan “2”, kata “tiga tambah empat” disimbolkan dengan “3+4”.
2) Konsep
Adalah ide abstrak yang memungkinkan orang mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-perstiwa ke dalam contoh dan non contoh.
Sebagai contoh geometri “trapesium adalah segiempat yang tepat sepasang sisinya sejajar” atau “segiempat yang terjadi jika sebuah
segitiga dipotong oleh sebuah garis sejajar salah satu sisinya disebut
trapesium”. Dengan adanya konsep tersebut, maka kita dapat memisahkan apakah bangun tersebut trapesium atau bukan.
3) Keterampilan/Skill
Maksud dari keterampilan disini adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar. Misalnya dalam aritmetika-aljabar adalah penjumlahan, pengurangan, pengambilan akar dan masih banyak lagi. Sedangkan contoh dalam geometri adalah membagi dua sama besar sebuah sudut, menjumlahkan ukuran dua sudut.
4) Prinsip
Prinsip dalam matematika merupakan objek dasar matematika yang paling kompleks karena dapat memuat fakta, konsep dan skill. Prinsip
ini dapat berupa teorema, lemma, sifat, hukum, dan sebagainya.
Contohnya ialah, “dua buah segitiga sama dan sebangun bila dua sisi yang seletak dan sudut apitnya kongruen”.
Aspek penilaian yang terdapat dalam pembelajaran matematika atau disebut juga daya matematis siswa terbagi menjadi 4 bagian, yaitu pemacahan masalah (problem solving), komunikasi (communication), penalaran (reasoning) dan koneksi (connections).13 Untuk mencapai aspek penilaian tersebut dibutuhkan proses yang panjang. Sehingga dalam pembelajaran matematika perlu adanya proses pembelajaran yang tepat agar daya matematis siswa dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan.
Matematika merupakan mata pelajaran yang selalu ada pada setiap jenjangnya. Artinya matematika memiliki peranan penting bagi ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, didalam kehidupan ini kita tidak bisa lepas dari matematika. Salah satu cabang dari matematika adalah aritmatika atau berhitung. Dalam transaksi jual beli, menghitung lama perjalanan, maka kita memerlukan proses perhitungan. Begitu juga di Islam untuk mengerjakan shalat lima waktu, memberikan zakat, membagi harta waris (mawaris) perlu perhitungan yang tepat. Selain itu, pada abad ke-21 ini perkembangan matematika telah dimanfaatkan oleh beberapa negara maju dalam meningkatkan dan menguasai tekhnologi.
c. Hasil Belajar Matematika
Dari proses belajar maka akan menghasilkan hasil belajar. Selama ini hasil belajar merupakan cerminan dari keberhasilan proses belajar yang dilakukan. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang
membentuknya, yaitu ”hasil” dan ”belajar”. Pengertian hasil (product)
13 Mumun Syaban, “Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa”, dari http://educare.e-fkipunla.net/index.php?option=com_content&task=view&id=62&Itemid=7, 27 Januari 2010, h. 2
menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional.14
Menurut pendapat Nana Sudjana bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.15 Sedangkan Soedijarto mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang diterapkan.16 Tingkat penguasaan atau hasil yang diperoleh dari proses belajar adalah perubahan-perubahan dalam berbagai aspek yaitu aspek berpikir
(cognitive), aspek kemampuan merasakan (afective) dan aspek
keterampilan (psychomotoric).
Ketiga aspek hasil belajar tersebut diklasifikasi oleh Benyamin Bloom secara garis besar terbaginya menjadi tiga ranah, yaitu:17
1) Ranah kognitif (al-Nahiyah al-Fikriyah)
Dari ketiga aspek hasil belajar tersebut aspek kognitiflah yang paling sering digunakan untuk mengukur hasil belajar. Menurut taksonomi Bloom yang telah direvisi, proses kognitif terdapat enam jenjang yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan (berkreasi).18
Keenam jenjang tersebut adalah sebagai berikut:
a) Mengingat (C1) adalah mengingat kembali pengetahuan yang pernah tersimpan Mengingat ini merupakan proses berpikir yang paling rendah.
b) Memahami (C2) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu
14
Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. I, h. 44. 15
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet.IX, h. 22.
16
Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, ...h. 46. 17
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), Cet I, Ed. 1, h. 49.
18
Richard I. Arends, Learning to Teach-Belajar untuk mengajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), Ed.7, h.85.
dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan kata-katanya sendiri.
c) Menerapkan (C3) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya, dalam situasi baru dan konkret.
d) Menganalisis (C4) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan yang lain.
e) Mengevaluasi (C5) adalah menguraikan bahan/materi kedalam berbagai bagiannya dan menentukan bagaimana antar bagian terkait satu dengan lainnya serta bagaimana keseluruhan terpadu dalam mencapai tujuan.
f) Menciptakan/berkreasi (C6) adalah membuat penilaian sesuatu berdasarkan standar atau kriteria. Kata kunci dari berkreasi adalah merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, memperbaharui, menyempurnakan, memperkuat, dsb
Gambar 2.1 Dimensi Kognitif Dalam Taksonomi Bloom Yang Telah Direvisi
(Sumber: http://www.hilman.web.id) Ingatan Evaluasi Sintesis Analisis Aplikasi Pemahaman Level tinggi Level rendah Evaluasi Analisis Aplikasi Pemahaman Ingatan Level tinggi Level rendah Kreasi
Berikut adalah model tes obyektif untuk jenjang kognitif taksonomi bloom pada materi bangun datar:
1. Jenjang Analisis
a) Menganalisa elemen
Soal: Diketahui keliling lingkaran 100π cm. Luas lingkaran tersebut adalah … cm2
b) Menganalisa hubungan
Soal: Pak Tani mempunyai pekarangan yang berbentuk lingkaran dengan jari-jari 100 m. Tiap 1 m2 pak tani membutuhkan pupuk sebanyak 10 gram. Jika 1 gram pupuk harganya Rp 5.000, banyaknya uang yang harus disediakan pak tani untuk membeli pupuk adalah
c) Menganalisa aturan
Soal: Jika panjang alas segitiga ABC adalah 36 cm, panjang BD = 4 cm, Jika AE = x Berapakah luas daerah yang diarsir?
2. Jenjang Sintesis
a) Kemampuan untuk menemukan hubungan
Soal: Jika K = keliling lingkaran dan L = luas lingkaran, maka hubungan yang benar adalah …
A E C
B D
b) Kemampuan untuk menyusun pembuktian.
Soal: Buktikanlah bahwa rumus dari luas segitiga di bawah adalah ½ x (AB x CD)
2) Ranah Afektif (al-Nahiyah al-Mauqifiyah)
Taksonomi untuk daerah afektif mula-mula dikembangkan oleh David R. Krathwohl dan kawan-kawan (1974) dalam buku yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives: Afective Domain.
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku.
3) Ranah Psikomotor (Nahiyah al-harakah)
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan hasil belajar kognitif dan afektif. Hasil belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan afektifnya.
Adapun hasil belajar itu dikatakan benar-benar baik, apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:19
19
Sardiman A.M., Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009), Ed. 1, h. 49.
1) Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa. Dalam hal ini guru akan senantiasa membimbing dan melatih siswanya dengan baik. Jika hasil pengajaran yang diberikan itu tidak tahan lama, berarti pengajaran tersebut tidak efektif.
2) Hasil itu merupakan pengetahuan “asli” atau “otentik”. Pengetahuan
yang didapat dari proses pengajaran itu merupakan bagian dari kepribadian setiap siswa. Sehingga akan mempengaruhi pandangannya dalam menghadapi suatu permasalahan. Sebab pengetahuan yang didapat dirasakan lebih bermakna oleh siswa.
Bukti bahwa seseorang itu telah belajar adalah terjadinya perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar. Selain itu hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan pendidikan, sehingga hasil belajar yang diukur tergantung kepada tujuan pendidikannya.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam. yaitu: 20
1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni:
a) Aspek fisiologis, Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing-pusing kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas.
20
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Rodaskarya, 2005), hlm 132 - 140
b) Aspek psikologis, Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial adalah sebagai berikut: 1) tingkat kecerdasan/inteligensi siswa; 2) sikap a; 3) bakat siswa; 4) minat siswa; 5) motivasi siswa.
2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa.
a) Lingkungan sosial, Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Juga masyarakat dan tetangga serta teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orangtua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
b) Lingkungan nonsosial, Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a) Pendekatan Tinggi - speculative - achieving
b) Pendekatan Sedang - analitical - deep