BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
2. Pembahasan
. 1
μ : rata-rata hasil belajar jenjang Sintesis kelas eksperimen 2
. 2
μ : rata-rata hasil belajar jenjang Sintesis kelas kontrol
Pengujian hipotesis tersebut diuji dengan uji t, dengan kriteria pengujian yaitu, jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. Sedangkan, jika thitung ≥ ttabel maka H1 diterima dan H0 ditolak, pada taraf kepercayaan 95% atau taraf signifikansi α = 5%. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh thitung sebesar 0,59 (lampiran 25, hlm 178) dan ttabelsebesar 1,98. Hasil berhitungan tersebut menunjukkan bahwa
thitung ttabel (0,59 1,98). Dengan demikian, H0 diterima dan H1 ditolak, atau dengan kata lain rata-rata hasil belajar jenjang sintesis pada kelas eksperimen tidak lebih tinggi atau sama dengan kelas kontrol.
Tabel 4.14
Hasil Uji Hipotesis dengan Statistik Uji t
KelompokP thitung ttabel Kesimpulan
Eksperimen dan Kontrol (Total) 2,88
1,98
Tolak H0 Eksperimen dan Kontrol (Analisis) 2,85 Tolak H0 Eksperimen dan Kontrol (Sintesis) 0,59 Terima H0
2. Pembahasan
Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dilakukan diperoleh bahwa thitberada diluar daerah penerimaan H0atau dengan kata lain H0
ditolak. Dengan demikian, hipotesis alternatif
H1 yang menyatakan bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe Roundtable lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi model pembelajaran klasikal diterima pada taraf signifikan 5%.Berdasarkan pengamatan pada saat meneliti kelas eksperimen yaitu kelas XI Otomotif-D dan XI Mesin, proses tersebut dapat dilihat bahwa siswa dituntut untuk saling berbagi dalam kemampuan kognitifnya
sehingga terjadi saling tukar pendapat (sharing) dan melatih kemampuan komunikasi. Setiap siswa juga dituntut untuk memiliki tanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing karena tugas yang diberikan berbeda-beda maka siswa dituntut untuk mempersiapkan diri (belajar) sebelum proses pembelajaran dimulai. Selain itu pada pembelajaran kooperatif tipe
roundtable yaitu pada saat menganalisis pengerjaan pasangannya dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang tadinya tidak tahu menjadi tahu atau pengetahuannya yang dimiliki sebelumnya keliru yaitu dengan mengamati pengerjaan temannya serta dengan menilai kebenaran jawaban temannya. Selain itu pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa yaitu mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama, saling membantu dan meningkatkan rasa percaya diri. Pembelajaran kooperatif juga mengajarkan siswa untuk saling menghargai satu sama lain dan mendorong komunikasi antar siswa sehingga hubungan antar siswa semakin baik.
Berikut adalah gambaran saat pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe roundtable di kelas eksperimen
Siswa memegang soal masing-masing dan setelah waktu yang ditentukan habis, siswa
memutar soal tersebut searah jarum jam
Siswa diperbolehkan menggunakan alat Bantu hitung untuk mengefisienkan waktu Kegiatan Inti
Gambar 4.3
Proses Pembejaran dengan Metode Penemuan Roundtable
Setelah diterapkan metode roundtable pada kelas eksperimen, siswa dapat menemukan sendiri konsep-konsep dalam materi luas dan keliling segitiga dan segi empat, misalnya bagaimana cara menghubungkan hal-hal yang diketahui dari soal-soal LKS dengan yang ditanyakan. Dalam pemebelajaran ini siswa dilatih untuk memahami sendiri dan menggunakan pemahaman mereka dalam menyelesaikan soal-soal matematika yang diberikan, terutama soal-soal-soal-soal yang berhubungan untuk menemukan kesimpulan. Hal ini dikarenakan metode roundtable
memuat beberapa langkah yaitu menganalisis, mensintesis, mengevaluasi merumuskan dan membuat kesimpulan.
Pembelajaran metode roundtable memperlakukan siswa sebagai mahluk yang kreatif dan mempunyai potensi tinggi. Di pembelajaran ini guru tidak bertindak sebagai pendidik memposisikan diri di atas (power off). Selain itu pembelajaran dengan metode roundtable mengubah pembelajaran teacher centered yang menekankan konsep-konsep dapat ditransfer dari gruru ke siswa, berubah menuju pembelajaran student centered yang menekankan bahwa dalam pembelajaran sendirilah akan menemukan konsep, dalil, dan lain-lain.
Siswa mempresentasikan jawabannya Guru mengecek pemahaman siswa setelah proses pembelajaran
Dalam pembelajaran dikelas eksperimen didapatkan beberapa kendala saat awal-awal menerapan metode roundtable. Salah satunya disebabkan penelitian dilakukan di sekolah yang pengklasifikasian kelas (pembedaan kelas antara siswa berkemampuan Matematika tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan kurang), dan karena penelitian ini dilakukan pada kelas yang berkemampuan di bawah rata-rata maka hanya segelintir siswa mengikuti proses pembelajaran dengan baik, sedangkan siswa yang lain masih lebih banyak berkeliaran saat pembelajaran dengan metode roundtable, sehingga pada pertemuan pertama aktivitas belajar belum bisa dikondisikan dan belum tercapai secara optimal. Hal tersebut membuat peneliti mengambil kebijakan untuk memberikan reward pada kelompok terbaik pada akhir pertemuan. Pemberian reward didapatkan kelompok jika memenuhi ketentuan yang ditentukan peneliti. Misalnya, mendapatkan nilai LKS di atas 70, kelompok yang berhasil menyelesaikan LKS dengan baik, tidak gaduh, aktif bertanya dan menanggapi. Dan perolehan reward untuk penilaian kelompok jika seluruh anggota tidak terlambat, seluruh anggota mengerjakan PR.
Pada diskusi kelompok yang pertama, siswa masih bingung dalam mengerjakan lembar kerja siswa (LKS) yang diberikan karena mereka tidak terbiasa melakukan kerja kelompok roundtable dalam pembelajaran Matematika. Siswa nampak masih ragu-ragu dalam mengerjakan langkah-langkah dalam LKS, masih banyak bertanya, gaduh di dalam kelas dan terlihat bingung sendiri.
Lalu pada saat perwakilan kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil LKS di depan kelas, siswa terlihat masih malu-malu dan masih sulit untuk menyampaikan kepada siswa lainnya, sehingga siswa lain lebih banyak mengobrol dan enggan menanggapi presentasi temannya. Hal ini disebabkan kebiasaan siswa pada pembelajaran sebelumnya yang berpusat pada guru, siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa yang ditulis guru di depan kelas, mengerjakan soal yang mirip dengan contoh dan kurang adanya interaksi antar siswa sehingga
mereka belum terbiasa untuk menyampaikan pendapat ataupun bertanya jika ada penjelasan yang belum di pahami. Dari hasil diskusi siswa belum terlihat peningkatan pada Hasil belajar matematika siswa.
Pada pertemuan selanjutnya sedikit demi sedikit ada perubahan yang baik pada Hasil belajar matematika siswa, hal ini dilihat dari hasil belajar matematika yang meningkat. Siswa lebih aktif bertanya jika mereka kurang memahami langkah-langkah penyelesaian dan juga pertanyaan mengenai maksud-maksud yang terdapat pada LKS yang masih belum jelas. Siswa pun lebih berani mempresentasikan hasil jawaban kelompoknya di depan kelas dan siswa yang lain pun tidak ragu-ragu dalam mengungkapkan pendapatnya.
Akhirnya, dari tes hasil belajar matematika jenjang analisis dan sintesis dapat dilihat bahwa siswa yang diajarkan dengan metode
roundtable 79,73 % mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah dimana dilakukan penelitian (59 orang mendapat nilai ≥ 50). Ini berarti bahwa lebih dari 79% tujuan pembelajaran yang direncanakan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar telah tercapai (termasuk dalam kategori baik). Sedangkan, siswa yang diajarkan dengan strategi konvensional hanya 53,52% yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (38 orang mendapat nilai ≥ 50), artinya tujuan pembelajaran yang direncanakan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar sudah tercapai (termasuk dalam kategori cukup/ lebih dari 50%). Selain itu, terbukti pula bahwa nilai rata-rata hasil belajar jenjang analisis dan sintesis siswa yang diajarkan dengan metode
roundtable lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar jenjang analisis dan sintesis siswa yang diajarkan dengan metode konvensional.