• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Letak, Batas, dan Luas

Lokasi penelitian berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Walikan. Secara astronomis letak DAS Walikan berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1:25.000 Edisi l - 2001 terletak antara 07o 41’ 44” - LS-07º 46’ 56” LS dan 110º 56’ 08” –111º 10’ 24 “ BT. Berdasarkan koordinat UTM terletak antara 9134476 mT – 9154271 mT dan 492866 mU – 521766 mU. Secara administratif DAS Walikan berada di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah.

DAS Walikan merupakan Sub DAS Bengawan Solo Hulu yang berbatasan dengan :

Sebelah Barat : DAS Mento di Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo dan Wonogiri

Sebelah Timur : DAS Gonggang di Kabupaten Magetan Jawa Timur Sebelah Selatan : DAS Amblo dan DAS Keduang di Kabupaten

Wonogiri

Sebelah Utara : DAS Jlantah di Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo

Secara administrasi wilayah DAS Walikan yang berada di bagian hulu yaitu Kecamatan Jatiyoso, bagian tengah di Kecamatan Jatipuro dan bagian hilir di Kecamatan Wonogiri. Wilayah administrasi DAS Walikan yang terletak di Kabupaten Karanganyar meliputi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Jatipuro dan Jatiyoso, sedangkan wilayah yang masuk dalam Kabupaten Wonogiri meliputi Kecamatan Wonogiri.

Wilayah Kecamatan Jatiyoso terdiri dari 6 Desa yaitu Desa Beruk, Wonorejo, Wonokeling, Jatiyoso, Petung, Jatisawit. Untuk Kecamatan Jatipuro

commit to user

terdiri dari 5 Desa yaitu Desa Jatiroyo, Jatipuro, Jatipurwo, Ngepungsari dan Jatisobo, sedangkan wilayah DAS Walikan yang masuk dalam Kecamatan Wonogiri meliputi 3 Desa yaitu Desa Sonoharjo, Manjung dan Giriwarno.

Luas wilayah DAS Walikan secara keseluruhan mencapai 5.599,64 Ha atau sebesar 55.996.400 m2. Kecamatan paling luas yaitu Kecamatan Jatiyoso dengan luas 3.197,709 Ha dengan wilayah Desa yang terluas yaitu Desa Wonorejo dengan luas wilayah 813,022 Ha (53,23 %), luas Kecamatan Jatipuro sebesar 1.747,358 Ha (31,20 %) dan Kecamatan dengan luasan terkecil yaitu Kecamatan Wonogiri yang hanya mencakup 3 Desa dengan luas wilayah sebesar 654,572 Ha (15,53%).

Pembagian administrasi DAS Walikan secara rinci dikemukakan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 10. Pembagian Administrasi DAS Walikan

No. Kabupaten Kecamatan Desa/Kelurahan Luas (Ha) %

1. Karanganyar 1. Jatiyoso 1. Beruk 2. Wonorejo 3. Wonokeling 3. Jatiyoso 4. Petung 5. Jatisawit 147,192 813,022 245,966 765,041 615,475 395,525 53,26 2. Jatipuro 1. Jatoroyo 2. Jatipuro 3. Jatipurwo 4. Ngepungsari 5. Jatisobo 244,182 341,682 502,004 83,471 576,019 31,20 2. Wonogiri 1. Wonogiri 1. Sonoharjo 2. Manjung 3. Giriwarno 439,609 214,963 215,488 15,54 Luas Total 5.599,64 100

Sumber : Peta Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1: 25.000 lembar 1508-132 Poncol, lembar 1508-113 Girimarto, lembar 1508-131 Tawangmangu, dan lembar 1508-324 Wonogiri.

Adapun pembagian wilayah adinistrasi, batas DAS, dan letak daerah penelitian dapat dilihat pada peta 3 yaitu Peta Administrasi DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 berikut ini.

commit to user Peta 3. Administrasi

commit to user

2. Iklim

Wilayah Indonesia yang terletak pada garis katulistiwa menyebabkan Negara ini memiliki iklim tropis. Iklim adalah karakteristik cuaca pada suatu wilayah yang didasarkan atas data yang terkumpul selama kurun waktu yang lama (sekitar 30 tahun), sedangkan cuaca yaitu kondisi atmosfer yang dinamis, berubah-ubah dalam waktu singkat (dalam jam atau hari) (Lakitan, 1994:2).

Iklim dipengaruhi oleh kelembaban udara, curah hujan (intensitas dan distribusinya), cahaya, suhu, dan angin. Variasi dari unsur-unsur iklim tersebut dijadikan dasar dalam klasifikasi iklim. Unsur-unsur iklim tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi membentuk sistem iklim yang terus berputar.

Dalam penelitian ini, unsur iklim yang dibahas hanya terbatas pada data temperatur dan curah hujan yang terjadi di DAS Walikan dan sekitarnya. Curah hujan merupakan unsur iklim yang berpengaruh terhadap terbentuknya air. Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi dapat menjadi aliran permukaan (run off),

lengas tanah, evaporasi atau mengalami infiltrasi menjadi air tanah. a. Temperatur

Penentuan temperatur udara rata-rata di DAS Walikan dan sekitarnya dihitung dengan menggunakan pendekatan antara suhu dengan ketinggian yang dikemukakan oleh Oldeman (1977) dalam Lakitan (1994:104) :

Tmax : 31,3 – 0,006 x Tmin : 22,8 – 0,005 x dimana :

Tmax : suhu maksimum (oC) Tmin : suhu minimum (oC) X : ketinggian tempat (m)

commit to user

Dari rumus ini diasumsikan bahwa setiap kenaikan ketinggian 100 m suhu maksimum menurun rerata 0,6 oC dan suhu minimum menurun 0,5 oC per kenaikan ketinggian 100 meter. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25.000 lokasi DAS Walikan tertinggi berada pada ketinggian 2.250 m dan terendah yaitu 111,5 m. Dengan menggunakan rumus di atas dapat diperoleh hasil:

Diketahui : x1 : 2.250 m x2 : 111,5 m Jawab :

Tmax pada ketinggian 2.250 m adalah : 31,3 – 0,006 x1

: 31,3 – 0,006 . 2.250

: 17,8 oC Tmin pada ketinggian 2.250 m adalah : 22,8 – 0,005 x

: 22,8 – 0,005 . 2.250 : 11,3 oC

Tmax pada ketinggian 111,5 m adalah : 31,3 – 0,006 x1

: 31,3 – 0,006 . 111,5

: 30,63 oC Tmin pada ketinggian 111,5 adalah : 22,8 – 0,005 x

: 22,8 – 0,005 . 111,5 : 22,24 oC

Berdasarkan rumus di atas dapat disimpulkan bahwa pada lokasi tertinggi DAS Walikan yaitu pada ketinggian 2.250 m rata-rata temperatur tertinggi adalah 17,8 oC dan temperatur terendah 11,3 oC. Pada lokasi terendah DAS Walikan yaitu pada ketinggian 111,5 m rata-rata temperatur tertinggi adalah 30,63 oC dan temperatur terendah 22,24 oC.

b. Curah Hujan

Data rerata curah hujan, jumlah hari hujan, dan intensitas hujan selama kurun waktu 10 tahun (2001-2011) digunakan untuk menentukan sebaran curah hujan yang terjadi di DAS Walikan dan sekitarnya. Selain itu, data curah hujan

commit to user

yang diperoleh untuk menentukan rerata bulan basah, lembab, dan kering yang digunakan untuk menentukan tipe curah hujan di DAS Walikan. Berikut disajikan data rerata curah hujan, jumlah hari hujan dan intensitas hujan selama 10 tahun terakhir di lokasi penelitian.

Tabel 11. Rerata Curah Hujan, Hari Hujan dan Intensitas Hujan Tahun 2001-2011

No. Stasiun Curah Hujan

(mm/hari) Hari Hujan (Hari/Tahun) Intensitas CH (mm/Hari) 1 Bendung Colo 1988.25 114.9 17.30 2 Ngadiroyo 2718.1 105 25.89 3 Jatipuro 2689 126.2 21.31 4 Jatiyoso 2637.52 127.3 20.72 5 Tawangmangu 3324 165.4 20.10

Sumber : Analisis Data Curah Hujan Tahun 2001-2011

Penentuan tipe iklim dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi menurut Schmidt dan Ferguson. Rumus yan digunakan yaitu :

% 100 Basah Bulan rata -Rata Kering Bulan rata -Rata : Q x

Klasifikasi bulan kering, lembab dan basah menggunakan klasifikasi menurut Mohr yaitu :

- Bulan kering yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan < 60 mm

- Bulan lembab yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan antara 60-100 mm - Bulan basah yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan > 100 mm

Berdasarkan perhitungan yang diperoleh DAS Walikan memiliki tipe curah hujan C (agak basah) dan tipe curah hujan D (sedang). Tipe curah hujan C dengan dominasi wilayah meliputi Desa Manjung, dan tipe curah hujan D meliputi Sonoharjo, Jatisobo, Jatipuro, Jatipurwo, Ngepungsari, Jatiroyo, Jatisawit, Petung, Giriwarno, Jatiyoso, Wonorejo, Beruk.

Hasil analisis ini didasarkan pada besarnya nilai Q yang kemudian dicocokkan dengan tabel 12 yaitu tipe curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson berikut ini :

commit to user

Tabel 12. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson

Tipe Nilai Klasifikasi

A 0 ≤ Q < 14,3 Sangat basah B 14,3 ≤ Q < 33,3 Basah C 33,3 ≤ Q < 60 Agak basah D 60 ≤ Q < 100 Sedang E 100≤ Q < 167 Agak kering F 167 ≤ Q < 300 Kering G 300≤ Q < 700 Sangat kering

H 700≤ Q Luar biasa kering

Sumber : Lakitan (1994:15)

Adapun hasil analisis perhitungan tipe curah hujan Menurut Schmidt dan Ferguson dari masing-masing stasiun pengamatan curah hujan adalah sebagai berikut :

Tabel 13. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson Pada Setiap Stasiun Pengamatan

No. Stasiun Q = (Bln Kering / Bulan Basah) x 100 % Tipe Klasifikasi

1 Bendung Colo 89.23 D Sedang

2 Ngadiroyo 51.90 C Agak Basah

3 Jatipuro 54.32 C Agak Basah

4 Jatiyoso 58.97 C Agak Basah

5 Tawangmangu 45.12 C Agak Basah

Sumber : Analisis Data Curah Hujan 2001-2011 3. Fisiografi Wilayah

Menurut van Bemmelen (1949:26) fisiografis Pulau Jawa dibagi menjadi 4 bagian :

a. Jawa Barat (sebelah barat Cirebon)

b. Jawa Tengah (antara Cirebon dan Semarang) c. Jawa Timur (antara semarang dan Surabaya)

d. Jazirah sempit di bagian timur Jawa (oosththoek) dengan Selat Madura dan Pulau Madura.

Berdasarkan pembagian zone, Pulau Jawa dibagi menjadi tiga zone yaitu zone utara (northen zone), zona tengah (central zone) dan zona selatan (southern

commit to user

zone). Berdasarkan pembagian fisiografis di atas, DAS Walikan masuk dalam zone tengah. Zone tengah terdiri dari Subzone solo (sensu stricto), Subzone Blitar dan Subzone Ngawi. Tepatnya lokasi penelitian terdapat di jalur Subzone Solo (sensu stricto) yaitu zone depresi sentral atau Zone Solo (Solo Zone) dengan lokasi berada di komplek Gunungapi Lawu. Sebelah utara zone depresi ini dibatasi oleh Pegunungan Kendeng dan sebelah selatan dibatasi oleh Pegunungan Selatan. Komplek Gunungapi lawu terdiri dari dua pegunungan utama yaitu Gunungapi Lawu di sebelah utara dan Gunungapi Jobolarangan di sebelah selatan (Lawu tua). DAS Walikan masuk ke dalam satuan Gunungapi Jobolarangan.

Gambar 22. Letak Fisiografis DAS Walikan

(Sumber : van Bemmelen 1949:26 dengan Modifikasi dan Citra Ikonos Google Earth 2012)

4. Geologi

Berdasarkan Peta Lembar Ponorogo (1508-1) Tahun 1997 dan Lembar Giritontro (1407-6) Tahun 1992 Skala 1:100.000, susunan litologi daerah penelitian adalah sebagai berikut :

Letak Fisiografis

commit to user

a. Qvsl (Lava Sidoramping)

Merupakan lava berstruktur alir yang berasal dari komplek Gunungapi Sidoraming, G.Puncakdalang, G.Kukusan, dan G.Ngampiyungan yang mengalir ke arah barat. Terdiri dari lava andesit, kelabu tua, porfiritik terdiri dari plagioklas, kuarsa, feldspar, masa dasar mikrolit plagioklas dan kaca. Material ini tersebar di bagian puncak dari lokasi penelitian yaitu berada di Desa Beruk dan Wonorejo.

b. Qvjb (Breksi Jobolarangan)

Merupakan breksi Gunungapi, mempunyai ciri-ciri dengan warna kecoklatan, bila lapuk kemerahan, bersusunan andesit, komponen berukuran 2 – 20 cm, menyudut tanggung – membundar tanggung. Masa dasar batu pasr tufan berbutir sedang – kasar, terpilah buruk, kemas terbuka. Persebarannya di Desa Wonorejo.

c. Qvjl (Lava Jobolarangan)

Lava ini bersusunan andesit berwarna kelabu tua, porfiritik, terdiri dari plagioklas, kuarsa dan feldspar di dalam mikrolit plagioklas dan kaca gunungapi. Lava berstuktur alir ini berasal dari kompleks G.Sidoramping, G.Puncakdalang, G.Kukusan dan G.Ngampiyungan. Arah aliran umumnya ke barat, lekuk seperti kawah di puncak G.Silamuk yang diduga bekas letusan yang terbuka ke barat. Material ini tersebar di Desa Wonorejo dan sebagia kecil di Desa Beruk.

d. Qlla (Endapan Lahar Lawu)

Merupakan endapan lahar Gunungapi Lawu yang terdiri dari andesit, basalt dan sedikit batuapung bercampur dengan pasir gunungapi, membentuk perbukitan rendah atau mengisi dataran di kaki gunungapi. Material ini tersebar di Desa Jatiyoso, Jatipurwo, Jatisawit, Jatipuro, Jatiroyo, Jatisobo, Petung, Sonoharjo, Giriwono, Manjung, dan Giriwono.

Untuk mengetahui persebaran Geologi di lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta 4. Peta Geologi DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 berikut ini.

commit to user Peta 4. Geologi

commit to user

5. Geomorfologi

Pada hakekatnya geomorfologi mempelajari bentuk-bentuk (morfologi) bentangalam. Van Zuidam (1978:3) mendefinisikan geomorfologi sebagai ilmu yang mempelajari bentuklahan dan proses-proses yang bekerja padanya serta menyelidiki kaitan antara bentuklahan dengan proses yang bekerja dalam susunan keruangan.

a. Morfografi

Morfografi secara garis besar memiliki arti gambaran bentuk permukaan bumi atau arsitektur permukaan bumi. Secara garis besar morfografi dapat dibedakan menjadi bentuklahan perbukitan/punggungan, pegunungan, atau gunungapi, lembah dan dataran. Berdasarkan atas pembagian ekosistem DAS, daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir.

Bagian hulu DAS mempunyai kemiringan lereng curam sampai sangat curam dengan ketinggian tempat di atas 800 m dpal dan didominasi oleh tanah andosol dan penggunaan lahan hutan dan tegalan. Bagian hulu DAS Walikan sebagian besar merupakan bentuklahan perbukitan struktural (terlipat) yang ditandai dengan adanya lembah (sinklinal) berbentuk V dan punggungan (antiklin) yang merupakan anak kaki lereng Gunung Lawu bagian selatan.

Gambar 23 . Bentuklahan Perbukitan di Desa Beruk, Wonorejo (Foto Diambil 23 Januari 2012)

commit to user

Di bagian tengah DAS yang merupakan daerah transisi atau peralihan antara bagian hulu dan hilir. Bagian tengah DAS merupakan daerah yang ditandai dengan kemiringan lereng landai sampai curam dan berada pada ketinggian tempat antara 200-800 m dpal. Sebagian besar merupakan bentuklahan perbukitan yang terdenudasi. Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas penduduk dalam konservasi lahan termasuk kegiatan pertambangan. Selain itu, juga ditemui bentukan ledok antar perbukitan atau lembah berbentuk U tajam yang dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk menanam padi ataupun palawija.

Bagian hilir DAS mempunyai kemiringan lereng datar (kelas I) dan

Bentuklahan yang ada di bagian hilir merupakan bentuklahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh aktivitas sungai, ketinggian tempat rata-rata kurang dari 200 m dpal. Bentuklahan yang ditemui adalah bentuklahan fluvio vulkan. Bentuklahan ini dimulai dari Desa Jatisawit, Jatiroyo, Jatipuro, Jatisobo, Giriwono, Sonoharjo dan Manjung.

Peta ketinggian tempat di DAS Walikan dapat dilihat pada peta 5. Peta Ketinggian DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012. Peta ini diolah dengan fasilitas 3D Analisys pada Arc View GIS.

Bukit Terdenudasi

Gambar 24. Bukit Terdenudasi Akibat Pertambangan di Desa Wonokeling (Foto Diambil 8 Juli 2011)

commit to user Peta 5. Ketinggian Tempat

commit to user

b. Morfogenesa

Geomorfologi lokasi penelitian tidak terlepas dari pembentukan morfologi Pulau Jawa. Dua aspek yang menonjol dalam pembentukan Pulau Jawa adalah iklim tropis lembab dan kegiatan vulkanik yang kuat (Tim Fak.Geografi UGM, 1996:5). Aktivitas vulkanik ini tidak terlepas dari kegiatan tektonik lempeng yang berlangsung yaitu adanya penunjaman Lempeng Eurasia dan Indo-Australia yang menyebabkan terbentuknya jajaran Gunungapi di sepanjang jalur timur sampai barat Pulau Jawa. Geomorfologi Pulau Jawa dapat dibagi menjadi 3 zone yaitu utara, tengah dan selatan. Lokasi penelitian sendiri berada di zone tengah yaitu berada di komplek Gunung Lawu tepatnya di lereng selatan.

Morfogenetik adalah proses atau asal - usul terbentuknya permukaan bumi, seperti bentuklahan perbukitan atau pegunungan, bentuklahan lembah atau bentuklahan pedataran. Proses yang berkembang terhadap pembentukkan permukaan bumi tersebut yaitu proses eksogen dan proses endogen. Dilihat dari proses terjadinya bentuklahan, morfogenesa ini dapat dibagi menjadi morfostruktur pasif, morfostruktur aktif dan morfostruktur dinamik.

Morfostruktur aktif merupakan aktivitas proses endogen yaitu proses yang dipengaruhi oleh kekuatan atau tenaga dari dalam kerak bumi, sehingga merubah bentuk permukaan bumi. Tenaga endogen yang bekerja di lokasi penelitian meliputi vulkanisme yang berasal dari Gunung Jobolarangan (lawu tua). Selain itu juga, keadaan geomorfologi setempat dipengaruhi oleh adanya pelipatan (folding) yang membentuk jajaran perbukitan yang memanjang sehingga terlihat punggung-punggung lipatan yang disebut antiklinal dan lembah lipatan yang disebut sinklinal. Adanya perbukitan lipatan ini dapat dijumpai di Desa Beruk dan Wonorejo.

Morfostruktur pasif dapat dilihat dari litologi daerah setempat atau struktur batuannya. Jenis litologi yang dijumpai di daerah penelitian berdasarkan peta geologi DAS Walikan adalah batuan breksi yang merupakan jenis batuan sedimen klastik yang dihasilkan oleh aktivitas letusan vulkanik Gunung Jobolarangan (lawu tua). Materi penyusun berupa batuan sedimen berupa breksi vulkanik yang

commit to user

mencerminkan bentuklahan perbukitan yang memanjang. Selain itu, batuan penyusun lainnya berupa batuan andesit dari endapan lahar lawu yang merupakan jenis batuan beku. Adanya batuan ini mencerminkan adanya aktivitas vulkanik sebagai pembentuk muka bumi di lokasi penelitian.

Morfostruktur dinamik dipengaruhi oleh proses tenaga eksogen merupakan proses yang dipengaruhi oleh faktor - faktor dari luar bumi, seperti iklim, biologi dan artifisial. Proses ini akan menimbulkan adanya proses degradasi dan agradasi di lokasi penelitian. Proses degradasi yan berlangsung di lokasi penelitian dipengaruhi oleh erosi dan longsor lahan. Bentuk erosi yang banyak dijumpai di lokasi penelitian meliputi erosi lembar sampai parit. Terjadinya erosi di lokasi penelitian dipengaruhi oleh keadaan topografi dengan kemiringan lereng agak curam sampai sangat curam serta adanya aktivitas penduduk yang kurang menerapkan prinsip konservasi yang benar.

Gambar 25. Erosi Lembar (Kanan) yang Terjadi di Desa Manjung, Kecamatan Wonogiri dan Erosi Parit (Kiri) di Desa Beruk, Kecamatan Jatiyoso (Foto diambil

23 dan 25 Januari 2012)

Proses degradasi lainnya yaitu akibat longsor lahan yang banyak terjadi di bagian tengah DAS. Adanya longsor lahan ini umumnya disebabkan karena tindakan konservasi yang kurang tepat termasuk aktivitas penambangan, rendahnya tutupan lahan, berubahnya fungsi lahan, keadaan tanah yang labil akibat pengolahan lahan yang kurang memperhatikan konservasi yang benar, dan kemiringan lereng yang curam.

commit to user

Gambar 26. Longsoran Rotasi di Desa Wonorejo (Kiri) dan Desa Jatiyoso (Kanan), Kecamatan Jatiyoso (Foto Diambil 9 Juli 2011)

Di bagian bawah DAS (Hilir) terjadi proses sedimentasi yang merupakan kelanjutan dari proses erosi dan merupakan penyebab dari proses agradasi. Adanya sedimentasi yang umunya terjadi di sekitar bantaran sungai dimanfaatkan petani untuk ditanami padi ataupun palawija karena umumnya lahan pada daerah ini merupakan lahan yang subur.

Gambar 27. Proses Sedimentasi di Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri (Foto Diambil 24 Januari 2012)

commit to user

c. Morfokronologi

Proses pembentukan morfologi DAS Walikan yang telah dipaparkan pada morfogenesa lokasi penelitian di atas telah terjadi terutama pada kala plistosen tengah dan pada batas plistosen atau holosen. Pembentukan morfologi lokasi penelitian dipengaruhi oleh sesar dan lipatan yang terjadi pada akhir tersier. Sedimentasi pada cekungan laut dalam, bersamaan dengan kegiatan gunungapi di lereng cekungan yang curam serta dipengaruhi oleh gejala longsoran bawah laut.

Endapan turbidit asal gunungapi terbentuk sejak akhir oligosen dan menerus hingga akhir miosen awal. Kegiatan turbidit yang belum mantap menyebabkan terumbu-terumbu tersebut runtuh dan terendapkan kembali di tempat yang lebih dalam bersama-sama dengan klastika gampingan yang lebih halus. Kegiatan tektonik menjelang permulaan orogenesa miosen tengah ditandai dengan pengangkatan dan penerobosan magma yang menghasilkan andesit, dasit dan basal. Keadaan demikian menyebabkan terbentuknya jajaran pegunungan yang salah satunya adalah Gunung Lawu yang merupakan komplek dari lokasi penelitian.

d. Morfometri

Aspek geomorfologi yang dapat diketahui adalah kemiringan lereng. Kemiringan lereng merupakan gambaran perbandingan beda tinggi di suatu wilayah dengan jarak mendatarnya. DAS Walikan mempunyai bentuklahan yang bervariasi mulai dari bentuklahan asal struktural, denudasional dan fluvial. Hal ini menyebabkan kemiringan lerengnya yang sangat beragam yaitu dari datar sampai sangat curam.

Lereng dengan kemiringan datar menempati luasan terbesar yaitu sebesar 59,82 % dari luas DAS Walikan. Lereng datar biasanya berada di daerah hilir DAS. Lereng sangat curam mempunyai persentase luas sekitar 10,19 % dari luas total DAS. Persebaran kemiringan lereng lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta 6. Peta Kemiringan Lereng DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012.

commit to user

Dokumen terkait