commit to user
i
TINGKAT KEKRITISAN DAN ARAHAN REHABILITASI LAHAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN
KABUPATEN KARANGANYAR DAN WONOGIRI
TAHUN 2012
Skripsi
Disusun Oleh :
Siti Khoimah
K5408050
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
TINGKAT KEKRITISAN DAN ARAHAN REHABILITASI LAHAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN
KABUPATEN KARANGANYAR DAN WONOGIRI
TAHUN 2012
Oleh :
Siti Khoimah
K5408050
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Geografi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari : Rabu
commit to user
v
ABSTRAK
Siti Khoimah. TINGKAT KEKRITISAN DAN ARAHAN REHABILITASI
LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN KABUPATEN
KARANGANYAR DAN WONOGIRI TAHUN 2012. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta. April. 2012
Tujuan Penelitian ini adalah (1) Mengetahui tingkat kekritisan lahan Daerah Aliran Sungai Walikan Tahun 2012. (2) Mengetahui arahan rehabilitasi lahan di Daerah Aliran Sungai Walikan Tahun 2012.
Penelitian ini menggunakan metode analisis spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mencari hubungan secara keruangan antara variabel yang telah ditetapkan dengan satuan lahan sebagai satuan analisis. Populasi penelitian adalah seluruh unit satuan lahan di Daerah Aliran Sungai Walikan yaitu sebanyak 49 satuan lahan. Sampel tanah diambil dengan cara
purposive sampling. Teknik pengumpulan data dengan observasi, dokumentasi, dan wawancara. Teknik analisis data untuk mengetahui tingkat kekritisan lahan adalah dengan skoring dan pembobotan dengan output berupa Peta Tingkat Kekritisan Lahan dan untuk mengetahui arahan rehabilitasi lahan dilakukan dengan menggunakan pedoman Departemen Kehutanan (2009) dengan modifikasi, dengan output berupa Peta Arahan Rehabilitasi Lahan.
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1) Tingkat kekritisan lahan terdiri dari : (a) sangat kritis, pada kawasan fungsi lindung seluas 69,50 Ha (3,76 %) dan budidaya seluas 156,107 Ha (4,16 %) sehingga luas total 225,616 Ha (4 %); (b) kritis, pada kawasan fungsi lindung seluas 67,93 Ha (3,68 %) dan budidaya 933,47 Ha (24,86 %) sehingga luas total 1.001,394 Ha (18 %); (c) agak kitis, pada kawasan fungsi lindung seluas 1.104,41 Ha (59,86 %) dan budidaya 1.989,08 Ha (52,98 %) sehingga luas total 3.093,494 Ha (55 %); (d) potensial kritis, pada fungsi lindung seluas 603,13 Ha (32,7 %) dan budidaya 676 Ha (18 %) sehingga luas total 1.279,13 Ha (23 %) dari total luas lahan lokasi penelitian 2) Terdapat 19 kelompok arahan rehabilitasi yang disarankan berdasarkan tingkat kekritisan lahannya, tingkat bahaya erosi (TBE), kelas kemiringan lereng, fungsi kawasan dan penggunaan lahan dengan arahan rehabilitasi secara vegetatif dengan penanaman tanaman sebagai pencegah dan mengendalikan erosi, pemberian mulsa sebagai pelindung tanah, sumber hara dan penambah bahan organik, penghutanan kembali, silvopasture dan sistem agroforestry. Secara teknik diarahkan untuk mengendalikan dan memperkecil laju aliran permukaan dengan pembuatan teras, saluran pembuangan air (SPA), bangunan terjunan, rorak, dan barisan sisa tanaman.
commit to user
vi ABSTRAK
Siti Khoimah. THE CRITICAL LEVEL AND REHABILITATION DIRECTIONS LAND WALIKAN WATERSHED DISTRICT KARANGANYAR AND WONOGIRI YEAR 2012. Thesis.Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret University of Surakarta. April. 2012
The purposes of this research are (1) Knowing the critical level of land Walikan Watershed year 2012. (2) Knowing the direction of rehabilitation in the Walikan Watershed year 2012.
This research employs spatial analysis method by utilizing Geographic Information System (GIS) to look for the spatial relationship between the variables assigned and the united land as the unit of analysis. The population study is the entire unit of land in the Walikan Watershed amount 49 units of land. The techniques of collecting data are observation, documentation, and interviews. The data are analyzed in order to find out the critical level of the land by scoring and weighting with the output which results Land Criticality Level Map. Moreover, it is to know the direction of rehabilitation land carried out by using the instructions from the Ministry of Forestry (2009) with modifications, in the form of land conservation table technique embodied in the vegetative and soil conservation techniques with the direction of land-use activities based on each unit of output in the form of land with the Referral Map of Rehabilitation Land.
Based on the research it can be concluded that: 1) The criticality level of the land consists of: (a) very critical, in the area of protection forest width 69.50 ha (3.76%) and the cultivation area width 156.107 ha (4.16%) so that the total land of very critical area is 225.616 ha (4%), (b) critical, in the area of protection forest width 67.93 ha (3.68%) and cultivated width 933.47 ha (24.86%) so that the total land of very critical area is 1001.394 ha (18%); (c) rather critical, in the area of protected forest covering 1104.41 ha (59.86%) and cultivation covering 1989.08 ha (52.98%) so that the total area is 3093.494 ha (55%), (d) potential to be critical, in the area of protected forest 603.13 ha (32.7%) and cultivation 676 ha (18%) so that the total area of 1279.13 ha (23%) of the total land area of research site; 2) There are 19 groups based on the recommended rehabilitation referrals the critical level of the land, erosion hazard level, slope classes, functions of area and land use with the direction of rehabilitation vegetatively by cover crooping for the prevention and erosion control, giving mulching as a protector of the land, sources of nutrients and increasing organic matter, reforestation, silvopasture and agroforestry systems. Techniquely it is aimed to control and reduce the flow rate of the surface with teracce, waterway, drop structure, silt pit, dan trash line.
commit to user
vii
MOTTO
Modal utama untuk meraih kesuksesan adalah diri kita sendiri,
bukan banyaknya modal materi
(Mario Teguh)
Dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan
Sekali layar terkembang pantang surut ke pantai
(Anonim)
Hidup hanya sekali maka jangan sia-siakan waktu yang singkat ini
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Bapak dan Ibu atas kasih sayang, limpahan do’a, dan motivasi
Adik-adikku Sahabat Geografi ‘08
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan mendapat
gelar Sarjana Pendidikan. Selama pembuatan skripsi ini, tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Prof.Dr.H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah
memberikan izin penulisan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Syaiful Bakhri, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial yang telah memberikan persetujuan skripsi.
3. Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si., Ketua Program Pendidikan
Geografi yang telah memberikan izin penulisan skripsi.
4. Bapak Setya Nugraha, S.Si, M.Si., Pembimbing I yang sabar memberikan
bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan lancar.
5. Bapak Drs.Ahmad, M.Si., Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
6. Ibu Rahning Utomowati, S.Si, M.Sc., Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan dan motivasi selama menjadi mahasiswa di Program
Studi Pendidikan Geografi FKIP UNS.
7. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Geografi yang secara tulus
memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis.
8. Kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku yang telah memberikan
motivasi moril maupun spiritual dalam penulisan skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan (Lilis, Ana, Dayat, Probo, Yosef dan Desta)
atas semua bantuan, kerja sama dan motivasi selama penyusunan skripsi
commit to user
x
10. Sahabat Geo’08 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dan memberi warna selama menjadi mahasiswa dan dalam
penyusunan skripsi ini.
11. Keluarga keduaku wisma Al-ashr dan An-naura yang menemani hari-hari
penulis dalam menyusun skripsi ini.
12. Rekan relawan LAZIS UNS yang telah memberi pelajaran tentang
indahnya berbagi dalam kebersamaan dan selalu memberikan motivasi
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
13. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi
para pembaca.
Surakarta, Mei 2012
commit to user
c. Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan ... 49
commit to user
1) Tingkat Kekritisan Lahan Pada Kawasan Fungsi Lindung . 109 a) Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis ... 111
b) Tingkat Kekritisan Lahan Kritis ... 112
c) Tingkat Kekritisan Lahan Agak Kritis ... 113
commit to user
xiv
2) Tingkat Kekritisan Lahan Pada Kawasan Fungsi Budidaya 114
a) Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis ... 116
b) Tingkat Kekritisan Lahan Kritis ... 116
c) Tingkat Kekritisan Lahan Agak Kritis ... 117
d) Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis ... 118
2. Arahan Rehabilitasi Lahan ... 121
a. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Sangat Kritis ... 121
b. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Kritis ... 124
c. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Agak Kritis ... 128
d. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Potensial Kritis ... 132
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 138
1. Simpulan ... 138
2. Implikasi ... 139
3. Saran ... 139
Daftar Pustaka ... 141
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Konservasi Tanah Metode Vegetatif ... 28
2. Upaya Konservasi Tanah Secara Teknik ... 29
3. Perbandingan penelitian sebelumnya dengan Penelitian yang dilakukan ... 32
4. Rancangan Waktu Penelitian ... 35
5. Klasifikasi dan Nilai Skor Kemiringan Lereng ... 44
6. Klasifikasi dan Nilai Skor Jenis Tanah ... 44
7. Klasifikasi dan Skor Intensitas Curah Hujan Harian Rata-rata ... 45
8. Kriteria Lahan Kritis Setiap Kawasan ... 50
9. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan ... 51
10.Pembagian Administrasi DAS Walikan ... 56
11.Rerata Curah Hujan, Hari Hujan dan Intensitas Hujan Tahun 2001-2011 . 60
12.Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson ... 61
13.Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson Pada Setiap Stasiun Pengamatan ... 61
14.Luas dan Persentase Penggunaan Lahan DAS Walikan ... 86
15.Jumlah Penduduk DAS Walikan Tahun 2011 ... 88
16.
Karakteristik dan Kualitas Lahan Lokasi Penelitian ... 9017.Fungsi Kawasan Setiap Satuan Lahan di Lokasi Penelitian Tahun 2012 ... 91
18.Hasil Perhitungan Besar Erosi Permukaan DAS Walikan Tahun 2012 ... 95
19.Persentase dan Kelas Tutupan vegetasi Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi Lindung ... 97
20.Perbandingan Persentase Luas Kelas Tutupan Vegetasi Pada Kawasan Fungsi Lindung ... 99
21.Luas dan Persentase Kelas Konservasi Lahan ... 99
22.Luas dan Persentase Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan Teknik Pada Kawasan Fungsi Lindung ... 100
23.Luas dan Persentase Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan Teknik Pada Kawasan Fungsi Budidaya ... 101
commit to user
xvi
25.Kelas Konservasi Setiap Satuan Lahan pada Fungsi Budidaya ... 103
26.Kelas Produktivitas Lahan Pada Kawasan Fungsi Budidaya Setiap
Satuan Lahan ... 106
27.Kelas Keadaan Batuan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi
Budidaya ... 108
28.Tingkat Kekritisan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi Lindung
Tahun 2012 ... 110
29.Tingkat Kekritisan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi Budidaya
Tahun 2012 ... 115
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Pertanaman Dalam Strip Mulsa Batang Jagung ... 16
2. Aplikasi Mulsa pada Pertanaman Jagung (Kiri) dan Mulsa Batang Jagung (Kanan) ... 16
3. Tanaman Penutup Tanah jenis Mucuna sp ... 17
4. Sistem Wanatani (Agroforestry) ... 19
5. Sistem Tumpangsari Kacang Tanah dengan Singkong (kanan) dan Tumpangsari Kacang Tanah dengan Pepaya ... 19
6. Sistem Silvopasture ... 20
14. Guludan Bersaluran Disertai Rumput Penguat ... 25
15. Saluran Pembuangan Air (SPA) ... 26
16. Bangunan Terjunan Permanen (Kiri) dan Terbuat dari Bambu (Kanan) . 27 17. Rorak ... 27
18. Diagram Alir Kerangka Pemikiran ... 34
19. Contoh Pembacaan Satuan Lahan ... 37
20. Contoh Pembacaan Arahan Rehabilitasi Lahan ... 52
21. Diagram Alir Penelitian ... 54
22. Letak Fisiografis DAS Walikan ... 62
23. Bentuklahan Perbukitan di Desa Beruk, Wonorejo ... 65
24. Bukit Terdenudasi Akibat Pertambangan di Desa Wonorejo ... 66
25. Erosi Lembar (Kanan) yang Terjadi di Desa Manjung, Kecamatan Wonogiri dan Erosi Parit (Kiri) di Desa Beruk, Kecamatan Jatiyoso ... 69
commit to user
xviii
27. Proses Sedimentasi di Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri ... 70
28. Profil Tanah Latosol Coklat Kemerahan di Desa Jatipuro,
Kecamatan Jatipuro ... 74
29. Profil Tanah Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan di
Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri ... 75
30. Singkapan Tanah Andosol di Desa Beruk, Kecamatan Jatiyoso,
Kabupaten Karanganyar ... 76
31. Pola Aliran Sungai Paralel di DAS Walikan ... 78
32. Klasifikasi Bentuk DAS ... 79
33. Penampang Melintang Sungai Berbentuk U di Daerah Hilir Desa
Manjung, Kecamatan Wonogiri (Kiri) dan Berbentuk V Pada Hulu
Sungai Desa Wonorejo, Kecamatan Jatiyoso (Kanan) ... 80
34. Penentuan Orde Sungai DAS Walikan ... 84
35. Diagram Lingkaran Persentase Luas Penggunaan Lahan DAS Walikan 86
36. Lahan Sangat Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-V-Tg (Kanan)
dan LaCm-Qvjl-IV-Tg (Kiri) di Desa Wonorejo dan Wonokeling ... 111
37. Lahan Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-IV-Pmk (Kiri) dan
KAcAck-Qvjl-IV-Tg (Kanan) di Desa Wonorejo ... 112
38. Lahan Agak Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-II-Tg (Kiri)
dan KAcAck-Qvjl-IV-Sb (Kanan) di Desa Wonokeling dan Beruk ... 113
39. Lahan Potensial Kritis di Satuan Lahan AlMcm-Qlla-II-Kbn (Kiri)
dan KAcAck-Qvjl-IV-Kbn (Kanan) di Desa Giriwarno dan Beruk ... 114
40. Lahan Sangat Kritis pada Satuan Lahan LaCm-Qlla-III-Tg di Desa
Jatiyoso ... 116
41. Lahan Kritis pada Satuan Lahan LaCm-Qvjl-III-Pmk (Kiri) dan
LaCm-Qlla-III-Pmk (Kanan) di Desa Wonorejo dan Jatiyoso ... 117
42. Lahan Agak Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qlla-I-Sw (Kiri) dan
KAcAck-Qvjl-I-Tg (Kanan) di Desa Jatisobo dan Wonorejo ... 118
43. Lahan Potensial Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qvjl-II-Sw (Kiri) dan
LaCm-Qvjl-I-Tg (Kanan) di Desa Wonorejo ... 119
commit to user
xix
DAFTAR PETA
Peta
1. Satuan Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri
Tahun 2012 ... 38
2. Lokasi Titik Pengamatan dan Pengambilan Sampel Tanah ... 40
3. Administrasi DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri
Tahun 2012 ... 57
4. Geologi DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun
2012 ... 64
5. Ketinggian Tempat DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan
Wonogiri Tahun 2012 ...
6. Kemiringan Lereng DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan
Wonogiri Tahun 2012 ... 72
7. Tanah DAS DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri
Tahun 2012 ... 77
8. Penggunaan Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan
Wonogiri Tahun 2012 ... 87
9. Tingkat Kekritisan Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar
dan Wonogiri Tahun 2012 ... 120
10.Arahan Rehabilitasi Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar
commit to user
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Tabel Data Curah Hujan dan Hari Hujan di Stasiun Pengamatan ... 145
2. Tabel Parameter Fungsi Kawasan DAS Walikan Tahun 2012 ... 148
3. Tabel Perhitungan Skor dan Pembobotan Fungsi Kawasan DAS Walikan Tahun 2012 ... 149
4. Tabel Kesesuaian Fungsi Kawasan dengan Penggunaan Lahan DAS Walikan Tahun 2012 ... 150
5. Tabel Perhitungan Indeks Erosivitas Hujan (R) ... 151
6. Tabel Indeks Erosivitas Hujan Setiap Satuan Lahan ... 152
7. Tabel Indeks Erodibilitas Tanah Setiap Satuan Lahan ... 153
8. Tabel Indeks Faktor Lereng (LS) Setiap Satuan Lahan ... 154
9. Tabel Indeks Pengelolaan Tanaman (C) Tindakan Konservasi Lahan (P) Setiap Satuan Lahan ... 155
10.Tabel Hasil Perhitungan Besar Erosi Permukaan DAS Walikan Tahun 2012 ... 156
11.Tabel Tabulasi Data Produktivitas Lahan ... 158
12.Tabel Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Lindung ... 159
13.Tabel Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Budidaya ... 160
14.Tabel Kelas Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Lindung ... 161
15.Tabel Kelas Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Budidaya ... 162
16.Tabel Perhitungan Skoring dan Pembobotan Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Lindung ... 163
17.Tabel Perhitungan Skoring dan Pembobotan Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Budidaya ... 164
18.Kriteria Penilaian Kelas Konservasi Lahan ... 165
19.Tabel Nilai C (Pengelolaan Tanaman) ... 168
20.Tabel Nilai P (Tindakan Konservasi) ... 169
21.Daftar Isian Lapangan ... 170
22.Tabel Quesioner Produktivitas Lahan ... 172
commit to user
xxi
24.Surat Keputusan Dekan FKIP ... 174
25.Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi ... 175
26.Surat Permohonan Izin Research/Try Out ... 176
27.Surat Permohonan Izin Research/Try Out ke KESBANGPOLINMAS
Kabupaten Karanganyar ... 177
28.Surat Permohonan Izin Research/Try Out ke BAPPEDA
Kabupaten Karanganyar ... 178
29.Surat Permohonan Izin Research/Try Out ke KESBANGPOLINMAS
Kabupaten Wonogiri ... 179
30.Surat Permohonan Izin Research/Try Out ke BAPPEDA
Kabupaten Wonogiri ... 180
31.Surat Rekomendasi Research/Survey ... 181
commit to user BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi sumberdaya
alamnya yang melimpah. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang
terbentuk karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air dan perairan, biotis, udara
dan ruang, mineral, panas dan gas bumi, angin, pasang surut atau arus laut
(Soerjani, 1987 : 13). Sumberdaya alam bisa terdapat dimana saja seperti di dalam
air, tanah, udara terdiri dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui
(renewable) dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable).
Pemanfaatan sumberdaya alam sebagai salah satu modal dasar pembangunan
nasional, harus dilaksanakan sebaik-baiknya berdasarkan azas kelestarian,
keserasian dan azas pemanfaatan yang optimal sehingga dapat memberikan
manfaat ekonomi, ekologi dan sosial secara seimbang (Departemen Kehutanan,
2009 : 1).
Sumberdaya alam yang penting dalam kegiatan pembangunan salah
satunya adalah sumberdaya lahan.
Lahan merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki karakteristik unik, yakni (1) sediaan/luas relatif tetap karena perubahan luas akibat proses alami (sedimentasi) dan proses artifisial (reklamasi) sangat kecil; (2) memiliki sifat fisik (jenis batuan, kandungan mineral, topografi, dsb.) dengan kesesuaian dalam menampung kegiatan masyarakat yang cenderung spesifik (Dardak, 2005 : 1).
oleh karena itu agar mampu menampung kegiatan masyarakat yang terus
berkembang seperti sekarang ini, lahan perlu diarahkan untuk dimanfaatkan dan
dikelola dengan kegiatan yang paling sesuai dengan sifat fisiknya.
Menurut Departemen Pertanian (2009 : 9) menyebutkan bahwa ”lahan
adalah bagian daratan dan permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang
meliputi tanah beserta segenap faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya
seperti iklim, relief, aspek geologi dan hidrologi yang terbentuk secara alami
maupun akibat pengaruh manusia”. Pengertian lahan menurut FAO dalam Arsyad
commit to user
(1989 : 207) adalah lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan
vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
penggunaan lahan, termasuk kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang seperti
hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi, serta hasil yang merugikan seperti
tanah yang tersalinasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa air, tanah,
vegetasi dan iklim, merupakan bagian dari lahan.
Kegiatan masyarakat yang membutuhkan lahan meningkat dengan sangat
cepat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk, kegiatan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya persaingan
pemanfaatan dan perubahan penggunaan lahan khususnya pada kawasan fungsi
lindung, serta penggunaan atau pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan
kaidah-kaidah konservasi.
Salah satu permasalahan lahan saat ini adalah pemanfaatan lahan yang
kurang memperhatikan daya dukung lingkungannya yaitu kemampuan lingkungan
untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang berkembang di dalamnya, dilihat
dari ketersediaan sumberdaya alam dan buatan yang dibutuhkan oleh
kegiatan-kegiatan yang ada, serta kemampuan lingkungan dalam mentolerir dampak negatif
yang ditimbulkan (Dardak, 2005 : 2). Daya dukung lingkungan yang terlampaui
akan berdampak pada terjadinya degradasi lahan sehingga menurunkan kualitas
fisik lahan dan pada akhirnya akan menjadi lahan kritis.
Perilaku masyarakat yang belum mendukung konservasi seperti illegal loging dan penyerobotan lahan hutan untuk ditanami akan menyebabkan deforestasi yang memicu terjadinya erosi, tanah longsor dan banjir pada musim
penghujan, kekeringan pada musim kemarau, serta pencemaran air sungai,
pendangkalan waduk, dan tidak berfungsinya sarana pengairan sebagai akibat
sedimentasi yang berlebihan (Departemen Kehutanan, 2009 : 1). Permasalahan
fisik lahan ini akan berdampak pada berkurangnya kesuburan tanah dan
rendahnya produktivitas lahan. Produktivitas lahan yang rendah akan ditinggalkan
dan selanjutnya secara perlahan-lahan berubah menjadi semak belukar. Lahan
commit to user
kimia, dan biologis yang selanjutnya digunakan istilah lahan kritis (Rahim,
2000:246).
Departemen Kehutanan (2009 : 9) mengemukakan pengertian lahan kritis
yaitu ”lahan yang di dalam maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami
kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas
yang ditentukan atau diharapkan”. Dari pengertian ini disimpulkan bahwa lahan
kritis merupakan lahan atau tanah yang saat ini tidak produktif karena pengelolaan
dan penggunaan tanah yang tidak atau kurang memperhatikan syarat-syarat
konservasi tanah dan air, sehingga lahan mengalami kerusakan, kehilangan atau
berkurang fungsinya sampai pada batas yang telah ditentukan atau diharapkan.
Upaya pemulihan lahan kritis yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan rehabilitasi dan konservasi lahan. Departemen Kehutanan (2009 : 8)
menjelaskan pengertian rehabilitasi lahan adalah upaya untuk memulihkan,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan sehingga daya dukung,
produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan
tetap terjaga, sedangkan konservasi lahan adalah upaya mempertahankan,
merehabilitasi dan meningkatkan daya guna lahan sesuai peruntukannya. Menurut
Arsyad (1989 : 29) konservasi lahan adalah penempatan sebidang lahan pada
penggunaan tertentu sesuai dengan kemampuannya dan syarat-syarat yang
diperlukan agar tidak terjadi kerusakan. Dari pengertian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa rehabilitasi merupakan bagian dari konservasi lahan. Tujuan
dilakukannya konservasi dimaksudkan untuk memberikan perlakuan terhadap
lahan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar lahan dapat berfungsi
secara lestari sedangkan lahan yang sudah mengalami kerusakan perlu dilakukan
rehabilitasi untuk memperbaiki dan memulihkan fungsi lahan agar dapat
berproduksi dengan baik.
Pada tahun 2005 tercatat total lahan kritis di Wilayah Sungai Bengawan
Solo sudah mencapai luas kurang lebih 11.398 Km2 atau sekitar 57,62 % dari luas
wilayah (19.778 Km2) (mulai dari kategori potensial kritis sampai sangat kritis).
commit to user
proses erosi yang berlanjut dan kerusakan vegetasi (Departemen Pekerjaan
Umum, 2005:4). Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Surakarta (2010) juga
menjelaskan bahwa sekitar 756.545 Ha (47 %) lahan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Bengawan Solo rentan terhadap kekritisan dan memerlukan penanganan segera,
karena berpotensi besar menyebabkan erosi. Daerahnya meliputi Wonogiri,
Karanganyar, Sukoharjo, Surakarta, Klaten, Boyolali dan Sragen. Luas wilayah
yang masuk kategori sangat rentan ada 166.833 Ha (10,36 %) dan 589.712 Ha
(36,62 %) masuk kategori rentan. Apabila tidak segera dilakukan perbaikan,
sangat mungkin kondisi itu akan makin rusak dan mengakibatkan bencana.
Terjadinya erosi aktual yang terjadi di DAS Bengawan Solo Hulu seperti
pada Sub DAS Samin dengan besar erosi sangat berat 8.027,33 ton/ha/thn
(Setiawan, 2007) Sub DAS Precel sebesar 4,72 ton/Ha/th dan di Sub DAS
Dengkeng sebesar 195,84 ton/Ha/th (Soedjoko, 2008: 3). DAS Walikan yang
merupakan salah satu sub-DAS Bengawan Solo Hulu yang terletak di Kabupaten
Karanganyar dan Wonogiri mempunyai kelerengan datar sampai sangat curam.
Sekitar 42 % penggunaan lahan tidak sesuai dengan fungsinya. Ketidaksesuaian
lahan di DAS Walikan pada kawasan fungsi lindung mencapai 37,863 Ha atau
9,74% dari luas kawasan lindung (388,57 Ha). Pada kawasan fungsi penyangga
ketidaksesuaian lahan mencapai 1.031,847 Ha atau 70,85 % dari luas kawasan
388,57 Ha (1.456,41 Ha), dan ketidaksesuaian kawasan fungsi budidaya tanaman
tahunan mencapai 1.280,54 Ha atau 96,45 % dari luas kawasan (1.327,66 Ha).
Keadaan wilayah demikian ini sangat berpotensi terjadinya permasalahan
lingkungan fisik seperti erosi seperti yang terjadi pada Sub DAS Bengawan Solo
Hulu lainnya.
Terjadinya erosi di DAS Walikan yang ditandai adanya permunculan
batuan induk, erosi parit dan sedimentasi. Erosi yang terjadi secara terus menerus
ini akan menyebabkan semakin menipisnya solum tanah. Lahan demikian akan
mengalami penurunan kualitas lahan yang berdampak pada terjadinya kekritisan
commit to user
terlihatnya lapisan padas, subsoil atau adanya batuan induk tanah yang nampak di permukaan (Munir, 2003 : 437).
Sebagai salah satu DAS hulu, peran DAS Walikan sangat penting dalam
fungsi lindung bagi daerah di bawahnya. Permasalahan fisik lahan di daerah hilir
seperti banjir Solo yang terakhir terjadi yaitu pada 2/1/2012 dan terjadinya
sedimentasi di daerah hilir membuktikan bahwa telah terjadi permasalahan lahan
di bagian hulu, mengingat DAS merupakan satu kesatuan ekosistem yang saling
mempengaruhi. Untuk menanggulangi hal tersebut di atas perlu dilakukan upaya
rehabilitasi dan penggunaan lahan sesuai dengan fungsinya. Rehabilitasi lahan
dimaksudkan untuk memulihkan kesuburan tanah, melindungi tata air, dan
kelestarian daya dukung lingkungan. Perbedaan Selain itu, dalam rangka
pemanfaatan sumberdaya alam baik berupa hutan, tanah dan air perlu
direncanakan dan dikelola secara tepat melalui suatu sistem pengelolaan DAS.
Salah satu upaya pokok dalam sistem pengelolaan ini adalah berupa pengaturan
penggunaan lahan dan usaha-usaha rehabilitasi hutan serta konservasi tanah.
Dalam rangka menunjang kegiatan rehabilitasi lahan secara baik dan tepat
sasaran perlu adanya data spasial daerah-daerah lahan kritis yang dapat
menunjang upaya rehabilitasi lahan untuk tujuan perbaikan maupun pencegahan
terhadap kerusakan lingkungan yang lebih luas. Data yang ada sekarang ini masih
dalam skala wilayah yang luas sehingga pengelolaan yang lebih intensif masih
sulit dilakukan. Dengan demikian perlu adanya data yang dapat memperlihatkan
keadaan wilayah yang lebih rinci dan mendekati keadaan sebenarnya di lapangan
sehingga pengelolaan serta upaya rehabilitasi yang akan dilakukan akan lebih
intensif. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “ Tingkat Kekritisan dan Arahan Rehabilitasi Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan
commit to user
1. Bagaimana tingkat kekritisan lahan di DAS Walikan Tahun 2012 ?
2. Bagaimana arahan rehabilitasi lahan di DAS Walikan Tahun 2012 ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka penelitian ini
mempunyai tujuan untuk :
1. Mengetahui tingkat kekritisan lahan di DAS Walikan Tahun 2012.
2. Mengetahui arahan rehabilitasi lahan di DAS Walikan Tahun 2012.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan pengetahuan tentang gejala geografi di muka
bumi, khususnya lahan kritis di DAS Walikan, Kabupaten Karanganyar
dan Wonogiri.
b. Memberikan sumbangan pemikiran pada peneliti lain dalam kajian
pengelolaan DAS.
2. Manfaat Praktis
a. Informasi mengenai sebaran tingkat kekritisan lahan di DAS Walikan
dapat dijadikan pedoman prioritas rehabilitasi lahan.
b. Arahan rehabilitasi lahan yang disusun dapat dijadikan salah satu pedoman
untuk penanganan degradasi lahan di DAS Walikan.
c. Dapat mendukung materi pembelajaran Geografi di SMA khususnya pada
kompetensi dasar menganalisis dinamika dan kecenderungan perubahan
commit to user BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Untuk memahami konsep-konsep dari fenomena yang dikaji dalam
penelitian ini, maka dibawah ini diuraikan tinjauan pustaka dari konsep dasar dan
hasil penelitian yang terkait sebelumnya, antara lain:
1. Lahan Kritis
a. Pengertian Lahan Kritis
Pengertian lahan kritis dalam kaitannya dengan pertanian, Munir
(2003: 436) menyatakan lahan kritis adalah lahan yang kurang atau tidak
produktif lagi digunakan untuk kepentingan pertanian. Pada lahan tersebut
terdapat beberapa faktor penghambat yang kurang mendukung untuk usaha
pertanian.
Menurut Dulbahri (1986) dalam Harjadi (2005:3) mengemukakan
pengertian lahan kritis yakni:
“Lahan yang kekurangan air pada musim kering dan sebaliknya terjadi erosi dan kelebihan air pada musim penghujan. Disamping itu lahan kritis merupakan lahan yang tidak sesuai antara penggunaan dengan kemampuannya, sehingga terjadi (1) kerusakan fisik, kimia dan biologi, (2) bahaya terhadap fungsi hidrologi, orologi, produksi pertanian, pemukiman dan kondisi sosial ekonomi”.
Lahan kritis ditinjau dari kesuburan tanah, merupakan lahan pertanian
dengan suatu kondisi sistem siklus hara, dimana terjadi penurunan kesuburan
dalam arti jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung di dalamnya yang
diperlukan tanaman (Hardjowigeno, 1987 : 38). Dari sudut erosi, maka lahan
kritis diartikan sebagai lahan pertanian dengan suatu kondisi dimana laju
hilangnya tanah akibat air hujan besarnya melebihi laju pembentukan tanahnya.
Dari beberapa pengertian yang disampaikan diatas dapat diketahui
bahwa lahan kritis merupakan lahan yang tidak sesuai antara penggunaan
dengan kemampuan atau pengelolaan yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah
commit to user
konservasi sehingga lahan yang dikelola mengalami kerusakan secara fisik,
kimia maupun biologi yang pada akhirnya akan membahayakan ekosistem di
lingkungan tersebut.
Ditinjau dari faktor penghambatnya, Munir (2003: 437) membagi
lahan kritis menjadi:
1) Kritis Fisik
Yaitu tanah secara fisik telah mengalami kerusakan sehingga dalam
mengusahakannya perlu masukan investasi yang cukup besar. Ciri visual
yang dapat dilihat di lapangan dari tanah-tanah kritis fisik antara lain:
a) Tanah mempunyai kedalaman solum yang dangkal dengan top soil
produktif yang tipis atau telah hilang sama sekali.
b) Pada bagian tertentu atau keseluruhan dapat dilihat adanya lapisan
padas, subsoil, atau bahan induk tanah yang tersembul dipermukaan.
2) Kritis Kimia
Yang termasuk ke dalam kritis kimia adalah tanah yang bila ditinjau dari
tingkat kesuburan kimiawi, salinitas, sodiksitas, ataupun toksisitasnya
tidak lagi memberikan dukungan positif apabila tanah tersebut diusahakan
sebagai lahan usaha pertanian. Ciri yang menonjol yang dapat diamati
dilapangan adalah:
a) Tanah menunjukkan gejala penurunan produktifitas atau memberikan
produksi yang sangat rendah. Tingkat produksi rendah ditandai oleh
tingginya tingkat keasaman, rendahnya unsur hara (P, K, Ca, dan Mg),
rendahnya kapasitas tukar kation, kejenuhan basa dan kandungan
bahan organik, serta tingginya kadar Al dan Mn yang dapat meracuni
tanaman dan peka terhadap erosi. Pada umumnya lahan kritis ditandai
dengan vegetasi alang-alang dan memiliki pH tanah relatif lebih
rendah yaitu sekitar 4,8 hingga 5,2 karena mengalami pencucian tanah
yang tinggi serta ditemukan rhizoma dalam jumlah banyak yang
commit to user
b) Tanah mempunyai kedalaman solum yang dangkal dengan top soil
produktif yang tipis atau telah hilang sama sekali.
c) Pada bagian tertentu atau keseluruhan dapat dilihat adanya lapisan
padas, subsoil, atau bahan induk tanah yang tersembul di permukaan.
Bagi lahan-lahan berlereng, kritis kimia dapat terjadi karena proses
pengurasan hara oleh tanaman, pencucian, dan proses pengangkutan hebat
hara bersama koloid-koloid tanah pengikatnya akibat terangkutnya topsoil
oleh aliran permukaan.
3) Kritis Sosial Ekonomi
Kritis yang dimaksudkan disini adalah tanah-tanah kritis dan terlantar
sebagai akibat rendahnya salah satu atau beberapa faktor sosial ekonomi
sebagai kendala dalam usaha-usah pendayagunaan lahan tersebut.
4) Kritis Hidro-orologis
Tanah kritis dalam pengertian ini adalah tanah yang tidak mampu lagi
mempertahankan fungsinya sebagai pengatur tata air. Hal ini disebabkan
oleh terganggunya daya penahan, penyerap, dan penyimpan air dari tanah.
Keadaan ini mempunyai hubungan kausatif yang erat dengan keadaan
kritis fisik tanah. Kondisi kritis hidro-orologis dapat dilihat dilapang
menurut banyaknya vegetasi yang tumbuh diatas tanah, karena secara
edafologis tanpa pemberian air, sebagian besar vegetasi diatasnya tidak
mampu tumbuh dan berkembang dengan baik pada keadaan kritis
hidro-orologis ini.
b. Parameter Lahan Kritis
Dalam rangka evaluasi lahan untuk tujuan mengetahui tingkat kekritisan
suatu lahan, Departemen Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan Dirjen
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor : SK.167/V-Set/2004 tentang
petunjuk teknis penyusunan data spasial lahan kritis. Dikeluarkannya Surat
keputusan ini adalah untuk memudahkan pihak-pihak terkait dalam penyusunan
commit to user
berdasarkan kriteria yang ada dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.32
/ Menhut-II/ 2009 tentang Petunjuk Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik
Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS (RTkRHL-DAS).
Parameter yang digunakan menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.32 / Menhut-II/ 2009 adalah :
a) Kondisi Liputan Lahan
Kondisi liputan lahan adalah keadaan tutupan vegetasi (vegetasi
permanen) yang ada dalam wilayah tertentu. Vegetasi mempunyai
peranan yang sangat penting dalam mencegah erosi tanah dan
mengurangi aliran permukaan, sehingga liputan lahan menempati urutan
pertama dalam penentuan lahan kritis. Dalam penentuan kekritisan lahan,
parameter liputan lahan mempunyai bobot 50%, sehingga nilai skor untuk
parameter ini merupakan perkalian antara skor dengan bobotnya (skor x
50).
b) Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak
vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng
dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan
persen (%) dan derajat (o).
c) Besar Erosi
Erosi diartikan sebagai proses penghancuran tanah (detached) dan kemudian dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin dan
grafitasi (Hardjowigeno, 1987:128). Dalam definisi lain Arsyad (1989:30)
menjelaskan pengertian erosi adalah peristiwa pindahnya atau
terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis
dan terangkut yang kemudian diendapkan pada suatu tempat lain. Besar
erosi ditentukan dari perhitungan antara laju erosi tanah potensial yang
dihitung dengan menggunakan persamaan Universal Soil Loss Equation
commit to user
Persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE) ini adalah sebagai berikut : A = R x K x L x S x C x P
Keterangan :
A : jumlah tanah yang hilang (ton/ha/th)
R : faktor erosivitas tanah
K : faktor erodibilitas tanah
L : faktor panjang lereng
S : faktor kemiringan lereng
C : faktor pengelolaan tanaman
P : faktor pengelolaan lahan
d) Tindakan Konservasi
Faktor ini merupakan bentuk usaha manusia untuk membatasi
semaksimum mungkin kerusakan lahan. Konservasi memegang peranan
penting dalam upaya pengawetan tanah dan menjaga tanah dari kerusakan
dengan memperlakukan tanah sesuai dengan kemampuannya (Arsyad,
1989:29). Jika konservasi lahan buruk maka akan mengakibatkan
kerusakan lahan yang berpotensi memicu terjadinya lahan kritis.
e) Produktivitas Lahan
Produktivitas tanah merupakan kemampuan tanah untuk memproduksi
suatu tanaman pada sistem pertanaman tertentu (Utomo & Titik, 1995:5).
Data produktivitas merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan
untuk menilai kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian. Data
produktivitas diperoleh dari hasil survei sosial ekonomi, data dari Instansi
Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan dan instansi terkait
lainnya. Data produktivitas dinilai berdasarkan ratio terhadap produksi
komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional. Sesuai dengan
karakternya, data tersebut merupakan data atribut. Didalam analisa
spasial, data atribut tersebut dispasialkan dengan satuan analisis per
commit to user
Adapun metode penilaian lahan kritis menurut SK Dirjen RRL No.
041/Kpts/V/1998 ini, mengacu pada definisi lahan kritis yaitu sebagai lahan yang
telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya
sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan baik yang berada di dalam
maupun diluar kawasan hutan. Sasaran penilaian adalah lahan-lahan dengan
fungsi lahan yang ada kaitannya dengan kegiatan reboisasi dan penghijauan, yaitu
fungsi kawasan lindung bagi hutan lindung dan fungsi lindung di luar kawasan
hutan, serta fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian. Untuk
masing-masing fungsi lahan, ditentukan kriteria atau faktor pendukungnya yang terbagi
lagi ke dalam beberapa kelas.
c. Tingkat Kekritisan Lahan
Menurut Notohadiprawiro (1999) dalam Hidayat (2010:11), ciri-ciri
dari setiap tingkat kekritisan adalah sebagai berikut:
1) Potensial Kritis
Keadaan potensial kritis ini dicirikan oleh masih adanya lahan yang
tertutup vegetasi atau erosi ringan, tetapi apabila kegiatan konservasi
tidak dilaksanakan dan tanah dibiarkan terbuka maka erosi dapat terjadi.
Tanah umumnya mempunyai solum yang tebal dengan ketebalan horizon
A > 15 cm. Persentase penutup tanah (vegetasi permanen) cukup rapat (>
75 %), lereng dan kesuburan tanah bervariasi. Ciri-ciri lainnya yaitu:
a) Tanah masih mempunyai fungsi produksi, hidrologi, hidroorologi
cukup baik, tetapi bahaya untuk menjadi kritis cukup besar jika tanah
tersebut dibuka atau tidak dikelola dengan usaha konservasi.
b) Tanah masih tertutup vegetasi, tetapi karena kondisi topografi atau
keadaan lereng yang curam (>45 %), sangat tertoreh dan kodisi tanah
yang mudah longsor, maka bila vegetasi dibuka akan terjadi erosi
berat.
c) Tanah karena keadaan topografi dan bahan induknya, bila terbuka atau
commit to user
misalnya tanah berbahan induk batuan sedimen, bahan vulkanik atau
bahan kapur lunak.
d) Tanah yang produktifitasnya masih baik tetapi penggunaannya tidak
sesuai dengan kemampuannya dan belum dilakukan usaha konservasi,
misalnya hutan yang baru dibuka.
2) Semi Kritis
Keadaan semi kritis mempunyai ciri-ciri antara lain:
a) Tanah telah mengalami erosi ringan sampai sedang, antara lain erosi
permukaan yaitu erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur (riil erosion), produktifitasnya rendah, karena tingkat kesuburannya rendah.
b) Tanah masih subur, tetapi mempunyai tingkat bahaya erosi tinggi
sehingga fungsi hidrologi telah menurun. Bila tidak ada perbaikan
maka dalam waktu relatif singkat akan menjadi kritis.
c) Tebal solum sedang (60-90 cm) dengan ketebalan horizon A umumnya
<15 cm.
d) Persentase vegetasi permanen (penutup lahan) 50-75 %, vegetasi
dominan biasannya alang-alang, rumput semak belukar, dan hutan
jarang.
3) Kritis
Lahan dengan kelas kritis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a) Tanah telah mengalami erosi berat, tipe erosi umumnya adalah erosi
parit (gully erosion).
b) Tebal solum sedang-sampai dangkal (< 60 cm) dengan ketebalan
horizon A < 5 cm.
c) Persentase penutup tanah (vegetasi permanen) 25-50 %.
commit to user
e) Kesuburan tanah rendah.
4) Sangat Kritis
Keadaan lahan dengan kelas sangat kritis dicirikan dengan adanya ciri-ciri
antara lain:
a) Tanah telah mengalami erosi berat, selain erosi parit (gully erosion) juga banyak dijumpai tanah longsor (landslide/ slumping), tanah merayap (land creeping), dengan dinding longsoran sangat terjal.
b) Solum tanah sangat dangkal (< 30 cm) atau tanpa horizon A, dan atau
tinggal bahan induk, sebagian horison B telah tererosi.
c) Persentase penutupan (vegetasi permanen) sangat rendah (< 25 %)
bahkan beberapa tempat gundul dan tandus.
d) Kemiringan lereng umumnya > 45 % tetapi banyak juga tanah kritis
yang kemiringan lerengnya < 30 %.
2. Rehabilitasi Lahan
Untuk melestarikan sumberdaya lahan dan untuk meningkatkan
produktifitasnya perlu diadakan penanganan yang serius terhadap daerah-daerah
yang mengalami kekritisan ataupun yang berpotensi kritis (Munir, 2003: 438).
Upaya yang dilakukan dalam rangka merehabilitasi lahan kritis dapat dilakukan
misalnya dengan pemberian pupukorganik dan anorganik, penanaman tanaman
pupuk hijau sebagai tanaman pioneer, tanaman penguat teras, tanaman tahunan,
countour farming, maupun penanggulangan dengan pembuatan bangunan-bangunan konservasi.
Peraturan Menteri Kehutanan No.P.32/Menhut-II/2009 menjelaskan
pengertian rehabilitasi lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan
dan meningkatkan fungsi lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan
peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
Dalam kegiatan Rehabilitasi Lahan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor
commit to user
upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsinya.
Rehabilitasi yang dilakukan dengan menggunakan konservasi tanah baik secara
vegetatif maupun teknik.
Metode konservasi tanah yang sering dipakai yaitu metode vegetatif,
mekanik dan kimia. Ketiga metode konservasi tersebut dijabarkan sebagai berikut
(Arsyad, 1989:112).
a. Metode Vegetatif
Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan
sisa-sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh dan daya rusak aliran
permukaan dan erosi, yang termasuk dalam metode vegetatif adalah sebagai
berikut:
1) Penanaman Dalam Strip (Strip Cropping)
Metode ini adalah suatu sistem bercocok tanam dengan beberapa jenis
tanaman yang ditanam dalam strip yang berselang-seling dalam sebidang tanah
dan disusun memotong lereng atau menurut garis kontur. Dalam sistem ini semua
pengolahan tanah dan penanaman dilakukan menurut kontur dan dikombinasikan
dengan pergiliran tanaman dan penggunaan sisa-sisa tanaman. Cara ini pada
umumnya dilakukan pada kemiringan lereng 6 sampai 15 %. Terdapat tiga tipe
penanaman dalam strip, yaitu:
a) Penanaman dalam strip menurut kontur, berupa susunan strip-strip yang
tepat menurut garis kontur dengan urutan pergiliran tanaman yang tepat.
b) Penanaman dalam strip lapangan, berupa stip-strip tanaman yang lebarnya
seragam dan disusun melintang arah lereng.
c) Penanaman dalam strip berpenyangga berupa strip-strip rumput atau
commit to user
Gambar 1. Pertanaman Dalam Strip (Sumber : Kasdi Subagyo,et al, 2003:23)
2) Pemanfaatan Sisa-sisa Tanaman dan Tumbuhan
Pemanfaatan sisa-sisa tanaman dalam konservasi tanah berupa mulsa,
yaitu daun atau batang tumbuhan disebarkan di atas tanah dan dengan pupuk hijau
yang dibenamkan di dalam tanah dengan terlebih dahulu diproses menjadi
kompos. Cara ini mengurangi erosi karena meredam energi hujan yang jatuh
sehingga tidak merusak struktrur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran
permukaan, selain itu cara ini akan meningkatkan kegiatan biologi tanah dan
dalam proses perombakannya akan terbentuk senyawa-senyawa organik yang
penting dalam pembentukan tanah.
Gambar 2. Aplikasi Mulsa pada Pertanaman Jagung (Kiri)
commit to user
3) Pergiliran Tanaman
Pergiliran tanaman adalah sistem bercocok tanam secara bergilir dalam
urutan waktu tertentu pada suatu bidang lahan. Pada lahan yang miring pergiliran
yang efektif berfungsi untuk mencegah erosi. Pergiliran tanaman memberikan
keuntungan memberantas hama dan gulma juga mempertahankan sifat fisik dan
kesuburan selain mampu mencegah erosi.
4) Tanaman Penutup Tanah
Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan yang khusus ditanam untuk
melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan atau memperbaiki
sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Tanaman penutup tanah dapat ditanam tersendiri atau
bersama-sama dengan tanaman pokok.
Gambar 3. Tanaman Penutup Tanah jenis Mucuna sp
(Sumber : Kasdi Subagyo,et al, 2003:29)
5) Sistem Pertanian Hutan
Sistem pertanian hutan adalah suatu sistem usaha tani atau penggunaan
tanah yang mengintegrasikan tanaman pohon-pohonan dengan tanaman rendah.
commit to user
a) Kebun Pekarangan
Kebun pekarangan berupa kebun campuran yang terdiri dari campuran
yang tidak teratur antara tanaman tahunan yang menghasilkan
buah-buahan, sayuran dan tanaman merambat, sayuran dan herba yang
menghasilkan dan menyediakan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral
serta obat-obatan sepanjang tahun.
b) Wanatani (Agroforestry)
Wanatani (agroforestry) adalah salah satu bentuk usaha konservasi tanah yang menggabungkan antara tanaman pohon-pohonan, atau tanaman
tahunan dengan tanaman komoditas lain yang ditanam secara
bersama-sama ataupun bergantian (Kasdi Subagyo,et al, 2003 : 9). Penggunaan
tanaman tahunan mampu mengurangi erosi lebih baik daripada tanaman
komoditas pertanian khususnya tanaman semusim. Tanaman tahunan
mempunyai luas penutupan daun yang relatif lebih besar dalam menahan
energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke tanah dalam bentuk
aliran batang (stemflow) dan aliran tembus (throughfall) tidak menghasilkan dampak erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman
semusim mampu memberikan efek penutupan dan perlindungan tanah
yang baik dari butiran hujan yang mempunyai energi perusak.
Fungsi wanatani adalah: a) produksi subsistem karbohidrat, protein,
vitamin dan mineral, b) produksi komersial komoditi seperti bambu, kayu,
ketimun, ubi kayu, tembakau dan bawang merah, c) sumber genetik dan
konservasi tanah dan d) kebutuhan sosial seperti penyediaan kayu bakar
commit to user
Gambar 4. Sistem Wanatani (Agroforestry) (Sumber : Kasdi Subagyo,et al, 2003 : 9)
c) Tumpang Sari
Tumpang sari adalah sistem perladangan dengan reboisasi terencana. Pada
sistem ini petani menanam tanaman semusim seperti padi, jagung ubi kayu
dan sebagainya selama 2 sampai 3 tahun setelah tanaman pohon-pohonan
hutan dan membersihkan gulma, setelah tiga tahun mereka dipindah ke
tempat baru.
Gambar 5. Sistem Tumpangsari Kacang Tanah dengan Singkong (kanan) dan Tumpangsari Kacang Tanah dengan Pepaya (Sumber : Kasdi Subagyo,et al,
2003 : 34)
d) Silvopasture
commit to user
tanaman pakan ternak, seperti rumput gajah, setaria, dll (Depart. Pertanian,
2007 : 7). Ada beberapa bentuk silvipastura yang dikenal di Indonesia
antara lain (a) tanaman pakan di hutan tanaman industri, (b) tanaman
pakan di hutan sekunder, (c) tanaman pohon-pohonan sebagai tanaman
penghasil pakan dan (d) tanaman pakan sebagai pagar hidup.
Gambar 6. Sistem Silvopasture (Sumber : Depart. Pertanian, 2007 : 7)
b. Metode Mekanik
Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan
terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan
erosi dan meningkatkan kemampuan pengguaan tanah. Metode mekanik ini
meliputi :
1) Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang
diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan
tanaman. Tujuan pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat tmbuh bagi
bibit, menyiapkan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa tanaman
commit to user
2) Pengolahan Tanah Menurut Kontur
Pengolahan tanah menurut kontur dilakukan dengan pembajakan
membentuk jalur-jalur yang menurut kontur sehingga membentuk jalur-jalur
tumpukan tanah dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng. Pengolahan
tanah menurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut
garis kontur.
Gambar 7. Penanaman Menurut Garis Kontur (Sumber : Depart. Pertanian, 2007 : 2)
Pengolahan tanah menurut kontur antara lain berbentuk:
a) Teras
Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga
mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan
penyerapan air oleh tanah. Ada empat macam bentuk teras, yaitu:
(1) Teras Bangku
Teras bangku atau tangga, dibuat dengan jalan memotong lereng
dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terjadi deratan berbentuk
tangga. Teras bangku atau tangga dapat dibuat pada tanah dengan lereng
2-30%. Ada 4 tipe teras bangku yaitu datar, miring ke luar, miring ke
commit to user
Gambar 8. Tipe Teras Bangku (Sumber : Dept. Pertanian, 2007 : 4)
(2) Teras datar,
Teras datar dapat diterapkan pada lereng < 5 %, solum dangkal > 30
cm, kemiringan tanah olahan tetap, tanggul tanah ditanami rumput.
commit to user
(3) Teras Gulud
Syarat teknis yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan (2011:39)
adalah :
a. Kemiringan lereng 8-40 % dan untuk tanaman semusim < 15 %
b. Guludan ditanami legum atau rumput dan dipangkas secara reguler
c. Guludan ditutup dengan mulsa hasil pangkasan
d. Beda tinggi antar guludan ± 1.25 m
Gambar 10. Teras Gulud (Sumber : Dept. Pertanian, 2011: 30)
(4) Teras Kredit
Digunakan untuk tanah dangkal lereng 3 – 15 % dan tanah dalam
dengan kerengan 3 – 40 %, guludan ditanami tanaman penguat (misal :
rumput, legum dan ditanam secara rapat), jarak antar guludan 5 – 12 m
commit to user
Gambar 11. Teras Kredit (Sumber : Dept. Kehutanan, 2011:39)
(5) Teras Individu
Teras individu adalah teras yang dibuat pada setiap individu tanaman
terutama pada tanaman tahunan. Tujuannya adalah untuk mengurangi
erosi dan untuk meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman tahunan.
Gambar 12. Teras Individu (Sumber : Dept. Kehutanan, 2011:41)
b) Guludan
Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut garis
kontur atau memotong arah garis lereng. Jarak guludan dibuat tergantung
pada kecuraman lereng. Sistem ini biasa diterapkan pada tanah yang
commit to user
Gambar 13. Guludan (Sumber : Dept. Pertanian, 2011: 31)
c) Guludan Bersaluran
Guludan bersaluran dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau
memotong lereng di sebelah atas guludan dibuat saluran yang memanjang
mengikuti guludan. Pada metode ini guludan diperkuat dengan tanaman
rumput, perdu atau pohon-pohonan yang tidak tinggi. Guludan bersaluran
dapat dibuat pada tanah dengan lereng sampai 12%.
Gambar 14. Guludan Bersaluran Disertai Rumput Penguat
commit to user
d) Saluran Pengelak
Saluran pengelak adalah semacam parit yang memotong arah lereng
dengan kemiringan yang kecil sehingga kecepatan alir tidak lebih dari 0,5
m/detik. Cara ini biasa dibuat pada tanah yang berlereng panjang dan
seragam yang permeabilitasnya rendah. Fungsi parit ini untuk menampung
dan menyalurkan aliran permukaan dari bagian atas lereng dengan
kecepatan rendah ke saluran pembuangan air (SPA) yang ditanami rumput.
(1) Saluran Pembuangan Air (SPA)
Merupakan saluran drainase yang berfungsi mengalirkan air dari
saluran pengelak ke sungai atau ke tempat pembuangan atau tempat
penampungan air lainnya (Depart. Pertanian, 2011 : 8). SPA dibuat
searah lereng atau berdasarkan cekungan alami. Pada lahan dengan
kemiringan > 5 % SPA harus dilengkapi dengan bangunan terjunan.
Gambar 15. Saluran Pembuangan Air (SPA)
(Sumber : Dept.Pertanian, 2011: 31)
(2) Bangunan Terjunan
Bangunan terjunan (drop structure) adalah suatu konstruksi yang dapat dibuat dari batu, bambu/kayu, dan gebalan rumput yang berfungsi
untuk memperlambat aliran permukaan pada SPA (Depart. Pertanian,
commit to user
Gambar 16. Bangunan Terjunan Permanen (Kiri) dan Terbuat dari Bambu (Kanan) (Sumber : Departemen Pertanian, 2007:6)
(3) Rorak
Rorak adalah suatu bangunan berupa got/saluran buntu dengan ukuran
tertentu yang dibuat pada bidang olah teras dan sejajar garis kontur
yang berfungsi untuk menjebak/menangkap aliran permukaan dan
tanah yang tererosi (Depart. Pertanian, 2011 : 9).
Gambar 17. Rorak (Sumber : Dept.Pertanian, 2011: 31)
c. Metode Kimia
Metode kimia dalam konservasi tanah adalah penggunaan preparat sintetis
atau alami. Zat kimia tertentu mempunyai kemampuan untuk mengikat partikel
tanah menjadi suatu agregat sehingga mempunyai struktur lebih baik, memegang
air sampai batas tertentu sehingga memungkinkan untuk mencukupi kebutuhan
tanaman bahkan ada yang mempunyai kemampuan menarik uap air dari udara
untuk dipegang di dalam butir-butir tanah. Zat kimia yang biasa dipakai adalah (1)
bitumen, (2) aspal, latex dan lain-lain. Bangunan Terjunan
commit to user
Adapun rehabilitasi lahan yang digunakan menurut Departemen
Kehutanan (2009) adalah metode konservasi secara teknik dan vegetatif. Hal ini
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Konservasi Tanah Metode Vegetatif
Sim
bol Soil Conservation measures Teknis Konservasi Tanah
Lereng (%)
solum (cm)
V1 pasture or grassland penanaman rumput semua > 15
V2 minimum tillage and no till (zero tillage) including use of mulch and intercorporation of compost, hijau dan sisa tanaman
< 60 > 15
produksi terbatas dan hutan rakyat < 60 > 15
V11
V12 agroforestry including mixed gardens and home garden agroforestri termasuk kebun
campuran,kebun rumah < 80 > 15
V13 replanting or clea felled forest semua > 15
V14 regeneration of clear felled forest suksesi alami semua > 15
V15 protection of rivers and
springs
perlindungan sungai dan mata air
semua > 15
commit to user
V17
planting of trees, shurbs and grasses primaliry for soil conservation purposes
semua > 15
Sumber : Permen. No. P.32/Menhut-II/2009
Tabel 2. Upaya Konservasi Tanah Secara Teknik
Sim bol
Soil Conservation measures
Teknis Konservasi Tanah Lereng (%) Solum (cm)
T1 ridge terrace including
gradded contour bund
T5 hiilside ditch or interception ditch teras gunung atau saluran
pegelak 10 - 60 > 15
T6 waterway saluran pembuangan air
(SPA) > 15
T7 trash line barisan sisa tanaman 8-30 > 15
T8 silt pit with or without sloth
mulch disposal in a terrace system)
bangunan terjunan
T12 flood control and/or river bank protection pengendali banjir dan /
atau perlindungan sungai semua > 0
T13 road protection perlindungan jalan semua > 0
T14 control of erotion and runoff from settlement areas including use of soak pits, absorbtion well, drop structures, drain
> 15
commit to user
B. Penelitian yang Relevan
Ariyanto, Dwi Priyo (2008) mengadakan pemetaan tanah kritis dan
prediksi erosi tanah di Daerah Tangkapan Air Sempor, Kabupaten Kebumen
dengan tujuan memprediksi tingkat kekritisan tanah dan tingkat erosi tanah di
Daerah Tangkapan Air (DTA) Sempor serta memberikan saran mengenai
pengelolaan sesuai kaidah konservasi tanah. Penelitian tersebut merupakan
penelitian deskriptif eksploratif, dimana data diperoleh dari pengamatan lapangan
dan analisis laboratorium.
Hasil penelitian berupa tingkat kekritisan lahan. Dimana dari luas total
daerah penelitian 4.333,68 Ha terdapat tanah kritis seluas 1.373, 68 Ha (31,70%),
semi kritis seluas 2.164,54 Ha (49,95%), potensial kritis dengan luas 440,46 Ha
(10,16 Ha) dan sisanya sekitar 355,00 Ha (8,19%) berupa permukiman dan waduk
diluar obyek penelitian. Prediksi Erosi Tanah di daerah penelitian dibagi menjadi
6 kelas, yaitu kelas erosi sangat rendah seluas 103,90 Ha (2,40%), kelas erosi
rendah dengan luas 332,00 Ha (7,66%), kelas erosi sedang dengan luas 953,78
Ha (22,01%), kelas erosi tinggi seluas 247,53 Ha (5,71%), kelas erosi sangat
tinggi seluas 2.108,50 Ha (48,65%), kelas erosi parah seluas 232,53 Ha (5,38%),
dan sisanya diluar obyek penelitian.
Saran untuk memperbaiki tingkat kekritisan dan erosi antara lain dengan
penghijauan, atau penanaman vegetasi dengan tanaman tahunan, perawatan
vegetasi, memberikan bahan organic melaui pupuk organic atau penserasahan,
pembuatan dan perawatan teras serta rorak tanah, sera penerapan system
agroforestry.
Ariyanto (2009) melakukan pemodelan lahan kritis menggunakan
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Penelitian tersebut bertujuan
membandingkan dua buah metode penentun tingkat kekritisan lahan, metode
RLPS (Departemen Kehutanan) dan metode Asdak. Selain itu juga mengkaji
kekritisan lahan di DAS Dondang berdasarkan metode RLPS dan metode Asdak,
serta menguji tingkat keakurasian hasil pemodelan metode RLPS dan Asdak
commit to user
Teknik yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah dengan
pemanfaatan aplikasi PJ dan SIG untuk melakukan pemodelan. Hasil penelitian
pemodelan metode RLPS diketahui bahwa pada DAS Dondang sebagian besar
kondisinya agak kritis dengan luas 20.794,8 ha (56,9%) disusul tidak kritis seluas
(9.649,6 ha (26,4 %), potensial kritis seluas 4.899,0 ha (13,4%), dan kritis seluas
1.232,5 ha (3,4%). Menurut metode Asdak, Das Dondang sebagian besar
kondisinya tidak kritis dengan luas 28.127,8 ha (76,9%), disusul agak kritis seluas
6.234,2 ha (17,04%), potensial kritis seluas 2.209 ha (6,04%), kritis seluas 4,4 ha
(0,01%). Sebanyak 8.082,66 ha (22,1%) hasilnya sama sedangkan 28,493,14 ha
(77,9%) tidak sama tingkat kekritisannya. Setelah dilakukan cek lapangan
ternyata metode Asdak yang lebih baik.
Hidayat, Agung. 2010. Judul penelitian adalah Kajian Lahan Kritis
untuk Arahan Rehabilitasi DAS Jlantah Hulu Kabupaten Karanganyar tahun 2010.
Tujuan yang ingin dicapai adalah (1) mengetahui faktor-faktor fisik yang
menyebabkan terjadinya lahan kritis, (2) mengetahui tingkat kekritisan lahan, (3)
menyusun arahan rehabiltasi lahan krits yang sesuai di DAS Jlantah Hulu. Metode
yang digunakan adalah deskriptif spasial dengan satuan lahan sebagai satuan
analisisnya.
Hasil penelitian adalah (1) faktor-faktor fisik penyebab lahan kritis yaitu
buruknya keadaan liputan lahan, kondisi kemiringan lereng yang didominasi oleh
lereng-lereng curam, tingginya tingkat bahaya erosi, dan pengelolaan lahan yang
kurang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi dan rehabilitasi lahan, (2)
tingkat kekritisan lahan terdiri dari (a) sangat kritis dengan luas 113,416 Ha
(5,05%), (b) kritis dengan luas 232,261 Ha (10,33 %), (c) agak kritis dengan luas
560,530 Ha (24,94 %), (d) potensial kritis dengan luas 1.271,725 Ha (56,59 %),
(e) tidak kritis dengan luas 69,510 Ha (3,09%), (3) Arahan rehabilitasi lahan
dengan vegetatif berupa penanaman rumput, agroforestry, silvopastur, dan mulsa.
Secara tenik diarahkan dengan pembuatan/penyempurnaan bentuk teras yang
sudah ada, pembuatan sumur resapan, rorak, sumbat jurang dan saluran
commit to user
Tabel 3. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang dilakukan