16 BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAN
II.1. Kerangka Teori II.1.1. Organisasi
Sebelum diberikan kepastian tentang pengertian organisasi ada baiknya
disini dikutipkan beberapa pengertian organisasi menurut para ahli. Menurut
Oliver Sheldon (1923) organisasi adalah proses penggabungan pekerjaan yang
para individu atau kelompok-kelompok harus melakukan dengan bakat-bakat
yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas sedemikian rupa memberikan
saluran terbaik untuk pemakaian yang efisien, sistematis, positif, dan
terkoordinasi dari usaha yang tersedia. Tidak juh berbedan dengan James D.
Money (1974), menurut James organisasi adalah bentuk perserikatan manusia
untuk mencapai suatu tujuan bersama. Sedangkan Daniel E. Griffiths (1959)
mengemukakan organisasi adalah seluruh orang-orang yang melaksanakan
fungsi-fungsi yang berbeda, tetapi saling berhubungan dan dikoordinasikan supaya
sebuah tugas atau lebih dapat diselesaikan. menurut sutarto organisasi adalah
sistem saling pengaruh antar orang dalam kelompok yang berkerja sama untuk
mencapai tujuan tertentu.
Dari defenisi diatas dapat di temukan kesepakatan bahwa ada beberapa
faktor yang dapat menumbuhkan organisasi yakni orang-orang, kerjasama, dan
tujuan tertentu. Orang-orang merupakan sekumpulan anggota organisasi yang
17 organisasi, beberapa orang memiliki beberapa fungsi tetapi untuk mencapai tujuan
yang sama, inilah hakekat organisasi. Beberapa faktor yang disebut diatas saling
mempengaruhi dan tidak terpisahkan.
II.1.1.1. Syarat-syarat Terbentuknya Organisasi
Organisasi yang terbentuk harus memiliki visi maupun misi agar
pergerakan organisasi dapat terarah dan jelas mau dibawa kemana perkumpulan
tersebut dan disamping itu keselarasan tujuan pun merupakan faktor terpenting
dalam perjalanan sebuah organisasi. Apabila salah satu anggota dari organisasi
tidak selaras atau sejalan dengan tujuan organisasi maka kegagalan organisasi
akan terjadi.
Di samping visi dan misi serta keselarasan tujuan syarat-syarat
terbentuknya suatu organisasi adalah adanya struktur jabatan atau umumnya
dikenal dengan struktur organisasi yakni adanya penerapan posisi atau kedudukan
yang jelas dari setiap individu atau anggota yang terkait dalam organisasi contoh
pemimpin, asisten pemimpin, bawahan atau karyawan dan sebagainya.
Selanjutnya syarat terbentuknya organisasi yang terakhir adalah adanya
pembagian kerja yang jelas jadi setelah struktur terbentuk disitulah akan terbentuk
pula pembagian kerja yang jelas yakni adanya bidang pekerjaan yang menjadi
tanggung jawab bagi setiap anggota kelompok atau individu yang telah ditetapkan
peranannya dalam organisasi. Jadi ada syarat terbentuknya organisasi mencakup :
1. Adanya visi dan misi,
Berdirinya suatu organisasi yaitu harus mempunyai visi, dimana visi
18 merupakan suatu cara untuk menjalanlan misi. Misi merupakan tujuan
utama yang ingin dicapai oleh suatu organisasi yang berdiri
2. Keselarasan tujuan,
Tujuan organisasi akan memudahkan untuk melakukan koordinasi antar
anggota, membuat struktur organisasi, membagi kerja dan lainnya yang
pada intinya mempermudah perumusan arah pergerakan organisasi.
3. Adanya struktur jabatan, dan
Sebuah perkumpulan dinamakan organisasi apabila memiliki struktur
organisasi yang terikat, dan diisi oleh pejabat-pejabat organisasi yang
sesuai dengan kemampuan bidangnya.
4. Adanya pembagian kerja.
Setiap organisasi memiliki bagian tugasnya masing-masing. Dimana
pembagian tugas ini untuk mempercepat penyelesaian tugas-tugas pokok
organisasi
II.1.1.2. Jenis-Jenis Organisasi
Terkait dengan jenis-jenis organisasi, secara umum organisasi dibedakan dalam
beberapa jenis, diantaranya :
1. Organisasi Formal
Organisasi dinamakan formal apabila mempunya struktur yang dijabarkan
dengan baik yang dapat menggambarkan hubungan-hubungan, wewenang,
kekuasaan,akuntabilitas, dan tanggung jawab. Organisasi formal mempunyai
19 dinyatakan dengan tegas. Status, prestise, gaji, pangkat dan lainnya diatur dan
dikontrol secara baik.organisasi formal tahan lama dan terencana sebab
penempatannya sesuai peraturan, mereka relatif tidak fleksibel. Keanggotaan dan
organisasi formal diperoleh dengan sadar, organisasi formal bentuknya seperti
organisasi perusahaan, pemerintah pusat dan daerah, universitas dan organisasi
resmi yang dinyatakan secara undang-undang.
2. Organisasi Informal
Berlawanan dengan organisasi informal organisasi informal disusun secara
bebas, fleksibel, tak pasti dan spontan. Keanggotaan organisasi informal mungkin
diperoleh dengan sadar atau tidak sadar, dan hal itu sering sukar untuk
menentukan waktu yang pasti kapan seseorang menjadi anggota. Dalam
organisasi informal keanggotaan seseorang atau keterlibatannya mungkin hanya
“tumbuh” melalui waktu. Situasi yang pasti, hubungan antar anggota dan bahkan
tujuan organisasi tidak dirinci. Beberapa perkumpulan organisasi informal adalah
perkumpulan pesta, makan malam, perkumpulan orang sedang mengantri. Dan
lainnya yang tidak memiliki struktur terikat undang-undang.
II.1.2. Evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian
kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Evaluasi
dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi tidak hanya
dilakukan pada tahap akhir saja melainkan kepada seluruh proses kebijakan. ada
enam langkah dalam evaluasi kebijakan, yaitu:
20 b. Analisis terhadap masalah
c. Deskripsi dan Standarisasi kegiatan
d. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi
e. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari
kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain.
f. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.8
II.1.2.1 Pendekatan Evaluasi
Menurut william N Dun (2003;611-612), evaluasi kebijakan merupakan
dua aspek yang sangat berhubungan; penggunaan berbagai macam metode untuk
memantau hasil kebijakan publik dan program dan aplikasi serangkaian nilai
untuk kegunaan hasil terhadap beberapa orang.Dun menjelaskan terdapat tiga
pendekatan evaluasi, antara lain :
1. Evaluasi Semu (prosudeo Evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi
yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha
untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut
terhadap individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan. Asumsi
utamanya adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan
sesuatu yang datat terbukti sendiri tanpa adanya kontraversial.
8
21 2. Evaluasi formal (formal Evaluation) merupakan pendekatan yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid
dan dapat dipercaya megenai hasil kebijakan, tetapi mengevaluasi hasil
tersebut atau dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara
formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi
utamanya adalah tujuan dan target diumumkan secara formal merupakan
ukuran yang tepat untuk manfaat atau nilai kebijakan program.
3. Evaluasi keputusan teoritis (decicion theorytic evaluation) merupakan pendekatan yang mengunaan metode deskriptif untuk menghasilkan
informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid mengenai
hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai pelaku kebijakan.
Pendekatan pokok evaluasi ini yakni evaluasi keputusan teoritis berusaha
untuk memunculkan dan membuat eksplisit tujuan dan target dari pelaku
kebijakan, baik yang tersembunyi maupun yang dinyatakan.
Tabel 1
Pendekatan Evaluasi (Dun, 2003;12)
Pendekatan Tujuan Asumsi Bentuk-Bentuk Utama
22
Lanjutan Tabel 1.
hasil kebijakan secara formal diumumkan sebagai tujuan program kebijakan. hasil kebijakan yang secara eksplisit
Kemudian evaluasi dalam konteks manajemen organisasi, Evaluasi
diperlukan untuk melihat kesenjangan antara “harapan dan kenyataan”. Hal yang
sangat dipentingkan dalam semua kegiatan evaluasi adalah kesempurnaan dan
keakuratan data. Evaluasi pada dasarnya merupakan kajian mencari faktor-faktor
penyebab timbulnya permasalahan, bukan hanya sekedar gejala yang tampak
dalam permukaan. Karena itu evaluasi merupakan kegiatan diagnostik,
menjelaskan interpretasi hasil analisis data dan kesimpulan.
Selanjutnya sebagai indikator organisasi berkinerja tinggi dapat diukur
dari hasil kerja organisasi (kinerja) organisasi itu sendiri. Bila hasil evaluasi
ternyata menunjukkan kinerja yang tinggi berarti organisasi tersebut telah berhasil
melakukan perubahan menjadi organisasi berkinerja tinggi, demikian juga
sebaliknya. Bila organisasi tidak berhasil melakukan perubaha-perubahan lebih
baik menjadi organisasi yang berkinerja tinggi maka organisasi tersebut telah
gagal menjalankan perannnya. Apabila hasil evaluasi menyatakan organisasi telah
23 II.1.3. Evaluasi Kinerja Organisasi
EvaluasiKinerja adalah salah satu fungsi utama dalam Sistem Manajemen.
Evaluasi ini berkaitan dengan Performa Individu dan Manajemen (Tim) untuk
menuju Pengembangan Karir dan Pertumbuhan Organisasi. Evaluasi Kinerja
terkait dengan Productivity, Quality, Cost, Delivery, Safety, Morale, Environment. Evaluasi Kinerja bertujuan untuk peningkatan Pembelajaran dan Pertumbuhan Organisasi yang sangat bergantung pada Pengembangan Sumber
Daya Manusia yang Handal.
Proses evaluasi terhadap kinerja organisasi ini penting dilakukan, karena
tanpa evaluasi tidak akan diketahui sampai sejauhmana organisasi tersebut telah
efektif melakukan perubahan menuju organisasi berkinerja tinggi. Dari hasil
evaluasi bisa diketahui apa kekurangan dalam mewujudkan organisasi berkinerja
tinggi dan kemudian dapat dilakukan langkah-langkah penelitian untuk
memperbaiki kondisi yang ada.
Mengingat pentingnya evaluasi kinerja organisasi untuk mengetahui
tingkat perubahan dalam mewujudkan organisasi berkinerja tinggi, maka
pertanyaan yang muncul adalah indikator apa saja yang pertu diukur sehingga
evaluasi yang dilakukan dapat memberi informasi keadaan yang sebenarnya dari
tingkat kinerja yang ada?
Berikut akan dijelaskan beberapa indikator yang dipaparkan peneliti untuk
mengevaluasi kinerja organisasi. Model indikator berikut ini telah sering
dilakukan oleh para evaluator organisasai untuk melakukan evaluasi kinerja.
untuk mengevaluasi kinerja organisasi bisa dilakukan dengan indikator-indikator
24
Pemberdayaan pegawai sampai sejauh mana pegawai diberdayakan dalam rangka proses pencapaian visi dan misi, motivasi dilakukan terhadap individu-individu di dalam organisasi?
Fleksibel sejauhmana organisasi menyesuaikan dengan perubahan dan sejauhmana pula learning organization/penciptaan iklim belajar terus menerus dilakukan?
berkomunikasi dengan stakeholders/pihak terkait dengan kinerja organisasi
sejauh mana organisasi/individu organisasi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat/ pelanngan?
Fokus pada penetapan hasil sampai sejauh mana pengukuran kinerja dilakukan dalam mencapai visi dan misi? Berkompetisi sejauh mana pemupukan semangat berusaha
dilakukan, ketangguhan pegawai menghadapi masalah dan semangat pegawai yang senantiasa berusaha dan tidak mudah menyerah?
Sumber : Diklat Teknis Evaluasi Kinerja Organisasi LAN 2012
Melalui evaluasi dapat dilihat realitas pelaksanaan program maupun
peranan organisasi dalam melaksanakan kebijakan. Dari evaluasi, evaluator dapat
mengidentifkasi masalah, kondisi dan aktor yang mendukung keberhasilan atau
kegagalan kebijakan. Dari hasil identivikasi nantinya akan mampu mendorong
umpan balik untuk kelangsungan organisasi kedepannya.
Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh
para pelaku, baik birokrasi maupun para pelaku lainnya sesuai standar dan
prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah maupun pembuat kebijakan.
25 II.1.4. Agama.
Agama yang berbeda-beda dan dianut secara berbeda-beda pula oleh orang
beragama merupakan obyek penelitan ilmu agama. Ilmu agama melakukan
penelitian terhadap agama-agama yang ada tanpa membeda-bedakan mana yang
“benar” dan “palsu”.
a. Pengertian Agama
Secara etimologi kata agama berasal dari bahasa sansekerta yaki
pemisahan dari dua kata “a” artinya tidak dan “gama” artinya kacau berarti agama
itu artinya “tidak kacau”. Dalam bahasa inggris agama disebut religion, berasal
dari kata religare yang arti dasarnya ialah “keterikatan” maksudnya ialah setiap orang yang menganut agama dengan sungguh tentulah terikat pada agama yang
dianutnya. Agama dalam bahasa Semit yaitu Din, yakni Undang-Undang atau Hukum, karena setiap agama itu memiliki undang-undang dan hukum, tetapi
bukanlah mutlak hanya agama yang memiliki undang-undang atau hukum.
Dari ketiga istilah tersebut, maka dapat ditarik pengertian bahwa agama
adalah hal yang mengikat pengikutnya secara langsung atau tidak langsung
kepada undang-undang atau hukum yang berlaku dalam ajaran agama tersebut
sehingga kehidupan diharapkan tidak kacau balau.
Defenisi lain dari agama adalah kepercayaan yang dipersatukan dan
disertai takut yang sungguh-sungguh kepada Allah, takut disini bukan berarti lari
atau tidak berani, melainkan rasa hormat dan taat, kepada Allah, serta tidak
26 Memang sejatinya pengertian agama tidak bisa dikaji dengan defenisi
yang amat lengkap, dimana defenisi agama itu tidak bisa diterima oleh semua
orang, selalu ada perdebatan mengenai pengertian agama. Untuk itu perlu
pendekatan lain untuk menyamakan persepsi tentang agama, maka pendekatan
yang dilakukan adalah pendekatan unsur. Dimana agama memiliki unsur-unsur
tertentu yang semua unsur tersebut bisa diterima oleh semua orang. unsur-unsur
utama yang pada dasarnya dimiliki oleh agama ialah ;
1. Ada oknum yang disembah ; kadang kala oknum ini disembah
sebagai yang ilahi, yang berbeda jauh diluar manusia, yang kudus,
yang memiliki kekuatan gaib atau misterius, dewa atau dewi,
ataupun Allah.
2. Adanya pengakuan, keyakinan dan kepercayaan ; adanya kekuatan
gaib yang misterius yang jauh diluar dari manusia, apakah
kekuatan itu berbentuk oknum atau tidak, tetapi diresponi manusia
dengan kenyataan, rasa hormat dan takut bahkan dengan rasa
ketergantungan kepadanya. Manusia itu mempercayai bahwa
keberuntungan hidupnya dalam dunia ini, bahkan di alam baka,
tergantung pada hubungan yang harmonis dengan kekuatan gaib
tersebut. Bila hubungan harmonis itu tidak tercapai, maka yang
terjadi adalah malapetaka dalam hidupnya.
3. Adanya pemujaan atau penyembahan : pemujaan berarti
tempat-27 tempat tertentu yang dianggap mempunyai kaitan erat dengan
kekuatan misterius dari yang disembah.
4. Adanya realisasi moralitas : maksudnya dalam bentuk usaha untuk
menaati aturan-aturan agama yang dianut, manusia diharapkan
mampu mengendalikan tingkah laku sehari-hari sesuai dengan
ajaran yang dikehendaki oleh agama tersebut.
Implikasi unsur-unsur agama diatas amatlah penting bagi Indonesia,
dimana masyarakat Indonesia berlandaskan pancasila. Dalam masyarakat ini,
gejala agama merupakan gejala yang amat penting. Kepercayaan warga negara
terhadap Tuhan telah memiliki unsur dasar yang tidak bisa disangkal bahwa
Indonesia memiliki kekhasan yang membuatnya berbeda satu dengan yang
lainnya.
b. Hakekat Agama
Setiap ajaran agama mengandung ajaran keimanan atau kaidah-kaidah
azasi yang dipercayai kebenarannya secara mutlak yang dari padanya dijabarkan
dalam sistem nilai dan norma hidup bermayarakat, segenap pola sikap dan tingkah
laku pribadi. Tuhan Yang Maha Esa (YME) menyatakan kehendak-Nya melalui
ajaran agama guna menjadi pegangan umat manusia dalam hidupnya. Ajaran
agama memberi pedoman mengenai hubungan manusia dengan Tuhan Yang
Maha Esa (YME), dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dan dengan
alam sekitarnya, termasuk dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan
28 Tuhan Yang Maha Esa menghendaki terjadinya kerukunan diantara
sesama umat manusia, tidak menghendaki adanya pertentangan dan permusuhan,
melainkan persatuan, persaudaraan dan perdamaian. Umat manusia dengan
berbagai agama yang dianutnya adalah mahluk ciptaan Tuhan YME. Dan dengan
jalan kebasan manusia dapat memilih jalan yang hendak dipergunakan dalam
menyembah Tuhan Yang Maha Esa.
Agama memberikan nilai-nilai moral dan kaidah-kaidah sosial untuk
mengendalikan tingkah laku dalam bermayarakat agar terwujud kedamaian dan
tata tertib dalam pergaulan hidup bangsa dan umat manusia. Ajaran agama
menyatakan supaya menghormati dan menghargai penganut agama yang berbeda
karena berdasarkan kitab suci agama masing-masing semua menyembah Tuhan
Yang Maha Esa menurut keyakinannya masing-masing.
Hakekat agama ialah wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang dituangkan
dalam kitab suci/ajaran agama yang berisikan pokok-pokok iman dan
hukum-hukum Tuhan Yang Maha Esa yang antara lain mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa serta hubungan manusia dengan sesama. Agama
mengajarkan kebaikan, kerukunan, dan sejahtera secara spiritual dan material.
Tidak ada satu agama pun yang menghendaki supaya agama yang berbeda binasa
dan sensara, atau menghendaki manusia lain susah dan memderita.
c. Agama-Agama di Indonesia
Secara resmi ada 6 (enam) agama yang diakui di Indonesia yaitu Islam,
Khatolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu. Sehubungan dengan
29 kelompok besar agama atau organisasi yang berbasis keagamaan di indonesia
yaitu :
1. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
2. Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) 3. Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) 4. Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) 5. Perwalian Umat Budha di indonesia (WALUBI)
6. Majelis Tinggi Agama Konghuchu Indonesia (MATAKIN)
lembaga agama inilah yang mengatur kehidupan manusia dalam kaitanya dengan
keagamaan masing-masing untuk meningkatkan kualitas hidup keagamaan setiap
umat beragma.
II.1.5.Tinjauan Tentang Kerukunan Umat Beragama
II.1.5.1. Defenisi Kerukunan Umat Beragama
Pengertian tentang kerukunan merujuk kepada pengertian yang
dikemukakan oleh Frans Magnis Suseno, bahwa kerukunan berasal dari kata
rukun yang diartikan “berada dalam keadaan selaras, tenang dan tentram, tanpa
perselisihan dan pertentangan dan bersatu dalam maksud untuk membantu”.
Dalam PBM No. 9 & 8 tahun 2006 yang dimaksud dengan kerukunan
umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi
30 bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Dalam praktik beragama dan berkeyakinan, tidak bisa dipungkiri
ketegangan sering timbul dalam interen umat beragama dan antar umat beragama,
hal ini disebabkan oleh :
1. sifat dari masing-masing agama yang mengandung tugas dakwah atau
misi
2. kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri
dan agama lain. Arti keberagamannya lebih kepada sikap fanatisme
dan kepicikan (sekedar ikut-ikutan).
3. Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri sehingga kurang
menghormati agama lain.
4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan
toleransi dalam kehidupan bermasyarakat.
5. Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, baik interen
umat beragama maupun ekstern umat beragama
6. Kurang mau mebuka diri dan saling pengertian mengenai masalah
perbedaan pendapat.
7. Tidak terbinanya dialog atau intervaith movement antar umat yang berbeda agama.
Penyebab-penyebab diatas telah nyata terjadi ditengah-tengah masyarakat
Indonesia, bahkan telah mnyasa semua agama yang ada. sehingga membuat
31 II.1.5.2. Aspek Kerukunan Umat Beragama
Kerukunan dalam peraturan bersama menteri agama dan menteri dalam
negri Nomor 9 dan 8 tahun 20069 adalah meliputi tiga aspek :
1. Intern Umat Beragama
Kerukunan juga bisa dilihat dari sesama pemeluk agama tertentu. Semakin
orang menghargai dan menghormati kepercayaan atau bisa madzhap yang
diperlukan akan memunculkan kehidupan yang rukun. Tidak mengklaim madzap
yang dianutnya paling benar. Karena menghormati privasi warga negara untuk
menentukan pilihan agama adalah hak setiap individu. Tidak mengecam privasi
orang yang meyakini keyakinan tertentu bisa disebut rukun secara privasi.
Dalam hal ini penting juga untuk meninjau pernyatan dari Zuhairi,
Menurut Zuhairi Mirawi10 perlu adanya rekonstruksi pandangan perihal
pentingnya mengukuhkan toleransi sebagai kebajikan hak setiap individu. ada dua
hal yang dibutuhkan untuk membangun toleransi sebagai nilai kebajikan,
pertama, toleransi membutuhkan interaksi sosial melalui percakapan dan pergaulan intensif. Kedua membangun kepercayaan diantara berbagai kelompok dan aliran (mutual Trust).
2. Antar Umat Beragama
Kehidupan antar umat beragama sudah diatur dalam PBM tersebut,
dimana antar umat beragama harus bekerjasama dalam kehidupan bermasyarakat,
9
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Balitbang Dan Diklat, PBM Agama Dan Dalam Negri Nomor 9 Dan 8 Tahun 2006. Hal 10
10
32 berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945. Sikap toleransi antar umat begarama dapat ditujunjukkan dalam kehidupan
sehari-hari melalui :
a. saling menghargai dan menghormati ajaran masing-masing agama.
b. Menghormati atau tidak melecehkan simbol-simbol maupun kitab suci
masing-masing agama.
c. Tidak mengotori atau merusak tempat ibadah agama orang lain, serta ikut
menjaga ketertiban dan ketenangan kegiatan keagamaan.
3. Umat Beragama Dengan Pemerintah
Pemerintah dengan umat beragama harus saling mendukung dalam
menjaga keharmonisan hubungan umat beragama. Jika tidak, maka kerukunan
tidak akan pernah terjalin. Pemerintah dengan umat beragama adalah dua sisi
mata uang, tidak bisa dipisahkan karena saling membutuhkan. Jika hubungan baik
itu ada, maka akan mudah terjalin kerukunan umat bergama.
Dalam PBM tersebut disebutkan bahwa pemerintah dengan umat
beragama bersama-sama dalam bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan
umat beragama. Selain itu pemerintah mempermudah dalam perizinan rumah
ibadah dengan syarat memenuhi ketentuan yang berlaku.
II.1.5.3. Indikator Kerukunan Antar Umat Beragama
Untuk mempermudah pemahaman tentang kerukunan antar umat
33 bersama tentang indikator kerukunan, dalam hal ini indikator kerukunan dirunut
dari PBM no 9 dan 8 tahun 2006, Aspek kerukunan dalam PBM tersebut adalah :
1. keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi.
2. Saling pengertian.
3. Saling menghormati.
4. Menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya.
5. Kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Sejalan dengan indikator kerukunan berdasarkan PBM tersebut, sebagai
pelengkap untuk memahami indikator kerukunan perlu juga meninjau pernyataan
dari Risnawati, menurut Risnawati Sinulingga11 kerukunan umat beragama yang
diharapkan antara lain adalah tercapainya kondisi sebagai berikut :
a. tidak adanya konflik intern umat beragama atau konflik ekstern
antar golongan-golongan agama.
b. Keharmonisan hubungan dalam kehidupan bermasyarakat yang
saling mengisi dan menguatkan.
c. Secara simpel dan praktis berupa pengendalian diri, sehingga
setiap penganut agama menghormati kebebasan tiap orang
dalam menjalankan ibadah dan kehidupan sesuai dengan
agamanya, bertenggang rasa, dan tidak untuk memaksakan
agamanya kepada orang lain.
11
34 II.1.5.4. Konsep Kerukunan Hidup Beragama Dalam Kitab Suci Agama-agama Di Indonesia
Tabel 3.
Konsep kerukunan dalam kitab suci agama-agama di Indonesia No Agama Konsep Kerukunan Dalam Kitab Suci
1 Islam Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. (QS. An-Nahl/16:90)
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negrimu. Karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah:8-9)
Hai manusia, sesungguhnya kami telah menjadikan kamu manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kamu bangsa-bangsa, dan bergolongan-golongan supaya kami saling mengenal. (QS.AlHujarat/49:13)
Dan janganlah kamu maki sembahan yang mereka seru selain dari Allah, karena mereka akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. (QS. Al-An’am/6:108) Hai orang yang beriman, janganlah suatu kaum
mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang dimengolok-olok- diolok-olok lebih baik dari mereka yang megdiolok-olok-diolok-olok. (QS. Al-Hujarat/49:11)
Hai orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. (QS. Al-Hujarat/49:12)
2 Kristen Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. (matius 5 :9)
Sungguh alangkah baik dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama hidup rukun! (mazmur 133 :1)
Tetapi aku berkata kepadamu, janganlah kamu melawan orang-orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa yang menampar pipi kanan mu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. (matius 5 : 39)
Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu. Dan seiapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. (matius 5 : 40-41)
35 44)
Kasihilah Tuhan Allah mu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (matius 22 : 37,39)
3 Khatolik Hukum kasih tersebut ialah mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia. (matius 22:37; Roma 13;10; 1Kor.13:4-7) 4. Konghuchu Di empat penjuru samudera, kita semua manusia adalah
bersaudara dan seorang yang berperi cinta kasih itu ingin dapat tegak, maka berusaha agar orang lain pun tegak; ia ingin maju, maka berusaha agar orang lain pun maju. Yang dimaksud saling tenggang rasa adalah apa yang diri-sendiri tiada inginkan janganlah dilakukan kepada orang lain. (kitab mengze Bab II.B1/4).
5. Hindu Wahai Manusia! Pikirkanlah bersama. Satukanlah hati dan pikiran dengan yang lain. Aku anugerahkan pikiran yang sama dan fasilitas yang sama pula untuk kerukunan hidupmu. (Rg. Veda X191.4).
Wahai manusia! Milikilah perhatian yang sama. Tumbuhkan saling pengertian diantara kamu. Dengan demikian engkau dapat mewujudkan kerukunan dan kesatuan. (Rg. Veda X.191.4).
Wahai umat manusia. Aku memberimu sifat ketulus-ikhlasan, mentalitas yang sama, persahabatan tanpa kebencian, seperti halnya induk sapi mencintai anaknya yang baru lahir. Begitu seharusnya kamu mencintai sesamamu. (Arthava Veda III.30.1),
Hendaknya harmonis dengan penuh keintiman diantara kamu, demikian pula dengan orang-orang yang dikenal maupun asing. Semoga dewa asvina menganugerahkan rahmatNya untuk keharmonisan antar sesama. (Arthava Veda VII.52.1). 6. Budha Rasa belas kasihan yang ada pada diri-sendiri, bila
dipergunakan untuk mencintai semua makhluk yang mengalami penderitaan untuk melakukan kasihan itu, setelah melaksanakan rasa kasih sayang sebagaimana halnya ia mencintai semua manusia, inilah yang disebut satwalambana-karuna. (sangyangkamahayanikan ayat 79).
Oleh karena itu, kerukunan yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua orang hendaknya mendengar dan bersedia mendengar ajaran yang dianut orang lain. (prasasti Batu Kalingan No XII dari raja Asoka abad ke-3 SM).
36 Setiap agama di Indonesia nyatanya menekankan dan mewajibkan semua
penganutnya menanamkan jiwa kerukunan. Oleh karena itu meskipun kita
berbeda-beda suku, adat-istiadat dan agama namun kita telah bertekad untuk
menjadi bangsa Indonesia yang satu, maka kerukunan hidup beragama antar kita
pun harus kita jaga dan bina terus agar bertambah kokoh. Lewat gambaran
kerukunan dari kitab suci berbagai agama tersebut menegur kita agar Jangan kita
mencar-cari perbedaan diantara kita, lebih-lebih jangan kita menggunakan
perbedaan agama untuk memperuncing perbedaan pendapat yang mungkin timbul
diantara kita.
II.1.5.5. Menjaga Kerukunan Umat Beragama
Upaya menjaga kerukunan umat beragama berarti suatu usaha dalam
rangka membangun, memelihara dan memberdayakan umat beragama. Menjaga
kerukunan merupakan tugas semua elemen masyarakat, pemerintah, tokoh agama
dan akademisi.
Dalam hal penelitian ini menjaga kerukunan umat beragama difokuskan
kepada peran para tokoh agama yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB). Para tokoh agama tersebut memiliki tugas pokoknya
tersendiri dalam upayanya menjaga agar masyarakat yang berbeda-beda agama
tetap toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan
dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik
37 II.1.6. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)
Forum Kerukunan Umat Beragama yang selanjutnya disingkat FKUB
adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah
dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama
untuk kerukunan dan kesejahteraan.
a. Dasar pembentukan FKUB
Berdasarkan Peraturan Berama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam
Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006,12 pada Bab III secara rinci dibahas mengenai
FKUB. Mengacu pada PBM tersebut yang tertera di pasal 8, maka dasar
pembentukan FKUB adalah :
1) FKUB dibentuk di Provinsi dan Kabupaten (kota).
2) Pembentukan FKUB dilakukan oleh masyarakat difasilitasi oleh
pemerintah.
3) FKUB memiliki hubungan yang bersifat konsultatif.
b. Tugas Pokok FKUB
Kemudian pada pasal 9 mengkaji tentang tugas Pokok FKUB di tingkat
Provinsi, maka tugas pokok FKUB di tingkat Provinsi adalah sebagai Berikut :
1) Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
2) Menampung aspirasi organisasi masyarakat (ormas) dan aspirasi rakyat;
12Selengkapnya berjudul “Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
(PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.” PBM .
38 3) menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk
rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur; dan
4) Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di
bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan
pemberdayaan masyarakat.
c. Keanggotaan FKUB
Kemudian pada pasal 10 PBM tersebut memberi penjelasan bahwa (1).
Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka agama setempat. (2). Jumlah
anggota FKUB Provinsi paling banyak 21 orang. (3). Komposisi kenggotaan
FKUB di Provinsi ditetapkan berdasarkan perbandingan jumlah pemeluk agama
setempat dengan keterwakilan minimal 1(satu) orang dari setiap agama yang ada
di provinsi. (4). Kemudian dalam hal komposisi jabatan FKUB dipimpin oleh 1
(satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1 (satu) orang sekretaris, 2 (dua)
orang wakil sekretaris yang dipilih secara musyawarah oleh anggota.
Menjawab PBM tersebut, diterbitkan regulasi yang sejalan dengan itu serta
menguatkan keberadaan FKUB di tingkat Provinsi Sumatera Utara, yakni Surat
Keputusan FKUB Provinsi Sumatera Utara nomor : 06.0-6/FKUB-I/VI/201213,
pada pasal 13 menyebutkan bahwa (1) keanggotaan FKUB adalah pemuka agama
setempat yang menjadi panutan serta memiliki perhatian dan kepedulian terhadap
kerukunan umat beragama dan tidak sedang menjadi pengurus partai politik
13
39 (2.)keanggotaan FKUB diusulkan oleh majelis-majelis agama dan dikukuhkan
oleh gubernur/Bupati/Walikota Sesuai tingkatannya.
d. Dewan Penasehat FKUB
Dalam melaksanakan tugas pokok dan Fungsinya FKUB memiliki Dewan
Penasehat di tingkat Daerah. berdasarkan Surat Keputusan FKUB Provinsi
Sumatera Utara nomor : 06.0-6/FKUB-I/VI/2012 di pasal 8 menyebutkan
keberadaan keberadaan Dewan Penasehat ini fungsinya adalah sbagai berikut :
1. Dewan penasehat berfungsi sebagai fasilitator dan mitra pengurus
FKUB dalam membangun, memelihara dan memberdayakan
kerukunan umat beragama.
2. Dewan penasehat bertanggungjawab untuk penyediaan anggaran bagi
kelangsungan program kerja FKUB serta menjadi fasilitator bagi
FKUB agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
3. Dewan penasehat mengadakan rapat dengan pengurus FKUB
sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun.
4. Ketua dewan penasehat dapat melimpahkan pelaksanaan tugasnya
kepada wakil ketua dewan penasehat.
Kemudian masih di SK yang sama, di pasal ke 9 mengamanatkan keberadaan
dewan penasehat provinsi FKUB Provinsi dan susunan keanggotaannya dimana :
1. Ketua : Wakil gubernur;
2. Wakil Ketua : Kepala kantor wilayah depaertemen agama
40 3. Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa dan politik provinsi;
4. Anggota : Pimpinan Instansi Terkait.
e. Keuangan dan kekayaan FKUB
Sumber pembiayaan FKUB berasal dari pertama APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) dan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara).
Kedua bantuan pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat. Dan ketiga Usaha lain yang sah dan halal.
f. Lambang dan bendera FKUB
Bentuk lambang atau logo dan stempel FKUB mengunakan latar belakang
logo daerahnya14. Kemudian bentuk-bentuk atribut FKUB seperti bendera dan
lain-lain yang belum diatur dalam ketentuan tertulis, akan diatur dalam ketentuan
sendiri.
g. Hubungan Kerja FKUB Provinsi dengan FKUB Kabupaten/Kota 1. Hubungan kerja FKUB Provinsi dan FKUB kabupaten/kota bersifat
koordinasi non struktural dan konsultatif meliputi :
a. Sosialisasi perundang-undangan dan pemahaman sosial keagamaan
dalam rangka kerukunan.
b. Pemberian rekomendasi pendirian rumah ibadat
c. Pemberian rekomendasi penggunaan bangunan untuk tempat
ibadah sementara.
d. Penyelesaian perbedaan pendapat maupun perselisihan.
14
41 2. Hubungan kerja yang bersifat koordinasi non struktural adalah :
a. FKUB Provinsi melakukan pengarahan/pemantauan/evaluasi
terhadap kinerja FKUB Kabupaten/kota.
b. FKUB provinsi bukan merupakan atasan FKUB Kabupaten/kota.
c. FKUB provinsi bukan dipilih ataupun diaspirasikan oleh FKUB
Kabupaten/kota.
d. Penetapan dan pergantian FKUB kabupaten/kota tidak ditentukan
oleh FKUB Provinsi.
3. Hubungan kerja bersifat konsultatif adalah :
a. FKUB Kabupaten/kota dapat menyampaikan usul dan aspirasinya
kepada FKUB Provinsi.
b. FKUB Provinsi dapat memberikan masukan/saran kepada FKUB
kabupaten/kota tentang permasalahan yang timbul dalam hubungan
antar umat beragama di tingkat kabupaten/kota.
II.7. Evaluasi Kinerja Forum Kerukunan Umat Beragama
Melakukan evaluasi terhadap kinerja FKUB berdasarkan tugas pokok
organisasi yang tercantum dalam pasal 9 di PBM tersebut. Kemudian melakukan
evaluasi melalui aspek lingkup arah kerjasama atau lingkup arah konsultasi
stakeholder dalam mensukseskan tugas pokok serta melakukan evaluasi kepada target atau sasaran yang dikenai tugas pokok yakni seluruh lapisan masyarakat.
42 Tabel 4.
Rincian tugas pokok FKUB
Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat.
Menampung aspirasi organisasi keagamaan, organisasi masyarakat berbasis agama dan aspirasi masyarakat
Menyalurkan aspirasi organisasi keagamaan, organisasi masyarakat berbasis agama dan aspirasi masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur
Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkenaan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.
Keterangan defenisi tugas Pokok adala sebagai berikut
1. Melakukan dialog.
Dialog berasal dari bahawa yunani, dialogus, secara harafiah kata ini
berarti dwi-cakap, percakapan antara dua orang atau lebih. Dialog antar agama
adalah pertemuan hati dan pikiran antar pelbagai macam agama. ia merupakan
komunikasi antar dua orang beragama atau lebih dalam tingkat agamis. Dialog
bukan debat, melainkan saling memberi informasi tentang agama masing-masing,
baik mengenai persamaannya maupun perbedaanya.
Dialog adalah usaha atau kegiatan yang membutuhkan perencanaan yang
hati-hati dan perhatian terhadap kepekaan penganut-penganut agama lain. Dalam
dialog setiap pasangan berdialog harus saling mendengarkan dengan penuh
keterbukaan dan simpatik, berusaha memehami setepat mungkin masing-masing
pihak yang berdialog dari dalam. Dialog juga adalah interaktif kreatif yang
43 lantaran kelahiran dan seterusnya, mengarahkannya ke kebebasan yang spiritual,
memberinya suatu visi mengenai dimensi-dimensi kehidupan spiritual yang lebih
luas, seirama dengan kebersamaannya dalam berbagai kehidupan spiritualitas
yang lain.
Dialog sangatlah penting , bahkan amat esensial bagi kita yang berada di
asia, untuk mengurangi kesombongan, agresivitas dan hal-hal negatif yang
terdapat dalam cara-cara kita dalam menyebarkan agama masin-masing, apakah
itu misi ataupun dakwah. Dialog juga sangat esensial untuk menghilangkan
penilaian-penilaian negatif kita terhadap agama dan kepercayaan orang lain, yang
kerap mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tidak efektif dan tidak pula
relevan.
2. Penampungan aspirasi
Berawal dari kata menampung, berarti menambil, menerima dan
mendapatkan dari sipemberi. Dengan demikian menampung adalah mengambil
informasi atau hal lain yang diberikan oleh pihak lain yang selanjutnya pemberian
tersebut menjadi hak sipenerima. Kemudian aspirasi adalah pesan, perkataan, atau
titipan dari sipemberi aspirasi. Aspirasi bisa dalam bentuk surat benda maupun hal
lainnya yang dititipkan kepada penerima. Dengan demikian aspirasi adalah
kata-kata pesan atau tiitipan dari sipemberi pesan.
Penampungan aspirasi adalah mengambil aspirasi dari sipemberi aspirasi
yang secara mutlak diperoleh oleh sipemberi aspirasi untuk selanjutnya aspirasi
44 3. Penyaluran aspirasi
Penyalur adalah media atau talang menyalurkan sesuatu kepada arah yang
akan ditujukan sesuatu, talang tersebut adlaah media yang menjadi penghubung
atau jembatan penghubung antara pemberi pesan dan tujuan dan sasaran pesan.
Penyalur aspirasi adalah kegiatan menyampaikan, menghubungkan dan
menghantarkan aspirasi dari si pemberi aspirasi kepada penerima aslpirasi.
Aspiasi yang sampai tersebut harus sesuai dengan pesan awal, kemudian
disalurkan ke tujuannya juga sesuai, tidak berlebih dan tidak kurang.
4. Sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat
Sosialisasi adalah mengajar, memberi tahu apa yang benar dan apa yang
salah, apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang tidak, sosialisasi juga
mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai oleh pihak yang mengerti pesan kepada
sipenerima pesan sehingga ada kegiatan mengajar, memberi tahu dan
menginformasikan. Pemberdayaan adalah memakai, memaksimalkan media dan
sarana yang telah ada untuk pencapaian tujuan tertentu, pemberdayaan juga berarti
memaksimalkan yang sudah ada sehingga keberadaannya lebih berdaya guna dari
sebelumnya.
Berdasarkan keterangan pengertian dari masing-masing tugas pokok diats
maka Kajian evaluasi ini dipaparkan satu-persatu secara kategorial, dengan dasar
mengevaluasi kinerja dan membandingkannya keadaan yang diharapkan, yakni
berdasarkan keadaan yang rukun, keadaan rukun ialah bahwa telah terjadi keadaan
45 saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya
dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD
1945. Evaluasi kinerja organisasi FKUB dalam menjaga kerukunan umat
beragama dilakukan adalah untuk melihat kesesuaian “antara harapan dengan
kenyataan”.
II.8. Defenisi Konsep
Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat
perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan
menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang diteliti.
(Singarimbun, 1995 :37)
Oleh karena itu untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing masing
konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan definisi konsep dari
penelitian ini yaitu:
1. Organisasi adalah sistem saling pengaruh antar orang dalam kelompok yang berkerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Evaluasi adalah kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Evaluasi
46 3. kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling
menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran
agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
pancasila dan UUD 1945.
4. Forum Kerukunan Umat Beragama yang selanjutnya disingkat FKUB adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh
pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan
umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan. FKUB terdiri dari
FKUB provinsi dan FKUB kabupaten/kota.
II.9. Operasionalisasi konsep
Dengan menggunakan kriteria berdasarkan tugas pokok dan fungsi FKUB
berdasarkan PBM agama dan dalam negri nomor 9 dan 8 tahun 2006, maka
hal-hal yang diukur untuk mengetahui kinerja Forum Kerukunan Umat Beragama di
provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut.
1. Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat, apakah kegiatan dan tujuan dialog, baik sesama pengurus FKUB
dan juga FKUB dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat yang
dilakukan FKUB Provinsi Sumatera Utara sudah tercapai, hal ini
dilihat dari :
47
terbangun tali persaudaraan, antara sesama pengurus
FKUB, tokoh agama, dan tokoh masyarakat, sehingga
kerukunan tetap terjaga.
Manfaat dari pelaksanaan dialog, baik dengan pengurus,
tokoh agama dan tokoh asyarakat.
2. Menampung aspirasi, dilihat dari :
Kegiatan rutin dalam penampungan aspirasi, baik secara
aktif maupun pasif.
Kemudahan Proses dan tata cara menampung aspirasi.
Responsivitas, atau tanggapan FKUB atas inisiatif
masyarakat.
3. Menyalurkan aspirasi
Mengkaji peranan dan keaktifan FKUB dalam menyalurkan
atau tindak lanjut aspirasi dari asyarakat.
Kemudahan dan tata cara penyaluran aspirasi.
4. Sosialisasi dan Pemberdayaan masyarakat.
Melihat secara kualitas dan kuantitas pelaksanaan
sosialisasi oleh FKUB.
Mengkaji kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan
masyarakat dan melihat kualitas dan kuantitas kegiatan
yang dilakukan.
Mengkaji keamanfaatan kegiatan dalam lingkup
48 Untuk memfokuskan arah penelitian ini maka Secara singkat dipaparkan
alur data dan arah penelitian ini akan disajikan dalam bentuk sebagai berikut :
Alur Skema I
Evaluasi Kinerja Organisasi Forum Keukunan Umat Beragama dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama
TUGAS POKOK
· Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat.
· Menampung aspirasi organisasi keagamaan, organisasi
masyarakat berbasis agama.
· Menyalurkan aspirasi masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur