× ×FP A
Pencirian NaLS Menggunakan Metode Spektrofotometri FTIR
Metode yang digunakan sama dengan yang dilakukan pada pencirian lignin.
Rancangan Percobaan (Matjik &
Sumertajaya 2002)
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor perlakuan, yaitu tiga taraf nisbah reaktan lignin-NaHSO3α yaitu 1:0.4 (α1), 1:0.5 (α2), dan 1:0.6 (α3), serta tiga taraf pH β yaitu pH 5 (β1), pH 6 (β2), dan pH 7 (β3). Model rancangan percobaan penelitian adalah sebagai berikut
Yijk =
α
i + βj + αβij + εijk• Yijk = nilai kemurnian nisbah
lignin-===== NaHSO3 ke-i dengan pH awal
ke-==== j, dan ulangan ke-k
•
α
i = pengaruh nisbah lignin-NaHSO3===== ke-i
• βj = pengaruh pH awal ke-j
•
α
βij = interaksi antara nisbah reaktanke-=====i dengan pH awal ke-j, dan
===== ulangan ke-k
• εijk = pengaruh acak dari nisbah
lignin-===== NaHSO3 ke-i, pH awal ke-j, dan
===== ulangan ke-k
• αβij = interaksi antara nisbah reaktan
ke-==== i dengan pH ke-j
• εijk = galat dari nisbah reaktan ke-i, pH
==== awal ke-j dan ulangan ke-k
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis PendahuluanAnalisis pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan (lindi hitam), meliputi sifat fisik, kadar air, kadar abu, bobot jenis, pH, dan padatan total, sehingga dapat dibandingkan dengan karakteristik lindi hitam standar atau hasil penelitian yang sudah dilakukan. Hasil analisis terhadap parameter-parameter tersebut ditunjukkan pada Tabel 1. Lindi hitam yang digunakan mempunyai warna cokelat kehitaman (Gambar 4). Kadar
air diperoleh sebesar 95.46% (Lampiran 3), lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Lubis (2007), yaitu 94.12%. Kadar abu, bobot jenis, dan kadar padatan total berturut-turut 15.08% (Lampiran 4), 1.0058 g/ml (Lampiran 5), dan 4.57% (Lampiran 6) lebih kecil dibandingkan literatur, hal ini disebabkan oleh lamanya penyimpanan lindi hitam.
Tabel 1 Analisis pendahuluan lindi hitam
Parameter Nilai Nilai pustaka* Warna Coklat kehitaman Coklat kehitaman Bau Telur busuk Telur busuk pH 10.26 9.50 Kadar air (%) 95.46 94.12 Kadar abu (%) 15.08 16.70 Bobot jenis (g/ml) 1.0058 1.0300 Kadar padatan total (%) 4.57 5.88 Keterangan: * = Lubis 2007
Gambar 4 Lindi hitam
Isolasi Lignin
Lignin diisolasi dari lindi hitam sebagai endapannya dengan asam sulfat 20% (Gambar 5). Endapan lignin dilarutkan dalam NaOH 1 N dan disentrifus ulang untuk memisahkan endapan putih yang ikut mengendap dengan lignin, endapan putih tersebut merupakan asam organik yang tidak larut bersama lignin ketika pH dinaikan (Kim
et al. 1987).
Gambar 5 Reaksi pengasaman gugus fenolat.
Pengendapan dan pelarutan ulang yang dilakukan menghasilkan lebih banyak ion
natrium pada lignin yang dihasilkan. Efek pemurnian ini dapat diminimumkan dengan mencuci endapan menggunakan larutan H2SO4 sehingga kation-kation tersebut akan berkurang. Sementara anion asam sulfat dikurangi dengan pencucian menggunakan akuades (Kim et al. 1987). Lignin hasil isolasi berwarna coklat (Gambar 6).
Gambar 6 Lignin hasil isolasi
Rendemen lignin yang dihasilkan ialah 1.14% (Lampiran 7). Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Salminah (2001) dan Ibrahim et al. (2003), yaitu 1.60% dan 1.27–1.42%. Hal ini dikarenakan lindi hitam yang digunakan pada penelitian berbahan baku jerami, sedangkan Salminah dan Ibrahim menggunakan lindi hitam yang berbahan baku kayu. Sixta (2006) menyatakan bahwa kadar lignin jerami sebesar 16–21%, lebih rendah dibandingkan dengan kayu 25–31%.
Karakterisasi Lignin
Metode Klason digunakan untuk menentukan kemurnian lignin. Pereaksi yang digunakan ialah asam sulfat 72% yang menghidrolisis ikatan eter antara lignin dan selulosa. Kemurnian lignin yang dihasilkan sebesar 83.34% (Lampiran 8), hasil ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Lubis (2007), yaitu 79.95%. Pengotor yang masih terdapat pada lignin ialah selulosa yang berikatan dengan lignin melalui ikatan eter.
Bobot ekivalen lignin selama proses pembuatan pulp menjadi rendah akibat terjadinya reaksi depolimerisasi. Keadaan basa menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis yang memecah ikatan-ikatan eter antara unit-unit fenil propana dan menurunkan bobot molekul lignin (Sjostrom 1995). Bobot ekivalen lignin yang dihasilkan sebesar 1863.82 g/ekivalen (Lampiran 9). Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Lubis (2007), yaitu 1833.00 gram/ekivalen. Barsinai & Wayman (1976) menyatakan bahwa penambahan asam kuat
CH CH CH2OH O CH CH CH2OH OH H+
7
OH+
CH3OH OH O CH CH CH2OH OH O CH CH CH2OH CH3menyebabkan lignin terpolimerisasi kembali sehingga bobot molekulnya menjadi tinggi.
Metoksil termasuk salah satu gugus fungsi yang terdapat dalam lignin. Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa kadar metoksil lignin jerami padi berkisar 16–18%. Kadar metoksil yang dihasilkan sebesar 2.52% (Lampiran 10). Hal ini disebabkan terjadinya demetilasi lignin pada pemasakan pulp oleh nukleofil ion hidroksida (Gambar 7) (Fengel & Wegener 1995).
Gambar 7 Reaksi demetilasi lignin.
Sintesis NaLS
Gugus sulfonat dimasukkan ke dalam lignin dan menggantikan gugus hidroksil atau eter pada atom karbon dari rantai samping propana (Sjostrom 1995). Pasangan elektron
π pada rantai samping fenilpropana lebih cenderung berbaur dan kurang terikat pada inti karbon sehingga terkutubkan negatif. Reaksi sulfonasi diawali dengan reaksi adisi oleh spesi asam yang bersifat elektrofilik menghasilkan suatu karbokation. Karbokation yang terbentuk distabilkan oleh cincin benzena, kemudian karbokation diserang oleh nukleofilik SO3
2-membentuk lignosulfonat. Sjostrom (1995) menyatakan reaksi sulfonasi lignin serupa dengan reaksi sulfonasi 1,2-guaiasilpropana-1,3-diol yang merupakan salah satu dilignol dari penggabungan karbon-β dengan karbon-1.
Langkah pertama berlangsung melalui pemecahan gugus α-hidroksil (eliminasi air), kemudian pembentukan karbokation diikuti serangan nukleofilik terhadap kuinon metida menghasilkan natrium 1,2-diguasilpropana-α -sulfonat- -ol, dilanjutkan dengan reaksi serupa menghasilkan natrium 1,2-diguaiasilpropana-α--disulfonat (Gambar 8). NaLS yang diperoleh mempunyai warna coklat yang lebih terang dibandingkan lignin (Gambar 9).
Keterangan:
(1) pH awal 7 dan nisbah reaktan 1:0.6 (2) pH awal 7 dan nisbah reaktan 1:0.5 (3) pH awal 7 dan nisbah reaktan 1:0.4 (4) pH awal 6 dan nisbah reaktan 1:0.6 (5) pH awal 6 dan nisbah reaktan 1:0.5 (6) pH awal 6 dan nisbah reaktan 1:0.4 (7) pH awal 5 dan nisbah reaktan 1:0.6 (8) pH awal 5 dan nisbah reaktan 1:0.5 (9) pH awal 5 dan nisbah reaktan 1:0.4 Gambar 9 NaLS hasil sintesis pada berbagai
======== perlakuan awal.
Kadar Air dan Kadar Abu NaLS
Kadar air dan kadar abu merupakan parameter dasar yang biasa digunakan untuk menganalisis bahan organik. Kadar air berkaitan dengan daya simpan bahan, sedangkan kadar abu memperlihatkan kandungan bahan anorganiknya. Kadar air dan kadar abu NaLS berturut-turut sebesar 4.65% (Lampiran 11) dan 20.93% (Lampiran 12) (Tabel 2). β 1 HC HC CH2OH OH OCH3 OCH3 O H OH H+ CH HC CH2OH OH OCH3 OCH3 O SO3 2-CH HC CH2OH OH OCH3 OCH3 OH HC HC CH2 OH OCH3 OCH3 OH SO3Na NaO3S HC HC CH2OH OH OCH3 OCH3 OH SO3Na NaHSO3 - H2O - H2O NaHSO3
Gambar 8 Reaksi sulfonasi terhadap 1,2-diguaiasilpropana-1,3-diol.
6.00 6.20 6.40 6.60 6.80 7.00 7.20 5.00 6.00 7.00 pH aw al pH a k hir 1:0.4 1:0.5 1:0.6
Viskositas dan Bobot Jenis NaLS
Aliran yang menimbulkan gesekan internal dalam suatu fluida, baik cairan maupun gas, disebut sebagai viskositas (kekentalan). Bobot jenis ialah perbandingan bobot terhadap volumenya. Nilai viskositas dan bobot jenis NaLS berturut-turut sebesar 1067 cps (Lampiran 13) dan 1.38 g/cm3 (Lampiran 14) (Tabel 2).
Gula Pereduksi pada NaLS
Gula pereduksi merupakan komponen pengotor utama pada NaLS (Fengel & Wegener 1995). Kandungan gula pereduksi NaLS sebesar 5.69% (Lampiran 15) (Tabel 2). Hal ini disebabkan oleh masih adanya selulosa yang terikat pada lignin (Sjostrom 1995).
Tabel 2 Karakteristik produk NaLS.
Parameter Nilai Nilai* NaLS (%) 68.62-83.57 80.00 Gula pereduksi (%) 4.53 7.00 Kadar abu (%) 20.26 22 Kadar air (%) 4.65 < 6.00 pH (10% larutan) 6.42-7.11 7.00 Viskositas (cps) 1067 1000 Bobot jenis (g/cm3) 1.3536 1.2764 Keterangan : * = WTL 1995 Nilai pH NaLS
Pengukuran pH bertujuan untuk mengetahui derajat keasaman NaLS yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman dengan selang kepercayaan 95% (α = 0.05) menunjukkan bahwa nisbah reaktan lignin-NaHSO3 tidak berbeda nyata terhadap pH akhir NaLS (Lampiran 16).
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pH awal 6 dan 7 tidak berbeda nyata terhadap pH akhir yang dihasilkan. Namun, keduanya berbeda nyata dibandingkan pH awal 5. pH awal 6 & 7 menghasilkan pH akhir NaLS yang lebih tinggi dibandingkan pH awal 5 (Gambar 10). Hal tersebut disebabkan banyaknya gugus sulfonat yang tersubstitusi pada pH awal 5. Rivai (2004) menyatakan bahwa semakin banyak terbentuknya gugus sulfonat maka keasaman semakin tinggi.
Rendemen NaLS
Rendemen NaLS ialah persentase perbandingan bobot NaLS yang dihasilkan terhadap bobot lignin awal. Hasil analisis keragaman dengan selang kepercayaan 95% (α = 0.05) menunjukkan bahwa pH awal dan nisbah reaktan lignin-NaHSO3 berpengaruh nyata terhadap rendemen NaLS yang dihasilkan (Lampiran 17).
Rendemen NaLS paling besar diperoleh pada pH awal 7 dan nisbah 1:0.6 (Gambar 11) (Lampiran 17). Semakin tinggi pH maka kelarutan lignin semakin tinggi, sehingga memperbesar luas permukaan lignin yang selanjutnya akan memperbesar peluang terjadinya tumbukan antar molekul. Konsentrasi reaktan yang tinggi juga memperbesar peluang terjadinya tumbukan antarmolekul. Sykes (1989) menyatakan bahwa kecepatan reaksi berbanding lurus dengan jumlah tumbukan yang terjadi di antara molekul-molekul zat yang melakukan reaksi. 20 40 60 80 100 120 140 160 5 6 7 pH awal Re ndem e n N a L S ( % ) 1:0.4 1:0.5 1:0.6
Gambar 11 Rendemen NaLS pada berbagai
nisbah lignin-NaHSO3
Kemurnian NaLS
Hasil analisis keragaman dengan selang kepercayaan 95% (α = 0.05) menunjukkan bahwa nisbah reaktan lignin-NaHSO3 dan pH awal berbeda nyata terhadap kemurnian yang Gambar 10 pH akhir NaLS pada berbagai
======== nisbah lignin-NaHSO3