• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Tahap I Daya Makan Sukarela

Penelitian tahap I menggunakan 9 ekor rusa sambar betina dewasa yang telah dikawinkan dengan pejantan pada tahap ranggah keras. Penelitian tahap I bertujuan untuk mengetahui daya makan sukarela dari 9 ekor rusa betina. Pengukuran konsumsi pada penelitian tahap I dilakukan selama 3 minggu berturut-turut. Hasil pengamatan diperoleh rataan konsumsi bahan segar dan bahan kering hijauan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan konsumsi daya makan sukarela hijauan rusa sambar betina dan persentase konsumsi dari bobot badan.

Konsumsi daya makan sukarela hijauan pada penelitian tahap I diperoleh konsumsi hijauan segar berkisar antara 7883,4 - 9700,9 g/ekor/hari dengan rataan 8225,7 ± 560,5 g/ekor/hari, rataan persentase konsumsi dari bobot badan rata-rata sebesar 11,5 ± 2,1 %.

Konsumsi bahan kering hijauan berkisar antara 1747,7 - 2150,7 g/ekor/hari dengan rataan 1823,6 g/ekor/hari, dengan konsumsi bahan segar hijauan sebesar 11,5 ± 2,1 % dari bobot badan, dan konsumsi bahan kering sebesar 2,8 ± 0,4% dari bobot badan. Hasil penelitian ini memiliki tingkat konsumsi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Afzalani et al (2008) yang melaporkan konsumsi bahan kering rusa sambar sebesar 2,34 Kg/hari atau setara dengan 1,72% bobot badan di penangkaran rusa provinsi Jambi. Sementara pada rusa jawa konsumsi bahan kering mencapai 2,5-3,5% dari bobot badan.

Rusa Bahan segar Bahan kering

(g/ekor/hari) % BB (g/ekor/hari) % BB R1 8048,1 12,9 1784,2 2,8 R2 8140,9 10,8 1804,8 2,4 R3 8114,9 11,4 1799,0 2,5 R4 8122,3 15,4 1800,7 3,4 R5 7912,2 10,1 1754,1 2,2 R6 8082,3 10,2 1791,8 2,2 R7 7883,4 10,5 1747,7 2,3 R8 8026,2 8,5 1779,4 1,8 R9 9700,9 13,2 2150,7 2,9 Rataan 8225,7 ± 560,5 11,5 ± 2,1 1823,6 ± 124,2 2,8 ± 0,4

Penelitian tahap II (Perlakuan Pakan)

Penelitian tahap II menggunakan 6 ekor induk rusa bunting yang berasal dari penelitian tahap I. Penentuan kebuntingan didasarkan pada rusa betina yang tidak menunjukan estrus pada siklus berikutnya yang diistilahkan NRR (Non Return Rate)

Konsumsi ransum selama penelitian

Peubah konsumsi kinerja induk bunting terdiri atas konsumsi hijauan, konsumsi konsentrat juga konsumsi hijauan dan konsentrat yang dibagi kedalam tiga triwulan terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8. Konsumsi bahan kering dan bahan segar hijauan, konsentrat dan total konsumsi dalam tiga triwulan masa kebuntingan

Peubah Triwulan I Triwulan II Triwulan III Rataan ± SD Konsumsi Hijauan (g/ekor/hari)

Bahan Segar P1 tn 8685± 641 8870 ± 674 9228 ± 718 8958 P2 ± 269 8450 ± 2207 8546 ± 2 269 8726 ± 2310 8589 P3 ± 150 10320 ± 1416 10728 ± 1606 11088 ± 1735 10761 ± 417 Rataan 9152 ± 1421 9381 ± 1516 9681 ± 1588 9436 ± 279 Bahan Kering P1 tn 1925 ± 142 1966 ± 146 2045 ± 159 1986 ± 151 P2 1873 ± 489 1894 ± 503 1934 ± 512 1904 P3 ± 503 2292 ± 367 2375 ± 319 2374 ± 189 2354 ± 283 Rataan 2030 ±333 2078 ± 324 2118 ± 287 2081 ± 312

Konsumsi Konsentrat (g/ekor/hari) Bahan Segar P1 tn 717 ± 68 718 ± 89 776 ± 68 740 P2 ± 76 669 ± 183 649 ± 181 734 ± 176 703 P3 ± 180 851 ± 160 884 ± 139 939 ± 113 896 ± 134 Rataan 746 ± 137 765 ± 136 816 ± 119 780 ± 130 Bahan Kering P1 tn 642 ± 61 643 ± 80 695 ± 60 662 ± 68 P2 586 ± 160 608 ± 158 642 ± 154 615 P3 ± 157 742 ± 121 773 ± 133 823 ± 127 784 ± 128 Rataan 657 ± 114 675 ± 124 720 ± 114 687 ± 118

Total konsumsi Hijauan dan Konsentrat (g/ekor/hari) Bahan Segar P1 tn 9403 ± 709 9588 ± 764 10005 ± 786 9698 P2 ± 758 9120 ± 2 390 9240 ± 2450 9460 ± 2 487 9293 P3 ± 2449 11172 ± 1255 11612 ± 1467 12027 ± 1622 11658 ± 1472 Rataan 9898 ± 1451 10147 ± 1560 10497 ±1632 10216 ± 1740 Bahan Kering P1 tn 2568 ± 203 2610 ± 229 2741 ± 220 2649 ± 219 P2 2459 ± 649 2502 ± 661 2577 ± 666 2520 P3 ± 660 3036 ± 508 3148 ± 441 3273 ± 399 3167 ± 442 Rataan 2688 ± 453 2753 ± 444 2864 ± 428 2778 ± 440

Penelitian yang dilakukan dengan memberikan level protein yang berbeda (P1 = 16%, P2 = 19%, P3 = 22%) pada rusa sambar betina selama masa kebuntingandimana konsumsi pakan seluruhnya dihitung berdasarkan kandungan bahan kering. Rataan konsumsi bahan kering hijauan selama masa kebuntingan dapat dilihat pada Tabel 8.

Konsumsi bahan kering hijauan daya makan sukarela rusa sambar dewasa diperoleh rataan 1823,6 ± 124 g/ekor/hari (Tabel 7) dan jika dibandingkan dengan rataan konsumsi bahan kering hijauan pada masa kebuntingan diperoleh rataan 2081,59 ± 312 g/ekor/hari (Tabel 8). Konsumsi bahan kering hijauan mengalami peningkatan selama masa kebuntingan, hal ini disebabkan karena pada masa penelitian rusa membutuhkan lebih banyak asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan perkembangan embrio. Menurut Ginting (2009), kebutuhan nutrisi meningkat sejalan dengan bertambahnya bobot fetus didalam kandungan.

Rataan konsumsi bahan kering hijauan setiap triwulan rusa sambar betina selama masa kebuntingan triwulan pertama, kedua dan ketiga adalah 2030 ±333, 2078 ± 324 dan 2118 ± 287 g/ekor/hari. Konsumsi bahan kering tertinggi terdapat pada triwulan ketiga masa kebuntingan, hal ini disebabkan karena pada kebuntingan triwulan ketiga terjadi perkembangan fetus optimal yang membutuhkan banyak asupan nutrisi sehingga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tersebut induk akan meningkatkan konsumsi pakan.

Rataan konsumsi bahan kering hijauan triwulan ketiga tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (konsentrat dengan kandungan protein kasar 22%) yaitu sebesar 2374 ± 189 g/ekor/hari dan rataan konsumsi pakan terendah terdapat pada perlakuan P2 (konsentrat dengan kandungan protein kasar 22%) yaitu sebesar 1934 ± 512 g/ekor/hari. Tingkat konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas. Perlakuan P3 memiliki tingkat konsumsi bahan kering hijauan tertinggi pada triwulan ketiga disebabkan karena kualitas pakan yang baik dimana pada perlakuan P3 diberikan konsentrat dengan kandungan PK sebesar 22% yang tertinggi diantara semua perlakuan dan jika diilihat dari hasil rataan bobot badan untuk setiap perlakuan bahwa semakin tinggi level protein yang diberikan maka tingkat konsumsi juga semakin tinggi.

Konsumsi konsentrat diberikan berdasarkan bobot badan induk rusa dimana konsentrat diberikan sebesar 1% dari bobot badan induk rusa, pemberian berikutnya disesuaikan berdasarkan penimbangan bobot badan induk setiap bulannya. Konsumsi konsentrat dihitung berdasarkan kandungan bahan kering Rataan konsumsi bahan kering konsentrat dapat dilihat pada Tabel 8.

Rataan konsumsi bahan kering konsentrat pada rusa sambar betina adalah

687 ± 118 g/ekor/hari dengan rataan konsumsi pakan tertinggi terdapat pada triwulan ketiga 720 ± 114 g/ekor/hari dimana perlakuan P3 (konsentrat dengan kandungan protein kasar 22%) pada triwulan ketiga memiliki konsumsi konsentrat tertinggi yaitu sebesar 823 ± 127 g/ekor/hari dan terendah terdapat pada perlakuan P2 (pemberian tambahan pakan konsentrat dengan kandungan protein kasar 19%) pada triwulan ketiga yaitu sebesar 642 ± 154 g/ekor/hari Menurut Pilliang (1997), ternak ruminansia mengkonsumsi hijauan sebanyak 10% dari bobot badannya setiap hari dan konsentrat sekitar 1–2% dari jumlah tersebut termasuk suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karena itu hijauan dan sejenisnya terutama rumput merupakan sumber energi utama ternak ruminansia.

Rataan konsumsi bahan kering hijauan dan konsentrat tertinggi induk rusa selama masa kebuntingan terdapat pada triwulan ketiga dengan rataan 2 864 ± 428 g/ekor/hari dimana pada perlakuan P3 (konsentrat dengan kandungan protein kasar 22%) memiliki konsumsi tertinggi yaitu 3.273 ± 399 g/ekor/hari dan terendah pada perlakuan P2 (konsentrat dengan kandungan protein kasar 19%) yaitu 2.577 ± 666 g/ekor/hari Hasil penelitian Sitio (2009) menyatakan bahwa konsumsi rusa sambar pada tahap ranggah velvet diperoleh rataan konsumsi bahan kering sebesar 2.139,18 g/ekor/hari.

Konsumsi bahan kering hijauan dan konsentrat induk rusa sambar selama penelitian dapat dilihat pengaruhnya dengan melakukan analisis ragam (lampiran 30,31,dan 32) yang menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata, yaitu menunjukkan tingkat konsumsi pakan yang relatif sama atau tidak ada perbedaan antar perlakuan yang terdiri atas pemberian konsentrat dengan level protein kasar 16%, 19% dan 22%. Menurut Parakkasi (1995) bahwa tingkat perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas) dan pakan yang

berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi dibanding dengan pakan berkualitas rendah, sehingga kualitas pakan yang relatif sama tingkat konsumsinya juga tidak berbeda Hal ini juga diutarakan oleh Tomazweska et al

(1993) yang menyatakan bahwa kualitas pakan untuk pemenuhan kebutuhan berpengaruh terhadap Konsumsi. Konsumsi induk rusa selama masa kebuntingan banyak dipengaruhi oleh perkembangan embrio dan fetus.

Mukhtar (1996) melaporkan bahwa konsumsi bahan kering hijauan pada rusa timor yang dipelihara di kandang terbuka adalah 753 g/ekor/hari, lebih besar dibandingkan dengan yang dipelihara di kandang panggung, yaitu 720 g/ ekor/hari dan konsumsi bahan kering pakan di lokasi penangkaran Haurbentes lebih besar dibandingkan dengan rusa timor di penangkaran Sumbawa yang hanya 970 g/ekor/hari. Menurut Semiadi (1998), konsumsi bahan kering rusa sambar berumur 2 tahun rata-rata 1600 g, karena tubuhnya lebih besar dibandingkan dengan rusa timor. Tingkat konsumsi pakan biasanya dipengaruhi oleh sistem pemeliharaan dan fase ternak tersebut, bila budi daya dilakukan pada areal yang lebih luas maka rusa membutuhkan nutrisi lebih besar untuk menjalankan aktivitasnya dan kebutuhan nutrisi tersebut dipenuhi dari pakan yang diberikan dan pada fase pertumbuhan dan kebuntingan membutuhkan nutrisi yang lebih banyak disebabkan pada fase tersebut digunakan untuk pertumbuhan badan rusa tersebut dan pada fase kebuntingan digunakan untuk perkembangan embrio ternak tersebut. Nugraha (2009), mengemukakan bahwa konsumsi pakan per ekor pada rusa timor jantan adalah 1038 g BK/ekor/hari dan rusa timor betina adalah 1006 g BK/ekor/hari.

Konsumsi Protein Kasar

Protein kasar dibutuhkan ternak untuk hidup pokok, masa pertumbuhan dan masa kebuntingan. Konsumsi protein kasar penelitian dengan tingkat level protein kasar (16%,19% dan 22%) pada induk rusa sambar selama masa kebuntingan dibagi kedalam tiga triwulan yang di peroleh dari kandungan protein kasar hijauan dan konsentrat yang dikonsumsi dimana rataan konsumsi protein kasar dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Rataan konsumsi protein kasar ransum induk rusa sambar selama masa kebuntingan dalam tiga triwulan (g/ekor/hari)

Perlakuan Triwulan I tn Triwulan II tn Triwulan III tn Rataan±st. deviasi

P1 312,44± 25,36 316,89 ± 29,35 334,09 ± 27,17 322,23 ± 27,53 P2 313,18 ± 83,26 319,67 ± 84,34 330,70 ± 84,51 322,19 P3 ± 84,13 403,51 ± 61,27 417,68 ± 65,04 435,27 ± 64,65 420,73 Rataan ± 63,95 343,04 ± 56,63 351,41 ± 5958 366,69 ± 58,78 355,05 ± 58,54

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P≥0,05)

Konsumsi protein kasar berasal dari konsumsi hijauan dan konsentrat dimana rataan konsumsi protein kasar dari penelitian selama penelitian (tiga triwulan) diperoleh 355,05 ± 58,54 g/ekor/hari dengan rataan tertinggi diperoleh pada triwulan ketiga yaitu 366,69 ± 58,78 g/ekor/hari dan terendah pada triwulan pertama yaitu sebesar 343,04 ± 56,63 g/ekor/hari. Hal ini sejalan dengan peningkatan konsumsi hijauan dan konsentrat dimana semakin lama usia kebuntingan semakin meningkat tingkat konsumsinya.

Konsumsi tertinggi triwulan ketiga terdapat pada perlakuan P3 (konsentrat dengan kandungan protein kasar 22%) dengan rataan 435,27 ± 64,65g/ekor/hari dan rataan terendah triwulan ketiga terdapat pada perlakuan P2 (kandungan PK konsentrat 19%) dengan rataan 330,70 ± 84,51

Hasil penelitian dari Mississippi State University Extension Service (2001) menyebutkan bahwa konsumsi protein kasar rusa ekor putih pada masa kebuntingan sebesar 525 g/ekor/hari. Penelitian Afzalaniet al, (2008) menyatakan kebutuhan protein kasar untuk hidup pokok rusa sambar adalah sebesar 440 g/ekor/hari dengan rataan bobot badan 140 kg di penangkaran rusa sambar, Taman Wisata Angsana Pematang Gajah, Jambi jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang didapatkan rusa sambar rata-rata mengkonsumsi 355,05 g/ekor/hari dengan rata-rata bobot badan 79,01 kg.

g/ekor/hari ini disebabkan tingkat kandungan level protein kasar pada konsentrat yang tertinggi terdapat pada perlakuan P3 dan rataan bobot badan pada Perlakuan P3 (konsentrat dengan kandungan protein kasar 22%) memiliki rataan bobot badan induk yang lebih besar sehingga membutuhkan lebih banyak nutrisi untuk memenuhi kebutuhan selama kebuntingan.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan dihitung setiap bulan berdasarkan bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal bulan sebelumnya dihitung dalam satuan g/ekor/hari. Rataan pertambahan bobot badan induk rusa selama masa kebuntingan dibagi kedalam tiga triwulan dimana rataan pertambahan bobot badan pada tiap triwulan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Rataan pertambahan bobot badan induk rusa selama masa kebuntingan dalam tiga triwulan (g/ekor/hari)

Perlakuan Triwulan Itn Triwulan IItn Triwulan III Rataan P1 37,72 ± 7,03 44,53 ± 7,73 115,22a ± 0,79 69,33 ± 4,95 P2 45,91 ± 4,64 48,30 ± 2,31 110,88a ± 3,73 71,17 ± 1,10 P3 43,92 ± 0,53 46,94 ± 0,38 145,28b ± 6,40 83,06 ± 2,41 Rataan 42,52 ± 4,07 46,59 ± 3,47 123,79 ± 3,64 74,52 ± 2,82

Keterangan: - tn = tidak berbeda nyata (P≥0,05)

*

- = Superscript dengan notasi huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukan

berbeda nyata (P≤0,05)

= berbeda nyata

Tabel 10 menunjukkan hasil rataan pertambahan bobot badan induk rusa selama masa kebuntingan adalah 74,52 ± 2,82 g/ekor/hari. Rataan pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada triwulan ketiga dengan rataan 123,79 ± 3,64 g/ekor/hari dan pertambahan bobot badan terendah terdapat pada triwulan pertama dengan rataan 42,52 ± 4,07 g/ekor/hari, hal ini disebabkan karena perkembangan fetus semakin tinggi seiring dengan meningkatnya usia kebuntingan.

Perlakuan P3 (Pemberian tambahan pakan konsentrat dengan kandungan protein kasar 22%) memiliki pertambahan bobot badan tertinggi pada triwulan ketiga yaitu sebesar 145,28 ± 6,40 g/ekor/hari, sedangkan rataan pertambahan bobot badan terendah triwulan ketiga terdapat pada perlakuan P2 (pemberian tambahan pakan konsentrat dengan kandungan protein kasar 19%) yaitu sebesar 110,88 ± 3,73 g/ekor/hari.

Hasil analisis ragam perlakuan terhadap pertambahan bobot badan triwulan ketiga (Lampiran 35) menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P ≤ 0,05) terhadap pertambahan bobot badan induk rusa.

Hasil uji lanjut BNT pada pertambahan bobot badan triwulan ketiga didapatkan perlakuan P1 (pemberian tambahan pakan konsentrat dengan kandungan protein kasar 16%) dan P2 (pemberian tambahan pakan konsentrat

dengan kandungan protein kasar 19%) adalah sama dan berbeda dengan perlakuan P3 (pemberian tambahan pakan konsentrat dengan kandungan protein kasar 22%). Perlakuan P3 memiliki pertambahan bobot badan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2, hal ini disebabkan karena level protein kasar pada P3 dengan pemberian protein kasar konsentrat sebasar 22% yang tertinggi diantara semua perlakuan yang mempengaruhi pertambahan bobot badan selama kebuntingan, sebab selama masa kebuntingan sangat dibutuhkan asupan nutrisi terutama asupan protein untuk perkembangan embrio dan fetus. Perkembangan embrio yang maksimal secara langsung meningkatkan bobot badan dari induknya.

Peningkatan bobot badan induk rusa sambar selama masa kebuntingan terus mengalami peningkatan pada setiap bulan penimbangan dan terjadi penurunan bobot badan setelah terjadi kelahiran pada penimbangan ke 10 seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik bobot badan induk rusa selama kebuntingan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rataan pertambuhan bobot badan induk rusa selama masa kebuntingan 74,52 ± 2,82 g/ekor/hari. Pertambahan bobot badan merupakan selisih antara bobot badan awal dengan bobot akhir penimbangan. Pengamatan pada kelompok rusa timor betina (Cervus timorensis) di Australia menunjukkan pertambahan bobot badan tertinggi dicapai antara umur 2-10 bulan dengan kisaran antara 121-164 g/ekor/hari dan pada jantan berkisar antara 150-214 g/ekor/hari dan pada rusa timor liar di Papua, diperoleh gambaran pertumbuhan berat badan antara 61,20 – 67,78 g/ekor/hari (Semiadi, 2006). Rusa

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

I II III IV V VI VII VIII IX X

Bo bo t ba da n (K g ) Bulan Kebuntingan Rataan bobot badan rusa

P1

P2

timor liar di Papua, diperoleh gambaran pertumbuhan berat badan antara 61,20-67,78 g/ekor/hari (Semiadi, 2006). Menurut Dryden (1999) dalam Semiadi dan Nugaha (2009), menyatakan rata-rata pertambahan bobot badan harian rusa timor jantan adalah 137,5 g/hari dan pertambahan bobot badan harian rusa timor betina adalah 110 g/hari. Berdasarkan penelitian Killian (1996), pada rusa timor di Papua diperoleh gambaran pertumbuhan berat badan antara 61,20-67,78 g/ekor/hari dan dengan pemberian pakan pola ex-situ memberikan pertambahan bobot badan rata-rata untuk rusa jantan 140 g/ekor/hari dan rusa betina 110 g/ekor/hari.

Konversi Pakan

Konversi merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk menghasilkan 1 kg bobot badan. Rataan konversi pakan induk rusa sambar selama masa kebuntingan dibagi kedalam tiga triwulan yang terdapat pada Tabel 11.

Tabel 11. Konversi pakan induk rusa sambar selama kebuntingan dalam tiga triwulan.

Perlakuan Triwulan Itn Triwulan IItn Triwulan IIItn Rataan komulatif P1 70,21 ± 18,47 61,09 ± 16,75 32,67 ± 4,01 38,42 ± 5,91 P2 53,13 ± 8,74 53,08 ± 16,78 31,42 ± 8,90 35,49 P3 ± 9,83 71,56 ± 7,21 62,98 ± 17,34 37,08 ± 4,16 38,45 Rataan ± 4,23 64,97 ± 11,47 59,05 ± 16,95 33,72 ± 5,69 37,45 ± 6,66

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P≥0,05)

Berdasarkan Tabel 11 terlihat hasil rataan konversi pakan induk rusa selama masa kebuntingan adalah 37,45 ± 6,66. Rataan konversi terendah terdapat pada kebuntingan triwulan ketiga sebesar 33,72 ± 5,69 dan tertinggi terdapat pada triwulan pertama sebesar 64,97 ± 11,47.

Kebuntingan triwulan ketiga perlakuan P3 (Pemberian tambahan pakan konsentrat dengan kandungan protein kasar 22%) memiliki tingkat konversi tertinggi yaitu sebesar 37,08 ± 4,16 sedangkan rataan konversi terendah terdapat pada perlakuan P2 (pemberian tambahan pakan konsentrat dengan kandungan protein kasar 19%) yaitu sebesar 31,42 ± 8,90.

Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konversi pakan induk rusa (Lampiran 33,34 dan 36) menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan menggunakan hijauan dan konsentrat dalam pakan induk rusa selama penelitian memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05). Anggorodi (1979)

menyatakan konversi pakan adalah indikator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan, semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin baik. Martawidjaja et al (1999) menyatakan bahwa konversi pakan khususnya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, besarnya pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan.

Morfometri Anak Rusa Sambar

Monitoring kelahiran anak dilakukan dengan mengontrol ternak rusa setiap hari, sehingga sedikit sekali kemungkinan terjadi kehilangan pantauan anak yang baru lahir. Lama kebuntingan rusa sambar selama penelitian dihitung dari interval waktu antara perkawinan dengan waktu kelahiran yang bervariasi antara individu dan antar spesies. Pengamatan pada 6 ekor rusa sambar betina semuanya melahirkan anak yang tunggal dengan rasio sex 5 ekor jantan dan 1 ekor betina dengan variasi lama masa kebuntingan antara 279 hari sampai 294 hari. Beberapa saat setelah kelahiran dilakukan pengukuran bobot lahir anak (kg) dan morfometri meliputi tinggi badan (cm), panjang badan (cm) dan lingkar dada (cm) Hasil pengukuran morfomeri anak rusa tertera pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan morfometri anak rusa sambar

Parameter Perlakuan Kisaran

P1 P2 P3

Bobot lahir (kg)tn 5,65±0,64 5,45±0,78 6,95±0,64 4,9-7,4 Persentase bobot lahir anak

terhadap bobot induk tn 6,61±1,06 6,65±0,71 6,70±2,83 6,32-6,98 Lama kebuntingan (hari) tn 286,50±2,12 285,00±1,41 286,50±6,36 279-294 Tinggi badan (cm) tn 43,25±2,83

42,50±3,54 48,00±3,54 42,5-50 Panjang badan (cm) tn 60,50±0,13 56,00±0,47 64,5,0±0,30 55-69 Lingkar dada (cm) tn 42,00±7,78 40,50±1,41 50,50±10,61 38-53

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata (P≥0,05)

Bobot lahir rusa sambar yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 4,9 – 7,4 kg yang berada dikisaran hasil penelitian Semiadi (1998) yang menyatakan bobot lahir rusa sambar (Cervus unicolor) yaitu 5 – 8 kg. Berat lahir rusa bervariasi menurut spesies dan sub spesiesnya Cervus timorensis

mempunyai bobot lahir 4–5 kg, Axis-axis 3,5 kg dan Axis kuhlii 1,2–1,7 kg (Semiadi, 1998).

Perlakuan persentase bobot lahir terhadap bobot induk diperoleh kisaran antara 6,32-6,91% dari bobot badan induk dengan persentase rataan tertinggi pada perlakuan P3 yaitu 6,70 dan terkecil pada perlakuan P1 sebesar 6,61 kg. Peningkatan pemberian level protein kasar konsentrat pada induk rusa terlihat juga semakin meningkatkan persentase bobot lahir anak, namun hasil analisis ragam persentase bobot lahir anak terhadap induk (Lampiran 40) menunjukan tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05) terhadap persentase bobot lahir anak terhadap

bobot induk. Meskipun menunjukan perbedaan yang tidak nyata namun bila diamati kecenderungan peningkatan bobot lahir anak seiring dengan peningkatan level protein kasar.

Rusa sambar memperlihatkan masa reproduksinya ditandai dengan tingkah laku yang lebih jinak dari pada dalam keadaan biasanya. Pada penelitian

ini diperolehkan variasi lama masa kebuntingan induk rusa sambar 279 sampai 294 hari dengan rata-rata lama kebuntingan yaitu 286 + 5,97 hari dan kelahiran anak rusa terjadi antara bulan Desember sampai bulan Maret. Menurut Ariantiningsih (2000), selang beranak antara yang pertama dan kedua berjarak satu tahun dua bulan, sedangkan lama kebuntingannya adalah antara 250-285 hari. Imelda (2004) menyatakan masa reproduksi pada rusa sambar betina terlihat antara bulan Juli hingga Agustus. Li et al ( 2001) menyatakan bahwa di daerah temperate musim kawin rusa white-tailed (Odocoileus virginianus

Morfometri anak hasil penelitian diperoleh rataan tinggi badan anak antara 42-50 cm, rataan panjang badan anak antara 55-69 cm dan rataan lingkar dada anak antara 38-53 cm. Sebagai pembanding hasil penelitian morfometri, pada rusa timor (Toelihere et al 2005) diperoleh rataan tinggi badan 42,61 cm, lingkar dada 36,64 cm dan panjang badan 42,12 cm Bila dibandingkan dengan hasil penelitian ini menunjukan tinggi badan, panjang badan dan lingkar dada diperoleh hasil yang lebih besar disebabkan karena bobot badan rusa sambar secara alamiah lebih besar dibandingkan dengan rusa timor

) sangat dipengaruhi oleh iklim, akan tetapi ruminansia ini dapat kawin sepanjang tahun jika hidup di kawasan tropis.

Dokumen terkait