EFEK LEVEL PROTEIN KASAR KONSENTRAT
TERHADAP KINERJA INDUK BUNTING DAN ANAK
RUSA SAMBAR (
Cervus unicolor)
TESIS
Oleh:
ANDHIKA PUTRA
097040015
PROGAM STUDI MAGISTER ILMU PETERNAKAN
PRORAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
EFEK LEVEL PROTEIN KASAR KONSENTRAT
TERHADAP KINERJA INDUK BUNTING DAN ANAK
RUSA SAMBAR (
Cervus unicolor)
TESIS
Oleh:
Andhika putra
097040015
Untuk memperoleh Gelar Magister Peternakan dalam
Progam Studi Ilmu Peternakan
Universitas Sumatera Utara
PROGAM STUDI MAGISTER ILMU PETERNAKAN
PRORAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul : EFEK LEVEL PROTEIN KASAR KONSENTRAT TERHADAP KINERJA INDUK BUNTING DAN ANAK RUSA SAMBAR (Cervus unicolor)
Nama Mahasiswa : Andhika Putra
NIM : 097040015
Progam Studi : Ilmu Peternakan
Menyetujui: Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si. Dr. Ir. Ristika Handarini, MP.
Ketua Progam Studi Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar,MP. Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MP.
Tesis ini telah diuji di Medan pada
Tanggal : 20 Januari 2012
______________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS.
Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP.
2. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS.
Penguji : 1. Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam tesis EFEK LEVEL PROTEIN KASAR KONSENTRAT TERHADAP KINERJA INDUK BUNTING DAN ANAK RUSA SAMBAR (Cervus unicolor)adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri dibawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam tesis ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis serta dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis diperguruan tinggi lain.
Medan, Januari 2012
ABSTRACT
ANDHIKA PUTRA. Levels of crude protein concentrate on performance of pregnant hinds and fawn sambar deer (Cervus unicolor). This research supervised by MA’RUF TAFSIN and RISTIKA HANDARINI.
Crude protein requirement of hinds during pregnancy has not been studied. The aim of this research was to evaluate the levels of crude protein concentrates on performance of pregnant hinds and fawn sambar deer. This research conducted on deer captivity at University of Sumatera Utara started from September 2010 to July 2011. The six pregnant hinds used in this research. Experimental design was used randomized group design consists of three treatments and two groups. The levels of crude protein in the concentrate were: P1=16%, P2=19% and P3=22%. Concentrate given 1% of body weight. The three hind parameters were dry matter consumption, average daily gain and feed conversion ratio. The fawn parameters were birth weigth and morphometry of fawn body.
The result indicated that levels of crude protein showed no significant different effect (P≥0.05) on dry matter consumption, significant different effect (P≤0.05) on average daily gain in triwulan and no significant different effect (P≥0.01) on feed conversion ratio. It is concluded that increased consumption of crude protein will increase the daily weight gain in triwulan of hinds and no significant different effect (P≥0.05) of increasing birth weight gain of fawn.
ABSTRAK
ANDHIKA PUTRA. Level Protein Kasar Konsentrat Terhadap Kinerja Induk Bunting dan Anak Rusa Sambar (Cervus unicolor). Penelitian ini dibimbing oleh:
MA’RUF TAFSIN dan RISTIKA HANDARINI.
Kebutuhan protein kasar rusa sambar selama masa kebuntingan belum diteliti. Tujuan penelitian ini untuk menguji level protein dalam konsentrat terhadap kinerja induk rusa sambar betina selama masa kebuntingan serta kinerja anak yang dilahirkan. Penelitian ini dilaksanakan di Penangkaran Rusa Universitas Sumatera Utara, Medan mulai bulan September 2010 sampai bulan Juli 2011. Hewan penelitian yang digunakan 6 ekor rusa sambar betina bunting. Metode penelitian rancangan acak kelompok terdiri atas 3 perlakuan dan 2 kelompok. Perlakuan level protein dalam konsentrat masing-masing: P1=16%, P2=19%, P3=22%. Konsentrat diberikan 1% dari bobot badan dan hijauan. Peubah penelitian untuk induk: konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan. Peubah anak: bobot lahir dan morfometri anak rusa.
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian beberapa level protein kasar pada induk rusa sambar selama pada masa kebuntingan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P≥0.05) terhadap konsumsi bahan kering, memberikan pengaruh nyata (P≤0.05) terhadap pertambahan bobot badan induk pada triwulan ketiga dan pengaruh tidak nyata (P≥0.0 5) terhadap konversi ransum. Disimpulkan dari penelitian ini adalah dengan meningkatnya konsumsi protein kasar induk rusa sambar pada masa kebuntingan maka akan meningkatkan bobot badan induk pada triwulan ketiga dan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap peningkatan bobot lahir anak rusa sambar.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
judul Level Proteik Kasar Konsentrat Terhadap Kinerja Induk Bunting dan Anak
Rusa Sambar (Cervus unicolor)
Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si dan Ibu Dr. Ir.
Ristika Handarini, MP. Selaku pembimbing yang telah banyak memberikan
arahan. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada bapak Prof. Dr. Ir.
Zulfikar Siregar, MP, selaku Ketua Progam Magister Ilmu Peternakan dan Bapak
Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MP, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya juga terima kasih kepada
pihak penangkaran rusa usu yang telah memberikan izin dan tempat penelitian.
Penelitian ini dibiayai oleh DIPA DIKTI/DIPA USU tahun 2010.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah turut membantu selesainya penelitian ini.
Medan, Januari 2012
DAFTAR ISI
Pemanfaatan Limbah Perkebunan dan Pertanian 7
Bungkil Inti Sawit 8
Kelahiran dan Kinerja Reproduksi Rusa 17
Pelaksanaan Penelitian 20
Penelitian Tahap II Perlakuan Pakan 21
Bahan dan Alat Penelitian 21
Bahan 21
Alat 21
Rancangan Penelitian 22
Peubah Penelitian 24
Analisis Data 24
Pelaksanaan Penelitian 25
HASIL DAN PEMBAHASAN 27
Penelitian Tahap I Daya Makan Seukarela 27
Penelitian Tahap II Perlakuan Pakan 28
Konsumsi Ransum Selama Penelitian 28
Konsumsi Protein Kasar 31
Pertambahan Bobot Badan 33
Konversi Pakan 35
Morfometri Anak Rusa Sambar 36
KESIMPULAN DAN SARAN 39
DAFTAR PUSTAKA 40
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Beberapa hijauan yang dapat diberikan pada rusa sambar
berdasarkan palatabilitasnya 6
2. Kandungan gizi bungkil sawit 8
3. Kebutuhan mineral rusa timor 10
4. Kandungan mineral ultra mineral 11
5. kandungan bahan pakan berdasarkan bahan kering 22
6. Komposisi dan kandungan nutrisi konsentrat perlakuan 23
7. Rataan konsumsi daya makan sukarela hijauan rusa sambar betina
dan persentase konsumsi dari bobot badan 27
8. Konsumsi bahan kering dan bahan segar hijauan, konsentrat dan
total konsumsi dalam tiga triwulan 28
9. Rataan konsumsi protein kasar ransum induk rusa sambar selama
masa kebuntingan dalam tiga triwulan (g/ekor/hari) 31
10. Rataan pertambahan bobot badan induk rusa selama masa
kebuntingan dalam tiga triwulan (g/ekor/hari) 32
11. Konversi pakan induk rusa sambar selama kebuntingan dalam tiga
triwulan 35
12. Morfometri anak rusa sambar 36
13. Persentase rataan bobot lahir anak dibandingkan dengan bobot
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Daya makan sukarela rusa betina dewasa 45
2. Bobot badan induk rusa/penimbangan 45
3. Rataan konsumsi hijauan segar/bulan kebuntingan (g/ekor/hari) 46
4. Rataan konsumsi hijauan dalam bahan kering/bulan kebuntingan
(g/ekor/hari) 46
5. Rataan konsumsi hijauan dalam bahan kering (g) 47
6. Rataan konsumsi konsentrat segar (g/ekor/hari) 47
7. Rataan konsumsi konsentrat dalam bahan kering (g) 48
8. Rataan konsumsi konsentrat dalam bahan kering (g/ekor/hari) 48
9. Rataan konsumsi konsentrat dan hijauan dalam bahan kering (g) 49
10. Rataan konsumsi konsentrat dan hijauan dalam bahan kering
(g/ekor/hari) 49
11. Rataan konsumsi protein kasar hijauan (g) 50
12. Rataan konsumsi protein kasar konsentrat (g) 50
13. Rataan konsumsi protein kasar hijauan dan konsentrat dalam bahan
kering (g) 51
14. Rataan konsumsi protein kasar hijauan dan konsentrat dalam bahan
kering(g/ekor/hari) 51
15. Pertambahan bobot badan induk/selama kebuntingan (g/ekor) 52
16. Rataan peningkatan bobot badan indukselama kebuntingan
(g/ekor/hari) 52
17. Rataan peningkatan bobot badan induk selama kebuntingan
(g/ekor/hari) 53
18. konversi pakan induk/bulan kebuntingan 53
20. Rataan lama waktu kebuntingan (hari) 54
21. Rataan morfometri anak 54
22. Rataan persentase bobot lahir anak terhadap bobot induk 54
23. Analisis ragam persentase bobot lahir anak terhadap bobot induk 55
24. Denah kandang penelitian 56
25. Analisis SAS konsumsi hijauan (BK) triwulan I 57
26. Analisis SAS konsumsi hijauan (BK) triwulan II 58
27. Analisis SAS konsumsi hijauan (BK) triwulan III 59
28. Analisis SAS konsumsi konsentrat (BK) triwulan I 60
29. Analisis SAS konsumsi konsentrat (BK) triwulan II 61
30. Analisis SAS konsumsi konsentrat (BK) triwulan III 62
31. Analisis SAS total konsumsi hijauan dan konsentrat (BK)
triwulan I 63
32. Analisis SAS total konsumsi hijauan dan konsentrat (BK)
triwulan II 64
33. Analisis SAS total konsumsi hijauan dan konsentrat (BK)
triwulan III 65
34. Analisis SAS pertambahan bobot badan triwulan I 66
35. Analisis SAS pertambahan bobot badan triwulan II 67
36. Analisis SAS pertambahan bobot badan triwulan III 68
37. Analisis SAS konversi triwulan I 69
38. Analisis SAS konversi triwulan II 70
39. Analisis SAS konversi triwulan III 71
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam tesis
LEVEL PROTEIK KASAR KONSENTRAT TERHADAP KINERJA INDUK BUNTING DAN ANAK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR)
adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri dibawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam tesis ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis serta dapat diperiksa kebenaranya. Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk memeroleh gelar pada program studi sejenis diperguruan tinggi lain
.
Medan, Januari 2012
ABSTRACT
ANDHIKA PUTRA. Levels of crude protein concentrate on performance of pregnant hinds and fawn sambar deer (Cervus unicolor). This research supervised by MA’RUF TAFSIN and RISTIKA HANDARINI.
Crude protein requirement of hinds during pregnancy has not been studied. The aim of this research was to evaluate the levels of crude protein concentrates on performance of pregnant hinds and fawn sambar deer. This research conducted on deer captivity at University of Sumatera Utara started from September 2010 to July 2011. The six pregnant hinds used in this research. Experimental design was used randomized group design consists of three treatments and two groups. The levels of crude protein in the concentrate were: P1=16%, P2=19% and P3=22%. Concentrate given 1% of body weight. The three hind parameters were dry matter consumption, average daily gain and feed conversion ratio. The fawn parameters were birth weigth and morphometry of fawn body.
The result indicated that levels of crude protein showed no significant different effect (P≥0.05) on dry matter consumption, significant different effect (P≤0.05) on average daily gain in triwulan and no significant different effect (P≥0.01) on feed conversion ratio. It is concluded that increased consumption of crude protein will increase the daily weight gain in triwulan of hinds and no significant different effect (P≥0.05) of increasing birth weight gain of fawn.
ABSTRAK
ANDHIKA PUTRA. Level Protein Kasar Konsentrat Terhadap Kinerja Induk Bunting dan Anak Rusa Sambar (Cervus unicolor). Penelitian ini dibimbing oleh:
MA’RUF TAFSIN dan RISTIKA HANDARINI.
Kebutuhan protein kasar rusa sambar selama masa kebuntingan belum diteliti. Tujuan penelitian ini untuk menguji level protein dalam konsentrat terhadap kinerja induk rusa sambar betina selama masa kebuntingan serta kinerja anak yang dilahirkan. Penelitian ini dilaksanakan di Penangkaran Rusa Universitas Sumatera Utara, Medan mulai bulan September 2010 sampai bulan Juli 2011. Hewan penelitian yang digunakan 6 ekor rusa sambar betina bunting. Metode penelitian rancangan acak kelompok terdiri atas 3 perlakuan dan 2 kelompok. Perlakuan level protein dalam konsentrat masing-masing: P1=16%, P2=19%, P3=22%. Konsentrat diberikan 1% dari bobot badan dan hijauan. Peubah penelitian untuk induk: konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan. Peubah anak: bobot lahir dan morfometri anak rusa.
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian beberapa level protein kasar pada induk rusa sambar selama pada masa kebuntingan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P≥0.05) terhadap konsumsi bahan kering, memberikan pengaruh nyata (P≤0.05) terhadap pertambahan bobot badan induk pada triwulan ketiga dan pengaruh tidak nyata (P≥0.0 5) terhadap konversi ransum. Disimpulkan dari penelitian ini adalah dengan meningkatnya konsumsi protein kasar induk rusa sambar pada masa kebuntingan maka akan meningkatkan bobot badan induk pada triwulan ketiga dan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap peningkatan bobot lahir anak rusa sambar.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rusa sambar (Cervus unicolor) merupakan satwa asli Indonesia yang termasuk rusa tropik yang mempunyai bobot badan terbesar. Satwa ini memiliki
habitat asli di berbagai daerah dan salah satunya adalah pulau Sumatera. Rusa
sambar mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan kerena rusa sambar
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, baik berupa daging (venison), kulit maupun ranggah lunak atau velvet.
Hingga saat ini, kebutuhan daging rusa belum bisa dipenuhi secara
maksimal. Upaya pemenuhan kebutuhan produk ternak rusa dilakukan dilakukan
dengan cara meningkatkan kemampuan produksi dan reproduksi rusa.
Peningkatan produksi dan reproduksi merupakan suatu indikator keberhasilan
dari usaha budi daya rusa (Garsetiasih, 2000). Salah satu langkah yang dapat
dilakukan melalui pemberian pakan yang berkualitas dan mudah dicerna, sehingga
proses asupan gizi pada rusa yang dibudidayakan dapat berjalan dengan efisien
dan optimal.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan rusa
adalah pemberian pakan. Seperti ternak lainnya, rusa memerlukan pakan dalam
jumlah cukup, baik jumlah maupun kualitas (nutrisi). Masa pertumbuhan dan fase
hidup rusa perlu diketahui karena berperan penting dalam menentukan jenis dan
jumlah pakan yang akan diberikan. Pada masa pertumbuhan dan kebuntingan pada
umumnya ternak membutuhkan pakan dengan kandungan protein lebih tinggi
dibandingkan fase lain. Penelitian mengenai aspek pakan selama masa
kebuntingan belum banyak dilakukan. Pada penelitian ini rusa selain diberi
hijauan pakan (rumput dan legum) juga diberi pakan tambahan penguat
(konsentrat). Kegunaan dari konsentrat ini adalah untuk meningkatkan produksi,
reproduksi, dan kebutuhan pokok hidup (maintenance) selama kebuntingan. Salah satu nutrisi yang sangat berperan dalam menentukan kualitas suatu
bahan pakan adalah protein, protein berfungsi untuk membentuk bagian-bagian
penting dari tubuh hewan, misalnya jaringan lunak, otot, jarinan ikat, kolagen,
tekanan osmosis, cadangan asam-asam amino, untuk pembekuan darah, pembawa
oksigen dan pengangkut zat-zat pakan antara sel atau keseluruh tubuh. Selain dari
itu protein juga berfungsi membentuk enzim dan hormon dalam tubuh.
Peningkatan pemberian protein kasar pada ternak dapat dilakukan dengan
memberi pakan tambahan berupa konsentrat. Konsentrat merupakan susunan dari
beberapa bahan pakan yang memiliki nilat nutrisi yang baik, memiliki tingkat
daya cerna yang baik dan disukai oleh ternak.
Kebutuhan protein kasar untuk ternak dapat meningkat sesuai dengan
kebutuhanya, misalnya pada masa pertumbuhan, pada masa pertumbuhan ranggah
dan pada, masa kebuntingan dan pada masa menyusui. Pemberian konsentrat
dapat meningkatkan konsumsi protein kasar. Melihat kondisi tersebut peneliti
tertarik untuk mengetahui kebutuhan protein kasar rusa sambar terutama pada
masa kebuntingan.
Tujuan Penelitian
Menguji penggunaan beberapa level protein dalam konsentrat terhadap
kinerja induk rusa sambar betina selama masa kebuntingan serta kinerja anak
yang dilahirkan (bobot badan dan morfometri badan).
Hipotesis Penelitian
Pemberian beberapa level protein dalam konsentrat memberikan
pengaruh positif terhadap performans rusa sambar selama masa kebuntingan dan
kinerja anak setelah dilahirkan.
Kegunaan Penelitian
Formulasi ransum yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat
menjadi rujukan pemberian pakan rusa sambar selama masa kebuntingan dalam
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Rusa Sambar
Rusa sambar (Cervus unicolor brookei), termasuk dalam kategori hewan dengan fisik yang relatif besar. Rusa sambar mempunyai ukuran tubuh paling
besar dibandingkan dengan spesies rusa Indonesia yang lain seperti rusa timor
(Cervus timorensis), rusa bawean (Axis kuhlii) dan muncak (Muntiacus muntjak). Rusa sambar yang ada di Kalimantan, mempunyai potensi untuk dikembangkan
tidak saja penghasil daging yang berkualitas (venison), tetapi juga beberapa produk untuk pengobatan tradisional Cina. Produk bahan obat tradisional Cina
yang telah diproduksi dari hasil tambahan peternakan rusa di Selandia Baru yaitu:
royal deer velvet liqueur, dried deer antler velvet, deer horn and ginseng capsules, Versatile venison jerky, deer blood powder capsules, deer tails, dried pizzle and sinew (Bellaney, 1993). Produk peternakan rusa tersebut di ekpor dari Selandia Baru ke Cina, Hongkong, USA, Taiwan, Jepang dan Australia, yang
dapat diandalkan menjadi sumber devisa negara. Gambaran produksi peternakan
diatas, dapat dikatakan rusa sambar mempunyai potensi untuk dikembangkan di
Indonesia sebagai industri peternakan.
Famili cervidae merupakan kelompok kompleks terbagi atas 57 spesies
dan hampir 200 sub spesies. Rusa sambar (sambur, sambhur, Tamil: Kadaththi man) adalah nama umum untuk beberapa rusa Asia yang mempunyai ciri berwarna coklat gelap dan tinggi pundak mencapai 102-160 cm dengan bobot
badan mencapai 546 kg (Nugent et al., 2001). Tinggi badan pada rusa jantan dapat mencapai 160 cm dengan berat badan antara 136 – 320 kg, sedangkan rusa
yang betina mencapai 115 cm dengan berat badan 135 – 225 kg. Ukuran ini
bervariasi tergantung pada sub spesies. Ada kecenderungan sub spesies rusa
sambar yang berasal dari India dan Sri Lanka merupakan yang terbesar (Awal et al., 1992, Lewis et al., 1990). Peternakan rusa di Australia mencatat, rusa Sambar betina dapat mencapai berat badan 228 kg (Anderson, 1984).
Rusa sambar merupakan rusa terbesar untuk daerah tropik dengan sebaran
di Indonesia terbatas di pulau Sumatera, Kalimantan dan pulau kecil di sekitar
cm dengan berat badan antara 136 – 320 kg, sedangkan pada yang betina
mencapai 115 cm dengan berat badan 135 – 225 kg, tergantung jenis kelamin.
Bulu rusa sambar umumnya berwarna coklat dengan peningkatan gadasi
sampai agak kehitaman (gelap) pada rusa jantan atau yang telah tua. Ekor rusa
sambar agak pendek dan tertutup bulu yang cukup panjang. Keadaan bulu
termasuk kasar dan tidak terlalu rapat. Pada daerah leher bagian lateral, bulu
membentuk suatu surai/malai (mane). Perubahan warna bulu dari coklat cerah menjadi lebih gelap, khususnya pada yang jantan dominan, sering terlihat
bersamaan dengan masuknya pejantan ke musim kawin (Semiadi dan Nugraha,
2004).
Klasifikasi rusa Sambar berdasarkan tata nama ilmiah menurut
(Eco India, 2008) sebagai berikut: kingdom: Animalia, pilum: Chordata, Class: Mamalia, ordo: Artiodactyla, sub ordo: Ruminantia, famili: Cervidae, Sub famili: Cervinae, genus: Cervus, spesies: C. unicolor, zoological name: Cervus unicolor.
Sistem Peternakan Rusa Sambar Pemeliharaan Rusa Sambar
Secara alamiah habitat rusa adalah hutan yang didominasi dengan vegetasi
atau padang rumput savana yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan. Vegetasi
hutan selain sebagai sumber pakan juga digunakan sebagai tempat bernaung
(istirahat), untuk perkawinan dan menghindarkan diri dari ancaman predator.
Hutan sampai ketinggian 2.600 m di atas permukaan laut dengan padang rumput
merupakan habitat yang paling disukai oleh rusa terutama jenis rusa timor, kecuali
rusa sambar yang sebagian besar aktivitas hariannya dilakukan di daerah payau
(Garsetiasih dan Mariana, 2007). Daerah habitat asli rusa sambar berupa daerah
payau atau berair, namun dengan berkembangnya wilayah perkebunan kelapa
sawit di habitat rusa sambar, ternyata rusa mampu bertahan dan terbukti dapat
berkembang dengan baik.
Pakan Rusa Sambar
Pakan rusa sambar merupakan komponen yang paling penting,
Ketersediaan pakan hijauan berhubungan erat dengan perubahan musim, biasanya
produksi hijauan berkurang. Pakan pokok rusa adalah hijauan berupa daun-daunan
dan rumput-rumputan yang ketersediaannya kadang-kadang terbatas terutama di
penangkaran sehingga dibutuhkan pakan tambahan (Garsetiasih, dan Mariana
2007). Namun guna mencapai produksi yang maksimal, penambahan konsentrat
sebagai bentuk formulasi ransum pada pakan rusa merupakan satu usaha
pemenuhan kebutuhan nutrisi yang berkorelasi pada peningkatan produksi dan
juga satu bentuk usaha domestikasi rusa dari segi pakannya.
Hijauan
Hijauan adalah bahan pakan yang berbentuk daun-daunan, kadang-kadang
bercampur batang, ranting serta bunga. Bahan pakan ternak ruminansia terdiri atas
hijauan, hasil tanaman ataupun sisa tanaman setelah hasil utamanya diambil untuk
kebutuhan manusia.
Ternak ruminansia mengkonsumsi hijauan sebanyak 10% dari bobot
badannya setiap hari dan konsentrat sekitar 1 – 2%, dari jumlah tersebut termasuk
suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karena itu hijauan dan sejenisnya
terutama rumput merupakan sumber energi utama ternak ruminansia
(Pilliang, 1997). Beberapa hijauan yang dapat diberikan pada rusa sambar
berdasarkan palatabilitasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Hasil penelitian Handarini et al. (2009) pada rusa sambar jantan menunjukkan palatabilitas yang tinggi pada beberapa spesies hijauan. Pemberian
rumput dilakukan secara kafetaria sehingga rusa bebas memilih rumput yang
diinginkan. Rumput dalam klasifikasi palatabilitas tinggi antara lain: Otochola
nodusa, Eleusine indica, A. compresus, Otochola nodusa, P. conjungantum dan
legume dalam klaisfikasi palattabilitas tinggi antara lain : Mikania scandes,
Asystasia, Pakis, D. trifolium, Ipomea Sp, Passiflora Sp, Commelina diffusa dan
Tabel 1. Beberapa hijauan yang dapat diberikan pada rusa sambar berdasarkan palatabilitasnya
Hari Palatabilitas hijauan
Tinggi Sedang Rendah
I Mikania scandes Otochola nodusa* P. conjungatum*
Asystasia Pakis
III Eleusine indica* A. compresus* Passiflora Sp
D. trifolium Pakis Ipomea Sp
V Passiflora Sp Cleome rutidosperma Mikania scandes
Asystasia P. conjungatum*
Commelina diffusa Pakis
Cyrticocum oxphilium* Otochola nodusa*
VI Commelina diffusa Mikania scandes Asystasia P. conjungantum* Cleome rutidosperma
Pueraria javanica Mikania Sp
Keterangan : tanda (*) adalah kelompok rumput-rumputan (Handarini et al., 2009).
Konsentrat
Pakan merupakan komponen habitat yang paling penting, ketersediaan
pakan berhubungan erat dengan perubahan musim, biasanya di musim hujan
pakan berlimpah sedangkan di musim kemarau pakan berkurang. Pakan pokok
rusa adalah hijauan berupa daun-daunan dan rumput-rumputan yang
ketersediaannya kadang-kadang terbatas terutama di penangkaran sehingga
dibutuhkan pakan tambahan (Takandjandji, 1993). Nilai gizi yang terkandung
dalam hijauan tersebut, seperti protein dan energi, relatif rendah sehingga perlu
ditambahkan pakan konsentrat berupa jagung untuk mencukupi kebutuhan gizi
sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan rusa (Garsetiasih, 1988). Protein
dibutuhkan oleh ternak untuk pembentukan sel-sel jaringan baru dan memperbaiki
jaringan tubuh yang rusak akibat usia tua dan penyakit (Prijono dan Handini
1998). Protein membentuk blok bangunan dari jaringan hewan. Bangunan blok
tersebut adalah asam amino. Protein diperlukan untuk perawatan normal, seperti
darah, penggantian sel tubuh, pertumbuhan, reproduksi, dan menyusui. Bahkan
pertumbuhan ranggah membutuhkan protein, sebagai velvet sebelum mineralisasi
hampir seluruhnya terbuat dari protein yang disebut kolagen, pakan penguat bagi
ternak ruminansia dapat memberikan pertumbuhan yang baik. Selanjutnya Soegiri
et al. (1981) menyatakan bahwa pakan penguat berupa jagung dan dedak padi mengandung kadar protein yang tinggi, palatabel dan mengandung vitamin B.
Kebutuhan protein sangat ditentukan oleh kualitas protein dari bahan pakan yang diberikan. Protein sangat diperlukan terutama pada masa periode pertumbuhan. Berdasarkan pakan yang diberikan terlihat bahwa jumlah protein pakan yang diberikan lebih tinggi dibandingkan dengan kisaran kadar protein pakan yang di- perlukan rusa. Menurut Causey (2006), ternak rusa membutuhkan protein ransum pada masa pertumbuhan sebesar 16% – 20%.
Pemanfaatan Limbah Perkebunan dan Pertanian
Beberapa faktor yang menghambat penyediaan hijauan yakni terjadinya
perubahan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai sumber hijauan menjadi lahan
pemukiman, lahan untuk tanaman pangan dan tanaman industri (Djajanegara,
1999). Dilain pihak, menurut Kasryno dan Syafa'at (2000) bahwa sumberdaya
alam untuk peternakan berupa padang penggembalaan di Indonesia mengalami
penurunan sekitar 30%. Disamping itu secara umum di Indonesia ketersediaan
hijauan juga dipengaruhi oleh iklim, sehingga pada musim kemarau terjadi
kekurangan hijauan dan sebaliknya di musim hujan jumlahnya melimpah, untuk
mengatasi kekurangan rumput ataupun hijauan, salah satunya adalah
memanfaatkan limbah pertanian dan perkebunan sebagai bahan pakan ternak.
dengan demikian untuk pengembangan ternak ruminansia di suatu daerah
seharusnya dilakukan juga usaha untuk memanfaatkan limbah pertanian dan
Bungkil Inti Sawit
Menurut Davendra (1997) bungkil inti sawit adalah limbah hasil ikutan
dari hasil ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dari hasil proses kimiawi atau
mekanik. Walaupun kandungan proteinnya baik, tapi karena serat kasarnya tinggi
dan palatabilitasnya rendah hanya cocok diberikan pada ternak ruminansia dan
kurang cocok bila diberikan pada ternak monogastrik.
Semakin tinggi persentase bungkil inti sawit dalam pakan, maka kenaikan
bobot badan per hari (daily weight gain) semakin besar, namun demikian pemberian optimal bungkil inti sawit dalam ransum sekitar 1,5% dari bobot
badan domba. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan gizi bungkil sawit
Sumber : a. Laboratorium Ilmu Pakan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2005). b. Laboratorium Ilmu Pakan Ternak IPB, Bogor (2000).
c. Siregar (2003).
Dedak Padi
Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari hasil pemisahan beras
dengan kulit gabah melalui proses penggilingan dan pengayakan padi (Parakkasi,
1995). Pemanfaatan dedak padi di Indonesia sampai saat ini adalah sebagai pakan
ternak. Hal ini disebabkan kandungan dalam dedak padi yang mempunyai nilai
gizi yang tinggi seperti lipid, protein, karbohidrat, vitamin, mineral dan juga serat.
Menurut Rasyaf (1992) sebagai bahan pakan asal nabati, dedak mempunyai
kandungan nutrisinya juga cukup baik, dimana kandungan protein dedak halus
sebesar 12 - 13%, kandungan lemak 13% dan serat kasarnya 12%.
Dedak padi mempunyai kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan
untuk dijadikan pakan tambahan rusa. Sumoprastowo (1980) menyatakan bahwa
pemberian dedak padi sebagai pakan penguat ternak ruminansia dapat
memberikan pertumbuhan yang baik, ternak cepat besar dan gemuk. Selanjutnya
Soegiri et al. (1981) menyatakan bahwa dedak padi mengandung protein yang tinggi.
Tepung Ikan
Tepung ikan merupakan bahan pakan asal hewani sebagai sumber protein
dan mengandung asam-asam amino yang esensial. Tepung ikan digunakan untuk
menjamin pemenuhan keseimbangan asam-asam amino dalam formulasi pakan
yang disusun, karena 90 – 94% bahan-bahan penyusun pakan berasal dari sumber
nabati yang kurang mengandung methionine, lysine, tryptopan dan cystine. Keempat asam amino yang kurang ini dapat dipenuhi dengan pemberian tepung
ikan (Rasyaf, 1992).
Urea
Urea adalah suat
2H4 atau (NH2)2
CO. Urea
juga dikenal dengan nama carbamide yang banyak digunakan untuk berbagai
kepentingan di kawasan Eropa. Urea dengan nama carbamide resin, isourea,
carbonyl diamide dan carbonyldiamine adalah senyawa organik sintesis pertama
yang berhasil dibuat dari Urea bila diberikan kepada
ruminansia akan melengkapi sebagian dari kebutuhan protein hewani, karena urea
tersebut disintesa menjadi protein oleh mikroorganisme dalam rumen. Untuk itu
pemberian urea harus diiringi dengan pemberian sumber energi seperti jagung
atau molases (Anggorodi, 1979).
Ultra Mineral
Zat-zat mineral di dalam tubuh ternak lebih kurang 3 – 5%. Hewan tidak
dapat membuat mineral, sehingga harus disediakan dalam pakannya. Mineral yang
dibutuhkan ternak memang relatif sedikit, namun mineral sangat penting dan
diperlukan kesempurnaan pakan yang dikonsumsi oleh ternak tersebut. Parakkasi
ruminansia harus mengkonsumsi hijauan yang cukup. Hijauan tropis umumnya
kurang mengandung mineral (terutama di musim kemarau) maka umumnya
ternak ruminansia di daerah tropis cenderung defisiensi mineral.
Menurut Anggorodi (1979) berdasarkan hasil penelitian dapat diterangkan
bahwa mineral yang dibutuhkan ternak harus disediakan dalam perbandingan
yang tepat dan dalam jumlah yang cukup. Kebutuhan mineral pada rusa timor
tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3. Kebutuhan mineral rusa timor
No. Mineral Kebutuhan
1. Kalsium (%) 0.6
2. Pospor (%) 0.4
3. Magnesium (%) 0.25
4. Selenium (%) 0.25
5. Kobal (%) 0.3
6. Besi (ppm) 290
7. Mangan (ppm) 110
8. Yodium (ppm) 1
9. Seng (ppm) 100
Sumber: Perkins (1991).
Terlalu banyak pemberian mineral juga dapat membahayakan individu,
meskipun tidak sampai menimbulkan kematian, namun kesehatan ternak menjadi
mundur sehingga menyebabkan kerugian secara ekonomis yang akan dialami oleh
peternak (Anggorodi, 1979).
Mineral esensial yang diperlukan oleh tubuh ternak terbagi dalam dua
kelompok, yakni mineral makro yang terdiri atas Ca, P, Mg, Na, K dan Cl, serta
mineral mikro yang terdiri atas Cu, Mo, Fe dan lain-lain. Kebutuhan akan mineral
makro lebih banyak dibandingkan jumlah kebutuhan mineral mikro (Murtidjo,
1993). Kandungan beberapa mineral dalam ultramineral cukup tinggi terutama
Tabel 4. Kandungan mineral ultra mineral
No. Kandungan zat Kadar zat (%)
1. Kalsium karbonat 50,00
2. Phospor 25,00
3. Mangan 0,35
4. Iodium 0,20
5. Kalium 0,10
6. Cuprum 0,15
7. Sodium klorida 23,05
8. Besi 0,80
9. Zn 0,20
10. Mg 0,15
Sumber: Eka Farma disitasi Warisman (2008).
Menurut Tillman et al. (1981) secara umum mineral makro dan mikro berfungsi sebagai berikut: bahan pembentukan tulang dan gigi yang menyebabkan
adanya jaringan keras dan kuat, mempertahankan keadaan koloidal dari beberapa
senyawa dalam tubuh, memelihara keseimbangan asam basa tubuh, aktivator
sistem enzim tertentu, komponen dari suatu enzim dan mempunyai karakteristik
peka terhadap kerja otot dan saraf.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan mineral pada ternak,
antara lain: bangsa ternak, umur, jenis kelamin, pertumbuhan, kesuburan
berkembang biak, laktasi, iklim, pakan, kandungan mineral tanah, keseimbangan
hormonal dan kegiatan faali di dalam tubuh ternak (Sumopraswoto, 1986).
Performans Rusa Sambar Pertumbuhan Rusa Sambar
Laju pertumbuhan seekor ternak dikendalikan oleh banyaknya konsumsi
pakan dan terutama berasal dari energi yang terkandung dalam pakan. Energi
merupakan perintis pada produksi ternak dan hal tersebut terjadi secara alami.
Variasi energi yang disuplai pada ternak akan digambarkan pada laju
pertumbuhan (McDonald et al., 1995).
Rusa merah memiliki nilai pertambahan bobot badan dan daya makan
sukarelanya sangat dipengaruhi oleh musim dibandingkan dengan rusa sambar
yang relatif kurang dipengaruhi variasi musim. Rusa sambar mempunyai tingkat
yang sama dengan rusa merah. Hal tersebut menunjukan bahwa rusa sambar
mempunyai tingkat efisiensi penggunaan pakan yang lebih baik dibandingkan
dengan rusa merah. Faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah tingkat energi
metabolis rusa sambar lebih rendah dibandingkan rusa merah.
Hasil penelitian Semiadi (1998) menunjukkan bahwa rusa sambar mempunyai
sifat yang endogenus terhadap daya makan sukarela, pertumbuhan dan sekresi
hormon dengan variasi yang sedikit dipengaruhi oleh musim dibandingkan respon
yang ditunjukkan oleh rusa merah. Rusa sambar mempunyai konversi pakan yang
lebih baik dan kematangan seksual yang lebih dini pada bobot badan yang lebih
kecil dibandingkan rusa merah.
Davies (1982) menyatakan bahwa jenis, kandungan gizi dan konsumsi
pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan. Sementara itu
Suharno dan Nazaruddin (1994), menyatakan bahwa pertambahan bobot badan
dipengaruhi oleh tipe ternak, suhu lingkungan, jenis ternak dan gizi yang
terkandung dalam pakan.
Konsumsi Rusa Sambar
Tingkat konsumsi (Voluntary feed Intake) adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan bila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Dalam mengkonsumsi pakan ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu tingkat
energi, keseimbangan asam amino, tingkat kehalusan pakan, aktivitas ternak,
bobot badan, kecepatan pertumbuhan dan suhu lingkungan. Tingkat perbedaan
konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot
badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas). Pakan
yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi dibandingkan dengan
pakan yang berkualitas rendah sehingga bila kualitas pakan relatif sama maka
tingkat konsumsinya juga tidak berbeda (Parakkasi, 1995). Selanjutnya,
Tomazweska et al. (1993) menyatakan bahwa kualitas pakan berpengaruh terhadap konsumsi akhirnya bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan.
Konsumsi bahan kering hijauan pada rusa yang dipelihara di kandang
terbuka adalah 1.570 g/2 ekor/hari, lebih besar dibandingkan dengan yang
dipelihara di kandang panggung, yaitu 1.440 g/2 ekor/hari. Perbedaan jumlah
rusa yang dipelihara di kandang terbuka. Pergerakan rusa yang dipelihara di
kandang model panggung relatif terbatas sehingga pakan yang dikonsumsi lebih
sedikit dibandingkan dengan rusa yang dipelihara di kandang terbuka
(Mukhtar, 1996).
Pertambahan Bobot Badan
Tingkat pertambahan bobot badan yang tinggi dapat dicapai jika ternak
tersebut memiliki potensi genetik yang baik dan ditunjang oleh kondisi
lingkungan dan pakan yang menunjang munculnya potensi genetik tersebut.
Perbedaan spesies akan mempengaruhi strategi pemanfaatan hijauan terutama
ketika ketersediaan dan sebaran sumberdaya pakan melimpah, contohnya pada
kambing dan camelidae akan mempertahankan kecernaan pakan dengan mengorbankan asupan pakan, sedangkan pada rusa merah akan mempertahankan
asupan pakan. Bobot tubuh ternak senantiasa berbanding lurus dengan konsumsi
pakan, makin tinggi bobot tubuhnya, makin tinggi pula tingkat konsumsinya
terhadap pakan. Bobot tubuh ternak dapat diketahui dengan penimbangan
(Kartadisastra, 1997).
Untuk mendapatkan pertambahan bobot badan maksimal maka sangat
perlu diperhatikan kualitas dan kuantitas pakan. Pakan tersebut harus mengandung
zat pakan dalam keadaan cukup dan seimbang sehingga dapat menunjang
pertumbuhan maksimal (Yamin, 2002).
Konversi Pakan
Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi pada
waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan)
dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah inidikator teknis yang
dapat menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan. Semakin rendah angka
konversi pakan berarti semakin baik (Anggorodi,1979).
Konversi pakan khususnya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh
kualitas pakan, besarnya pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan.
Pemberian kualitas pakan yang baik maka ternak akan tumbuh lebih cepat dan
Faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu lingkungan (suhu,
penyakit, pakan dan minuman), kemampuan genetik, nilai gizi dan tingkat energi
pakan. Konversi pakan diukur dari jumlah bahan kering yang dikonsumsi dibagi
dengan unit pertambahan bobot badan persatuan waktu. Konversi pakan
khususnya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan
bobot badan dan nilai kecernaan (Martawidjaya et al., 1999).
Kebuntingan Pada Rusa
Menurut Frandson (1982) kebuntingan berarti keadaan anak sedang
berkembang didalam uterus seekor hewan. Peternak menghitung periode
kebuntingan pada umumnya dimulai dari perkawinan yang terakhir sampai
terjadinya kelahiran anak secara normal.
Periode kebuntingan dimulai dari pembuahan dan berakhir dengan
kelahiran anak yang hidup. Peleburan spermatozoa dengan ovum mengawali
reaksi kimia dan fisika yang majemuk, bermula dari sebuah sel tunggal yang
mengalami peristiwa pembelahan diri yang berantai dan terus menerus selama
hidup individu tersebut. Pembelahan sel selanjutnya bersifat mitosis sehingga
anak-anak sel hasil pembelahannya mempunyai kromosom yang sama dengan
induk selnya. Peristiwa ini berlangsung sampai hewan menghasilkan sel kelamin
(Salisbury, 1985). Pertumbuhan makhluk baru terbentuk sebagai hasil pembuahan
ovum oleh spermatozoa dapat dibagi menjadi 3 periode, yaitu: periode ovum,
periode embrio dan periode fetus. Periode ovum dimulai dari terjadinya fertilisasi
sampai terjadinya implantasi, sedang periode embrio dimulai dari implantasi
sampai saat dimulainya pembentukan alat alat tubuh bagian dalam. Periode ini
disambung oleh periode fetus. Lamanya periode kebuntingan untuk tiap spesies
berbeda-beda, perbedaan tersebut disebabkan faktor genetik
Hewan yang tidak sedang estrus akan menolak untuk kawin. Pada hewan
yang tidak bunting, periode estrus dimulai sejak dari permulaan estrus sampai ke
permulaan periode berikutnya (Akoso, 1996). Gejala kebuntingan sapi setelah
pelaksanaan perkawinan, sangat penting diketahui. Namun dalam praktek bukan
berarti bahwa tidak timbulnya estrus pada sapi betina dapat dinyatakan bunting.
Hal yang harus dicatat adalah bila sapi betina sudah dikawinkan mempunyai
Sapi betina menjadi lebih tenang, pada sapi betina yang baru pertama kali bunting
terlihat adanya perkembangan ambing, terlihat adanya gerakan pada perut sebelah
bawah, sisi kanan, dan belakang. Maka gejala kebuntingan positif (Murtidjo,
1990).
Pada rusa timor betina pada umur satu sampai dua tahun sudah dapat
bereproduksi dengan lama kebuntingan antara 7.5 bulan sampai 8.3 bulan. Bila
ditangani secara intensif satu bulan setelah melahirkan rusa sudah dapat bunting
lagi terutama bila dilakukan penyapihan dini pada anak yang dilahirkan. Setiap
tahun rusa dapat menghasilkan anak, biasanya anak yang dilahirkan hanya satu
ekor. Penangkaran rusa biasanya jumlah betina lebih banyak dibandingkan
jumlah jantan karena satu ekor rusa jantan dapat mengawini beberapa betina.
Seekor rusa tinor jantan dapat mengawini 2 ekor rusa betina atau rasio 1:2
(Takandjandji, 1993) dan menurut Garsetiasih dan Takandjandji (2007) rusa
jantan dalam penangkaran dapat mengawini empat ekor rusa betina.
Perubahan alat kelamin betina selama kebuntingan berlangsung
Menurut Partodiharjo (1982) hewan yang mengalami masa kebuntingan akan
menunjukan perubahan bagian-bagian tertentu sebagai berikut:
1. Vulva dan vagina
Setelah kebuntingan berumur 6 sampai 7 bualan pada sapi dara akan
terlihat adanya edema pada vulvanya. Semakin tua buntingnya semakin jelas
edema vulva ini. Pada sapi yang telah beranak, edema vulva baru akan terlihat
setelah kebuntingan mencapai 8,5 sampai 9 bulan.
2. Serviks
Segera setelah terjadi fertilisasi perubahan terjadi pada kelenjar-kelenjar
serviks. Kripta-kripta menghasilkan lendir yang kental semakin tua umur
kebuntingan maka semakin kental lendir tersebut.
3. Uterus
Perubahan pada uterus yang pertama terjadinya vaskularisasi pada
endomertium, terbentuk lebih banyak kelenjar endometrium, sedangkan kelenjar
4. Cairan Amnion dan Allantois
Volume cairan amnion dan allantois selama kebuntingan juga mengalami
perubahan. Perubahan yang pertama adalah volumenya, dari sedikit menjadi
banyak; kedua dari perbandingannya. Hampir semua spesies, cairan amnion
menjadi lebih banyak dari pada volume cairan allantois, tetapi pada akhir
kebuntinan cairan allantois menjadi lebih banyak.
5. Perubahan pada ovarium
Setelah ovulasi, terjadilah kawah bekas folikel. Kawah ini segera dipenuhi
oleh darah yang dengan cepat membeku yang disebut corpus hemorrhagicum.
Pada hari ke 5 sampai ke-6 korpus luteum telah terbentuk.
Dilaporkan bahwa kebuntingan hasil kawin alam pada hewan liar,
termasuk rusa dapat mencapai 85-100% sedangkan menggunakan inseminasi
buatan kebuntingan yang dihasilkan hanya mencapai 50-60% (Bainbridge dan
Jabbour, 1998). Lama kebuntingan pada rusa sangat bervariasi karena dapat
terjadi embryonic diapause, yaitu embryo berada dalam uterus beberapa waktu berdiam dan tergantung hidupnya dari uterine milk sebelum terjadi implantasi
pada endometrium (Bainbridge dan Jabbour, 1998).
Angka kebuntingan tertinggi pada rusa betina dicapai saat pejantan
menunjukkan tingkah laku rutting dan berada pada tahap keras. Lincoln (1992) mengemukakan bahwa pada rusa merah perkawinan atau
introduksi rusa jantan pada kelompok rusa betina dilakukan selama musim panas
(bulan September sampai Februari), pada tahap ini velvet sudah mulai digantikan dengan ranggah keras. Pejantan sangat agesif untuk memperebutkan betina dan
perhatian secara khusus diberikan pejantan terutama pada betina yang sedang
estrus. Di Scotlandia mayoritas kebuntingan rusa betina terjadi pada bulan
Oktober dan kelahiran pada bulan Mei tahun berikutnya. Maka dapat diasumsikan
bahwa pola reproduksi berkorelasi dengan tahap pertumbuhan ranggah.
Terdapat berbagai kemungkinan penyebab rendahnya produktivitas rusa
sambar, antara lain rusa sambar betina bersifat non seasonal polioestrus artinya dapat birahi kapan saja sepanjang tahun dan bila tidak bunting akan birahi pada
siklus berikutnya, sehingga dapat melahirkan sepanjang tahun (Semiadi, 2001).
mempunyai beban yang sangat berat (English, 1992) yaitu terbatasnya produksi
air susu, lambatnya pengembalian kondisi tubuhnya setelah melahirkan dan
kembali birahi yang lambat yang menyebabkan postpartum anestrus yang
panjang. Dampak pada anak yang dilahirkan yaitu pertumbuhan lambat,
kematian anak tinggi karena air susu tidak mencukupi kebutuhan anak
(Nelson dan Wolf, 1987; English dan Mulley, 1992). Penyebab rendahnya
reprodukstivitas rusa yang kedua adalah karena rusa jantan mempunyai
siklus reproduksi, yaitu pada saat ranggah luruh dan atau ranggah sedang
tumbuh produksi spermatozoa minimal yang kemungkinan infertil
(Haigh and Hudson, 1993; Dradjat, 2000; 2001; 2002; Handarini et al., 2004; 2005). Handarini (2006) melaporkan bahwa pada tahap ranggah velvet
abnormalitas sperma secara individu pada rusa timor mencapai 96%.
Kelahiran dan kinerja reproduksi rusa
Pada akhir masa kebuntingan rusa betina dewasa akan memisahkan diri
untuk melahirkan anak. Beberapa petunjuk yang dapat dijadikan sebagai patokan
mendekati waktu kelahiran pada rusa betina antara lain rusa terlihat agesif dan
sering berteriak, ambing dan vulva membengkak empat minggu sebelum masa
kelahiran.induk memisahkan diri dari kelompoknya dengan mencari tempat yang
aman, tenang dan bersih. Tanda-tanda ini akan terlihat antara dua sampai 24 jam
menjelang kelahiran. Pada rusa betina yang baru pertama kali melahirkan
perkembangan ini tidak akan terlihat sampai dua minggu sebelum kelahiran
(Cowie et al., 1985 dalam Haigh, 1993).
Stadium pertama kelahiran, uterus mengalami kontraksi ditamdai dengan
aktivitas rusa yang berjalan mondar-mandir (gelisah) dan kandang-kandang rusa
terlihat berguling-guling sampai dikeluarkannya fetus. Kelahiran yang normal
akan berlangsung sekitar dua jam dari awal stadium sampai stadium dua saat
kepala anak memasuki rongga pelvis. Membran fetus sobek dan anak akan lahir,
pada situs normal longitudinal anterior dan posisi dorso-dorsal didahului kedua
kaki depan diikuti dengan kepala. Stadium ketiga kelahiran, pelepasan dan
pengeluaran selaput fetus sekitar empat jam setelah partus, secendinae akan
dimakan oleh induknya. Gangguan terhadap betina pada saat partus akan menunda
Berat lahir rusa bervariasi menurut spesies dan sub spesiesnya. Cervus timorensis mempunyai berat lahir 4 – 5 kg, Cervus unicolor 5 – 8 kg, Axis-axis
3,5 kg dan Axis kuhlii 1,2 – 1,7 kg ( Semiadi, 1998). Pada spesies red deer berat lahir anak 7.5 sekitar 1.0 kg (Guinness et al , 1971) dan waapiti sekitar 18 kg
(Haigh, 1993). Berat lahir anak jantan lebih besar dibandingkan anak betina dan
ini merupakan suatu patokan yang baik untuk mengethui kemampuan anak untuk
bertahan hidup. Jika induk diberi makan terlalu banyak pada saat bunting, maka
akan mengalami kesulitan pada saat melahirkan karena ada kemungkinan anak
terlalu besar (kegemukan). Sebaliknya pada rusa betina yang mengalami mal
nutrisi pada masa kebuntingan, maka berat anak berada dibawah ambang normal.
Spesifikasi selain bobot badan belum pernah dipublikasikan, dan
performans karakteristik anak yang baru lahir rusa timor ini menjadi penting
untuk mengetahui kinerja reproduksi induk. Bila dilihat dengan kisaran bobot
badan 2,9 sampai 5,2 kg, maka mempunyai selisih bobot badan sekitar 2,3 kg.
untuk pengembangan peternakan rusa maka betina-betina yang mempunyai
kecenderungan mempunyai anak dengan bobot badan rendah dapat dijadikan
pertimbangan pada saat culling. Belum ditemukan pembanding untuk Peubah lain
baik tinggi badan, lingkar dada, panjang badan, panjang telinga, panjang kepala
dan lebar kepala. Namun demikian informasi yang diperoleh sangat mempunyai
arti untuk mengetahui profil dan karakteristik morfometri anak rusa timor
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di penangkaran rusa milik Universitas Sumatera
Utara yang berlokasi di depan Gedung Rektorat Universitas Sumatera Utara,
Padang Bulan, Medan. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2010 sampai
Agustus 2011.
Penelitian Tahap I Daya Makan Sukarela
Bahan dan Alat Penelitian Bahan
Hewan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: sembilan
ekor rusa betina yang telah dikawinkan dengan kisaran umur 2 – 4 tahun. Rusa
betina digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi syarat: pernah beranak
satu kali, sehat dan mempunyai proporsi tubuh seimbang. Bahan lain yang
digunakan adalah pakan terdiri atas hijauan (campuran rumput dan legume. Obat-obatan yang digunakan selama penelitian untuk menjaga dan mengobati rusa
antara lain: obat cacing, obat kutu, cipper killer (obat untuk membasmi serangga), hematophan, biosalamin dan antibiotik pennicilin.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: sembilan unit
kandang individual masing-masing dengan ukuran panjang 7 m dan lebar 2,5 m.
Kontruksi dinding kandang terbuat dari kawat yang diperkuat dengan bambu
dengan kerangka kayu pada semua sudut kandang dan lantai kandang dari tanah
yang dilapisi pasir. Masing-masing kandang individu dilengkapi tempat pakan
hijauan yang terbuat dari kayu diletakkan menempel pada dinding kandang, ember
untuk tempat konsentrat dan ember untuk tempat minum, timbangan salter untuk menimbang hijuan dengan ketelitian sebesar 0,1 kg, timbangan digital yang biasa
dilakukan untuk menimbang sapi digunakan untuk menimbang rusa dengan
Peubah Penelitian
Peubah yang diukur selama penelitian tahap I adalah konsumsi pakan
sukarela hijuan:
a. Konsumsi hijauan segar yaitu selisih antara jumlah pakan hijauan yang
diberikan dengan jumlah pakan hijauan yang tersisa.
b. Konsumsi hijauan dalam bahan kering, yaitu perkalian antara persenstase
bahan kering dalam pakan (berdasarkan hasil analisis bahan kering) dengan
konsumsi hijuan segar.
Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Kandang
Kandang individu terdiri atas 9 unit masing-masing dengan ukuran 2.5 x
7 m. Kontruksi kandang terbuat dari kawat dengan kerangka kayu, lantai
kandang tanah. Masing-masing kandang dilengkapi tempat pakan dari kayu
menempel pada dinding kandang, tempat minum.
2. Rusa Betina Dewasa
Rusa yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 9 ekor rusa betina
dewasa setelah dilakukan perkawinan dengan rusa pejantan. Rusa betina pada
tahap penelitian ini diperoleh dari perkawinan rusa betina dewasa dengan rusa
jantan pada tahap ranggah keras.
Cara memasukkan rusa bunting ke dalam kandang diupayakan dengan
cara yang tidak menimbulkan stres yaitu memancing rusa menggunakan
hijauan di dalam kandang dan dibiarkan masuk satu per satu ke dalam kandang
individu. Setelah rusa bunting masuk ke dalam kandang dilakukan labelling
pada setiap kandang individu.
3. Analisis Proksimat.
Untuk mengetahui kandungan dan penghitungan bahan kering dilakukan
analisis proksimat di laboratorium pakan ternak.
4. Pemberian Pakan dan Minum.
Rusa diberi pakan hijauan berupa campuran rumput lapangan dan legume
secara adlibitum. Frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari pada pagi dan sore
5. Penimbangan rusa
Rusa ditimbang dengan menggunakan timbangan digital dengan sistem
bongkar-pasang yang memiliki sekat/pagar di sekeliling timbangan untuk
memudahkan timbangan masuk kedalam kandang. Penimbangan dilakukan
dengan memberi umpan/konsentrat pada salah satu bagian ujung timbangan
dan salah satu ujung timbangan lainya di biarkan terbuka untuk jalan masuk
rusa kedalam timbangan. Kemudian setelah timbangan selesai dipasang dan
umpan/konsentrat telah dimasukan kemudian timbangan di kalibrasi, dan
setelah rusa masuk kedalam timbangan dengan keempat kakinya berada diatas
timbangan dicatat bobot rusa tersebut.
Penelitian Tahap II Perlakuan Pakan
Bahan dan Alat Penelitian Bahan
Hewan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: enam ekor
rusa betina bunting dengan kisaran umur 2 – 4 tahun. Rusa betina bunting yang
digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi syarat: pernah beranak satu kali,
saat dimulai penelitian dinyatakan bunting dengan setelah pengamatan Non Return Rate (tidak menunjukkan estrus kembali setelah dikawinkan), sehat dan mempunyai proporsi tubuh seimbang. Bahan lain yang digunakan adalah pakan
terdiri atas hijauan (campuran rumput dan legume), konsentrat (campuran dari bungkil inti sawit, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak halus, onggok, tepung
ikan, urea dan mineral) dan air minum yang diberikan ad libitum. Obat-obatan yang digunakan selama penelitian untuk menjaga dan mengobati rusa antara lain:
obat cacing, obat kutu, cipper killer (obat untuk membasmi serangga), hematophan, biosalamin dan antibiotik pennicilin.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: enam unit kandang
individual masing-masing dengan panjang 7m dan lebar 2,5m. Kontruksi dinding
kandang terbuat dari kawat yang diperkuat dengan bambu dengan kerangka kayu
pada semua sudut kandang dan lantai kandang dari tanah yang dilapisi pasir.
dari kayu diletakkan menempel pada dinding kandang, ember untuk tempat
konsentrat dan ember untuk tempat minum.
Peralatan lain: timbangan salter untuk menimbang anak rusa dengan ketelitian sebesar 0,1 kg, timbangan digital gantung untuk menimbang bahan
pakan penyusun konsentrat dengan ketelitian 0,05 kg, timbangan digital yang
biasa dilakukan untuk menimbang sapi digunakan untuk menimbang rusa dengan
ketelitian 0,05 kg.
Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas 3 (tiga) perlakuan dan 2
(dua) kelompok dengan jarak bobot badan antar kelompok 22 kg dimana:
Kelompok 1 = 52,5 - 74,5 Kg
Kelompok 2 = 74,6 - 96,6 Kg
Susunan perlakuan terdiri dari :
P1 = Konsentrat dengan kandungan protein kasar (PK) 16% + hijauan.
P2 = Konsentrat dengan kandungan protein kasar (PK) 19% + hijauan.
P3 = Konsentrat dengan kandungan protein kasar (PK) 22% + hijauan.
Kandungan bahan pakan yang digunakan dalam penyusunan ransum dapat
dilihat pada Tabel 5.
Berdasarkan kandungan bahan pakan Tabel 5 disusun komposisi ransum dan
perhitungan kandungan nutrisi sesuai perlakuan penelitian (Tabel 6).
Tabel 6. Komposisi dan kandungan nutrisi konsentrat perlakuan
No. Susunan Bahan Pakan Perlakuan
P 1 P 2 P 3
Penggunaan Bahan (%)
1 Bungkil Inti Sawit 29 31 33
2 Bungkil Kelapa 10 12 15
3 Bungkil Kedelai 5 11.8 18.78
4 Dedak Padi 33 27.2 19.22
5 Tepung Ikan 1 1 1
6 Ultra Mineral 1 1 1
7 Urea 1 1 1
8 Onggok 20 15 11
Kandungan Nutrisi (%)
1 Protein Kasar 16.00 19.00 22.00
2 Total digestible nutrient 62.47 63.52 65.19
3 Lemak Kasar 5.52 5.25 4.86
4 Serat Kasar 10.50 9.90 9.26
5 Kalsium 0.42 0.43 0.44
6 Fosfor 0.82 0.81 0.77
Susunan pengacakan perlakuan didalam penelitian adalah sebagai berikut :
P1K1 P2K1 P3K1 P3K2 P1K2 P2K2
Model rancangan acak lengkap (RAK) menurut Hanafiah (2002) adalah :
Yij = μ + αi + βj + ε ij Keterangan :
Yij = nilai pengamatan ke –i yang memperoleh perlakuan ke-j
μ = nilai tengah populasi
αi = pengaruh aditif dari perlakuan ke-i
βj = pengaruh aditif dari kelompok ke-j
Peubah Penelitian
Peubah yang diukur selama penelitian adalah:
1. Konsumsi pakan selama masa kebuntingan.
c. Pakan (hijauan dan konsentrat) segar, yaitu selisih antara jumlah pakan
yang diberikan dengan jumlah pakan yang tersisa.
d. Konsumsi bahan kering pakan, yaitu perkalian antara persentase bahan
kering dalam pakan (berdasarkan hasil analisis bahan kering) dengan
konsumsi ransum segar.
2. Pertambahan bobot badan rusa betina selama masa kebuntingan, yaitu selisih
antara bobot badan akhir dan bobot badan awal. Penimbangan bobot badan
rusa dilakukan secara rutin setiap 30 hari selama masa kebuntingan. Masa
kebuntingan diakhiri dengan kelahiran anak rusa.
3. Konversi pakan rusa betina selama masa kebuntingan, yaitu perbandingan
antara konsumsi pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan
yang dihasilkan.
4. Bobot lahir anak rusa: bobot badan anak rusa ditimbang sesaat setelah
kelahiran. Penimbangan diusahakan tidak mengganggu kemampuan mothering
ability induk.
5. Morfometri lahir anak rusa yaitu pengukuran proporsi tubuh anak setelah
dilahirkan. Pengukuran dilakukan bersamaan dengan penimbangan awal anak
rusa. Pengukuran dilakukan setelah anak rusa ditimbang, pengukuran yang
dilakukan adalah panjang badan diukur dari pangkal ekor sampai pangkal
leher, tinggi badan di ukur mulai ujung kaki sampai pundak, pengukuran
lingkar dada dengan mengukur panjang lingkar dada.
6. Persentase bobot lahir anak terhadap bobot induk yaitu perbandingan antara
bobot induk sebelum melahirkan dengan bobot lahir anak.
Analisis Data
Pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati diketahui dari hasil
analisis varian. Uji lanjut dilakukan dengan uji beda nyata terkecil
Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Kandang
Kandang individu terdiri atas 6 unit masing-masing dengan ukuran
2,5 m x 7 m. Kontruksi kandang terbuat dari kawat dengan kerangka kayu,
lantai kandang tanah. Masing-masing kandang dilengkapi tempat pakan dari
kayu menempel pada dinding kandang, tempat minum.
2. Seleksi Rusa Betina Bunting
Rusa yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 6 ekor rusa betina
bunting. Kebuntingan rusa diperoleh dari penelitian tahap I dimana rusa telah
dinyatakan bunting. Rusa dinyatakan bunting apabila tidak menunjukkan estrus
kembali (Non Return Rate) setelah dikawinkan. Rusa betina yang telah bunting dan memenuhi syarat sebagai hewan percobaan dimasukkan dalam kandang
individu.
Cara memasukkan rusa bunting ke dalam kandang diupayakan dengan
cara yang tidak menimbulkan stres yaitu memancing rusa menggunakan
hijauan di dalam kandang dan dibiarkan masuk satu per satu ke dalam kandang
individu. Setelah rusa bunting masuk ke dalam kandang dilakukan labelling
pada setiap kandang individu.
3. Analisis Proksimat.
Untuk mengetahui kandungan gizi pakan dan penghitungan bahan kering
dilakukan analisis proksimat di laboratorium pakan ternak.
4. Pencampuran Konsentrat
Proses pencampuran konsentrat yaitu mencampur bahan yang
penggunaanya sedikit terlebih dahulu dimasukkan kedalam wadah atau ember
kemudian bahan tersebut di aduk sampai homogen dengan proses manual
(dengan menggunakan tangan), kemudian dicampur bahan dengan persentase
penggunaaan yang banyak, kemudian diaduk kembali sampai semua bahan
homogen dalam wadah atau ember.
5. Pemberian Pakan dan Minum.
Rusa diberi pakan hijauan berupa campuran rumput lapangan dan legume
secaraadlibitum. Frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari pada pagi dan sore
sebanyak 1 % dari bobot badan (jumlah konsentrat yang diberikan dihitung
berdasarkan bobot badan terakhir penimbangan setiap periodenya). Pemberian
air minum dilakukan secara ad libitum. Air minum diganti setiap hari dan tempatnya dicuci dengan bersih.
6. Penimbangan rusa
Rusa ditimbang dengan menggunakan timbangan digital dengan sistem
bongkar-pasang yang memiliki sekat/pagar di sekeliling timbangan untuk
memudahkan timbangan masuk kedalam kandang. Penimbangan dilakukan
dengan memberi umpan/konsentrat pada salah satu bagian ujung timbangan
dan salah satu ujung timbangan lainya di biarkan terbuka untuk jalan masuk
rusa kedalam timbangan. Kemudian setelah timbangan selesai dipasang dan
umpan/konsentrat telah dimasukan kemudian timbangan di kalibrasi, dan
setelah rusa masuk kedalam timbangan dengan keempat kakinya berada diatas
timbangan dicatat bobot rusa tersebut.
7. Pengukuran kelahiran dan kinerja reproduksi induk (Toelihere et al., 2005). a. Angka kelahiran (%) yaitu banyaknya anak yang dilahirkan dibagi jumlah
induk yang diberi perlakuan pakan.
b. Bobot lahir (kg) yaitu bobot badan anak saat lahir (diukur dengan
mengunakan timbangan salter).
c. Tinggi badan (cm) diukur dari lantai tegak lurus ke titik tertinggi gumba,
yaitu pada ruas tulang pungung ketiga atau keempat.
d. Lingkar dada (cm) diukur tepat dibelakang bahu atau dibelakng siku kaki
depan dengan melingkar dada, tegak lurus dengan sumbu tubuh.
e. Panjang badan (cm) di ukur mulai dari tonjolan bahu (Tuberositas lateralis
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Tahap I Daya Makan Sukarela
Penelitian tahap I menggunakan 9 ekor rusa sambar betina dewasa yang
telah dikawinkan dengan pejantan pada tahap ranggah keras. Penelitian tahap I
bertujuan untuk mengetahui daya makan sukarela dari 9 ekor rusa betina.
Pengukuran konsumsi pada penelitian tahap I dilakukan selama 3 minggu
berturut-turut. Hasil pengamatan diperoleh rataan konsumsi bahan segar dan
bahan kering hijauan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan konsumsi daya makan sukarela hijauan rusa sambar betina dan persentase konsumsi dari bobot badan.
Konsumsi daya makan sukarela hijauan pada penelitian tahap I diperoleh
konsumsi hijauan segar berkisar antara 7883,4 - 9700,9 g/ekor/hari dengan rataan
8225,7 ± 560,5 g/ekor/hari, rataan persentase konsumsi dari bobot badan rata-rata
sebesar 11,5 ± 2,1 %.
Konsumsi bahan kering hijauan berkisar antara 1747,7 - 2150,7
g/ekor/hari dengan rataan 1823,6 g/ekor/hari, dengan konsumsi bahan segar
hijauan sebesar 11,5 ± 2,1 % dari bobot badan, dan konsumsi bahan kering
sebesar 2,8 ± 0,4% dari bobot badan. Hasil penelitian ini memiliki tingkat
konsumsi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Afzalani et al (2008) yang melaporkan konsumsi bahan kering rusa sambar sebesar 2,34 Kg/hari atau setara dengan 1,72% bobot badan di
penangkaran rusa provinsi Jambi. Sementara pada rusa jawa konsumsi bahan
kering mencapai 2,5-3,5% dari bobot badan.
Rusa Bahan segar Bahan kering
(g/ekor/hari) % BB (g/ekor/hari) % BB
R1 8048,1 12,9 1784,2 2,8
R2 8140,9 10,8 1804,8 2,4
R3 8114,9 11,4 1799,0 2,5
R4 8122,3 15,4 1800,7 3,4
R5 7912,2 10,1 1754,1 2,2
R6 8082,3 10,2 1791,8 2,2
R7 7883,4 10,5 1747,7 2,3
R8 8026,2 8,5 1779,4 1,8
R9 9700,9 13,2 2150,7 2,9
Penelitian tahap II (Perlakuan Pakan)
Penelitian tahap II menggunakan 6 ekor induk rusa bunting yang berasal
dari penelitian tahap I. Penentuan kebuntingan didasarkan pada rusa betina yang
tidak menunjukan estrus pada siklus berikutnya yang diistilahkan NRR (Non Return Rate)
Konsumsi ransum selama penelitian
Peubah konsumsi kinerja induk bunting terdiri atas konsumsi hijauan,
konsumsi konsentrat juga konsumsi hijauan dan konsentrat yang dibagi kedalam
tiga triwulan terdapat pada Tabel 8.
Tabel 8. Konsumsi bahan kering dan bahan segar hijauan, konsentrat dan total konsumsi dalam tiga triwulan masa kebuntingan
Penelitian yang dilakukan dengan memberikan level protein yang berbeda
(P1 = 16%, P2 = 19%, P3 = 22%) pada rusa sambar betina selama masa
kebuntingandimana konsumsi pakan seluruhnya dihitung berdasarkan kandungan
bahan kering. Rataan konsumsi bahan kering hijauan selama masa kebuntingan
dapat dilihat pada Tabel 8.
Konsumsi bahan kering hijauan daya makan sukarela rusa sambar dewasa
diperoleh rataan 1823,6 ± 124 g/ekor/hari (Tabel 7) dan jika dibandingkan dengan rataan konsumsi bahan kering hijauan pada masa kebuntingan diperoleh rataan
2081,59 ± 312 g/ekor/hari (Tabel 8). Konsumsi bahan kering hijauan mengalami peningkatan selama masa kebuntingan, hal ini disebabkan karena pada masa
penelitian rusa membutuhkan lebih banyak asupan nutrisi untuk memenuhi
kebutuhan perkembangan embrio. Menurut Ginting (2009), kebutuhan nutrisi
meningkat sejalan dengan bertambahnya bobot fetus didalam kandungan.
Rataan konsumsi bahan kering hijauan setiap triwulan rusa sambar betina
selama masa kebuntingan triwulan pertama, kedua dan ketiga adalah 2030 ±333,
2078 ± 324 dan 2118 ± 287 g/ekor/hari. Konsumsi bahan kering tertinggi terdapat
pada triwulan ketiga masa kebuntingan, hal ini disebabkan karena pada
kebuntingan triwulan ketiga terjadi perkembangan fetus optimal yang
membutuhkan banyak asupan nutrisi sehingga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
tersebut induk akan meningkatkan konsumsi pakan.
Rataan konsumsi bahan kering hijauan triwulan ketiga tertinggi terdapat
pada perlakuan P3 (konsentrat dengan kandungan protein kasar 22%) yaitu
sebesar 2374 ± 189 g/ekor/hari dan rataan konsumsi pakan terendah terdapat pada
perlakuan P2 (konsentrat dengan kandungan protein kasar 22%) yaitu sebesar
1934 ± 512 g/ekor/hari. Tingkat konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas.
Perlakuan P3 memiliki tingkat konsumsi bahan kering hijauan tertinggi pada
triwulan ketiga disebabkan karena kualitas pakan yang baik dimana pada
perlakuan P3 diberikan konsentrat dengan kandungan PK sebesar 22% yang
tertinggi diantara semua perlakuan dan jika diilihat dari hasil rataan bobot badan
untuk setiap perlakuan bahwa semakin tinggi level protein yang diberikan maka