• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Peremajaan dan Penumbuhan Isolat Cair Fusarium oxysporum

Peremajaan F.oxysporum merupakan

proses berkelanjutan yang dilakukan dengan tujuan menjaga agar kondisi isolat kapang yang dipergunakan masih dalam kondisi yang baik. Kondisi tersebut diperoleh jika isolat kapang tumbuh tanpa kontaminasi dan tercukupi nutrisi pertumbuhannya. Fungi

Fusarium oxysporum membutuhkan media tumbuh yang mengandung senyawa organik sebagai sumber karbon, seperti karbohidrat, asam organik, dan karbon dioksida (Gandjar

et al. 2006). Unsur karbon tersebut diperoleh dari media PDA (Potato Dekstrose Agar). Spora isolat F.oxysporum akan tertanam dalam cawan petri berisi media PDA pada proses peremajaan. Benang-benang hifa akan terbentuk dalam 1-2 hari. Benang-benang hifa terbentuk semakin banyak membentuk miselia pada hari ke-4. Miselia berwarna putih dan sedikit keunguan dengan diameter 3-5 cm di hari ke-4 (Gambar 10).

Pemeriksaan mikroskopis akan

membuktikan bahwa benang yang tumbuh

adalah isolat F.oxysporum. Gambar 11

menunjukkan bahwa miselia merupakan kumpulan dari benang-benang hifa dan memiliki struktur berupa jaringan yang

dan PDL dengan pH 4 (Sari 2006). Media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit.

Peremajaan dan pembuatan isolat cair

Fusarium oxysporum.

Isolat Fusarium oxysporum yang akan diremajakan diambil dengan menggunakan

coreborer dan dipindahkan kedalam cawan petri berisi media PDA. Cawan ditutup dan disegel menggunakan plastik wrap. Proses ini

dilakukan di dalam laminar air flow.

Fusarium oxysporum yang telah ditumbuhkan pada media PDA, kemudian diinkubasi pada suhu 27ºC selama 96 jam sampai fungi memenuhi cawan petri.

Isolat stok Fusarium oxysporum yang ditumbuhkan dalam PDA diinokulasikan

menggunakan coreborer pada labu

Erlenmeyer berisi 10 mL PDL yang merupakan suatu inoculum starter. Hasil

inokulasi ditutup dengan kapas dan

alumunium foil steril. Inoculum starter

selanjutnya diinkubasi dengan inkubator bergoyang dengan kecepatan 200 rpm pada suhu 27ºC selama 12-18 jam.

Sebanyak 1% atau sebanyak 500 μL

inoculum starter diinokulasikan kedalam 50 mL media PDL. Hasil inokulasi ditutup dengan kapas dan alumunium foil steril. Isolat selanjutnya diinkubasi dengan inkubator bergoyang dengan kecepatan 200 rpm pada suhu 27ºC.

Pembuatan kurva pertumbuhan dan pemanenan isolat Fusarium oxysporum

Fusarium oxysporum diukur biomassa pertumbuhannya yang tumbuh dalam media cair dekstrosa kentang (PDL) pada pembuatan

kurva pertumbuhan. Isolat Fusarium

oxysporum cair dalam PDL diukur optical density (OD) dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm dan interval waktu 12 jam, yaitu jam ke-0, 12, 24, 36, 48, 60, 72, 84, dan 96.

Isolat Fusarium oxysporum yang dipanen adalah isolat yang telah ditumbuhkan pada medium PDL dan diinkubasi dalam inkubasi bergoyang dalam waktu sesuai informasi yang didapatkan berdasarkan kurva pertumbuhan. Setelah diinkubasi dilakukan pemanenan

fungi dengan menggunakan teknik

sentrifugasi pada kecepatan 6000 rpm selama 30 menit. Tahap selanjutnya adalah dilakukan pencucian pelet menggunakan air destilata

untuk menghilangkan sisa media dan

kemudian dilakukan proses sentrifugasi pada kecepatan 6000 rpm selama 30 menit.

Sintesis nanopartikel silika

Perlakuan pertama dilakukan dengan 50 mL air destilata yang mengandung 5 gram sekam diautoklaf dalam labu Erlenmeyer 250 mL. Perlakuan kedua dilakukan dengan 50 mL air destilata yang mengandung 2.5 gram sekam diautoklaf dalam labu Erlenmeyer 250

mL. Kemudian, biomassa Fusarium

oxysporum yang telah dipanen sebanyak 10 gram diresuspensikan dalam air destilata yang mengandung sekam. Reaksi antara biomassa fungi dilaksanakan di inkubator bergoyang pada 200 rpm pada 27ºC selama 24 jam.

Suspensi difiltrasi sehingga dapat

dipisahkan antara miselia fungi dan sekam dari komponen air (filtrat produk). Filtrat yang didapat diberi perlakuan fenol-kloroform (1:1) dan disentrifugasi pada 6000 rpm selama 10 menit untuk menghilangkan protein ekstraseluler fungi dari pelarut cair.

Tahap selanjutnya adalah kristalisasi nanopartikel silika, yaitu filtrat nanopartikel silika dibuat dalam bentuk kristal dengan teknik spray dry, sehingga diperoleh dalam bentuk serbuk. Bubuk tersebut dikarakterisasi dengan SEM, FTIR, dan XRD.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Peremajaan dan Penumbuhan Isolat Cair Fusarium oxysporum

Peremajaan F.oxysporum merupakan

proses berkelanjutan yang dilakukan dengan tujuan menjaga agar kondisi isolat kapang yang dipergunakan masih dalam kondisi yang baik. Kondisi tersebut diperoleh jika isolat kapang tumbuh tanpa kontaminasi dan tercukupi nutrisi pertumbuhannya. Fungi

Fusarium oxysporum membutuhkan media tumbuh yang mengandung senyawa organik sebagai sumber karbon, seperti karbohidrat, asam organik, dan karbon dioksida (Gandjar

et al. 2006). Unsur karbon tersebut diperoleh dari media PDA (Potato Dekstrose Agar). Spora isolat F.oxysporum akan tertanam dalam cawan petri berisi media PDA pada proses peremajaan. Benang-benang hifa akan terbentuk dalam 1-2 hari. Benang-benang hifa terbentuk semakin banyak membentuk miselia pada hari ke-4. Miselia berwarna putih dan sedikit keunguan dengan diameter 3-5 cm di hari ke-4 (Gambar 10).

Pemeriksaan mikroskopis akan

membuktikan bahwa benang yang tumbuh

adalah isolat F.oxysporum. Gambar 11

menunjukkan bahwa miselia merupakan kumpulan dari benang-benang hifa dan memiliki struktur berupa jaringan yang

terjalin. cabang-cabang hifa tumbuh dalam jumlah yang tidak sedikit menjauhi hifa yang pertama tumbuh. Gandjar et al. (2006) mengatakan bahwa pada titik percabangan

hifa dapat terjadi lisis dinding sel

(anastomosis) sehingga protoplasma akan mengalir ke semua sel hifa. Dalam kondisi tersebut, miselia akan terbentuk dalam jumlah yang banyak.

Masing-masing hifa memiliki lebar 5-10

μm (Pelczar & Chan 2008). Hal tersebut

dijadikan dasar untuk membedakan dengan sel bakteri yang pada umumnya memiliki

diameter 1 μm. Karakteristik khas dari suatu

F.oxysporum bila dibandingkan dengan fungi jenis lain ditunjukkan dalam Gambar 11 bahwa miselia terdiri dari hifa bersekat dan terdapat nukleus. Pelczar & Chan (2008) mengatakan bahwa sekat membagi hifa menjadi sel berisi nukleus tunggal.

Hasil peremajaan yang tumbuh dengan

baik tanpa kontaminan berdasarkan

pemeriksaan mikroskopis dijadikan sebagai inokulum. Inokulum merupakan sumber bahan yang mengandung spora sel kapang dan dengan sengaja ditambahkan pada substrat (Gandjar et al. 2006). Sumber substrat yang dipergunakan dalam pembuatan isolat cair

berasal dari media cair PDL (Potato

Dekstrose Liquid) dengan pH 4.

Gambar 10 F.oxysporum berumur 4 hari dalam media PDA

Gambar 11 Pengamatan mikroskopis F.

oxysporum perbesaran 10x10.

Suatu inocoloum starter dipersiapkan terlebih dahulu dalam pembuatan isolat cair.

Inocoloum starter berfungsi dalam mengaktifkan isolat F.oxysporum didalam

media PDL, sehingga diharapkan

F.oxysporum sudah siap untuk tumbuh. 4/5 bagian ruang kosong labu Erlenmeyer

dipersiapkan dalam pembuatan suatu

inocoloum starter. 4/5 bagian ruang kosong labu Erlenmeyer merupakan salah satu usaha untuk memaksimalkan sistem aerasi dalam penumbuhan F.oxysporum di media cair PDL.

Aerasi dilakukan karena F.oxysporum

merupakan organisme aerob, sehingga

persediaan oksigen yang cukup diperlukan bagi pertumbuhan. Oksigen dibutuhkan untuk melakukan reaksi enzimatis dan proses respirasi (Sari 2006). Inocoloum starter

ditumbuhkan dalam kondisi suhu 27ºC dan di

aerasi dengan shaker orbital dengan

kecepatan 200 rpm selama 12-18 jam. Inocoloum starter yang berumur 18 jam akan terlihat keruh berwarna putih. Kekeruhan dalam inocoloum starter mengindikasikan bahwa terdapat miselia F.oxysporum yang sudah siap untuk tumbuh. Inocoloum starter

diinoukulasikan sebanyak 1% dari jumlah volume PDL, kemudian diinkubasi pada suhu 27ºC dan di aerasi dengan shaker orbital

dengan kecepatan 200 rpm.

Miselia akan terbentuk berupa suatu benang-benang putih yang semakin lama semakin menebal dan berwarna keunguan dalam beberapa hari. Gandjar et al. (2006) mengatakan hifa vegetatif tumbuh kedalam

medium cair seperti akar-akar yang

bercabang. Miselia tumbuh di dalam media seperti benang tebal, berwarna keunguan, dan menyebabkan warna media yang semula bening berubah menjadi keruh serta berwarna keunguan (Gambar 12).

Gambar 12 F. oxysporum dalam PDL

(a)biomassa miselia (b) isolat cair

Kurva Pertumbuhan dan Hasil Pemanenan Isolat Fusarium oxysporum

Kurva pertumbuhan memberikan informasi mengenai pertumbuhan jumlah isolat kapang

F.oxysporum yang tumbuh pada waktu-waktu

tertentu sesuai dengan fase-fase yang

dilewatinya. Kurva pertumbuhan dapat

menentukan fase pertumbuhan optimum bagi

Fusarium oxysporum dalam menghasilkan enzim ekstraseluler yanga mampu mereduksi

substrat tertentu. Kurva pertumbuhan

F.oxysporum dibuat dengan menghubungkan

Optical Density (OD) dengan berbagai interval waktu pengamatan.

Optical Density (OD) ditentukan

berdasarkan kekeruhan media yang diukur dengan instrumen berupa spektrofotometer

pada panjang gelombang 600 nm.

Spektrofotometer bekerja berdasarkan hukum Lambert-Beer yaitu menghitung banyaknya energi radiasi gelombang cahaya yang tidak diteruskan atau yang diserap oleh kekeruhan

media. Cahaya yang diserap media

berbanding lurus dengan pertumbuhan sel kapang.

Kurva pertumbuhan F.oxysporum dibuat dengan interval waktu 12 jam (Gambar 13). Warna media yang semula bening mulai berubah menjadi keruh pada jam ke-12, sehingga mengindikasikan bahwa pada jam ke-12 terjadi fase lag dan akselerasi. Fase lag adalah fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungannya, sedangkan fase akselerasi adalah fase saat sel bersiap untuk aktif membelah (Gandjar et al. 2006). Peningkatan OD sangat pesat terjadi pada jam ke-24 dan 36. Fase eksponensial terjadi pada jam

ke-12 sampai ke-36. Fase eksponensial

merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat banyak dan aktivitas sel meningkat (Gandjar et al. 2006). Titik deselarasi terjadi pada jam ke-48, dimulai dari titik ini biomassa

F.oxysporum dapat dipanen (Gandjar et al. 2006).

Gambar 13 Kurva pertumbuhan F.oxysporum.

Pemanenan biomassa F.oxysporum

dilakukan pada jam ke-72, yaitu saat sel memasuki fase stasioner berdasarkan kurva pertumbuhan yang diperoleh. Fase stasioner ditentukan sebagai waktu panen bagi

F.oxysporum karena diharapkan pada fase tersebut jumlah sel yang tumbuh relatif seimbang, sehingga jumlah miselia yang tumbuh relatif banyak (Gandjar 2006). Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Bansal et al. (2002) dan Bansal et al (2005), F.oxysporum ditumbuhkan selama 72 jam dalam kondisi aerasi pada kecepatan

shaker 200 rpm dan diinkubasi pada suhu 27ºC. (Mukherjee 2002) mengatakan bahwa

F.oxysporum yang ditumbuhkan pada jam

ke-72 telah terdapat keberadaan protein,

ditunjukkan dengan pita yang terbentuk dalam elektroforesis. Pita elektroforesis dalam penelitian tersebut mengindikasikan sejumlah

protein yang berasal dari biomassa

F.oxysporum.

Proses pemanenan biomassa F.oxysporum

dilakukan dengan mempergunakan teknik sentrifugasi. Sentrifugasi merupakan suatu

teknik untuk memisahkan substansi

berdasarkan berat jenis molekul. Substansi yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di atas dalam teknik sentrifugasi. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya gaya sentrifugal (Harjadi 2006).

Berat jenis biomassa F.oxysporum lebih besar bila dibandingkan dengan media,

sehingga biomassa F.oxysporum menjadi

pelet yang terletak dibawah dan media menjadi supernatan pada saat diberi gaya sentrifugal dengan kecepatan 6000 rpm selama 15 menit. Supernatan berupa media PDA kemudian dipisahkan dari peletnya. Pencucian pelet dengan akuades steril dilakukan sebanyak dua kali. Hal tersebut dilakukan agar biomassa F.oxysporum berupa pelet bebas dari media PDL. F.oxysporum

yang telah dipanen dan bebas dari media PDL kemudian siap diberikan substrat dalam proses biosintesis.

Biomassa F.oxysporum sudah dapat diukur bobotnya dalam 72 jam (3 hari), sebab sudah terlihat jelas miselia yang menebal. Rata-rata biomassa F.oxysporum yang terbentuk dalam 50 mL PDL adalah 9.834 gram bobot basah. Bobot basah yang tumbuh berbeda-beda untuk

setiap ulangannya (Tabel 2). Inocoloum

starter F.oxysporum yang diinokulasikan kedalam 50 mL PDL mengandung jumlah benang-benang miselia yang relatif tidak sama

mempengaruhi perbedaan jumlah biomassa yang tumbuh dalam isolat cair.

Sebanyak 9.834 gram bobot basah

biomassa dapat menghasilkan 0.361 gram

bobot kering. Penyusutan biomassa

F.oxysporum disebabkan karena komponen utama sel adalah air (Gandjar et al. 2006). Air yang terkandung di dalam sel akan teruapkan ke udara pada proses pengeringan.

Tabel 2 Biomassa F. oxysporum dalam PDL. Volume PDB (mL) Bobot basah (g) Bobot kering (g) 50 13.780 0.221 50 10.632 0.371 50 5.091 0.491 Rata-rata 9.834 0.361

Nanopartikel Silika sebagai Hasil Biosintesis oleh F.oxysporum

Biosintesis nanopartikel silika dilakukan

dengan menumbuhkan F.oxysporum dalam

media yang mengandung sekam padi sebagai sumber silika sekaligus sebagai substrat bagi

pertumbuhan F.oxysporum. Sekam yang

mengandung 16.98% silika (Balai Penelitian Pasca Panen Pertanian 2001) dapat diubah menjadi nanopartikel silika secara biosintesis

dengan menggunakan F.oxysporum.

Komponen yang terkandung dalam sekam, yaitu selulosa dapat dimanfaatkan oleh

F.oxysporum sebagai substrat dalam siklus hidupnya (Soepardi et al. 1982). Selulosa merupakan polisakarida dari monomer berupa D-glukosa dengan subunit monomer berupa selobiosa yang banyak ditemukan di hampir semua jaringan tumbuhan sebagai komponen penyusun dinding sel tumbuhan dan dikenal sebagai serat di dalam suatu tumbuhan. Sebanyak 34.34-43.80 % selulosa terkandung dalam sekam (Hawab 2004).

Penelitian ini mempergunakan dua jenis perlakuan jumlah substrat sekam untuk menentukan jumlah substrat optimum yang mampu dimanfaatkan F.oxysporum dan dapat

disintesis menjadi nanopartikel silika.

Perlakuan pertama mempergunakan 5 gram sekam dan 10 gram biomassa F.oxysporum

berumur 72 jam. Perlakuan kedua

mempergunakan 2.5 gram sekam dan 10 gram

biomassa F.oxysporum berumur 72 jam.

Sekam ditambah dengan 50 mL akuades, kemudian di autoklaf. Proses sterilisasi ini

perlu dilakukan untuk menghilangkan

kontaminan dari substrat yang akan

dimanfaatkan F.oxysporum. Kultur diinkubasi 27ºC dan diaerasi 200 rpm selama 24 jam. Warna kultur berubah menjadi cokelat

kehitaman setelah F.oxysporum diberi

perlakuan dengan substrat berupa sekam. Produk hasil kultur berupa filtrat dipisahkan dari substrat berupa sekam dan sel kapang F.oxysporum dalam proses filtrasi. Produk biosintesis akan berada di filtrat karena enzim spesifik F.oxysporum yang berperan dalam biosintesis dikeluarkan secara ekstraseluler (Duran et al. 2005). Filtrat,

sekam, dan biomassa F.oxysporum dapat

dipisahkan dengan mudah satu dengan lainnya, karena ukuran partikel yang

berbeda-beda. Filtrat yang merupakan produk

biosintesis akan lolos melalui penyaring, sedangkan sekam dan biomassa tertahan pada penyaring. Sekam dan biomassa juga dengan mudah dapat dipisahkan, karena ukuran miselia biomassa F.oxysporum lebih besar dari partikel sekam.

Filtrat hasil biosintesis perlu dilakukan

pemurnian dengan fenol:kloroform 1:1.

Pelarut organik ini dapat memurnikan filtrat

hasil biosintesis dari protein melalui

mekanisme denaturasi protein (Lestari 2008). Hal tersebut dilakukan karena nanopartikel sebagai produk biosintesis yang terbentuk lebih baik bila dibandingkan dengan produk biosintesis tanpa perlakuan ekstraksi fenol-kloroform, yaitu tanpa pengotor (Bansal et al. 2005). Pelarut organik akan berada di lapisan paling bawah pada saat proses sentrifugasi. Lapisan tengah merupakan lapisan gumpalan protein dan lapisan air atas adalah filtrat hasil proses biosintesis (Gambar 14).

Proses analisis produk hasil biosintesis

dilakukan dengan menggunakan tiga

instrumen Scanning Electron Microscope

(SEM), Fourier Transformer InfraRed

Spectroscopy (FTIR), dan Xray Difraction

(XRD). Gambar 15 menunjukkan hasil

(SEM) produk biosintesis hasil reaksi

F.oxysporum dengan 5 gram sekam selama 24 jam pada perbesaran 2000 kali. Partikel terlihat beragregat satu dengan lainnya. Gambar 16 dan Gambar 17 merupakan

sekam tanpa perlakuan F.oxysporum dan

silika gel. Keduanya diperlakukan sebagai pembanding atau kontrol negatif, untuk membuktikan bahwa produk biosintesis telah mengindikasikan berukuran nano. Partikel hasil biosintesis terlihat memiliki berbagai variasi ukuran antara 200-1000 nm (Gambar 15). Ukuran partikel sekam tanpa perlakuan

F.oxysporum dalam gambar 16 adalah 50 μm. Hasil tersebut membuktikan bahwa ukuran partikel sekam sebelum dan sesudah diberi perlakuan F.oxysporum semakin mengecil. Hal tersebut menandakan bahwa enzim-enzim

ekstraseluler yang dikeluarkan F.oxysporum

telah bekerja dalam mereduksi sekam

sehingga terbentuk produk biosintesis dengan ukuran 200-1000 nm.

Produk hasil biosintesis yang merupakan

suatu nanopartikel silika kemudian

dibandingkan dengan silika gel sebagai kontrol negatif. Ukuran silika gel standar berdasarkan analisis SEM pada Gambar 17 adalah 15-5000 μm. Ukuran silika gel standar tersebut jauh lebih besar bila dibandingkan produk hasil biosintesis yang memiliki ukuran 200-1000 nm. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa dalam produk hasil biosintesis, sebagian partikel telah berada dalam ukuran nano.

Gambar 14 Proses pemurnian (a)pelarut organik dan pelet (b) filtrat.

Gambar 15 Hasil analisis SEM nanopartikel silika dengan 5 gram sekam perbesaran 2000 x.

Gambar 16 Hasil analisis SEM sekam tanpa perlakuan F.oxysporum perbesaran 500 x (Ahmad et al. 2009).

Gambar 17 Hasil analisis SEM silika gel perbesaran 1000 x.

Hasil analisis SEM dapat didukung dengan analisis FTIR. Analisis FTIR dilakukan untuk memperdalam analisis produk biosintesis bahwa produk yang terbentuk adalah silika. Analisis ini didasarkan kepada spektrum inframerah pada setiap gugus fungsional suatu molekul yang bersifat spesifik. Nilai spektrum absorbsi inframerah setiap gugus fungsi dapat dilihat pada Lampiran 7. Menurut Balaz (2008) setiap gugus fungsi memiliki nilai spektrum absorbsi yang khas, yaitu gugus fungsi MOH memiliki nilai spektrum absorbsi 3700-2900 cm-1, gugus H2O memiliki nilai spektrum absorbsi 3700-2900 cm-1, gugus CO32- memiliki nilai spektrum absorbsi 1600-1300 cm-1, NO32- memiliki nilai spektrum absorbsi 1500-1250 cm-1, BO32- memiliki nilai spektrum absorbsi 1300-1200 cm-1, SO4

2-memiliki nilai spektrum absorbsi 1200-1050 cm-1, PO43- memiliki nilai spektrum absorbsi 1100-950cm-1, SixOy

2-

memiliki nilai spektrum absorbsi 1200-900 cm-1, ASO43- memiliki nilai spektrum absorbsi 900-750 cm-1, VO42-

memiliki nilai spektrum absorbsi900-750cm-1, dan WO4

2-

memiliki nilai spketrum absorbsi

850-750 cm-1. Spektrum absorbsi yang

diinginkan sebagai hasil biosintesis adalah spektrum absorbsi untuk gugus fungsi SixOy2-. Spektrum absorbsi untuk gugus fungsi SixOy

2-berada pada rentang 1200-900 cm-1 (Balaz 2008) dan menurut (Handayani 2009) gugus Si-O-Si berada pada rentang spektrum absorbsi 1000-1110 cm-1.

Spektrum FTIR bagi silika gel berada pada spektrum absorbsi 1105.2 cm-1 (Gambar 18 a). Spektrum silika gel digunakan sebagai pembanding atau kontrol positif. Kontrol positif dapat membuktikan bahwa produk hasil biosintesis adalah silka secara kimiawi.

Hasil FTIR produk biosintesis pada

penambahan substrat sekam sebanyak 5 gram ditunjukkan dalam Gambar 18 b. Sebanyak 12 puncak ditemukan dalam spektrum absorbsi FTIR, yaitu 3408.18 cm-1, 2924.29 cm-1,

a

b

2852.59 cm-1, 1639,04 cm-1, 1415.77 cm-1, 1324.49 cm-1, 1078 cm-1, 1046.95 cm-1, 793.12 cm-1, 616.55 cm-1, 531.49 cm-1, dan 468.33 cm-1. Namun demikian, setidaknya terdapat tiga puncak yang memiliki puncak tertinggi, yaitu berada pada spektrum absorbsi 3408.18 cm-1, 1639.04 cm-1, dan 1078.71cm-1.

Hasil spektrum FTIR bagi produk

biosintesis dengan penambahan 5 gram substrat sudah mengindikasikan silika. Puncak

dengan spektrum absorbsi 1078.71 cm-1

diindikasikan sebagai silika karena spektrum absorbsi untuk gugus SixOy

berada pada rentang 1200-900 cm-1 (Balaz 2008). Hal tersebut juga diperkuat dengan bukti bahwa nilai serapan absorbsi produk biosintesis tidak berbeda jauh dengan nilai spektrum silika gel standar, yaitu 1105.2 cm-1.

Gugus fungsi lain selain SixOy2ditemukan dalam analisis FTIR produk biosintesis, yaitu

gugus fungsi CO3

yang berada pada spektrum absorbsi 1639.04 cm-1 dan H2O yang berada pada spektrum absorbsi 3408.18

cm-1. Keberadaan gugus fungsi yang

mengandung karbon dan air, menandakan bahwa masih terdapat selulosa yang belum dimanfaatkan oleh F.oxysporum. Selulosa merupakan komponen yang berasal dari sekam.

Proses sintesis kedua dilakukan dengan mempergunakan sebanyak setengah dari jumlah sintesis pertama, yaitu dengan jumlah substrat sebanyak 2.5 gram. Sintesis kedua mendapatkan perlakuan yang sama seperti pada sintesis pertama. Substrat yang telah steril kemudian diberikan 10 gram biomassa

F.oxysporum. Kultur diinkubasi 27ºC dan diaerasi 200 rpm selama 24 jam. Hasil SEM pada 1000 kali perbesaran dapat diamati pada Gambar 19.

Gambar 18 Hasil analisis FTIR (a) standar silika gel (b) produk biosintesis pada penambahan substrat sekam sebanyak 5 gram.

Gambar 19 Hasil analisis SEM nanopartikel silika dengan 2.5 gram sekam perbesaran 1000 x

Hasil pengamatan dengan SEM pada produk biosintesis mempergunakan 2.5 gram sekam, memperlihatkan bahwa partikel berada dalam berbagai variasi ukuran partikel dan beragregasi. Ukuran partikel relatif tidak berbeda jauh dengan perlakuan 1 yang

mempergunakan 5 gram sekam, yaitu

memiliki ukuran 200-1000 nm. Hal yang sama terjadi pada perlakuan 2 bahwa

nanopartikel yang terbentuk masih

mengandung selulosa yang belum

dimanfaatkan oleh F.oxysporum. Faktor

waktu inkubasi pada saat F.oxysporum

memanfaatkan substrat berupa sekam

merupakan faktor diluar faktor eksperimental yang juga mempengaruhi hasil produk biosintesis nanopartikel silika.

Karakteristik struktur produk biosintesis dianalisis dengan menggunakan XRD. Hasil analisis dengan XRD berupa puncak-puncak difraksi. Gambar 20 merupakan puncak difraksi khas untuk nanopartikel silika dengan struktur kristalin (crystoballite). Gambar 21 merupakan puncak difraksi untuk sekam tanpa

perlakuan F.oxysporum dan diperlakukan

sebagai kontrol negatif. Material anorganik silika yang terkandung dalam sekam, berada dalam struktur dasar (amorphous silica) (Bansal 2006). Gambar 22 merupakan puncak difraksi produk biosintesis yang merupakan

sekam dengan perlakuan F.oxysporum.

Puncak difraksi produk biosintesis berbeda dengan puncak difraksi sekam dan mendekati struktur puncak difraksi khas nanopartikel kristalin. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa sekam dengan perlakuan

F.oxysporum mengalami perubahan struktur

dari bentuk dasar (amorphous) dan

mengindikasikan berbentuk nanopartikel

silika kristalin (crystoballite).

Gambar 20 Puncak difraksi nanopartikel silika kristalin (crystoballite).

Gambar 21 Puncak difraksi sekam tanpa perlakuan F.oxysporum.

Gambar 22 Puncak difraksi produk biosintesis

Biosintesis nanopartikel merupakan

pengembangan metode baru dengan

menghasilkan nanopartikel logam dari sel mikrob serta melibatkan reaksi enzimatis.

F.oxysporum dimanfaatkan dalam biosintesis nanopartikel silika, karena penanganan yang mudah dan mampu menciptakan mekanisme enzimatis dalam biosintesis nanopartikel

silika. Produk biosintesis diharapkan berukuran nano, berstruktur kimiawi silika, dan berbentuk nanopartikel silika.

Produk biosintesis berstruktur kimiawi silika dan berbentuk nanopartikel silika dapat terbentuk melalui beberapa tahapan dan

beberapa aspek parametrik. Tahapan

perlakuan pendahuluan bagi isolat F.

oxysporum penting dilakukan, karena enzim yang berperan dalam mensintesis nanopartikel silika terdapat dalam isolat. Perlakuan

pendahuluan yang dilakukan, yaitu

penumbuhan F. oxysporum dalam media PDA

dan PDL. Fusarium oxysporum dikulturkan dari suatu inokulum yang baik dan bebas dari kontaminan berdasarkan pemeriksaan fisik

dan mikroskopis. Fusarium oxysporum

dikulturkan dalam media yang mengandung substrat berupa kentang dan dekstrosa sebagai

sumber karbon. Tempat penumbuhan

Fusarium oxysporum dilakukan dalam 4/5

ruang kosong labu Erlenmeyer untuk

mencukupi sistem aerasi. Fusarium

oxysporum ditumbuhkan dalam kondisi pH media 4-6, suhu inkubasi 27ºC, dan aerasi

dengan shaker orbital 200 rpm untuk

penumbuhan isolat dalam media cair.

Aspek parametrik yang dilakukan adalah

optimasi fase pertumbuhan F. oxysporum

dalam menghasilkan enzim dan jumlah substrat berupa sekam. Pemanenan biomassa

F. oxysporum dilakukan pada jam ke-72, yaitu

Dokumen terkait