• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor I : Cara Aplikasi (A)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kejadian penyakit

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam pada peubah amatan kejadian penyakit disajikan pada (Lampiran 2-9). Persentase cara aplikasi berpengaruh nyata terhadap kejadian penyakit disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Cara aplikasi Trichoderma spp. terhadap persentase kejadian penyakit

Athelia rolfsii

Perlakuan Rataan

3 HSI 6 HSI 9 HSI 12 HSI 15 HSI 18 HSI 21 HSI 24 HSI A0 11.11 33.33 a 44.44 a 55.56 a 66.67 a 77.78 a 77.78 a 77.78 a A1 0.00 0.00 b 0.00 b 0.00 b 11.11 b 22.22 b 22.22 b 22.22 b A2 0.00 0.00 b 0.00 b 22.22 ab 22.22 ab 22.22 b 33.33 b 33.33 b

Keterangan: Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Jarak Duncan.

Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan cara aplikasi Trichoderma spp pada waktu pengamatan 3 HSI tidak berbeda nyata baik pada perlakuan A0 (kontrol), A1 (perendaman benih menggunakan Trichoderma spp.) dan A2 (aplikasi Trichoderma spp secara sebar). Sedangkan pada waktu pengamatan 6 HSI sampai 24 HSI berbeda nyata terhadap persentase kejadian penyakit

A. rolfsii. Persentase kejadian penyakit tertinggi yaitu A0 sebesar 77.78 % dan terendah yaitu A1 sebesar 22.22 %.

Pada pengamatan 24 HSI persentase kejadian penyakit pada perlakuan A0 (kontrol) berbeda nyata dengan perlakuan A1 (perendaman benih menggunakan

Trichoderma spp.) dan A2 (aplikasi Trichoderma spp secara sebar). Hal ini dikarenakan pada perlakuan kontrol tidak diaplikasikan Trichoderma spp yang menyebabkan persentase kejadian penyakit tinggi dibandingkan dengan perlakuan menggunakan jamur antagonis Trichoderma spp. Sementara dengan diaplikasikannya Trichoderma spp. menyebabkan terhambatnya pertumbuhan

patogen untuk menginfeksi tanaman dikarenakan Trichoderma spp mempunyai kemampuan kompetisi dengan jamur patogen. Yaqub dan Shahzab (2011) menyatakan bahwa Trichoderma spp mempunyai sifat antagonis terhadap berbagai patogen penyebab penyakit pada tanaman seperti A. rolfsii. Kemampuan jamur Trichoderma spp dalam menekan terjadinya penyakit A. rolfsii karena adanya antibiotik atau senyawa racun hasil metabolisme sekunder yang bersifat toksik dan enzim pengurai dinding sel patogen serta kompetisi antara Trichoderma spp dengan jamur patogen. Benitez et al., (2004) mengemukakan mekanisme agen antagonis dari Trichoderma spp adalah persaingan, mikoparasitisme, antibiosis dan lisis.

Athelia rolfsii. yang merupakan patogen tular tanah (soil borne pathogen) dapat dikendalikan dengan agen antagonis seperti Trichoderma spp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara pengaplikasian Trichoderma spp terhadap kejadian penyakit A. rolfsii diperoleh persentase terendah dengan aplikasi secara perendaman benih (seed treatment), cara ini merupakan salah satu teknik dalam meningkatkan resistensi benih sehingga dapat menghambat terjadinya pertumbuhan patogen. Jegathambigai et al., (2009) menyatakan bahwa perlakuan benih dengan suspensi Trichoderma spp dapat menghilangkan penyakit sementara penggunaan Trichoderma spp dan Pseudomonas dapat mengurangi kejadian penyakit.

Tabel 3. Varietas kedelai terhadap persentase kejadian penyakit (%)

Perlakuan Rataan

3 HSI 6 HSI 9 HIS 12 HSI 15 HSI 18 HSI 21 HSI 24 HSI V1 11.11 22.22 22.22 44.44 44.44 44.44 55.56 55.56 V2 0.00 0.00 11.11 22.22 33.33 44.44 44.44 44.44 V3 0.00 11.11 11.11 11.11 22.22 33.33 33.33 33.33

Keterangan: Angka – angka yang tertera tidak berbeda nyata tiap perlakuan pada taraf 5% Uji Jarak Duncan

Tabel 3 menunjukkan bahwa varietas yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase kejadian penyakit A. rolfsii. Persentase kejadian penyakit tertinggi terdapat pada varietas V1 (Anjasmoro) yaitu 55.56% , kemudian diikuti oleh V2 (Willis) yaitu 44.44% dan varietas V3 (Grobogan) yaitu 33.33%. Hal ini dapat terjadi dikarenakan serangan patogen yang tinggi serta tidak adanya ketahanan pada varietas yang diuji pada penelitian ini sehingga tingkat ketahanan benih tidak terdapat perbedaan. Pada saat patogen menginfeksi tanaman, tanaman akan melakukan pertahanan struktural berupa pertahanan jaringan, pertahanan sel dan pertahanan sitoplasma. Pada saat patogen berhasil menginfeksi tanaman, maka tanaman akan memberikan respon berupa sakit karena terinfeksi atau tanaman akan tetap sehat karena resisten terhadap patogen.

2. Intensitas Serangan Penyakit

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam pada peubah amatan intensitas serangan penyakit disajikan pada (Lampiran 10). Rataan cara aplikasi dan varietas terhadap intensitas serangan penyakit disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Cara aplikasi dan varietas kedelai terhadap intensitas serangan penyakit

Athelia rolfsii (%)

Cara Aplikasi Varietas Rataan

V1 V2 V3

A0 80.00 26.67 46.67 51.11 a

A1 0.00 26.67 0.00 8.89 b

A2 33.33 26.67 0.00 20.00 ab

Rataan 37.78 26.67 15.56 26.67

Keterangan: Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5% Uji Jarak Duncan.

Tabel 4 menunjukkan bahwa cara aplikasi terhadap persentase intensitas serangan penyakit pada perlakuan A0 (kontrol) yaitu 51.11 % yang berbeda dengan A2 (aplikasi Trichoderma spp secara sebar) yaitu 20.00% dan berbeda

nyata dengan A1 (perendaman benih menggunakan Trichoderma spp) yaitu 8.89%.

Pada perlakuan cara aplikasi, persentase intensitas serangan penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan A0 (kontrol) dibandingkan dengan perlakuan menggunakan jamur antagonis Trichoderma spp. Hal ini dikarenakan pada perlakuan A0 tanpa adanya pemberian jamur Trichoderma spp. namun diaplikasikan patogen A. rolfsii ke tanaman sehingga tanaman terinfeksi patogen dan menghambat pertumbuhan tanaman. Ferreira dan Boley (2006) menyatakan bahwa A. rolfsii mampu menginfeksi tanaman jika jumlah miselia yang tumbuh cukup banyak. Untuk mendukung pertumbuhan miselia secara optimal diperlukan nutrisi yang berasal dari bahan organik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara aplikasi dengan pemberian

Trichoderma spp persentase intensitas serangan penyakit tertinggi pada A0 (kontrol), dikarenakan tanpa adanya tindakan pengendalian menggunakan

Trichoderma spp, sedangkan pada perlakuan A1 (perendaman benih menggunakan

Trichoderma spp) dan A2 (aplikasi Trichoderma spp secara sebar) dapat mengurangi persentase tingkat keparahan penyakit dikarenakan kedelai telah diberi perlakuan tindakan pencegahan yaitu dengan pemberian Trichoderma spp. Pemberian Trichoderma spp. dapat langsung diaplikasikan kebenih atau diberikan pada tanah sebelum benih di tanam (Akladious dan Abbas, 2012).

Cara aplikasi dengan perendaman benih terbukti lebih efektif dalam menekan tingkat keparahan penyakit. Benih yang sebelum ditanam diberi perlakuan dengan suspensi Trichoderma spp. telah mendapatkan ketahanan,

A. rolfsii. Syatrawati (2008) menyatakan bahwa penekanan penyakit dapat efektif dengan cara menyelubungi biji dengan mengkombinasikan jamur antagonis dan media organik dibandingkan jika diaplikasikan langsung pada tanah.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan varietas yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap kejadian penyakit

A. rolfsii. Hal ini terjadi dikarenakan serangan patogen yang tinggi serta tidak adanya ketahanan pada varietas yang diuji pada penelitian ini sehingga tingkat ketahanan benih tidak terdapat perbedaan. Persentase intensitas serangan (Tabel 4) tertinggi terdapat pada varietas V1 (Anjasmoro) yaitu 37.78% , kemudian diikuti oleh V2 (Willis) yaitu 26.67% dan varietas V3 (Grobogan) yaitu 15.56%.

3. Berat Basah Akar dan Berat Kering Akar

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 11-12) bahwa cara aplikasi berpengaruh nyata terhadap berat basah akar tanaman kedelai, sedangkan berat kering akar tidak berpengaruh nyata pada semua perlakuan. Rataan cara aplikasi dan varietas terhadap berat akar tanaman disajikan pada (Tabel 5).

Tabel 5. Berat akar tanaman (g) terhadap cara aplikasi Trichoderma spp. dan varietas kedelai

Cara Aplikasi Varietas Rataan

V1 V2 V3

Berat Basah Akar

A0 0.93 0.88 1.95 1.25 b

A1 2.62 2.11 2.11 2.28 a

A2 2.47 1.98 2.72 2.39 a

Rataan 2.01 1.66 6.78 5.92

Berat Kering Akar

A0 0.06 0.06 0.08 0.07

A1 0.17 0.10 0.09 0.12

A2 0.11 0.07 0.10 0.09

Rataan 0.12 0.07 0.09 0.09

Keterangan: Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Jarak Duncan.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 11-12 bahwa cara aplikasi berpengaruh nyata terhadap berat basah akar. Hal ini menunjukkan bahwa

Trichoderma spp. yang merupakan jamur yang terdapat pada hampir semua tanah

akan bersimbiosis dengan tanah dan perakaran tanaman. Akar akan tumbuh dan

berkembang sehingga proses penyerapan air dan nutrisi dapat terpenuhi. Agustina et al. (2013) mengatakan bahwa Trichoderma spp. tidak hanya

melibatkan serangan terhadap patogen pengganggu, tetapi juga melibatkan produksi beberapa metabolit sekunder yang berfungsi meningkatkan pertumbuhan tanaman dan akar, dan memacu mekanisme pertahanan tanaman itu sendiri.

Cara aplikasi terhadap persentase berat kering akar yang menunjukkan tidak berbeda nyata, rataan persentase berat kering akar tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (perendaman benih menggunakan Trichoderma spp) yaitu 0.12 gr yang diikuti dengan perlakuan A2 (aplikasi Trichoderma spp secara sebar) yaitu 0.08 gr dan A0 (kontrol) yaitu 0.07 gr.

Pada Tabel 5 menunjukkan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap berat basah akar dan berat kering akar A. rolfsii. Hal ini dapat terjadi dikarenakan varietas yang digunakan tidak toleran terhadap A. rolfsii. Serangan patogen yang tinggi menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan proses fotosintesis tanaman serta tidak adanya ketahanan pada varietas yang diuji. Persentase berat basah akar (Tabel 5) tertinggi hingga terendah yaitu V3 (Grobogan), V1 (Anjasmoro) dan V2 (Willis) dengan 2.26 gr, 2.01 gr dan 1.66 gr serta pada berat kering akar V1 (Anjasmoro), V3 (Grobogan) dan V2 (Willis) yaitu 0.12 gr, 0.09 gr, dan 0.07 gr.

Dokumen terkait