• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor I : Cara Aplikasi (A)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Steenis et al., (2003) tanaman kedelai diklasifiaksikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Fabales Family : Leguminoceae Genus : Glycine

Species : Glycine max (L) Merrill

Struktur akar tanaman kedelai terdiri atas akar lembaga, akar tunggang dan akar cabang berupa akar rambut. Perakaran kedelai dapat menembus tanah pada kedalaman ± 150 cm, terutama pada tanah yang subur. Perakaran tanaman kedelai mempunyai kemampuan membentuk bintil (nodula-nodula) akar yang merupakan koloni dari bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri Rhizobium bersimbiosis dengan akar tanaman kedelai untuk menambat nitrogen bebas dari udara (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).

Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe terbatas (determinate) dan tidak terbatas (indeterminate). Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang

tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga (Irwan, 2006).

Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun dan pada umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuning-kuningan. Bentuk daun ada yang oval, juga ada yang segitiga. Warna dan bentuk daun kedelai ini tergantung pada varietas masing-masing. Pada saat tanaman kedelai sudah tua, maka daun-daunnya mulai rontok (Andrianto dan Indarto, 2004).

Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3 - 5 minggu untuk daerah subtropik dan 2 - 3 minggu di daerah tropik. Jumlah bunga pada tipe batang determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan dengan tipe

indeterminate. Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya

dua, yaitu putih dan ungu (Irwan, 2006).

Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50 bahkan ratusan. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

Bobot biji tiap kedelai berbeda-beda, bobot biji berkisar 50-500 gram per 100 butir biji. Warna biji pun berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus cahaya). Disamping itu ada pula biji yang bewarna gelap kecoklat-coklatan sampai hitam, atau berbintik-bintik (Andrianto dan Indarto, 2004).

Syarat Tumbuh

Iklim

Pertumbuhan kedelai optimum pada suhu 20-25 ºC. Suhu 12-20 ºC adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat

menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30 ºC, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosíntesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Pada saat perkecambahan, faktor air menjadi sangat penting karena akan berpengaruh pada proses pertumbuhan. Kebutuhan air semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat masa berbunga dan pengisian polong. Selama masa stadia pemasakan biji, tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan yang kering agar diperoleh kualitas biji yang baik. Kondisi lingkungan yang kering akan mendorong proses pemasakan biji lebih cepat dan bentuk biji yang seragam (Irwan, 2006).

Tanah

Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah,tetapi air tetap tersedia. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik (Saleh dan Hardaningsih, 2007).

Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pertanaman kedelai yaitu kedalaman olah tanah yang merupakan media pendukung pertumbuhan akar. Semakin dalam olah tanahnya maka akan tersedia ruang untuk pertumbuhan akar

yang lebih bebas sehingga akar tunggang yang terbentuk semakin kokoh dan dalam. Pada jenis tanah yang bertekstur remah dengan kedalaman olah lebih dari 50 cm, akar tanaman kedelai dapat tumbuh mencapai kedalaman 5 m. Sementara pada jenis tanah dengan kadar liat yang tinggi, pertumbuhan akar hanya mencapai kedalaman sekitar 3 m (Irwan, 2006).

Biologi Athelia rolfsii (Curzi)

A. rolfsii (Curzi) merupakan bentuk teleomorf Sclerotium rolfsii Sacc yang telah memiliki bentuk basidiokarp terbalik dan memiliki hifa yang muncul dari badan sklerotia sehingga terjadi revisi taksonomi dengan ditransfernya

Sclerotium rolfsii menjadi Athelia rolfsii (Tu and Kimbrought, 1978). Menurut Tu dan Kimbrough (1978) jamur A. rolfsii dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisio : Basidiomycota Class : Basidiomycetes Ordo : Atheliales Famili : Atheliaceae Genus : Athelia

Species : Athelia rolfsii (Curzi)

a

Gambar 1. (A) Biakan murni (B) Mikroskopis A.rolfsii (a) septa

Jamur mempunyai miselium yang terdiri dari benang, berwarna putih tersusun seperti bulu atau kipas. Jamur membentuk sklerotium yang semula berwarna putih, kelak menjadi coklat, dengan garis tengah ± 1 mm. Butiran ini mudah sekali lepas dan terangkut oleh air (Semangun, 1993).

Ukuran sklerotia mempunyai banyak bentuk yang dihasilkan oleh miselium, bulat dan putih ketika muda kemudian menjadi coklat gelap sampai hitam. Fichtner (2006) menyebutkan bahwa sklerotia mempunyai ukuran diameter (0,5 mm-2,0 mm) yang mulai berkembang setelah 4-7 hari dari pertumbuhan miselium (Ferreira dan Boley, 1992).

Menurut Hartati et al., (2008), Athelia sp dapat hidup pada kondisi lingkungan yang bervariasi. Hal ini disebabkan oleh jamur tersebut mampu tumbuh pada kisaran suhu antara 28 – 35 ºC, kelembapan 55- 100%, kisaran pH antara 4- 8.

Gejala Serangan

Gambar 2. (A) Gejala serangan S.rolfsii (B) Miselium pada pangkal batang tanaman

Tanaman yang sakit layu dan menguning perlahan-lahan. Pada pangkal batang dan permukaan tanah di dekatnya terdapat benang-benang jamur berwarna putih seperti bulu. Benang-benang ini kemudian membentuk sklerotium atau

gumpalan benang yang berwarna putih akhirnya menjadi cokelat seperti biji sawi dengan garis tengah 1-1,5 mm. Karena mempunyai dinding yang keras, sclerotia dapat dipakai untuk mempertahankan diri terhadap kekeringan, suhu tinggi dan lain-lain yang merugikan (Semangun, 1993).

A. rolfsii pertama sekali menyerang batang, meskipun mungkin

menginfeksi beberapa bagian tanaman dibawah kondisi lingkungan yang sesuai termasuk akar, buah, petiole, daun dan bunga. Tanda pertama infeksi, meskipun biasanya tidak terdeteksi, adalah coklat gelap pada batang atau di bawah tanah. Gejala pertama yang mungkin adalah proses penguningan dan kelayuan pada daun. Gejala berikutnya terlihat jamur lapisan putih atau benang miselium pada jaringan yang terinfeksi dalam tanah. Ukuran sklerotia mempunyai banyak bentuk yang dihasilkan oleh miselium, bulat dan putih ketika muda kemudian menjadi coklat gelap sampai hitam (Ferreira dan Boley, 2006).

Daur Hidup Penyakit

A. rolfsii mampu menginfeksi tanaman jika jumlah miselia yang tumbuh cukup banyak. Untuk mendukung pertumbuhan miselia secara optimal diperlukan nutrisi yang berasal dari bahan organik sebab di alam sklerotia atau hifa berdinding tebal biasanya berasosiasi dengan sisa tanaman atau bertahan hidup sebagai saprofit pada bahan organik (Ferreira dan Boley, 2006).

A. rolfsii adalah cendawan yang kosmopolit, dapat menyerang

bermacam-macam tumbuhan, terutama yang masih muda. Cendawan itu mempunyai miselium yang terdiri dari benang- benang berwarna putih, tersusun seperti bulu atau kipas. Cendawan membentuk sejumlah sklerotium yang semula berwarna putih kelak menjadi coklat dengan garis tengah kurang lebih 1 mm. Butir-butir ini

mudah sekali terlepas dan terangkut oleh air. Sklerotium mempunyai kulit yang kuat sehingga tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Di dalam tanah sklerotia dapat bertahan sampai 6–7 tahun. Dalam cuaca yang kering sklerotium akan mengeriput, tetapi justru ini akan berkecambah dengan cepat jika kembali berada dalam lingkungan yang lembab (Semangun 1993).

Pengendalian Penyakit

A. rolfsii selama ini dikendalikan hanya secara mekanis dengan mencabut dan membuang tanaman yang sakit. Cara pengendalian tersebut kurang efektif karena patogen masih mampu bertahan lama di dalam tanah, dengan membentuk organ pembiakan, yaitu sklerotia. Sklerotia merupakan pemampatan dari himpunan miselia jamur, warnanya kecoklatan, berbentuk butiran kecil dengan diameter 1 mm, berkulit keras, dan mampu bertahan lama (dorman) di tanah dan residu tanaman. A. rolfsii dapat dikendalikan melalui beberapa cara seperti aplikasi fungisida, solarisasi tanah, rotasi tanaman, dan penggunaan mikroorganisme antagonis dalam upaya pengendalian penyakit secara hayati (Rahayu, 2008).

Pengendalian dapat dilakukan dengan penggunaan varietas tahan. Hal ini merupakan cara pengendalian yang praktis dan aman bagi lingkungan, namun ketersediaan varietas tahan sangat terbatas. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan tingkat ketahanan varietas dan genotipe kedelai terhadap A. rolfsii

dengan 31 varietas yang diuji, tidak satupun yang tahan terhadap penyakit Athelia

dua varietas agak tahan yaitu Malabar dan Petek, lima varietas agak rentan, tujuh varietas rentan, dan 17 sangat rentan. Selanjutnya dari 81 genotipe koleksi plasma nutfah yang diuji ketahanannya, beberapa di antaranya tahan terhadap jamur

A. rolfsii yaitu genotipe MLG 0002, MLG 0070, MLG 0072, MLG 0086, dan MLG 0115 (Saleh et al., 2011).

Agen Antagonis

Biologi Hidup Trichoderma spp.

Menurut Pelczar et al., (1983) klasifikasi Trichoderma spp. adalah sebagai berikut :

Divisio : Eumycota Sub Divisio : Deuteromycota Kelas : Hyphomycetes Ordo : Hyphomycetales Famili : Moniliaceae Genus : Trichoderma Spesies : Trichoderma spp. a b

Gambar 3. Mikroskopis Trichoderma spp. (a) konidia; (b) konidiofor

Pertumbuhan koloni Trichoderma mula-mula berbentuk anyaman miselium dengan permukaan yang putih mulus berair dan kemudian berambut banyak karena terjadinya pembentukan hifa-hifa baru. Selanjutnya koloni

Trichoderma spp akan berubah warna dan kelihatan hijau pekat sedangkan bagian bawahnya tetap tidak berwarna. Miselium Trichoderma spp terdiri dari hifa-hifa yang transparan, berdinding mulus, bersepta dan bercabang banyak. Hifa ini sering membentuk klamidiospor yang timbul dalam posisi interseluler. Konidiofor akan muncul pada daerah percabangan pada miselia. Konidia dapat dihasilkan dari ujung phialides (Hasibuan, 2005).

Trichoderma spp. mempunyai konidia yang berdinding halus koloni

mula-mula berwarna hialin, lalu menjadi putih kehijauan, dan selanjutnya hijau tua terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidiofor dapat bercabang menyerupai piramida yaitu pada bagian bawah cabang lateral

yang berulang-ulang, sedangkan semakin ke ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Phialid tampak langsing dan panjang terutama pada apeks dari cabang. konidia berbentuk semi bulat hingga oval pendek (Purwantisari dan Hastuti, 2009).

Manfaat Trichoderma spp.

Beberapa spesies Trichoderma spp. telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. harzianum, T. viridae, dan T. konigii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Jika biakan jamur Trichoderma spp. diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, jamur ini mendekomposisi limbah organik menjadi kompos yang bermutu. Jamur Trichoderma spp. juga dapat berlaku sebagai biofungisida, yang berperan mengendalikan organisme patogen penyebab penyakit tanaman. Trichoderma spp. dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain

Pythium spp. Disamping kemampuan sebagai pengendali hayati, Trichoderma spp memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman, pertumbuhan tanaman, dan hasil produksi tanaman. Sifat ini menandakan Trichoderma spp. juga

berperan sebagai peningkat pertumbuhan tanaman(Plant Growth Enhancher) (Herlina dan Dewi, 2010).

Trichoderma spp. mampu memanfaatkan nutrisi, ruang dan tempat

tumbuh, serta mampu menghasilkan senyawa antibiosis yang menyebabkan terhambatnya perkembangan patogen A. rolfsii. Trichoderma spp bertindak sebagai mikoparasit bagi jamur lain dengan tumbuh mengelilingi miselium patogen dan menghasilkan enzim dari dinding miselia atau disebut dengan senyawa antibiosis yang dapat menghambat bahkan membunuh patogen.

Trichoderma spp. menghasilkan zat antibiotik lain seperti trichotoxin yang dapat menyebabkan hifa patogen mengalami lisis (Supriati et al., 2008).

Mekanisme pengendalian Trichoderma spp. yang bersifat spesifik target, membentuk koloni dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur patogen, mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman, menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati. Beberapa keunggulan Trichoderma spp. yang lain adalah mudah dimonitor dan dapat berkembang biak, sehingga keberadaannya di lingkungan dapat bertahan lama serta aman bagi lingkungan (Siregar, 2011).

Cara Aplikasi Trichoderma spp.

Mekanisme pengendalian jamur yang bersifat spesifik target, mengoloni rhizosfer dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur patogen, mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman, menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati. Aplikasi dapat

dilakukan melalui tanah secara langsung, pencelupan ataupun penyemprotan. Selain itu Trichoderma spp. sebagai jasad antagonis mudah dibiakkan secara massal dan mudah disimpan dalam waktu lama (Hasanuddin, 2003).

Pemberian Trichoderma spp. dapat langsung diaplikasikan kebenih atau diberikan pada tanah sebelum benih ditanam. Aplikasi Trichoderma harzianum

melalui perendam benih jagung selama 1 jam dalam larutan metabolik

Trichoderma harzianum sebanyak 100 μl, menjadikan vigor jagung lebih baik dibanding pemberian 200 μl dan 300 μl ( Akladious dan Salwa, 2012).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan akan konsumsi kedelai secara nasional meningkat setiap tahunnya, sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Konsumsi kedelai pada tahun 2015 mencapai sekitar 2,77 juta ton yang merupakan konsumsi

total (rumah tangga dan industri). Diperkirakan pada tahun 2016 kebutuhan akan konsumsi kedelai semakin meningkat sekitar ± 2,88 juta ton. (Direktorat Pangan dan Pertanian, 2015).

Produksi kedelai tahun 2015 sebanyak 998.866 ton, meningkat sebanyak 43.869 ton dibandingkan tahun 2014. Peningkatan produksi kedelai tersebut terjadi di Pulau Jawa sebanyak 100,20 ribu ton dan di luar Pulau Jawa sebanyak 73,76 ribu ton. Peningkatan produksi kedelai terjadi karena kenaikan luas panen seluas 24,66 ribu hektar (4,06 %) dan kenaikan produktifitas sebesar 0,09 kuintal/hektar (0,58 %). Produksi kedelai juga pernah mengalami penurunan pada beberapa tahun terakhir. Data pada tahun 2011, 2012 dan 2013 produksi kedelai di Indonesia berturut-turut sebanyak 907.031 ton, 851.286 ton, dan 779.741 ton serta luas panen 660.823 ha, 622.254 ha, dan 566.693 ha. Sedangkan di Sumatera Utara pada tahun 2012 produksi kedelai menurun drastis hanya sekitar 6.694 ton (BPS, 2016).

Salah satu penghambat yang dapat menurunkan produksi tanaman kedelai adalah penyakit yang disebabkan oleh serangan jamur Athelia rolfsii (Curzi) (sebelumnya Sclerotium rolfsii Sacc). Xu et al., (2010) menyatakan tingkat teleomorf jamur S. rolfsii termasuk kelas Basidiomycetes, genus Athelia dengan

nama Athelia rolfsii (Curzi). Semangun (1991) mengemukakan bahwa penyakit oleh A. rolfsii (Curzi) merupakan penyakit potensial pada tanaman kedelai karena tanaman yang terserang akan mati dan patogen dapat bertahan lama di dalam tanah dalam bentuk sklerotia. Tingkat serangan lebih dari 5 % di lapang sudah dapat merugikan secara ekonomi, tanaman kedelai yang terserang hasilnya akan rendah atau sama sekali gagal panen. Kehilangan hasil oleh A. rolfsii (Curzi) dapat mencapai 30 %, kerugian ini sering terjadi pada lahan-lahan yang selalu ditanami tanaman kedelai dan kacang-kacangan lainnya (Wahyuningsih, 2005).

Pengendalian menggunakan fungisida memang efektif tetapi untuk menghindari dampak negatifnya diperlukan cara pengendalian lain yang ramah lingkungan (Rahayu, 2008). Pengendalian hayati jamur penyakit tanaman sering menggunakan mikroorganisme seperti jamur dan bakteri (Suryanto, 2009).

Pengendalian hayati adalah salah satu usaha untuk mengurangi serta menekan populasi patogen. Menurut Cook dan Baker (1983), salah satu agensia hayati yang dapat mengendalikan penyakit adalah Trichoderma spp.

Trichoderma. harzianum terbukti mempunyai kemampuan antagonistik dalam

memarasit miselium patogen tular tanah seperti A. rolfsii, Rhizoctonia, Phytium, Fusarium dan Fomes (Agrios, 1996).

Peningkatan mutu benih dan bibit dapat dilakukan melalui proses perlakuan benih (seed treatment) (Agustiansyah et al., 2010). Akladious dan Abbas (2012) menyatakan bahwa Trichoderma spp. dapat langsung diaplikasikan ke benih atau diberikan pada tanah sebelum benih di tanam. Aplikasi

rizosfir sebelum tanam menunjukkan keberhasilan yang baik dalam penekanan berbagai penyakit dan peningkatan pertumbuhan tanaman (Nurbailis et al., 2005).

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin melakukan percobaan pengendalian penyakit yang disebabkan oleh patogen A. rolfsii (Curzi) dengan menerapkan cara aplikasi Trichoderma spp.yang berbeda pada beberapa varietas kedelai.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan cara aplikasi

Trichoderma spp. yaitu perendaman benih (seed treatment) dan sebar langsung terhadap Athelia rolfsii (Curzi) dengan bebrapa varietas kedelai yaitu, Anjasmoro, Willis dan Grobogan.

Hipotesis Penelitian

- Perbedaan cara aplikasi Trichoderma spp. mempengaruhi penghambatan pertumbuhan patogen A. rolfsii.

- Terdapat tingkat ketahanan yang berbeda tehadap pathogen A. rolfsii pada beberapa varietas kedelai.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan

- Sebagai bahan informasi dalam mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh patogen Athelia rolfsii (Curzi).

ABSTRACT

Rafika Husna. “ The Application Methods of Trichoderma spp. for Suppressing Infection of The Stem Rot Disease Athelia rolfsii (Curzi) on Some

Varieties of Soybean in Screen House”, supervised by Irda Safni and Suzanna Fitriany Sitepu. Athelia rolfsii (Curzi) is soil borne disease which has

wide host range such as rice, mungbean, peanut, soybean, sweet potato, banana, wheat, and potato. Trichoderma spp. is antagonistic fungi that can suppress of some pathogens. This experiment aimed to test the applications of Trichoderma

spp. with seed treatment and direct application to Athelia rolfsii (Curzi)with three different soybean varieties including Anjasmoro, Grobogan, and Willis. The experiment was conducted in Plant Disease Laboratory, Department of Agroecotechnology, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Medan from November 2015 until February 2016. This experiment used Randomized Block-Design factorial with 2 factors, with 9 treatments’combinations and 3 replications: A0V1 (control + Anjasmoro variety), A0V2 (control + Willis variety), A0V3 (control + Grobogan variety), A1V1 (seed treatment + Anjasmoro variety), A1V2 (seed treatment + Willis variety), A1V3 (seed treatment + Grobogan variety), A2V1 (direct application + Anjasmoro variety), A2V2 (direct application + Willis variety), and A2V3 (direct application + Grobogan variety). The experiment showed the highest disease severity was on A0V1 and A0V3 (control) 80 % and the lowest disease severity was on A1V1, A1V3 dan A2V3 0 %. All varieties which used in this experiment did not show significant effect for all treatments.

ABSTRAK

Rafika Husna. “ Cara Aplikasi Trichoderma spp. untuk Menekan Infeksi Busuk Pangkal Batang (Athelia rolfsii (Curzi)) pada Beberapa Varietas Kedelai di Rumah Kassa”. Dibawah bimbingan Irda Safni dan Suzanna Fitriany Sitepu.

Athelia rolfsii (Curzi) merupakan penyakit tular tanah yang mempunyai kisaran inang yang luas antara lain padi, kacang hijau, kacang tanah, kedelai, ubi jalar, pisang, gandum, dan kentang. Trichoderma spp. merupakan jamur sebagai agen antagonis yang dapat menekan beberapa patogen penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk menguji cara aplikasi Trichoderma spp. dengan cara perendaman benih dan sebar langsung terhadap Athelia rolfsii (Curzi) penyebab penyakit busuk pangkal batang dengan tiga jenis varietas tanaman kedelai yaitu, Anjasmoro, Willis dan Grobogan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kassa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. mulai bulan November 2015 sampai dengan Februari 2016. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yaitu 2 faktor, dengan 9 kombinasi perlakuan dan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0V1 dan A0V3 sebesar 80 %. Sedangkan yang terendah pada perlakuan A1V1, A1V3 dan A2V3 sebesar 0 %. Semua varietas yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap semua perlakuan.

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA

Dokumen terkait