• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 HASIL DAN PEMBAHASAN Formula Mashed Sweet Potato (MSP)

Instant mashed sweet potato (IMSP) adalah produk baru sehingga perlu diketahui formula MSP yang paling disukai dan digunakan pada pembuatan IMSP. Penentuan formula ini dilakukan pada skala rumah tangga dan merupakan penelitian awal dalam memperoleh formula mashedsweetpotato. Pada penentuan formula mashed sweet potato ini, formula tertinggi yang disukai panelis berdasarkan hedonik adalah formula 3 (Tabel 3). Panelis lebih menyukai sampel MSP yang manis dengan sedikit rasa pedas (lada) yang tidak terlalu kuat, sehingga masih menonjolkan kriteria khusus bahan baku ubi jalar yang dikenal karena memiliki tingkat kemanisan. Formula 3 ini selanjutnya digunakan dalam uji coba formulasi instant mashed sweet potato (IMSP).

Uji Coba Formula Proses Pengolahan IMSP

Proses uji coba formula dilakukan untuk mengetahui kesesuaian dan kecocokan formula MSP yang digunakan dengan alat pengering drum. Ubi jalar dicuci dan dibersihkan dengan alat abrasivepeeler (Hobart Peeler® 6430). Sistem kerja alat abrasive peeler yaitu mencuci dan membersihkan permukaan kulit ubi jalar (tanah dan akar yang melekat) dengan mengaliri air kedalam abrasive peeler

kemudian mengikis permukaan bahan dengan alat pengikis yang terdapat dalam alat abrasive peeler. Sehingga pada proses ini terdapat dua keuntungan sekaligus yaitu pencucian, pembersihan dan pengupasan pada permukaan kulit ubi jalar. Kemudian dilakukan tahap pemotongan pada ubi jalar, pemotongan ini bertujuan untuk mempercepat proses pemasakan. Pada tahap pengukusan, terjadi perubahan warna pada ubi jalar dari yang berwarna terang menjadi sedikit gelap, perubahan ini sering diistilahkan dengan reaksi pencoklatan. Selanjutnya ubi hasil pengukusan ini ditimbang dan dalam keadaan panas ditambahkan bahan lain seperti margarin 17.31%, garam 0.69%, lada 0.07%, susu bubuk full cream 2.42%

12

dan air mineral 21.81% berdasarkan formula MSP. Kemudian dilanjutkan dengan tahap pengadukan dengan alat pengaduk agar mashed yang terbentuk tercampur rata, pada tahap pengadukan ini mashed yang terbentuk sedikit padat dan berminyak. Selanjutnya mashed tersebut dikeringkan dengan alat pengering drum pada suhu 120oC. Pada saat mashed dikeringkan, produk akhir yang dihasilkan pengering drum bukan berbentuk bubuk kering seperti yang diharapkan melainkan berupa gumpalan basah yang tebal dan tidak merata. Selain itu saat mashed

dimasukkan kedalam silinder pengering drum, terdapat cairan minyak yang keluar dari bahan dan diduga berasal dari formula margarin yang ditambahkan. Sehingga dilakukan modifikasi formula terhadap ubi jalar 70%, margarin 2.5%, garam 0.7%, lada 0.07%, susu bubuk full cream 1.73% dan air mineral 25%.

Formula modifikasi yang diperoleh dilakukan kembali pengujian sensori berupa uji hedonik untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap MSP hasil pengeringan drum secara umum (Tabel 3). Berdasarkan Tabel 3, terjadi peningkatan kesukaan panelis terhadap uji coba IMSP hasil pengering drum berdasarkan penerimaan secara umum. Angka hedonik yang diperoleh pada uji coba formulasi proses pengolahan IMSP lebih tinggi dibandingkan MSP 3 formula. MSP ungu memiliki tingkat kesukaan (overall) lebih tinggi dibandingkan MSP kuning yakni berkisar angka 5 (Tabel 3).

Tabel 3. Data sensori penerimaan secara umum MSP dengan uji coba IMSP

MSP Uji coba IMSP

Formula 1 Formula 2 Formula 3 modifikasi Formula

Cilembu kuning (CY) 4.88 4.56 4.89 4.97

non-Cilembu kuning (NCY) 4.83 4.88 4.96 4.81

Cilembu ungu (CU) 4.78 4.68 4.47 5.16

non-Cilembu ungu (NCU) 4.60 4.93 4.94 5.00 Proses Pengolahan IMSP

Proses pengolahan IMSP dengan alat pengering drum menghasilkan rendemen berkisar antara 32.54%-45.75% berdasarkan bobot ubi mentah (Tabel 4). Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa IMSP ungu jenis non-Cilembu memiliki nilai rendemen yang paling besar dibandingkan IMSP lainnya (P<0.05). Hal ini diduga karena kandungan bahan baku yang terdapat pada ubi jalar ungu jenis non-Cilembu lebih tinggi dibandingkan ubi jalar jenis lainnya sehingga menyebabkan rendemen menjadi besar. Pemotongan ubi jalar ungu jenis non-Cilembu pada proses pengukusan lebih sulit dibandingkan ubi jalar lainnya karena padat dan tingginya serat yang terkandung didalamnya. Kandungan pati ubi jalar ungu jenis non-Cilembu (varietas Ayamurasaki) berkisar 31.67%bk, sedangkan ubi jalar kuning jenis non-Cilembu (varietas Pakhong) berkisar 28.24%bk. Tingginya kandungan pati ubi jalar berkorelasi positif dengan nilai rendemen, kandungan pati yang tinggi menyebabkan rendemen yang dihasilkan juga akan tinggi (Ginting et al. 2005). Nilai rendemen IMSP lebih tinggi jika dibandingkan rendemen tepung ubi jalar yang dilaporkan oleh Heriyanto et al. (2002) yakni berkisar 20-30%. IMSP terdiri dari bahan-bahan yang telah ditambahkan kedalam

formulanya sehingga menyebabkan nilai rendemen menjadi lebih besar. Menurut Hariyadi (2015), ketebalan lapisan, suhu pengering drum dan kecepatan pengering sangat menentukan produk akhir yang diperoleh.

Tabel 4. Rendemen pada proses pembuatan IMSP Rendemen (%)

CY NCY CP NCP Nilai P rerata 38.68±1.74b 32.54±1.71b 38.10±6.41b 45.75±0.33a 0.01 Keterangan: CY: Cilembu kuning, NCY: non-Cilembu kuning, CP: Cilembu

ungu, NCP: non-Cilembu ungu. Angka dengan huruf belakang yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (uji Duncan P = 0.05)

Karakteristik Kimia IMSP

Karakteristik kimia berupa analisis proksimat terdiri atas kadar air, abu, lemak, ptotein, dan karbohidrat, data dapat dilihat pada Tabel 5. Kadar air merupakan parameter penting untuk sebuah produk. Kadar air IMSP berkisar antara 4.36-6.01%bb, IMSP jenis Cilembu berkisar antara (4.36-4.61%bb) dan IMSP jenis non-Cilembu (4.77-6.01%bb) (P>0.05). Kadar air IMSP ini lebih rendah jika dibandingkan dengan potato flakes yang dibuat oleh Lyng et al.

(2014) yakni 6.5%. Bunker (2001) merekomendasikan kadar air untuk mashed potato berkisar 6-8%. Kadar air yang tinggi dapat memicu pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menurunkan kualitas produk. Rendahnya kadar air pada produk akan menyebabkan kualitas yang lebih baik karena dapat meminimalkan media untuk pertumbuhan mikroba (Tankhiwale dan Bajpai 2012). Kadar abu IMSP berkisar 4.39-5.61%bk, IMSP jenis Cilembu berkisar antara (5.10-5.20%bk) dan IMSP jenis non-Cilembu (4.39-5.61%bk) (P<0.05). Kadar abu IMSP ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan potato flakes yang dilaporkan oleh Lyng et al. (2014) adalah 3.14%. Adanya perbedaan jumlah formula yang ditambahkan ke dalam bahan diduga mempengaruhi nilai kadar abu yang dihasilkan. IMSP terdiri atas beberapa formula yang ditambahkan kedalamnya seperti margarin, garam, lada dan susu bubuk full cream sedangkan formula yang ditambahkan oleh Lyng et al. (2014) untuk potato flakes adalah mentega dan garam.

Kadar lemak IMSP berkisar 6.87-9.59%bk, IMSP jenis Cilembu berkisar antara (7.87-8.62%bk) dan IMSP jenis non-Cilembu (6.87-9.59%bk) (P<0.05). Berdasarkan Tabel 5, IMSP kuning mengandung lemak lebih tinggi dibandingkan IMSP ungu, hal ini dikarenakan kandungan lemak dalam ubi jalar kuning lebih tinggi dibandingkan ubi jalar ungu. Zuraida (2003) melaporkan kandungan lemak ubi jalar kuning adalah 0.7% lebih tinggi dibandingkan ubi jalar ungu yang dilaporkan Widjanarko (2008) sebesar 0.43%. Kadar lemak IMSP ini lebih tinggi dari hasil yang dilaporkan oleh Lyng et al. (2014) untuk potato flakes (0.34%bk). Tingginya kadar lemak pada IMSP dikarenakan adanya penambahan bahan-bahan penunjang lain kedalam bahan yang mengandung lemak seperti margarin, dan susu bubuk full cream.

Kadar protein dari IMSP berkisar 3.51-5.27%bk, IMSP jenis Cilembu berkisar antara (3.51-3.97%bk) dan IMSP jenis non-Cilembu (3.69-5.27%bk)

14

(P<0.05). IMSP kuning mengandung protein lebih rendah dibandingkan IMSP ungu (Tabel 5). Zuraida (2003) melaporkan kadar protein ubi jalar kuning adalah 1.4% lebih rendah dibandingkan ubi jalar ungu yang dilaporkan Xu et al. (2015) adalah 8.4%. Kadar protein IMSP ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan oleh Lyng et al. (2014) untuk potato flakes adalah 6.9%.

Karbohidrat adalah komponen tertinggi yang paling dominan dari ubi jalar sebagai bahan baku. Kadar karbohidrat IMSP berkisar 81.11-83.45%bk, IMSP jenis Cilembu berkisar antara (82.89-82.96%bk) dan IMSP jenis non-Cilembu (81.11-83.45%bk) (P<0.05). IMSP ungu memiliki nilai karbohidrat lebih tinggi dibandingkan IMSP kuning (Tabel 5). Menurut data dari Direktorat Gizi Depkes RI (1981), ubi jalar ungu memiliki kadar karbohidrat (27.9 g/100 g) lebih tinggi dibandingkan ubi jalar kuning (10.4 g/100 g). Kadar karbohidrat IMSP ini sama dengan hasil yang dilaporkan oleh Lyng et al. (2014) untuk potato flakes adalah 83.12%.

Tabel 5. Karakteristik IMSP

Keterangan: CY: Cilembu kuning, NCY: non-Cilembu kuning, CP: Cilembu ungu, NCP: non-Cilembu ungu. Angka dengan huruf belakang yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (uji Duncan P<0.05)

Densitas Kamba IMSP

Densitas kamba suatu bahan penting diketahui terutama untuk memilih metode yang tepat dalam pengemasan suatu produk, penyimpanan serta transportasi. Nilai densitas kamba yang besar akan memerlukan ruang yang lebih kecil. Menurut Wirakartakusumah et al. (1992), nilai densitas kamba untuk makanan berbentuk bubuk atau tepung-tepungan berkisar antara 0.3-0.8 g/ml. Nilai densitas kamba IMSP berkisar 0.28-0.35 g/ml, IMSP ungu jenis non-Cilembu memiliki nilai densitas kamba yang lebih besar dan IMSP kuning jenis Cilembu memiliki nilai densitas kamba yang lebih kecil (P<0.05) (Tabel 5). Hasil ini berkorelasi positif dengan nilai rendemen IMSP, IMSP ungu jenis non-Cilembu memiliki nilai rendemen yang lebih besar sehingga densitas kamba yang dihasilkan juga akan semakin besar. Nilai densitas kamba IMSP yang diperoleh lebih rendah jika dibandingkan dengan densitas kamba pada tepung ubi jalar yang dibuat oleh Dhungana et al. (2014) dengan proses ekstrusi yakni berkisar 0.33-0.56 g/ml. IMSP adalah produk instant ubi jalar dengan penambahan margarin, garam, lada dan susu bubuk full cream sehingga menyebabkan IMSP memiliki densitas kamba yang kecil.

sampel parameter CY NCY jenis ubi jalar CP NCP

IMSP kadar air (%bb) 4.61 ± 0.32 4.77 ± 0.25 4.36 ± 1.07 6.01 ± 1.65 kadar abu (%bk) 5.10 ± 0.36b 5.61 ± 0.36a 5.20 ± 0.60b 4.39 ± 0.22c kadar lemak (%bk) 8.62 ± 1.45b 9.59 ± 0.67a 7.87 ± 0.73b 6.87 ± 0.46c kadar protein (%bk) 3.51 ± 1.63b 3.69 ± 0.4b 3.97 ± 1.68b 5.27 ± 0.89a kadar karbohidrat (%bk) 82.89 ± 3.12a 81.11 ± 0.67b 82.96 ± 0.68a 83.45 ± 0.91a densitas kamba 0.32±0.02b 0.28±0.01c 0.32±0.03b 0.35±0.02a

Indeks Penyerapan Air (IPA) IMSP

Indeks penyerapan air adalah pengukuran kemampuan rehidrasi dari IMSP ke MSP. Nilai IPA pada IMSP berkisar antara 4.98-6.16 g/ml, IMSP kuning jenis Cilembu memiliki nilai indeks penyerapan air lebih rendah dibandingkan IMSP lainnya (P<0.05) (Tabel 5). Penyerapan air pada IMSP kuning jenis Cilembu ini berkorelasi positif dengan kadar protein pada ubi jalar, ubi jalar kuning dengan kandungan protein 1.4% lebih rendah dibandingkan ubi jalar ungu 8.4% (Zuraida 2003). Rendahnya protein akan menyebabkan rendahnya pengikatan air sehingga menyebabkan penyerapan air yang rendah. Nilai IPA pada IMSP ini lebih rendah dari instant mashed potato yang dilaporkan oleh Bunker (2001) yakni 8.7-9.5%.

Pengukuran warna IMSP dan MSP

Pengukuran warna pada IMSP dan MSP menggunakan Hunter menghasilkan nilai Lab, disajikan pada Tabel 5. L adalah nilai pada parameter kecerahan warna, nilai L yang tinggi menunjukkan warna yang cerah. IMSP dan MSP kuning jenis Cilembu memiliki kecerahan lebih rendah dibandingkan IMSP dan MSP kuning jenis non-Cilembu (P<0.05), sedangkan IMSP dan MSP ungu jenis Cilembu memiliki kecerahan warna lebih tinggi dibandingkan IMSP dan MSP ungu jenis non-Cilembu (P>0.05).

Nilai a* menunjukkan tingkat kemerahan dengan kisaran 0-100. Nilai a* positif menunjukkan bahwa sampel cenderung ke warna merah, sedangkan nilai a* negatif menunjukkan bahwa sampel cenderung ke warna hijau. IMSP kuning jenis Cilembu memiliki nilai a* lebih tinggi dibandingkan IMSP kuning jenis non-Cilembu, IMSP ungu jenis Cilembu juga memiliki nilai a* lebih tinggi dibandingkan IMSP ungu jenis non-Cilembu (P<0.05).

Nilai b* adalah tingkat kekuningan dengan kisaran 0-70. Nilai b* positif menunjukkan bahwa sampel mengarah ke warna kuning, sedangkan nilai b* negatif menunjukkan bahwa sampel mengarah ke warna biru. IMSP dan MSP kuning memiliki nilai b* yang bernilai positif sedangkan IMSP dan MSP ungu memiliki nilai b* yang bernilai negatif (P<0.05).

Kecerahan warna pada IMSP dipengaruhi oleh kandungan gula pada bahan baku. Tingginya kandungan gula akan mempengaruhi warna, tekstur dan sifat lainnya (Waramboi et al. 2011). Selain itu, adanya pigmen karotenoid diduga mempengaruhi intensitas warna kuning pada ubi jalar (Burri 2010), sedangkan perbedaan intensitas warna ungu pada ubi jalar disebabkan karena adanya kehadiran kadar antosianin (Montila et al. 2011).

Jika dibandingkan antara IMSP dan MSP maka IMSP memiliki tingkat kecerahan warna lebih besar dibandingkan MSP (Gambar 3). MSP mengalami perubahan sifat menjadi semi padat yang menyerap dan tidak memantulkan cahaya. Inilah yang menyebabkan kecerahan warna pada produk IMSP berbeda dengan produk MSP.

16

Tabel 6. Karakteristik IMSP dan MSP

Sampel Parameter Cilembu Non-Cilembu Nilai 2-tailed

IMSP

warna kuning (L) 74.91±0.86 78.36±1.66 0.000 warna kuning (a) +9.74±0.87 +3.22±0.47 0.000

warna kuning (b) +77.79±0.69 +79.65±1.91 0.015

warna ungu (L) 30.16±5.99 26.35±1.22 0.080 warna ungu (a) +40.88±1.93 +35.47±1.77 0.000 warna ungu (b) -7.41±3.98 -11.49±0.49 0.008

MSP

warna kuning (L) 61.11±1.48 65.99±3.60 0.002 warna kuning (a) +5.34±0.41 +4.93±0.76 0.164 warna kuning (b) +65.77±1.23 +66.04±6.90 0.910 warna ungu (L) 29.93±3.49 27.85±0.61 0.098 warna ungu (a) +15.93±5.47 +13.45±1.14 0.200 warna ungu (b) -8.89±2.26 -12.42±0.78 0.000

Keterangan: CY: Cilembu kuning, NCY: non-Cilembu kuning, CP: Cilembu ungu, NCP: non-Cilembu ungu. Nilai 2-tailed (P<0.05)

Kekuatan Gel MSP

Kekuatan gel dilakukan untuk menentukan seberapa banyak penambahan air dalam IMSP berpengaruh terhadap nilai kekuatan gel dan pengukuran tekstur dengan Texstur Profile Analyzer. Kekuatan gel MSP dipengaruhi oleh jumlah air yang digunakan, data dapat dilihat pada Gambar 4. MSP jenis non-Cilembu memiliki nilai kekuatan gel lebih tinggi dibandingkan jenis Cilembu. Kadar amilosa diduga berperan dalam memperkuat kekuatan gel, struktur amilosa yang linier akan lebih mudah berikatan sesamanya dengan ikatan hidrogen sehingga menghasilkan struktur gel yang kuat dan tinggi (Petracci et al. 2013). Julita dan Kusnandar (2012) melaporkan bahwa kadar amilosa pati ubi jenis non-Cilembu (26.02%bk) lebih tinggi dibandingkan ubi jenis Cilembu (24.55%bk). Semakin tinggi kandungan amilosa suatu bahan maka semakin tinggi kekuatan gel yang terbentuk. Sebaliknya, kadar amilosa rendah akan menyebabkan retrogradasi rendah, struktur gel yang lemah dan lemah terhadap tarikan (Sodhi dan Singh 2003).

Berdasarkan Gambar 4, nilai kekuatan gel dari MSP akan mengalami peningkatan yang sebanding dengan meningkatnya konsentrasi IMSP:air yang digunakan. Titik-titik pada nilai kekuatan gel menghasilkan garis lurus yang memiliki persamaan linear. Kekuatan gel pada masing-masing MSP dapat dilihat pada nilai kemiringan (slope) grafik. Nilai kemiringan (slope) ini memperlihatkan besaran kekuatan gel terhadap rasio IMSP:air. Semakin kecil nilai kemiringan (slope) maka semakin rendah kekuatan gelnya dengan semakin tingginya nilai rasio IMSP terhadap air yang ditambahkan. Pada Gambar 4, terlihat bahwa MSP kuning memiliki nilai kemiringan (slope) lebih rendah dibandingkan MSP ungu. Ini artinya bahwa nilai kekuatan gel MSP kuning lebih rendah dibandingkan MSP

ungu. Hasil ini berkorelasi positif dengan kadar lemak IMSP, dimana IMSP kuning memiliki kadar lemak lebih tinggi dibandingkan IMSP ungu. Lapisan lemak akan mengganggu proses gelatinisasi karena lemak akan membentuk kompleks dengan amilosa, selain itu lapisan lemak yang bersifat hidrofobik akan menghambat pengikatan air oleh granula sehingga menyebabkan kekentalannya menurun akibat jumlah air berkurang untuk terjadinya proses pengembangan dan berdampak pada rendahnya kekuatan gel (Richana dan Sunarti 2004).

Gambar 4. Kurva hubungan antara rasio IMSP: air yang ditambahkan dengan kekuatan gel

Karakteristik Sensori MSP

Karakteristik sensori dilakukan dengan uji hedonik menggunakan 3 parameter yaitu warna, rasa dan tekstur (Gambar 5). Parameter yang digunakan ini sama dengan yang digunakan oleh Canet et al. (2005), bahwa penerimaan konsumen terhadap produk mashed dipengaruhi oleh kombinasi rasa, tekstur dan penampilan. Rasio air yang digunakan pada karakteritik sensori MSP merujuk dari hasil dari pengukuran kekuatan gel. Rasio IMSP dan air 1:1 memperlihatkan bahwa IMSP belum sempurna menyatu dengan air sedangkan rasio 1:3 menunjukkan IMSP berlebih air (Lampiran 3), sehingga rasio yang dipilih untuk dilanjutkan pada pengujian sensori adalah 1:1.5, 1:2 dan 1:2.5. Berdasarkan hasil analisis sensori MSP, rasio IMSP dan air pada 1:1.5 dan 1:2.5 adalah rasio tertinggi yang diterima panelis dari segi tekstur untuk MSP jenis Cilembu dan MSP jenis non-Cilembu. Sehingga pada rasio inilah yang dibahas parameter seperti warna, rasa dan tekstur MSP, dapat dilihat pada Gambar 5.

Penilaian pertama yang dilakukan konsumen secara visual dalam penerimaan suatu produk adalah penilaian warna. Warna merupakan sifat cahaya yang dipancarkan ketika mengenai suatu benda yang tertangkap oleh indera penglihatan. Berdasarkan Gambar 5, Rasio IMSP dan air pada 1:1.5 menunjukkan bahwa MSP ungu (angka 5) memiliki nilai parameter warna lebih tinggi dibandingkan MSP kuning (angka 4.5). Sedangkan rasio IMSP dan air pada 1:2.5

18

terlihat bahwa MSP ungu dan MSP kuning jenis non-Cilembu memiliki nilai parameter warna lebih tinggi dibandingkan MSP kuning (angka 4.4) (P<0.05).

Pemanasan pada suhu tinggi menyebabkan terjadinya perubahan warna atau reaksi maillard, reaksi maillard adalah reaksi yang terjadi akibat adanya reaksi antara karbohidrat dengan gugus amina primer (Krishnan et al. 2010). MSP ungu memiliki warna lebih gelap dibandingkan dengan MSP kuning, jika ditambahkan dengan air maka warna yang disebabkan oleh reaksi maillard tidak terlihat jelas pada MSP ungu. MSP kuning juga mengalami reaksi maillard, dan jika ditambah dengan air maka akan terlihat jelas perubahan warna yang ditimbulkan oleh reaksi maillard tersebut. Sehingga inilah dugaan rendahnya penilaian konsumen terhadap MSP kuning pada parameter warna. Selain itu, kandungan gula pada bahan baku juga dapat mempengaruhi kecerahan warna, tingginya kandungan gula akan mempengaruhi warna, tekstur dan sifat lainnya (Waramboi et al. 2011).

Gambar 5. Spider web sensori pada IMSP dengan perbandingan rasio air IMSP dan air (a) 1:1.5, (b) 1:2.5

Rasa adalah penilaian subjektif panelis dan tergantung pada persepsi tiap individu. MSP pada parameter rasa secara statistik tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Ubi jalar dikenal dengan tingkat kemanisannya, namun rasa manis ini bergantung pada jenis dan kandungan yang terdapat didalamnya terutama pada kandungan gula seperti maltose, sukrosa, glukosa dan fruktosa (Oirschot et al.

2003). Ubi jalar jenis Cilembu mempunyai rasa lebih manis karena adanya kandungan gula sebesar 11-13% lebih tinggi dari ubi jalar jenis lainnya (Julita dan Kusnandar 2012), hal ini dikarenakan ubi jalar jenis Cilembu mengalami penyimpanan setelah pemanenan sehingga kadar pati dirombak menjadi gula oleh enzim amilase. Menurut Onggo (2009), kadar gula seperti sukrosa, glukosa dan fruktosa pada ubi jalar jenis Cilembu akan mengalami peningkatan setelah penyimpanan ubi selama 5 minggu.

Tekstur merupakan salah satu atribut penting dalam pengujian sensori. Pengujian tekstur terbagi atas dua macam yaitu pengujian tekstur secara subjektif (menggunakan panelis) dan secara objektif (menggunakan alat texture profile analyzer). MSP jenis Cilembu dengan rasio IMSP:air 1:1.5 dan IMSP jenis non-Cilembu dengan rasio IMSP:air 1:2.5 merupakan nilai tertinggi tekstur pada tingkat kesukaan. Perbedaan rasio air pada kedua jenis MSP ini diduga karena kandungan air yang terdapat pada bahan. Menurut Lingga et al. (1986), ubi jalar

tergolong kedalam dua kelompok yaitu berdaging keras (mengandung banyak pati) dan berdaging lunak (mengandung banyak air). Ubi jalar jenis Cilembu tergolong kedalam ubi jalar berdaging lunak atau mengandung banyak air (Onggo 2009). Tingginya kandungan air pada ubi jalar jenis Cilembu menyebabkan penyerapan air pada MSP jenis Cilembu lebih kecil dari MSP jenis non-Cilembu. Kadar amilosa berperan dalam mempengaruhi penyerapan air, kadar amilosa pati ubi jenis Cilembu lebih rendah dibandingkan jenis non-Cilembu (Julita dan kusnandar 2012), sehingga semakin rendah amilosa suatu bahan maka kemampuan dalam menyerap air akan semakin rendah karena amilosa akan berinteraksi dengan ikatan hidrogen sehingga dapat menyerap air lebih banyak.

Profil Tekstur MSP

Penentuan profil tekstur dilakukan secara objektif dengan alat texture profile analyzer (TPA) berdasarkan hasil analisis sensori. Pengukuran tekstur dengan TPA dapat diasumsikan sebagai proses pengunyahan atau penggigitan makanan dalam mulut. Hasil pengukuran tekstur dengan TPA menghasilkan kurva yang menggambarkan beberapa parameter tekstur seperti kekerasan (hardness), kelekatan (adhesiveness), daya kohesif (cohesiveness), elastis (springiness) dan gumminess (Gambar 6).

Parameter ini sama dengan yang digunakan oleh Canet et al. (2005) untuk

mashed potato. Penggunaan rasio IMSP dan air merujuk pada hasil tertinggi nilai tekstur yang diperoleh dari hasil uji sensori. MSP jenis Cilembu menggunakan penambahan air yang lebih kecil yaitu rasio IMSP:air pada 1:1.5, sedangkan MSP jenis non-Cilembu menggunakan penambahan air yang lebih tinggi yaitu rasio IMSP:air pada 1:2.5.

Berdasarkan Gambar 6, parameter kekerasan digunakan untuk melihat seberapa besar kekuatan maksimum dapat mendeformasi makanan, terletak pada titik maksimum kurva pertama dan ditandai dengan huruf H1. Jika diibaratkan proses pengunyahan pada produk, nilai kekerasan ditandai dengan gigitan pertama saat produk akan dideformasi sedangkan pada pengukuran dengan menggunakan TPA ditandai dengan tekanan pertama hingga mencapai tekanan maksimum produk mengalami deformasi. MSP jenis Cilembu memiliki nilai kekerasan lebih tinggi dibandingkan MSP jenis non-Cilembu (P<0.05) (Tabel 6). MSP jenis Cilembu membutuhkan penambahan air yang relatif lebih kecil dibandingkan MSP jenis non-Cilembu sehingga berpengaruh terhadap nilai kekerasan. Hasil ini berkorelasi positif dengan nilai kekuatan gel (Gambar 4), MSP jenis Cilembu pada rasio 1:1.5 memiliki nilai kekuatan gel yang lebih tinggi dibandingkan MSP jenis non-Cilembu pada rasio 1:2.5.

Nilai kelekatan ditandai dengan semakin negatifnya nilai yang dihasilkan maka semakin besar kelekatan pada produk tersebut. Jika diibaratkan proses pengunyahan pada produk, nilai kelekatan ditandai dengan besarnya gaya tarik antara permukaan bahan dengan langit-langit yang terdapat pada mulut. sedangkan pada pengukuran dengan menggunakan TPA ditandai dengan melekatnya produk pada probe saat terjadi penarikan, terletak pada kurva di area negatif yang dilambangkan dengan huruf A. MSP jenis Cilembu mempunyai tingkat kelekatan lebih rendah dibandingkan MSP jenis non-Cilembu (P<0.05). Menurut Yu et al. (2009), semakin tinggi nilai kekerasan maka semakin rendah

20

nilai kelekatan yang diperoleh. Tingginya nilai kekerasan pada MSP jenis Cilembu mengakibatkan kemungkinan sampel menempel pada langit-langit mulut lebih kecil dibandingkan MSP jenis non-Cilembu.

Gambar 6. MSP berdasarkan texture profile analyzer MSP (a) interpretasi profil tekstur (b) profil tekstur MSP

a) Ket : H1 : Kekerasan A : Kelengketan S : Keelastisan (S1/S2) Daya kohesif : (H2/H1) Gumminess : (H1*C) b) : CY (Cilembu kuning) : NCY (non-Cilembu kuning) : CP (Cilembu ungu) : NCP (non-Cilembu ungu) Waktu (detik) Ke kua tan ( g) Ke kua tan ( g) Waktu (detik)

Nilai keelastisan suatu produk yaitu kemudahan suatu bahan untuk kembali ke posisi semula setelah terjadinya perubahan bentuk. MSP ungu memiliki nilai keelastisan lebih tinggi dibandingkan MSP kuning (P<0.05). Jika diibaratkan dengan proses pengunyahan pada produk, MSP ungu lebih mudah

Dokumen terkait