• Tidak ada hasil yang ditemukan

   

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Asrama TPB IPB

Asrama mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor (TPB IPB) terdiri atas asrama putra dan dan asrama putri. Asrama putra terdiri dari empat gedung, yaitu gedung C1, C2, C3 dan C4 (Asrama Sylvalestari). Adapun asrama putri terdiri dari lima gedung, yaitu A1, A2, A3 dan A4 serta A5 (Asrama Sylvasari). Setiap gedung asrama berbentuk hampir sama (kecuali A4, Sylvasari, dan Sylvalestari yang merupakan gedung tambahan). Setiap gedung terbagi atas beberapa lorong yang dikepalai oleh seorang Senior Recidence (SR) untuk mempermudah pengawasan dan pengelolaan. Satu lorong terdiri dari sekurang-kurangnya 40 orang (10 kamar, masing-masing kamar diisi oleh empat orang).

Fasilitas kamar tidur asrama TPB IPB memiliki ukuran 16 m2 (4mx4m). dalam setiap kamar tersedia dua ranjang tidur bertingkat, empat buah lemari, empat buah meja belajar (lengkap dengan lampu), kapstok, tempat sampah, bantal, dan lain-lain. Satu kamar diisi oleh empat orang (kecuali Asrama Sylvalestari dan Sylvasari, setiap kamar diisi oleh 3 orang). Disetiap lorong asrama disediakan toilet, ruang setrika, dan pantry. Tempat cuci tidak disediakan di setiap lorong. Disediakan satu buah dispenser di pantry yang letaknya satu ruangan dengan ruangan setrika. Adapun air yang digunakan di toilet asrama adalah air tanah yang telah melalui proses penjernihan terlebih dahulu.

Kantin asrama putra berada di dalam masing-masing gedung, sedangkan kantin asrama putri berada diluar gedung. Di dalam lingkungan asrama putri juga terdapat toko koperasi dan jasa fotocopi yang menginduk kepada Koperasi Mahasiswa IPB. Di luar gedung, tidak jauh dari asrama putri, terdapat minimarket dengan nama Agrimart IPB yang menyediakan produk-produk makanan, minuman, kecantikan, peralatan mandi, detergen dan produk-produk IPB seperti teh Rozelt, susu Fapet, nugget dan bakso Fapet dan lain-lain. Melalui Agrimart IPB ini mahasiswa TPB-IPB akan lebih mudahuntuk mendapatkan barang-barangyang dibutuhkan tanpa harus keluar terlalu jauh dari lingkungan asrama.

Mahasiswa TPB-IPB menjalani perkuliahan selama satu tahun di Tingkat Persiapan Bersama. Pada jangka waktu satu tahun ini mahasiswa wajib mengikuti 36 sks mata kuliah dasar TPB seperti pengantar matematika, kalkulus, biologi, kimia, fisika dan lain-lain. Mahasiswa TPB IPB menjalani perkuliahan di sembilan Fakultas di berbagai wilayah kampus Dramaga dengan lokasi yang

berbeda-beda. IPB menyediakan bus IPB untuk mempermudah akses ke lokasi-lokasi perkuliahan. Bus IPB akan menjemput dan mengantar mahasiswa ke halte-halte terdekat dengan lokasi perkuliahan. Bus ini tidak memungut biaya dari mahasiswa. Selain bus kampus, disediakan juga sepeda sebagai alternatif transportasi dalam area kampus. Fasilitas lainnya adalah ambulance asrama yang selalu siap selama 24 jam.

Karakteristik Individu

Karakteristik individu yang diamati dalam penelitian ini adalah usia, status gizi (Indeks Massa Tubuh), serta asal daerah mahasiswi. Tabel 6 menjelaskan karakteristik individu mahasiswi. Karakteristik individu yang diamati meliputi umur, status gizi dan daerah asal.

Tabel 6 Sebaran mahasiswi berdasarkan karakteristik individu

Karakteristik Individu n % Usia - 19 tahun 69 87.3 - 20 tahun 10 12.7 Total 79 100 Status gizi - Kurus 7 8.9 - Normal 48 60.8 - Gemuk 24 30.4 - Obes 0 0.0 Total 79 100 Asal daerah - Jabodetabek 20 25.3 - Luar Jabodetabek 59 74.7 Total 79 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar mahasiswi berusia 19 tahun (87.3%) dan sisanya berusia 20 tahun (12.7%). Mengacu pada Sarwono (2003), maka mahasiswi dalam penelitian ini termasuk ke dalam kategori remaja ahkir. Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia mahasiswi dengan persepsi kegemukan (r= 0.049; p= 0.669), hal ini bermakna bahwa semakin tinggi usia mahasiswi belum tentu persepsi kegemukannya semakin baik.

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan

33

     

(Sunarti 2004). Sebagian besar mahasiswi dalam penelitian ini memiliki status gizi yang termasuk dalam kategori normal (60.8%), gemuk (30.8%) dan kurus (8.9%). Tidak ada mahasiswi yang status gizinya termasuk dalam kategori obes. Berdasarkan uji korelasi Pearson, terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan persepsi kegemukan (r=0.244; p=0.031), hal ini bermakna bahwa semakin besar nilai IMT maka makin besar pula ketakutan mahasiswi terhadap kegemukan. Hal ini diduga dikarenakan seseorang yang mengalami kegemukan akan lebih perhatian terhadap kegemukan dan berusaha mencari informasi dan pengetahuan yang terkait dengan kegemukan.

Sebagian besar mahasiswi berasal dari luar jabodetabek (74.7%) dan sisanya sebesar 25.3% berasal dari wilayah jabodetabek. Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asal daerah dengan persepsi kegemukan (r=0.018; r= 0.878), hal ini bermakna asal daerah seseorang belum tentu menjamin persepsi kegemukannya semakin baik.

Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Mahasiswi Besar Keluarga

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama (Suhardjo 2000). Besar keluarga dapat mempengaruhi tingkat pengeluaran rumah tangga. Besar keluarga dapat mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Menurut Hurlock (1994) besar keluarga dibagi menjadi keluarga kecil jika jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, sedang jika 5-7 orang, dan besar jika ≥ 8 orang. Besar keluarga mahasiswi tersebar pada kelompok keluarga kecil dan sedang. Berdasarkan kriteria tersebut sebanyak 55.7% mahasiswi termasuk dalam kategori keluarga sedang, 35.4% mahasiswi termasuk dalam kategori keluarga sedang, dan sisanya 8.9% mahasiswi berasal dari keluarga besar.

Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak terdapat hubungan yang siginifikan antara besar keluarga dengan persepsi kegemukan (r= -0.018; p= 0.878), hal ini bermakna bahwa semakin kecil jumlah anggota keluarga belum tentu persepsi kegemukannya semakin baik.

Tingkat Pendidikan Ayah

Menurut Suhardjo (1996), tingkat pendidikan orangtua yang baik akan memungkinkan orangtua dapat memantau dan menerima informasi tentang kesehatan anaknya. Tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap pangan yang dipilih untuk dikonsumsi sehari-hari (Soetjiningsih 1994). Sebagian besar orangtua mahasiswi berpendidikan perguruan tinggi (48.1%) dan SMA/Sederajat (35.4%). Hanya sedikit dari orangtua mahasiswi yang berpendidikan SD/Sederajat (11.4%) dan SMP/Sederajat (5.1%).

Tabel 7 Sebaran mahasiswi berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga mahasiswi

Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Mahasiswi n % Besar Keluarga

- Kecil (≤ 4 orang ) 28 35.4

- Sedang (5 – 7 orang ) 44 55.7

- Besar (≥ 8 orang) 7 8.9

Total 79 100.0

Tingkat Pendidikan Ayah

- SD/Sederajat 9 11.4 - SMP/Sederajat 4 5.1 - SMA/Sederajat 28 35.4 - Perguruan Tinggi/Sederajat 38 48.1 Total 79 100.0 Pekerjaan Ayah - PNS 35 44.3 - Pegawai Swasta 18 22.8 - Wiraswasta 19 24.1 - Polisi/ABRI 2 2.5 - Petani/peternak 5 6.3 Total 79 100.0

Tingkat Pendapatan Ayah

- < Rp. 2.000.000,00 24 30.4

- Rp. 2.000.000,00 - <Rp. 3.000.000,00 21 26.6 - Rp. 3.000.000,00 - Rp. 5.000.000,00 19 24.1

- > Rp. 5.000.000,00 15 19.0

35

     

Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan orangtua dengan persepsi kegemukan (r=0.023; p= 0.840), hal ini bermakna bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orangtua mahasiswi belum tentu persepsi kegemukan mahasiswi semakin baik. Tingkat Pendapatan Ayah

Pekerjaan memiliki hubungan yang erat dengan pendapatan. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Rendahnya pendapatan menyebabkan daya beli terhadap makanan menjadi rendah dan konsumsi pangan keluarga akan berkurang. Kondisi ini akhirnya akan mempengaruhi kesehatan dan status gizi keluarga (Riyadi et al. 1990). Tingkat pendapatan orangtua mahasiswi dalam penelitian ini cukup beragam. Sebesar 30.4% orangtua mahasiswi memiliki pendapatan < Rp. 2.000.000,00 per bulan dan hanya sekitar 19.0% orangtua mahasiswi yang memiliki pendapatan > Rp. 5.000.000,00, per bulan sisanya sebesar 50.7% orangtua mahasiswi memiliki pendapatan yang berada pada kisaran Rp. 2.000.000,00-Rp.5.000.000,00 per bulannya.

Berdasarkan uji korelasi Spearman terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan orangtua dengan persepsi kegemukan (r=0.235; p= 0.037), hal ini bermakna bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan orangtua mahasiswi maka persepsi kegemukan mahasiswi semakin baik. Santrock (1999) mencatat bahwa seseorang yang mapan secara ekonomis, lebih memiliki perhatian yang tinggi. Mereka mungkin akan merasa cemas jika berat badannya mengalami kenaikan secara cepat. Oleh karena itu, mereka segera melakukan perawatan intesif dengan bantuan tenaga profesional (ahli gizi, dokter, fitness trainer) serta membeli bahan-bahan untuk merampingkan tubuhnya.

  Hal ini juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh O’Dea & Caputi (2001) diacu dalam Gibney et al. (2004) bahwa remaja yang berasal dari sosial ekonomi yang rendah terhadap peningkatan berat badan dan kurang kontrol sewaktu berat badan naik, tidak melakukan diet, mempunyai citra tubuh yang rendah, dan pola makan yang tidak teratur hal disebabkan kurangnya informasi tentang kesehatan.

Tingkat Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi adalah kemampuan kognitif serta pemahaman mahasiswi tentang gizi. Pengetahuan gizi diukur dari kemampuan mahasiswi dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan gizi secara umum dan mengenai kegemukan yang disiapkan dalam kuesioner. Pengetahuan gizi yang dimiliki seseorang dapat memberikan informasi yang memadai tentang persepsnya mengenai kegemukan serta pilihan makanan yang sesuai dengan kondisi tubuhnya. Hal ini dapat membuat orang tersebut mengubah jenis makanan yang biasa dikonsumsi dan memperbaiki kebiasaan makan yang selama ini ia jalani, sehingga ia mampu melakukan diet secara bijak dan hati-hati ketika ingin menjadikan tubuhnya berukuran ideal (Bender 1997). Terdapat 20 buah pertanyaan pilihan berganda dengan memilih jawaban yang paling benar (Correct-Answer Mulitiple Choice). Tabel 8 menjelaskan mengenai persentase jawaban dari setiap pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh mahasiswi.

Pertanyaan mengenai gizi secara umum sebagian besar dapat dijawab benar oleh mahasiswi. Pertanyaan yang tidak dapat dijawab benar oleh sebagian mahasiswi adalah mengenai pengertian dari Fast food yaitu sebesar 77.2%, hal ini dikarenakan sebagian mahasiswi menjawab Fast food adalah makanan rendah kalori dan rendah serat. Pertanyaan mengenai kegemukan dari 14 pertanyaan hanya 11 pertanyaan yang bisa dijawab dengan benar oleh sebagian besar mahasiswi. Pertanyaan mengenai kegemukan yang tidak dapat dijawab oleh sebagian besar mahasiswi adalah pada golongan usia berapa gangguan kegemukandapat terjadi (63.3%), karena banyak dari mahasiswi mengira bahwa gangguan kegemukan hanya terjadi pada remaja dan dewasa saja tidak termasuk Balita.

Selain itu pertanyaan lain yang tidak dapat dijawab oleh sebagian besar mahasiswi adalah bahaya yang ditimbulkan kegemukan (75.9%) karena sebagian besar mahasiswi menjawab tidak tahu atau tidak bebas bergerak. Pertanyaan yang sebagian besar mahasiswi tidak dapat menjawab dengan benar adalah mengenai jenis kelamin yang lebih sering mengalami kegemukan (78.5%), hal ini dikarenakan sebagian besar mahasiswi menganggap kejadian kegemukan sering terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan. Sebagian besar pertanyaan tentang kegemukan dapat dijawab dengan benar oleh sebagian besar mahasiswi diduga karena mahasiswi sudah memahami dan

37

     

mengenal tentang kegemukan dengan baik. Hal ini didukung dengan skor pengetahuan gizi mahasiswi yang cukup tinggi.

Tabel 8 Sebaran mahasiswi berdasarkan item pertanyaan yang dijawab dengan benar mahasiswi

No Kategori Soal n %

Gizi Umum

1 Pangan yang termasuk sumber karbohidrat adalah nasi 79 100.0 2 Pangan yang termasuk sumber protein adalah telur 79 100.0 3 Fungsi utama protein di dalam tubuh adalah mengganti

bagian tubuh yang rusak

70 88.6 4 Konsumsi energi yang berlebih akan disimpan dalam bentuk

lemak

77 97.5 5 Jenis makanan sumber lemak adalah daging 77 97.5 6 Pengertian Fast food adalah makanan tinggi kalori dan

rendah serat

61 77.2 Kegemukan

7 Pada dasarnya kegemukan dapat diatasi dengan pengurangan konsumsi energi yaitu dengan membatasi makanan berlemak

78 98.7

8 Pengertian overweight adalah kondisi badan terlalu gemuk 79 100.0 9 Sebagian besar kegemukan timbul karena faktor pola

konsumsi makan sehari-hari

78 98.7 10 Kegemukan dapat terjadi pada balita, remaja dan dewasa 57 72.2 11 Menu yang baik untuk penderita kegemukan adalah rendah

kalori dan gizi seimbang

77 97.5 12 Penderita kegemukan disarankan untuk memperbanyak

konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran

78 98.7 13 Gaya hidup yang dapat menyebabkan seseorang mengalami

kegemukan adalah kurang berolahraga

79 100.0 14 Penyakit yang bukan diakibatkan oleh kegemukan adalah

malaria

74 93.7 15 Keberhasilan seseorang menurunkan berat badan pada

penderita kegemukan lebih banyak dipengaruhi oleh motivasi untuk hidup lebih sehat

76 96.2

16 Kegemukan menjadi berbahaya karena mendorong munculnya penyakit degenerative

60 75.9 17 Salah-satu penyakit yang ditimbulkan oleh kegemukan adalah

hipertensi

66 83.5 18 Kegemukan banyak diderita masyarakat dengan pola

konsumsi sehari-hari yang tinggi karbohidrat dan tinggi lemak

68 86.1 19 Cara efektif mengatasi kegemukan adalah mengatur pola

makan dan olahraga

79 100.0 20 Kejadian kegemukan lebih banyak terjadi pada perempuan 61 77.2

Skor pengetahuan gizi diperoleh dengan cara setiap jawaban yang benar dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi diberikan skor 1 dan jika jawaban mahasiswi tidak tahu atau salah diberikan nilai 0, sehingga total skor adalah 20. Pengetahuan gizi mahasiswi dikategorikan rendah jika kurang dari 60% jawaban benar, sedang jika antara 60-80% jawaban benar dan tinggi jika lebih dari 80%

jawaban benar (Khomsan 2000). Penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswi yang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik adalah sebanyak 88.6%. Sebanyak 11.4% memiliki tingkat pengetahuan gizi yang sedang. Adapun sebaran mahasiswi berdasarkan skor pengetahuan gizi dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini.

Tabel 9 Sebaran mahasiswi berdasarkan tingkat pengetahuan gizi

Pengetahuan gizi mahasiswi yang sebagian besar berada pada kategori baik (88.6%) dengan rata-rata skor 91.5, dapat disebabkan oleh tingkat pendidikan mahasiswi yang didominasi tamatan SMA/Sederajat serta memadainya akses terhadap informasi gizi dan kesehatan melalui media massa dan layanan internet. Pengetahuan gizi seseorang dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun non formal serta melalui media massa (Engle, Menon & Haddad 1997). Berdasarkan uji korelasi Pearson, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi mahasiswi dengan persepsi kegemukan (r= 0.158; p= 0.165). Hal ini bermakna bahwa semakin baik pengetahuan gizi mahasiswi belum tentu semakin baik persepsi mahasiswi mengenai kegemukan.

Persepsi Tentang Kegemukan

Persepsi merupakan proses memilih, menerima, mengorganisasikan, dan mengintepretasikan informasi dan lingkungannya (Schermerhorn, Hunt, dan Osborn 1991). Hasil intepretasi tersebut dapat berbeda-beda antara seseorang dengan orang yang lain (Gregory 1997 diacu dalam Tosi, Rizzo & Carrol 1990). Adapun persepsi terhadap kegemukan merupakan suatu istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan penolakan terhadap kegemukan yang disertai dengan upaya menurunkan berat badan yang sesuai dengan pengetahuan (Flynn 1997). Hal ini diperkuat dengan pendapat Walgito (2004), yang menyatakan bahwa idealnya, pengetahuan akan berhubungan positif dengan persepsi karena persepsi merupakan hasil pemaknaan terhadap pengetahuan yang didapatkan melalui stimuli tertentu. Oleh sebab itu, persepsi yang benar dipandang sebagai

Pengetahuan Gizi Mahasiswi n %

Baik (> 80%) 70 88.6

Sedang (60-80%) 9 11.4

Kurang (≤ 60%) 0 0.0

Total 79 100

39

     

sebuah persepsi yang sesuai dengan pengetahuan yang juga terbukti kebenarannya.

Mengacu pada pendapat Flynn (1997) dan Walgito (2004), semakin besar skor persepsi maka penolakan seseorang terhadap kegemukan semakin besar begitu juga sebaliknya. Persepsi kegemukan dalam penelitian ini diukur dengan memberi skor pada pertanyaan mengenai kepuasan dan kepercayaan diri mahasiswi terhadap tubuh aktualnya, ketakutan terhadap kegemukan, hal-hal yang ditakuti bila menjadi gemuk yang kaitannya dengan penyakit degeneratif, sulit bergaul dan mengikuti mode pakaian. Skor yang diberikan 1 jika jawabannya positif skor 0 jika jawabannya negatif, total skor adalah 10 karena terdiri dari 10 pertanyaan tertutup. Berikut adalah Tabel 10 yaitu tabel sebaran mahasiswi berdasarkan skor persepsi kegemukan.

Tabel 10 Sebaran mahasiswi berdasarkan skor persepsi kegemukan

Skor persepsi tentang kegemukan n %

< 60% (Kurang) 11 13.9

60-80% (Sedang) 40 50.6

>80% (Baik) 28 35.4

Total 79 100.0

Rata-rata ± SD 77 ± 18.6

Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa, sebagian besar mahasiswi memiliki persepsi kegemukan yang berada dalam kategori sedang (50.6%) atau cenderung netral terhadap kegemukan, sebesar 35.4% mahasiswi memiliki persepsi kegemukan yang berada dalam kategori baik atau dengan kata lain memiliki penolakan kegemukan yang sesuai dengan pengetahuan dan terbukti secara ilmiah, sedangkan 13.9% mahasiswi memiliki persepsi kegemukan yang berada dalam kategori kurang atau cenderung memiliki penolakan terhadap kegemukan yang kecil dengan kata lain. Berikut adalah komponen-komponen persepsi kegemukan.

Tingkat Kepuasan

Menurut Khomsan (2003), remaja adalah golongan individu yang sedang mencari identitas diri. Banyak remaja sering merasa tidak puas dengan penampilan dirinya sendiri, mereka ingin mempunyai postur tubuh sempurna seperti bintang film, penyanyi, peragawati atau olahragawan. Kepuasan dan ketidakpuasan pada diri individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu berat badan dan persepsi derajat kegemukan serta kekurusan, budaya, siklus hidup,

masa kehamilan, sosialisasi, konsep diri, peran gender dan distorsi citra tubuh (Thompson 1994).

Tabel 11 Sebaran mahasiswi berdasarkan tingkat kepuasaan terhadap bentuk tubuh aktual

Berdasarkan tingkat kepuasan, hanya sekitar 24.1% mahasiswi menyatakan puas dengan kondisi tubuhnya saat ini. Sedangkan sisanya menyatakan tidak puas dengan kondisi tubuh aktualnya. Mahasiswi yang menyatakan tidak puas sebagian besar memiliki IMT yang tergolong gemuk (91.7%), Flynn diacu dalam Gibney (2004), berpendapat bahwa seorang remaja yang tidak puas terhadap bentuk tubuhnya cenderung akan mengalami fobia terhadap kegemukan dan melakukan diet yang ketat untuk mencapai bentuk tubuh idealnya.

Tingkat Kepercayaan Diri

Menurut Conger & Peterson dalam Sarafino (1998), pada masa remaja, remaja mulai memberikan perhatian yang lebih terhadap masalah-masalah kulit, ingin memiliki tubuh yang ideal, ingin lebih tinggi atau pendek dan tentu saja memiliki berat badan yang ideal. Keinginan ini disebabkan karena remaja sering merasa tidak puas terhadap penampilan dirinya. Ketidakpuasan ini akhirnya membuat remaja merasa tidak percaya diri dan menganggap penampilannya sebagai sesuatu yang menakutkan. Berikut adalah Tabel 12 yaitu tabel yang menunjukkan tingkat kepercayaan diri mahasiswi terhadap bentuk tubuh aktualnya.

Tabel 12 Sebaran mahasiswi berdasarkan tingkat kepercayaan diri mahasiswi terhadap tubuh aktual

Tingkat kepuasan n %

Puas 19 24.1

Tidak puas 60 75.9

Total 79 100.0

Tingkat Kepercayaan diri mahasiswi n %

Percaya diri 53 67.1

Tidak percaya diri 26 32.9

41

     

Berbeda dengan tingkat kepuasaan, sebagian besar mahasiswi mengaku bahwa mereka percaya diri dengan kondisi tubuh aktual saat ini (67.1%), sisanya sebesar 32.9% mahasiswi mengaku tidak percaya diri dengan kondisi tubuh aktualnya saat ini. Mahasiswi yang menyatakan percaya diri sebagian besar memiliki IMT yang tergolong normal (77.1%), sedangkan mahasiswi yang menyatakan tidak percaya diri sebagian besar memiliki IMT yang tergolong kurus (57.1%).

Rendahnya rasa percaya diri bagi sebagian besar remaja hanya menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional yang bersifat sementara (Damon 1991 diacu dalam Santrock 2003). Tetapi bagi beberapa remaja, rendahnya rasa percaya diri dapat menimbulkan banyak masalah. Rendahnya rasa percaya diri bisa menyebabkan depresi, anoreksia nervosa, bunuh diri, dan masalah penyesuaian diri lainnya (Damon & Hart 1988 diacu dalam Santrock 2003).

Ketakutan Mengalami Kegemukan

Pandangan negatif yang mengakar terhadap remaja putri yang memiliki berat badan berlebih pada masyarakat merupakan pemicu kuat untuk terjadinya ketakutan terhadap kegemukan (Flynn diacu dalam Gibney 2004). Ketakutan terhadap kegemukan ini muncul sebagai akibat dari distribusi lemak ditubuh remaja putri pada saat pertumbuhan meningkat serta tuntutan penyesuain diri terhadap perubahan bentuk tubuhnya khususnya bagi remaja-remaja putri yang tinggal dalam lingkungan yang masyarakat yang sangat menghargai bentuk tubuh yang langsing (Flynn diacu dalam Gibney 2004).

Tabel 13 Sebaran mahasiswi berdasarkan ketakutan mengalami kegemukan

Berdasarkan tingkat ketakutan terhadap kegemukan, sebagian besar mahasiswi menyatakan takut mengalami kegemukan, sisanya sebesar 25.3% mahasiswi menyatakan tidak takut mengalami kegemukan. Ketakutan mengalami kegemukan ini banyak dirasakan oleh mahasiswi yang memiliki IMT gemuk (91.7%) dan normal (70.8%), sedangkan mahasiswi kurus sebagian besar tidak takut mengalami kegemukan (57.1%).

Ketakutan mengalami kegemukan n %

Ya 59 74.7

Tidak 20 25.3

Persepsi Terhadap Tubuh Aktual

Persepsi terhadap tubuh aktual adalah Cara pandang individu terhadap tubuhnya sendiri. Seseorang yang memiliki persepsi terhadap tubuh aktual yang positif mencerminkan tingginya penerimaan jati diri, rasa percaya diri dan kepeduliannya terhadap kondisi badan dan kesehatan. (Thompson, 1996). Pada kondisi yang ekstrim, seseorang dengan persepsi terhadap tubuh aktual yang negatif akan mengalami distorsi dalam menilai realitas. Informasi yang ada di pikirannya tentang tubuhnya akan jauh lebih buruk daripada kenyataan. Dampak psikologisnya adalah perasaan tidak puas yang mendalam sehingga berujung pada ketidakbahagiaan (Savitri 2008).

Tabel 14 Sebaran mahasiswi berdasarkan status gizi dan persepsi terhadap tubuh aktual

Berdasarkan penilaian mahasiswi terhadap bentuk tubuhnya sendiri, sebesar 42.9% mahasiswi kurus, 43.8% mahasiswi normal, dan 95.8% mahasiswi gemuk memiliki persepsi terhadap bentuk tubuh aktual yang positif, artinya mahasiswi tersebut tidak mengalami distorsi dalam menilai bentuk tubuh sesuai dengan status gizinya. Akan tetapi, sebesar 8.3% mahasiswi kurus dan 47.9% mahasiswi normal mengalami distorsi penilaian tubuhnya. Mahasiswi-mahasiswi tersebut menganggap tubuh mereka termasuk gemuk.

Hal ini sejalan dengan yang ditunjukkan oleh hasil studi di Amerika Serikat yang diacu dalam Januar & Putri (2007), bahwa 45% remaja putri dalam kisaran berat badan yang sehat merasa memiliki kelebihan berat badan. Sekitar 20% dari berat badan wanita yang berpikir bahwa mereka kelebihan berat badan melakukan diet untuk menurunkan berat badan.

Harapan Bentuk tubuh

Pengaruh lingkungan yang menganggap tubuh kurus adalah cantik telah mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap bentuk tubuh ideal. Kegemukan seringkali diidentikan dengan ketidakcantikan, ketidakmenarikan dan

Status gizi

Persepsi terhadap tubuh aktual

Kurus Ideal Gemuk Total

N % n % n % n %

Kurus 3 42.9 2 28.6 2 8.3 7 100

Normal 4 8.3 21 43.8 23 47.9 48 100

43

     

ketidakluwesan dalam beraktivitas (Wirakusumah 1994). Berikut adalah Tabel 15 yang menunjukkan sebaran mahasiswi berdasarkan harapan bentuk tubuh.

Tabel 15 Sebaran mahasiswi berdasarkan harapan bentuk tubuh

Sebagian besar mahasiswi menyatakan bentuk tubuh yang mereka harapkan adalah bentuk tubuh ideal (93.7%), sedangkan sisanya sebesar 6.3% mahasiswi menyatakan bentuk tubuh yang mereka harapkan adalah bentuk tubuh yang kurus. Tidak ada mahasiswi yang memiliki harapan untuk memiliki bentuk tubuh yang gemuk. Mahasiswi yang memiiliki harapan untuk bertubuh kurus sebagian besar adalah mahasiswi kurus (28.6%) dan mahasiswi normal (10.4%). Terlihat bahwa mahasiswi yang berstatus gizi normal juga ada yang memiliki harapan untuk bertubuh kurus. Hal ini sesuai dengan pendapat Rodin, Sillbersteun & Moore (1984), yang menyatakan bahwa tubuh yang kurus, bagi wanita, tidak hanya menunjukkan wanita yang aktif, tetapi juga menyimbolkan kesuksesan dan satus ekonomi yang tinggi.

Persepsi Gambar Bentuk Tubuh Ideal pada Remaja

Remaja putri pada umumnya menginginkan tubuh yang langsing, dan

Dokumen terkait