• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hubungan Persepsi Kegemukan dengan Aktivitas Fisik dan Pola Konsumsi Pangan Mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hubungan Persepsi Kegemukan dengan Aktivitas Fisik dan Pola Konsumsi Pangan Mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

   

ANALISIS HUBUNGAN PERSEPSI KEGEMUKAN DENGAN

POLA KONSUMSI PANGAN DAN AKTIVITAS FISIK

MAHASISWI TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

STEFANY PASANEA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

 

   

ABSTRACT

Stefany Pasanea. Analysis of the Relationship between Perception of Overweight with Food Consumption Pattern and Physical Activity of Female University Students in Dormitory of Bogor Agricultural University. Under the guidance of Ali Khomsan and Yayat Heryatno.

Teenagers who have excessive fear of overweight and have less acceptance of their body will go on a diet for a long time. This study aims to analyze the relationship between the perception of overweight with the pattern of food consumption and physical activity level of female university students in dormitory of Bogor Agriculture University. The cross sectional study was used in this study to elaborate overweight perception, nutritional knowledge, food consumption pattern and physical activity level of students. A total of 79 students were chosen randomly as samples. Primary data consisted of indvidual student characteristics, socioeconomic family conditions, nutritional knowledge, perception of overweight, physical activity (on college days and holidays), food frequency, eating habits and recall of food consumption (2 x 24 hr). Secondary data consists of an overview of Bogor Agriculture University’s dormitory. The results showed there were relationships between perception of overweight with nutritional status and level of income.

Keywords : nutritional status, perceptions of overweight, nutritional knowledge, food consumption, physical activity

(3)

   

RINGKASAN

STEFANY PASANEA. Analisis Hubungan Persepsi Kegemukan dengan Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh Ali Khomsan dan Yayat Heryatno.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara persepsi kegemukan dengan pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk 1) mengidentifikasi karakteristik individu dan kondisi sosial ekonomi keluarga mahasiswi, 2) mempelajari pengetahuan gizi dan persepsi mahasiswi terkait kegemukan, 3) mempelajari pola konsumsi pangan yang meliputi kebiasaan makan, frekuensi pangan, tingkat kecukupan energi dan protein mahasiswi, 4) mempelajari aktivitas fisik sehari-hari mahasiswi, 5) menganalisis hubungan antara status gizi dengan persepsi kegemukan, persepsi kegemukan dengan pengetahuan gizi, persepsi kegemukan dengan pola konsumsi pangan dan persepsi kegemukan dengan aktivitas fisik mahasiswi TPB.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan di Asrama Putri Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive. Pengumpulan data primer dilakukan selama bulan Mei hingga Juni 2011. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah mahasiswi TPB-IPB yang berusia 19-21 tahun, dalam kondisi sehat, bersedia untuk diwawancarai dan mengisi kuesioner penelitian serta sedang berada di Asrama TPB-IPB ketika penelitian dilakukan. Adapun jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 79 mahasiswa yang dipilih secara acak. Data yang diperoleh dari kuesioner adalah data karakteristik individu dan keluarga, data pengetahuan gizi, data persepsi tentang kegemukan, data kebiasaan makan, frekuensi konsumsi pangan konsumsi pangan serta data aktivitas fisik. Untuk mengetahui hubungan antar variabel digunakan uji korelasi Moment Pearson dan Rank Spearman.

Sebagian besar mahasiswi berusia 19 tahun (87.3%) dan sisanya sebesar 12.7% mahasiswi berusia 20 tahun. Sebagian besar mahasiswi dalam penelitian ini memiliki status gizi yang termasuk dalam kategori normal (60.8%), gemuk (30.8%), dan kurus (8.9%). Besar keluarga mahasiswi tersebar pada kelompok keluarga kecil (35%) dan sedang (56%). Sebagian besar ayah mahasiswi berpendidikan perguruan tinggi (48.1%) dan SMA/Sederajat (35.4%). Sebagian besar ayah mahasiswi bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (44.3%) dan Wiraswasta. Sebesar 30.4% ayah mahasiswi memiliki pendapatan < Rp 2.000.000,00 per bulan dan hanya sekitar 19.0% ayah mahasiswi yang memiliki pendapatan > 5 juta rupiah/bulan sisanya sebesar 50.7% ayah mahasiswi memiliki pendapatan yang berada pada kisaran 2 – 5 juta per bulan.

(4)

iv  

Sebagian besar mahasiswi memiliki skor kebiasaan makan yang termasuk dalam kategori sedang dengan rata-rata skor keseluruhan sebesar 76.2 dengan standar deviasi 9.7. Makanan yang paling sering dikonsumsi oleh mahasiswi adalah nasi, telur ayam, tempe, sop kol dan wortel, mangga dan gorengan. Lebih dari separuh tingkat kecukupan energi dan protein mahasiswi tergolong defisit berat, hal ini karena sebesar 91.7% mahasiswi gemuk mengaku mengurangi asupan makanan mereka dengan cara diet yang berbeda-beda

Sebagian besar mahasiswi memiliki tingkat aktivitas ringan (97.5%). Hal ini dikarenakan aktivitas mahasiswi sebagian besar merupakan rutinitas. Sebagian besar mahasiswi juga mengaku hanya berolahraga ketika sedang mendapat mata kuliah olahraga.

Berdasarkan uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dan asal daerah mahasiswi serta besar keluarga dan tingkat pendidikan ayah mahasiswi dengan persepsi kegemukan. Namun demikian terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan persepsi kegemukan hal bermakna bahwa semakin besar nilai IMT maka semakin baik persepsi mahasisiwi mengenai kegemukan, selain itu juga terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan ayah dengan persepsi kegemukan mahasiswi (rs= 0.235, p=0.037), hal ini bermakna bahwa semakin tinggi pendapatan ayah mahasiswi maka semakin baik persepsi kegemukan mahasiswi. Berdasarkan uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi mahasiswi dengan persepsi kegemukan (rs= 0.158; p= 0.165).

Berdasarkan uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan antara persepsi kegemukan dengan kebiasaan makan mahasiswi (r=0.011; p= 0.938), hal ini bermakna semakin besar ketakutan atau penolakan mahasiswi terhadap kegemukan belum tentu mahasiswi tersebut menerapkan kebiasaan makan yang baik. Hal ini menunjukkan persepsi bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi kegemukan dengan tingkat kecukupan energi (r=-0.055; p= 0.630) dan tingkat kecukupan protein (r=-0.203; p= 0.073), semakin baik persepsi kegemukan mahasiswi belum tentu semakin baik tingkat kecukupan energi dan proteinnya. Tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi tentang kegemukan terhadap aktivitas fisik mahasiswi (r=-0.012; p= 0.919). Artinya, walaupun mahasiswi memiliki persepi kegemukan yang baik akan tetapi mahasiswi tidak meningkatkan aktivitas fisiknya untuk menanggulangi dan atau mencegah kegemukan.

(5)

   

ANALISIS HUBUNGAN PERSEPSI KEGEMUKAN

DENGAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN AKTIVITAS FISIK

MAHASISWI TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

STEFANY PASANEA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

 

   

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Hubungan Persepsi Kegemukan dengan Aktivitas Fisik dan Pola Konsumsi Pangan Mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor

Nama : STEFANY PASANEA

NIM : I14070074

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Yayat Heryatno, SP.MPS NIP. 19600202 198403 1 001 NIP.19690112 199601 1 003

Mengetahui Ketua Departemen

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

   

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah, pertolongan dan penyertaanNya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Penyusunan tugas ahkir penulis yang berjudul “Analisis Hubungan Persepsi Kegemukan dengan Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor” dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis pada kesempatan ini ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pembimbing skripsi pertama dan dosen pembimbing akademik serta Yayat Heryatno, SP, MPS selaku dosen pembimbing skripsi kedua yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tugas ahkir ini.

2. dr. Mira Dewi, MSi selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi serta atas saran dan masukan yang diberikan.

3. Papa dan Mama tercinta serta kakakku (Connie) atas doa dan dukungannya selama ini yang memotivasi dan menguatkan penulis melalui proses ini.

4. Kepada Dr. Ir. Irmansyach selaku Kepala Badan Pengelola Asrama yang telah memberikan izin serta para Senior Residence terutama temanku Eka Praditya dan Merita yang membantu penelitian ini serta mahasiswi TPB IPB periode 2010/2011 yang telah bersedia ikut serta dalam penelitian ini.

5. Ka Deni (GM 42) atas saran dan motivasinya selama penulis melakukan penyelesain tugas ahkir ini serta Mas Arif dan Mba Pera atas ketulusannya dalam membimbing penulis mengolah data statistik. Mba Wiwi yang senantiasa memberi semangat kepada penulis, serta kepada Mas Hendra dan Mba Suci sahabatku di perpustakaan Gizi.

6. Bensa Saragih atas doa, dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis terutama saat melalui masa-masa sulit penyelesaian tugas ahkir 7. Teman-temanku seperjuangan di Departemen Gizi Masyarakat Krisna

(8)

viii  

Sisca, Windy, Dita, Ira, Nova, Tyas dll. Nufi, Memey,Nonly,Tyen,Mahmud, Khusnul dan Imam atas dukungannya selama ini serta teman-teman Luminaire yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu kelancaran penyelesaian tugas ahkir ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi semuanya.

Bogor, Agustus 2011

(9)

   

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Makasar pada tanggal 23 September 1989. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara keluarga Bapak Freddy Pasanea dan Ibu Rica Medy Sofie. Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Karang Baru 04. Penulis melanjutkan studinya di SLTP Negeri 1 Cikarang Barat dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Cikarang Utara dan lulus pada tahun 2007. Bulan Juni 2007, penulis dinyatakan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

(10)

 

   

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... 1

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Tujuan Umum 2

Tujuan Khusus 3

Hipotesis ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Kegemukan ... 5

Remaja ... 8

Persepsi Kegemukan ... 9

Konsumsi Pangan dan Angka Kecukupan Zat Gizi Remaja Putri ... 11

Kebiasaan Makan ... 12

Aktifitas Fisik ... 16

Besar Keluarga ...     16

Pengetahuan Gizi ... 16

Status Gizi ... 17

METODOLOGI ... 21

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 21

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ... 21

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 21

Pengolahan Data dan Analisis ... 23

Definisi Operasional ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

Gambaran Umum Asrama TPB IPB ... 31

Karakteristik Individu ... 32

Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Contoh ... 33

Besar Keluarga ... 33

Tingkat Pendidikan Ayah ... 34

Tingkat Pendapatan Ayah ... 35

Tingkat Pengetahuan Gizi ... 35

Persepsi terhadap Kegemukan ... 38

Kepuasan Mahasiswi terhadap Bentuk Tubuh aktual ... 39

Tingkat Kepercayaan Diri ... 40

Tingkat Ketakutan Mengalami Kegemukan ... 41

Persepsi terhadap Tubuh Aktual ... 42

Harapan Bentuk Tubuh ... 42

Persepsi Gambar Bentuk Tubuh Ideal pada Remaja ... 43

Hal-hal yang Ditakuti Mahasiswi Bila Menjadi Gemuk ... 44

Upaya Menurunkan Berat Badan dengan Berdiet ... 46

Kebiasaan Makan ... 49

(11)

Tingkat Kecukupan Konsumsi Gizi ... 62

Tingkat Kecukupan Energi ... 63

Tingkat Kecukupan Protein ... 64

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

(12)

 

   

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1 Angka kecukupan zat gizi (AKG) untuk remaja putri ... 12 

Tabel 2 Klasifikasi indeks massa tubuh ... 17 

Tabel 3 Cara pengumpulan data primer ... 22 

Tabel 4 Nilai Physical Activity Ratio (PAR) setiap kegiatan ... 27 

Tabel 5 Jenis dan kategori variabel ... 28 

Tabel 6 Sebaran mahasiswi berdasarkan karakteristik individu ... 32 

Tabel 7 Sebaran mahasiswi berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga mahasiswi ... 34 

Tabel 8 Sebaran mahasiswi berdasarkan item pertanyaan yang dijawab dengan benar ... 37 

Tabel 9 Sebaran mahasiswi berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ... 38 

Tabel 10 Sebaran mahasiswi berdasarkan skor persepsi kegemukan ... 39 

Tabel 11 Sebaran mahasiswi berdasarkan tingkat kepuasaan terhadap bentuk tubuh aktual ... 40 

Tabel 12 Sebaran mahasiswi berdasarkan tingkat kepercayaan diri mahasiswi terhadap tubuh aktual ... 40 

Tabel 13 Sebaran mahasiswi berdasarkan ketakutan mengalami kegemukan ... 41 

Tabel 14 Sebaran mahasiswi berdasarkan status gizi dan persepsi terhadap tubuh aktual ... 42 

Tabel 15 Sebaran mahasiswi berdasarkan harapan bentuk tubuh ... 43 

Tabel 16 Sebaran mahasiswi berdasarkan upaya untuk menurunkan berat badan ... 46 

Tabel 17 Sebaran mahasiswi berdasarkan jenis-jenis diet yang diterapkan oleh mahasiswi ... 46 

Tabel 18 Sebaran mahasiswi berdasarkan status gizi dan aktivitas fisik ... 48 

Tabel 19 Sebaran mahasiswi berdasarkan aktivitas fisik ... 49 

Tabel 20 Sebaran mahasiswi berdasarkan skor kebiasaan makan ... 50 

Tabel 21 Sebaran mahasiswi berdasarkan kebiasaan sarapan, kebiasaan makan malam, frekuensi makan, jenis pengolahan makanan yang disukai dan konsumsi air putih ... 51 

(13)

Tabel 23 Sebaran mahasiswi berdasarkan kebiasaan mengonsumsi camilan, jenis camilan yang dikonsumsi dan kebiasaan

jajan di kampus ... 55  Tabel 24 Sebaran Mahasiswi berdasarkan Kebiasaan Mengonsumsi

Fast food dan Soft drink ... 57  Tabel 25 Rata-rata frekuensi konsumsi dan asupan mahasiswi ... 59  Tabel 26 Rata-rata konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan

(14)

 

   

DAFTAR

GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1 Analisis Hubungan Persepsi Kegemukandengan Pola

Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Mahasiswi TPB-IPB ... 20  Gambar 2 Siluet tubuh manusia ... 43  Gambar 3 Sebaran mahasiswi berdasarkan gambar bentuk tubuh

ideal remaja ... 44  Gambar 4 Sebaran mahasiswi berdasarkan Gambar Bentuk Tubuh

Gemuk pada Remaja ... 44  Gambar 5 Sebaran mahasiswi berdasarkan ketakutan terhadap

(15)

   

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

(16)

 

   

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegemukan merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan khususnya bagi kalangan remaja putri, karena keinginan untuk tampil sempurna yang seringkali diartikan dengan memiliki tubuh ramping, langsing dan proporsional. Kegemukan dapat menjadi masalah yang penting bagi siklus perkembangan remaja. Menurut Conger & Peterson dalam Sarafino (1998), pada masa remaja biasanya remaja mulai bersibuk diri terhadap penampilan fisiknya dan ingin mengubah penampilan mereka dengan memberikan perhatian yang lebih terhadap masalah-masalah kulit, ingin memiliki tubuh yang ideal, ingin lebih tinggi atau pendek dan tentu saja memiliki berat badan yang ideal. Keinginan ini disebabkan karena remaja sering merasa tidak puas terhadap penampilan dirinya. Ketidakpuasan ini akhirnya membuat remaja merasa tidak percaya diri dan menganggap penampilannya sebagai sesuatu yang menakutkan.

Kegemukan adalah dampak dari konsumsi energi yang berlebihan, dimana energi disimpan dalam tubuh sebagai lemak, sehingga akibatnya dari waktu ke waktu badan menjadi bertambah berat (Muchtadi 1996). Salah-satu kelompok usia yang rentan terhadap kegemukan adalah kelompok remaja (Tsiros et al. 2008). Masa remaja adalah tahap terahkir dari proses pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kondisi seseorang pada masa dewasa banyak ditentukan oleh keadaan gizi dan kesehatan pada masa remaja (Husaini 1991).

Data dari dua survai di Amerika yang dilakukan oleh Lembaga Survai Gizi dan Kesehatan Nasional (NHANES) pada periode 1976-1980 dan 2007-2008 menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan terus meningkat secara nyata pada beberapa kelompok usia salah-satunya usia remaja, yakni pada kelompok 12-19 tahun prevalensinya meningkat dari 5% menjadi 18.1% (Odgen et al. 2009). Berdasarkan Riskesdas 2010, status gizi pada kelompok usia di atas 18 tahun didominasi dengan masalah obesitas dan kegemukan. Angka obesitas dan kegemukan pada perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki.

(17)

Di lain pihak remaja putri cenderung membatasi asupan makanan karena ingin tampak langsing. Pengaruh lingkungan yang menganggap tubuh kurus adalah cantik telah mempengaruhi persepsi remaja terhadap bentuk tubuh ideal. Kegemukan seringkali diidentikan dengan ketidakcantikan, ketidakmenarikan dan ketidakluwesan dalam beraktivitas (Wirakusumah 1994). Emelina diacu dalam Bani (2002) mengungkapkan berdasarkan Psychology Today’s 1997 Body Image Survey, terdapat 15% mahasiswi yang menyatakan siap menyerahkan lima tahun hidup mereka untuk ditukarkan dengan kemampuan untuk mencapai berat badan yang diinginkan. Para mahasiswi tersebut sangat berharap dapat mencapai kondisi ukuran tubuh yang ideal tergantung pada ukuran tubuh aktual yang mereka miliki sekarang.

Menurut Khomsan (2003), persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya akan berpengaruh terhadap perilaku makannya. Ketakutan akan kegemukan menjadikan contoh lebih berhati-hati dalam memilih makanannya (Siswanti 2007). Power dan Erickson (1989) menyatakan bahwa seseorang yang mengalami ketakutan berlebihan terhadap kegemukan dan kurang menerima bentuk tubuhnya akan melakukan diet dalam waktu lama, mengalami kelainan makan, ketergantungan akan latihan atau olahraga, dan menyalahgunakan stereoid yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuh tertentu. Penelitian yang dilakukan selama 3 tahun melaporkan bahwa remaja putri yang melakukan diet ketat ternyata memiliki kemungkinan 18 kali besar untuk menderita gangguan makan dibandingkan remaja putri yang tidak berdiet (Patton et al. 1999). Gibney et al. (2004), menyatakan bahwa diet ketat yang dilakukan pada masa remaja dapat menimbulkan defisiensi energi dan zat-zat gizi yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan.

Melihat dampak yang dapat ditimbulkan karena masalah persepsi tentang kegemukan yang negatif khususnya dikalangan remaja, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Hubungan Persepsi tentang Kegemukan terhadap Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor.

Tujuan Tujuan Umum

(18)

3  

pangan dan aktivitas fisik mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor (TPB-IPB).

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik individu yang terdiri dari umur, status gizi (Indeks Massa Tubuh) asal daerah dan kondisi sosial ekonomi keluarga yang terdiri dari besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, serta pendapatan orang tua.

2. Mempelajari persepsi dan pengetahuan gizi mahasiswi TPB-IPB terkait dengan kegemukan.

3. Mempelajari konsumsi pangan yang meliputi kebiasaan makan (kebiasaan sarapan, kebiasaan makan malam, frekuensi makan, konsumsi sayur dan buah, konsumsi fast food dan soft drink, serta konsumsi camilan) dan tingkat kecukupan energi dan protein mahasiswi TPB-IPB.

4. Mempelajari aktivitas fisik sehari-hari mahasiswi TPB-IPB.

5. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu, kondisi sosial ekonomi keluarga, persepsi tentang kegemukan, pengetahuan gizi, pola aktivitas fisik ,konsumsi pangan mahasiswi TPB-IPB.

Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dan kondisi sosial ekonomi keluarga dengan persepsi mahasiswi TPB-IPB mengenai kegemukan.

2. Terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan persepsi mahasiswi mengenai kegemukan.

3. Terdapat hubungan antara persepsi mahasiswi mengenai kegemukan dengan pola konsumsi pangan mahasiswi TPB-IPB.

4. Terdapat hubungan antara persepsi mahasiswi mengenai kegemukan dengan aktivitas fisik mahasiswi TPB-IPB.

Kegunaan Penelitian

(19)
(20)

 

   

TINJAUAN PUSTAKA

Kegemukan

Kegemukan terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi yang relatif berlebih ataupun karena asupan lemak yang berlebih. Diet tinggi lemak biasanya padat energi dan memberikan rasa yang lezat, maka diet dengan mengonsumsi makanan yang relatif banyak mengandung lemak biasanya akan menimbulkan peningkatan pasif asupan energi (Gibney et al. 2004). The World Health Organization (WHO) dan The U.S. National Institut of Health (NIH) mendefinisikan kegemukan jika BMI seseorang berada pada kisaran 25 – 29.9 kg/m2 (Robinson & Thomas 2006). Selain itu, menurut Suitor dan Hunter diacu dalam Gibney et al. (2004) yang dimaksud dengan kelebihan berat badan (kegemukan) adalah kelebihan berat badan di atas 20% dari berat normal.

Beberapa faktor utama penyebab kegemukan adalah genetik, fisiologis, makanan, dan gaya hidup (Jequire & Tappy 1999). Dua faktor terahkir dapat dimodifikasi untuk menurunkan berat tubuh. Santrock (1999) mengemukakan beberapa penyebab terjadinya kegemukan, yaitu (a) faktor genetis; (b) faktor taraf metabolisme dasar dalam tubuh; (c) faktor sosial ekonomi.

Faktor Genetis

Seorang individu yang memiliki berat badan gemuk (kegemukan) menurut pandangan genetis ini, dikarenakan keturunan kondisi orang tua yang juga memiliki badan gemuk. Dalam penelitian yang dilakukan Bouchard dalam Santrock (1999), terbukti sebanyak 25-75% orang yang gemuk karena orang tuanya yang berbadan gemuk.

(21)

Menurut D’Adamo (2009), seseorang yang mengalami kelebihan berat badan, kadar leptin dalam tubuhnya akan meningkat, tetapi fungsinya terhambat. Pada penderita obesitas kadar leptin meningkat seiring dengan meningkatnya kadar insulin, hal inilah yang membuat para peneliti percaya bahwa resistensi leptin merupakan pemicu resistensi insulin. Leptin merupakan hormon yang berhubungan denga gen obesitas. Leptin mempengaruhi kerja hipotalamus dalam mengatur jumlah lemak tubuh, kemampuan membakar lemak menjadi energi dan rasa kenyang (rasa setelah cukup makan).

Leptin adalah hormon yang berfungsi untuk menurunkan nafsu makan dan memicu tubuh untuk menggunakan energi lebih banyak. Pada keadaan leptin resisten tubuh menjadi tidak peka terhadap rangsangan hormon leptin sehingga fungsi hormon menjadi tidak optimal yang mendorong terjadinya obesitas dan gangguan metabolisme tubuh yang lain. Leptin juga turut membantu kerja hormon insulin yaitu hormon yang berfungsi merangsang sel-sel tubuh untuk menurunkan gula darah (D’Adamo 2009).

Metabolisme dalam Tubuh

Seorang individu yang cenderung banyak beristirahat dan kurang melakukan aktifitas, berarti energi yang tersimpan dalam tubuh semakin banyak, sebab penggunanan energi tersebut tergolong rendah. Sementara itu, ia harus menerima input makan secara wajar setiap hari. Dengan demikian, tidak ada keseimbangan antara input dengan outputnya. Akibatnya, terjadilah penumpukan energi, ini berarti terjadi proses pembesaran sel-sel adiposa. Dengan demikian individu mengalami kegemukan.

Pada tingkat kegemukan, kapasitas dan efisiensi kerja menurun, juga daya tahan tubuh menurun, yang tampak pada morbiditas serta mortalitas yang meningkat. Seseorang yang menderita kegemukan lebih cepat menjadi lelah. Lama hidup (life span) orang gemuk juga lebih pendek dibandingkan dengan jangka hidup orang yang mempunyai berat badan ideal. Orang yang mengalami kegemukan akan lebih cepat merasa kepanasan badannya dan cepat berkeringat (Suhardjo 2000).

(22)

7

     

dan hati. Keadaan ini akan menghambat fungsi dari organ-organ penting tersebut (Suhardjo 2000).

Faktor Sosial Ekonomi

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Besar keluarga dapat mempengaruhi tingkat pengeluaran rumah tangga. Besar keluarga dapat mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu. Menurut Suhardjo (1994), semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap orang akan berkurang.

Pendapatan keluarga atau pendapatan orang tua adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil pekeerjaan yang dinyatakan dalam pendapatan per kapita. Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain, seperti pendidikan, perumahn, kesehatan, dan lain-lain (Hardinsyah 1997). Hukum Bennet menyatakan bahwa semakin meningkat pendapatan seseorang maka konsumsi pangan akan bergeser kearah konsumsi pangan dengan harga kalori yang lebih mahal seperti pangan hewani yang kandungan proteinnya lebih tinggi (Holman 1987).

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang pertumbuhan anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan baik primer maupun sekunder (Soetjiningsih 1994). Besar pendapatan yang diterima oleh individu akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar (Suhardjo 1989).

(23)

karena itu, mereka segera melakukan perawatan intensif dengan bantuan tenaga profesional (ahli gizi, dokter, fitness trainer) serta membeli bahan-bahan untuk merampingkan tubuhnya.

Pola Konsumsi

Penellitian yang dilakukan oleh Levitsky dan Trisha (2004) pada mahasiswa tingkat I di Cornell University menunjukkan semakin banyak makanan yang disediakan, semakin banyak mereka mengalami kelebihan makanan. Hal ini perlu diwaspadai oleh masyarakat Indonesia yang makan dalam jumlah banyak sehari-harinya, atau keluarga-keluarga yang memenuhi kulkasnya dengan segala macam makanan, terutama makanan yang dikenal dengan istilah junk food (Harahap 2009).

Remaja

Istilah remaja atau aldolescence berasal dari bahasa latin aldolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock 1994). Gunarsa dan Gunarsa (1990) berpendapat tahap perkembangan remaja umumnya disebut pancaroba atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Menurut Sarwono (2003), berdasarkan tahap perkembangan masa remaja dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu remaja awal (14-17 tahun untuk laki-laki dan 13-17 tahun untuk remaja perempuan) dan tahap remaja ahkir (19-21 tahun untuk laki-laki dan remaja perempuan).

Ciri-ciri tahap remaja awal yaitu terjadi perubahan fisik dan kejiwaan yang pesat. Perubahan kejiwaan menyebabkan perubahan sikap terhadap diri sendiri maupun orang lain sedangkan pertumbuhan fisik pada tahap ini terjadi sangat pesat dibandingkan tahap ahkir, masa peningkatan emosi, masa tidak stabil (cepat bosan, sulit berkonsentrasi dan lain-lain), merasa banyak masalah. Ciri-ciri remaja tahap ahkir yaitu lebih stabil dalam emosi, minat, konsentrasi dan cara berpikir, bertambah realistis, bertambah kemampuan untuk memecahkan masalah, tidak terganggu lagi dengan perhatian orang tua yang kurang, dan pertumbuhhan fisik pada tahap ini lambat.

(24)

9

     

badan, proporsi tubuh, organ seks, dan perkembangan ciri-ciri seks sekunder seperti payudara, suara, rambut, dan sebagainya. Perubahan internal tubuh yang terjadi pada masa remaja meliputi perkembangan sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernafasan, sistem endokrin, dan jaringan tubuh terutama otot.

Persepsi Tentang Kegemukan

Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Mangkunegara diacu dalam Arindita (2002) berpendapat bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi mencakup penafsiran obyek, penerimaan stimulus (input), pengorganisasian stimulus, dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap.

Walgito (1993) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Individu dalam hubungannya dengan dunia luar selalu melakukan pengamatan untuk dapat mengartikan rangsangan yang diterima dan alat indera dipergunakan sebagai penghubungan antara individu dengan dunia luar. Agar proses pengamatan itu terjadi, maka diperlukan objek yang diamati alat indera yang cukup baik dan perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan pengamatan.

Leavitt diacu dalam Rosyadi (2001) membedakan persepsi menjadi dua pandangan, yaitu pandangan secara sempit dan luas. Pandangan yang sempit mengartikan persepsi sebagai penglihatan, bagaimana seseorang melihat sesuatu. pandangan yang luas mengartikannya sebagai bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Sebagian besar dari individu menyadari bahwa dunia yang sebagaimana dilihat tidak selalu sama dengan kenyataan, jadi berbeda dengan pendekatan sempit, tidak hanya sekedar melihat sesuatu tapi lebih pada pengertiannya terhadap sesuatu tersebut.

(25)

proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia. Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui saraf-saraf sensoris. Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik, merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor. Tahap ke empat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku.

Menurut Newcomb diacu dalam Arindita (2003), ada beberapa sifat yang menyertai proses persepsi, yaitu Konstansi (menetap) dimana individu mempersepsikan seseorang sebagai orang itu sendiri walaupun perilaku yang ditampilkan berbeda-beda. Selektif adalah persepsi dipengaruhi oleh keadaan psikologis si perseptor. Dalam arti bahwa banyaknya informasi dalam waktu yang bersamaan dan keterbatasan kemampuan perseptor dalam mengelola dan menyerap informasi tersebut, sehingga hanya informasi tertentu saja yang diterima dan diserap. Proses organisasi yang selektif adalah beberapa kumpulan informasi yang sama dapat disusun ke dalam pola-pola menurut cara yang berbeda-beda. Oskamp diacu dalam Hamka (2002) membagi empat karakteristik penting dari faktor-faktor pribadi dan sosial yang terdapat dalam persepsi, yaitu faktor-faktor ciri dari objek stimulus. Kedua adalah faktor-faktor pribadi seperti intelegensi, minat. Ketiga faktor-faktor pengaruh kelompok. Keempat adalah faktor-faktor perbedaan latar belakang kultural.

(26)

11

     

Penelitian di kota Bogor menunjukkan sekitar 20% remaja perempuan yang memiliki status gizi yang normal beranggapan dirinya gemuk (Hardinsyah 1998 diacu dalam Hardinsyah 2007). Sedangkan data survey IMT yang dilakukan oleh Depkes (2003) dalam Hardinsyah (2007) menunjukkan bahwa seperenam jumlah perempuan yang bergizi baik takut mengalami kegemukan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kekhawatiran mengalami kegemukan dan ada usaha untuk mencegah peningkatan prevalensi kegemukan.

Perempuan yang mengalami kegemukan atau obesitas kebanyakan merasa tidak puas terhadap bentuk tubuhnya (Foster et al.1997 diacu dalam Sarwer, Foster, dan Wadden 2004). Ketidakpuasaan ini seringkali berimplikasi pada sikap yang merugikan. Seorang remaja putri berpikir untuk melakukan diet untuk membentuk tubuhnya seperti para model. Kondisi ini membuat remaja tersebut melakukan diet yang berarti membatasi dengan cermat konsumsi kalori atau jenis makanan tertentu yang bisa membuat berat badan berkurang dan tubuh tetap sehat atau sebalikya membahayakan diri sendiri (Notoatmodjo 2007).

Selain itu, persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya akan berpengaruh terhadap perilaku makannya. Ketakutan yang berlebihan terhadap kegemukan akan mendorong seseorang untuk melakukan diet. Diet yang terlalu keras akan mengakibatkan seseorang menderita anoreksia dan bulimia. Menurut Khomsan (2003), penderita bulimia mengonsumsi makanan dalam jumlah yang wajar atau bahkan memiliki nafsu makan seperti orang yang obesitas namun setelah semua makanan itu masuk, mereka berusaha mengeluarkannya kembali melalui mulut atau dibantu dengan obat pencahar. Penderita anoreksia cenderung melakukan pembatasan konsumsi makanan yang tidak wajar, sehingga berat badan mereka cenderung kurus.

Konsumsi Pangan dan Angka Kecukupan Zat Gizi Remaja Putri

(27)

Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau sekelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tetentu. Manusia memerlukan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, jumlah zat gizi ynag diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan (internal dan eksternal), pemeliharaan tubuh, dan pertumbuhan bagi orang dewasa dan lansia.

Angka kecukupan gizi adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktifitas agar hamper semua orang sehat. Angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan untuk remaja putri dengan berat badan 50 kg menurut WKNPG 2004 adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Angka kecukupan zat gizi (AKG) untuk remaja putri

Zat gizi AKG

(16-18 tahun)

AKG (19-21 tahun)

Energi (Kal) 2200 1900

Protein (g) 50 50

Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan pada remaja saat ini lebih sering diamati dibandingkan kebiasaan makan pada orang dewasa ataupun pada usia lain. Hal ini dikarenakan pada remaja seringkali ditemui kebiasaan makan yang tidak biasa seperti konsumsi camilan yang berlebihan, seringnya makan di luar rumah khususnya konsumsi fast food, penerapan diet yang salah, dan meal skipping (Stang 2000 ). Banyak faktor yang mempengaruhi hal ini, antara lain adalah berkurangnya pengaruh dari keluarga dan meningkatnya pengaruh lingkungan dalam hal pemilihan makanan dan kesehatan, peningkatan iklan-iklan makanan di media, dan lain sebagainya.

(28)

13

     

Remaja mempunyai kecenderungan untuk mengonsumsi makanan di luar rumah, memilih makanan yang dianggap popular dan meningkatkan gengsi, serta mempunyai kebiasaan makan yang tidak teratur (Bourne 1979). Kebiasaan makan yang kurang baik pada remaja dan keinginan untuk terlihat langsing, khususnya remaja putri seringkali menimbulkan gangguan makan atau eating disorders (Bruess 1989).

Kebiasaan makan merupakan tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersikap positif atau negatif. Menurut Suhardjo (1994), kebiasaan makan merupakam cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh psikologi, fisiologi, budaya, dan sosial.

Kebiasaan Sarapan Pagi

Meal skipping merupakan kebiasaan makan yang sering dilakukan oleh remaja. Salah-satu waktu makan yang sering dilewatkan oleh remaja adalah sarapan pagi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Story et al. (2002) ditemukan bahwa sarapan merupakan waktu makan yang paling sering dilewatkan oleh remaja khususnya remaja perempuan. Berdasarkan data nasional di Amerika 24% remaja perempuan melewatkan waktu sarapan setiap harinya (Lin et al. 1996).

Adapun alasan remaja melewatkan waktu sarapannya bermacam-macam mulai dari sibuk, untuk mencegah rasa kantuk saat sekolah/kuliah, serta menurunkan berat badan dengan membatasi asupan kalori. Menurut Gleason et al. (2001), sarapan dilewatkan oleh 15% remaja berumur 9-13 tahun, 34% oleh remaja perempuan berusia 14-19 tahun. Melewatkan sarapan dihubungkan dengan status kesehatan yang kurang baik termasuk indeks massa tubuh yang tinggi, penurunan konsentrasi belajar, peningkatan resiko kekurangan zat gizi terutama kalsium dan serat (Affenito et al. 2005).

(29)

meningkatnya glukosa yang akan disimpan sebagai glikogen, karena aktivitas pada malam hari rendah.

Konsumsi Buah dan Sayur

Menurut (Drapeau et al. 2004), konsumsi buah dan sayuran dapat mencegah kejadian kegemukan karena dapat mengurangi rasa lapar dan tidak menimbulkan kelebihan lemak dan sebagainya. Buah dan sayur dapat menjadi makanan selingan yang sangat baik karena mengenyangkan,rendah lemak, serta kaya akan vitamin yang diperlukan oleh tubuh (Pratiwi 2010).

Menurut Hui (1985), sayur dan buah dapat mencegah kejadian obesitas karena dapat mengurangi rasa lapar namun tidak menimbulkan kelebihan lemak, kolesterol, dan sebagainya. Sayur dan buah umumnya mengandung serat kasar yang dapat membantu melancarkan pencernaan dan mencegah konstipasi. Banyak orang yang kurang menyukai sayuran dalam menu makanan dengan alasan karena rasanya yang kurang enak. Pola makan keluarga tertentu yang tidak mengutamakan sayuran dan buah dalam menu makanan utama menambah parah kurangnya asupan sayuran.

Frekuensi Makan

Menurut Khomsan (2003) bahwa frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari untuk menghindarkan kekosongan lambung. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Priyanto (2007) terbukti bahwa kelebihan frekuensi makan makanan utama dan kelebihan asupan energi merupakan faktor risiko kejadian kegemukan.

Frekuensi makan yang tidak teratur dan jarak antara waktu makan yang terlalu panjang menyebabkan adanya kecenderungan untuk makan yang lebih banyak dan melebihi kebutuhan (Wirakusumah 1994). Menurut Gunawan (1997), untuk memperoleh tubuh yang langsing dan menarik banyak remaja putri yang tidak mau makan pagi, mengurangi frekuensi makan, dan melakukan diet yang berlebihan.

Fast Food dan Soft Drink

(30)

15

     

dikemukakan oleh Kestler (1995) bahwa sebagian besar fast food tinggi kandungan kalori, lemak, garam, dan gulanya, akan tetapi rendah kandungan gizinya. Kebiasaan mengonsumsi fast food yang berlebihan dan tidak dikombinasikan dengan buah dan sayuran segar sebagai sumber serat telah memicu berbagai macam penyakit (Wirakusumah 2007).

Fast food yang popular saat ini adalah hamburger, kentang goreng (french fries), pizza, doughnuts, fried chicken, dan hot dogs. Menurut Stang (2000), alasan remaja banyak mengonsumsi fast food adalah harganya yang murah, jarak restoran fast food yang dekat dengan kampus/sekolah mereka, kenyamanan, serta rasa dari fast food yang cocok dengan selera remaja. Nilai kunjungan tertinggi remaja ke restoran fast food yaitu pada waktu pulang sekolah, kemudian saat ahkir pekan dan pada saat makan malam.

Minuman ringan (soft drink) memiliki kandungan gula yang tinggi sehingga berat badan akan cepat bertambah bila mengonsumsi minuman ini. Kegemukan dapat dicegah sejak dini. Kegemukan pada anak dapat berkelanjutan hingga dewasa dan sulit diatasi (Aini 2008).

Konsumsi Camilan

Menurut Wirakusumah (1994), kebiasaan mengonsumsi camilan dapat berdampak baik dan buruk. Camilan yang sehat adalah camilan yang jika dikonsumsi dapat menyumbangkan sejumlah zat gizi yang signifikan tanpa menurunkan selera makan seperti cracker gandum, buah-buahan, dan lain-lain,. Namun apabila camilan yang dikonsumsi tinggi lemak, tinggi gula namum rendah zat gizi, maka akan berakibat buruk salah-satunya adalah risiko terjadinya kegemukan.

(31)

Aktifitas Fisik

Aktifitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang. Aktifitas fisik adalah gerakan yang dilakukan otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktifitas fisik, otot membutuhkan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2002).

Kategori tingkat aktifitas Physical Activity Level (PAL) dibedakan menjadi tiga, yaitu aktifitas ringan, sedang dan berat. Aktifitas fisik ringan memiliki nilai PAL antara 1.40-1.69. Seseorang yang mempunyai aktifitas fisik yang ringan menggunakan kendaraan untuk transportasi, tidak berolahraga, dan cenderung meluangkan waktu hanya untuk kegiatan yang dilakukan dengan duduk dan berdiri, dengan sedikit gerakan tubuh. Aktifitas fisik sedang memiliki nilai PAL 1.70-1.99. Seseorang yang mempunyai tingkat aktifitas fisik sedang tidak memerlukan energi yang besar, namun kebutuhan energi pada kegiatan ini lebih tinggi daripada kegiatan aktifiats ringan. Aktifitas fisik berat memiliki nilai PAL 2.00-2.39. Aktifitas berat dilakukan oleh seseorang yang melakukan kerja berat dalam waktu yang lama (FAO/WHO/UNU 2001).

Pengetahuan Gizi

Faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang adalah kondisi sosial ekonomi dan pengetahuan gizi yang diperoleh individu tersebut. Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari kebiasaan makan yang tidak sehat. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal ataupun informal. Selain itu, pengetahuan gizi juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi, seperti membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio dan menyaksikan siaran televisi ataupun penyuluhan gizi.

(32)

17

     

Pendidikan gizi banyak berpengaruh dalam mengatasi masalah gizi dan kesehatan. Pendidikan formal yang tinggi, jika tidak disertai dengan pengetahuan gizi yang memadai akan memberikan dampak negatif terhadap masalah gizi (Hanum 1989). Hasil penelitian Andriani (1998) memperlihatkan semakin baik pengetahuan seseorang, akan semakin positif sikapnya terhadap gizi. Menurut Harper, Deaton, dan Driskel (1988), pengetahuan gizi dapat mempengaruhi seseorang dalam jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan (Sunarti 2004). Status gizi merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran yang berasal dari pangan yang dikonsumsi. Status gizi seseorang, pada dasarnya merupakan gambaran kesehatan sebagai refleksi dari konsumsi pangan dan penggunaannya oleh tubuh.

[image:32.595.82.509.43.832.2]

Penentuan status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu pengukuran antropometri, pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis, dan pengukuran dietary intake. Metode yang paling sering digunakan adalah pengukuran antropometri. Indikator antropometri antara lain adalah IMT atau Indeks Massa Tubuh (IMT=BMI, Body Mass Index). IMT merupakan pembagian berat badan (dalam kilogram) terhadap kuadrat tinggi badan (dalam M) (Sunarti 2004). Klasifikasi berat badan berdasarkan IMT pada penduduk Asia dewasa dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2 Klasifikasi indeks massa tubuh

Sumber: WHO (2003) diacu dalam Sunarti (2004)

Klasifikasi IMT

Kurus <18.5 Normal 18.5-24.9 Gemuk 25-30

(33)

   

KERANGKA PEMIKIRAN

Kegemukan bagi remaja putri merupakan permasalahan yang cukup berat, karena remaja putri berkeinginan untuk tampil sempurna yang seringkali diartikan dengan memiliki tubuh ramping, langsing dan proporsional. Kegemukan dapat menjadi masalah yang penting bagi siklus perkembangan remaja. Seorang remaja yang mengalami kegemukan cenderung tidak percaya diri dan tidak puas terhadap bentuk tubuhnya serta memaksa tubuhnya untuk menjadi kurus, dan hal inilah yang mempengaruhi eating disorders seseorang (Hill & William 1998 dalam Kindes 2006). Pada umumnya remaja perempuan lebih tidak puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki lebih banyak citra diri negatif dibandingkan remaja pria (Maulana 2009).

Di lain pihak remaja putri cenderung membatasi asupan makanan karena ingin tampak langsing. Pengaruh lingkungan yang menganggap tubuh kurus adalah cantik telah mempengaruhi persepsi remaja terhadap bentuk tubuh ideal. Adapaun faktor-faktor yang merupakan input bagi terbentuknya perilaku seseorang dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu faktor intrinsik (faktor yang berasal dari dalam diri seseorang) dan faktor ekstrinsik (faktor yang berasal dari luar diri seseorang). Faktor intrinsik terdiri dari status gizi, umur dan asal daerah. Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari besar keluarga, pendidikan, pekerjaan serta pendapatan ayah. Kedua faktor tersebut mempengaruhi perilaku seseorang, perilaku yang dipelajari dalam penelitian ini adalah pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik.

Adapun aktifitas fisik meliputi aktifitas sehari-hari yang dilakukan oleh mahasiswi. Kebiasaan makan merupakan cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, sosial dan budaya (Soehardjo 1989). Aspek kebiasaan makan yang diteliti dalam penelitian ini adalah frekuensi makan, kebiasaan megonsumsi buah dan sayuran, kebiasaan mengonsumsi fast food dan soft drink, serta kebiasaan mengonsumsi camilan.

(34)

19

     

(35)

   

Faktor ekstrinsik - Keadaan sosial ekonomi - Besar keluarga

- Pendidikan Ayah - Pekerjaan Ayah - Pendapatan Ayah

Aktivitas fisik Hari kuliah dan hari

libur

Persepsi tentang kegemukan

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein

Media komunikasi Teman sebaya

Pola Konsumsi Pangan - Kebiasaan makan - Konsumsi Pangan

- Frekuensi Konsumsi Pangan

Gaya hidup - Kebiasaan merokok - Konsumsi alkohol Faktor Intrinsik

- Umur - Status gizi - Asal daerah

Pengetahuan Gizi dan Kegemukan

KERANGKA PEMIKIRAN

[image:35.595.37.540.38.806.2]

Gambar 1 Analisis Hubungan Persepsi Kegemukandengan Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Mahasiswi TPB-IPB

(36)

 

   

METODOLOGI

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai Analisis Hubungan Persepsi tentang Kegemukan dengan Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Asrama Putri mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan kemudahan akses dan birokrasi. Pengumpulan data primer dilakukan selama bulan Mei hingga Juni 2011.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh penelitian adalah mahasiswi tingkat pertama yang tinggal di asrama putri TPB-IPB. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah mahasiswi TPB-IPB yang termasuk kelompok remaja ahkir dengan kisaran umur 19-21 tahun (Sarwono 2003), dalam kondisi sehat, bersedia untuk diwawancarai dan mengisi kuesioner penelitian serta berada di Asrama saat penelitian dilaksanakan. Metode yang digunakan dalam penarikan contoh adalah secara random sampling. Adapun jumlah contoh ditentukan menggunakan rumus:

Keterangan:

Z = nilai z pada derajat kepercayaan / (1.96)

=simpang baku status gizi (IMT) remaja putri 19-21 tahun (1.3) (Wijaya 2010)  = error (1.291%)

=rata-rata status gizi (IMT) remaja putri 19-21 tahun (22.2) (Wijaya 2010) α = 5% (0.05) pada derajat kepercayaan 95%

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang meliputi karakteristik mahasiswi yang terdiri dari nama, usia, indeks massa tubuh, sedangkan data kondisi sosial ekonomi keluarga terdiri jumlah anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan serta pendapatan ayah mahasiswi. Data primer lain adalah kebiasaan makan, recall 1

n = Z2(1-α/2) x σ2 ε2 x φ2 n = 1.962 x 1.32

(37)
[image:37.595.91.506.104.775.2]

x 24 jam (2 hari), food frequency, aktivitas fisik, pengetahuan gizi dan persepsi kegemukandengan melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner.

Tabel 3 Cara pengumpulan data primer

Variabel Data yang dikumpulkan Cara pengumpulan data

Karakteristik contoh : - Umur Kuesioner

- Asal daerah

- Status gizi (berat dan tinggi badan)

Pengukuran dengan

microtoise dan timbangan bathroom scale

Kondisi sosial ekonomi keluarga - Pekerjaan orang tua Kuesioner - Pendidikan orang tua

- Pendapatan orang tua

- Jumlah keluarga

Pengetahuan gizi - Pengetahuan gizi secara umum

Kuesioner

- Pengetahuan

mengenai kegemukan Persepsi kegemukan - Persepsi terhadap

kondisi tubuh aktual

Kuesioner

- Harapan dan tingkat

kepuasaan dan kepercayaan diri contoh

Kuesioner

- Ketakutan terhadap

kegemukan dan hal-hal yang ditakuti bila menjadi gemuk

Kuesioner

- Upaya yang dilakukan untuk mencegah dan atau mengatasi kegemukan

Kuesioner

Hal-hal terkait kegemukan - Persepsi terhadap gambar bentuk tubuh ideal dan gemuk

Kuesioner (gambar 2 siluet tubuh Stunkard)

Kebiasaan makan - Frekuensi makan - Kebiasaan sarapan - Kebiasaan makan

malam

- Konsumsi sayur dan buah

- Konsumsi fast food dan soft drink, kebiasaan

mengonsumsi camilan

Kuesioner dan Wawancara (Food frequency)

Tingkat konsumsi pangan - Jumlah dan jenis makanan yang dimakan

Kuesioner dan Wawancara (food Recall 1x 24 jam 2 hari)

Aktivitas fisik - Kegiatan sehari-hari mahasiswi (hari kuliah dan hari libur)

(38)

23

     

Pengetahuan gizi contoh diukur dengan memberikan 20 buah pertanyaan pilihan berganda yang memiliki satu jawaban yang paling benar (correct-answer multiple choice). Pertanyaan yang diajukan berkaitan zat gizi dan fungsinya secara umum serta segala sesuatu yang berkaitan dengan kegemukan.

Penilaian persepsi mahasiswi mengenai kegemukan diukur dengan memberikan pertanyaan persepsi kegemukan yang diberi skor terdiri dari 10 pertanyaan yaitu kepuasaan dan kepercayaan diri terhadap tubuh aktual, distorsi penilaian tubuh, ketakutan mengalami stroke, diabetes, hipertensi, penyakit jantung, sulit mengikuti mode pakaian dan sulit bergaul jika menjadi gemuk serta adakah upaya pencegahan dan atau penanggulangan terhadap kegemukan (Flynn 1997) dan (Allon 1979).

Pengumpulan data primer menggunakan kuesioner dan pengukuran antropometri dilakukan pada malam hari dengan pertimbangan mahasiswi sedang berada di asrama atau tidak sedang kuliah. Pengukuran antopometri dilakukan untuk mengetahui BMI (Body Mass Index) yang kemudian dibandingkan dengan standar dari WHO 2003. Untuk menentukan nilai BMI diperlukan data berat dan tinggi badan mahasiswi. Pengukuran berat badan orang dewasa dilakukan dengan cara mahasiswi berdiri di atas timbangan (bathroom scale) dengan ketelitian 0.5 kg dengan cara melepaskan sepatu dan barang-barang yang ada di dalam saku dengan tetap menggunakan pakaian.

Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tinggi badan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm dengan cara melepaskan sepatu dan mahasiswi berdiri dilantai yang rata dengan kaki sejajar, leher, bokong, punggung, dan belakang kepala menyentuh dinding tegak lurus, tangan lurus ke bawah di sisi badan secara wajar (Jellife & Jellife 1989).

(39)

Selain itu, food frequency quetionaire merupakan kuesioner yang menggambarkan frekuensi responden dalam mengonsumsi beberapa jenis dan makanan dan minuman. Frekuensi konsumsi makanan dapat dilihat dalam satu hari, minggu, dan bulan. Kuesioner terdiri dari daftar jenis makanan-makanan yang berpontensi menyebabkan kegemukan jika dikonsumsi berlebihan. Makanan tersebut terdiri dari makanan pokok, pangan hewani, pangan nabati, sayuran, buah-buahan, dan makanan jajanan.

Persepsi mahasiswi mengenai kegemukan diukur dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai penilaian mahasiswi terhadap bentuk tubuhnya dan pendapatnya mengenai kegemukan. Persepsi kegemukan ini terdiri dari 10 pertanyaan yang terdiri dari kepuasaan dan kepercayaan diri terhadap bentuk tubuh aktual, ketakutan terhadap kegemukan dan hal-hal yang ditakuti bila menjadi gemuk dan usaha diet yang dilakukan untuk menangani dan atau mencegah kegemukan.

Data konsumsi pangan diperoleh dengan cara food recall 1 x 24 jam (2 hari), yaitu dengan meminta mahasiswi untuk menyebutkan makanan yang dimakan selama 2 hari. Makanan yang dimakan termasuk makanan utama, makanan selingan, waktu makan, jenis pangan dan jumlah yang dikonsumsi dalam bentuk matang, kemudian dikonversikan kedalam bentuk bahan pangan mentah dan dihitung kandungan zat gizi energi, protein, lemak, dan karbohidrat dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Data sekunder yang diambil dalam penelitian ini adalah gambaran umum mengenai asrama TPB-IPB

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari kuesioner diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia statistik dengan menggunakan alat bantu program komputer Microsoft Excel dan SPSS version 16.0. for Windows. Karakteristik contoh dianalisis secara deskriptif. Usia contoh dikategorikan menjadi satu kategori yaitu usia 19 - 21 tahun (remaja ahkir). Asal daerah mahasiwi dikategorikan menjadi Jabodetabek dan Luar Jabodetabek. Penilaian status gizi contoh berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). Secara sederhana contoh dinilai status gizinya berdasarkan nilai IMT dengan rumus:

(40)

25

     

Kondisi sosial ekonomi keluarga contoh terdiri dari besar keluarga, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan ayah contoh. Besar keluarga contoh dibagi menjadi keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang) dan keluarga besar (≥8 orang) (Hurlock 1994). Adapun pendidikan ayah contoh dikategorikan menjadi SD/ Sederajat, SMP/ Sederajat, SMA/ Sederajat, Perguruan Tinggi/ Sederajat. Pekerjaan ayah contoh dikategorikan menjadi Pegawai Negeri Sipil, Wiraswasta, Pegawai Swasta, Polisi/ABRI, Petani/Peternak dan lain-lain. Pendapatan orang tua dibagi menjadi lima kategori yaitu < Rp 2.000.000, Rp 2.000.000-Rp 3.000.000, 3.000.000-5.000.000, dan > Rp 5.000.000.

Penilaian pengetahuan gizi dengan cara memberika skor terhadap setiap jawaban. Data pengetahuan gizi contoh diberi skor 1 jika jawaban terhadap benar dan 0 jika salah, sehingga total skor jika semua jawaban benar adalah 20. Pengetahuan gizi dinilai dengan menjumlahkan skor yang diperoleh kemudian dikategorikan baik, sedang, dan kurang. Pengetahuan gizi dikategorikan baik apabila skor yang diperoleh lebih dari 80% dari total skor, kategori sedang apabila skor yang diperoleh kurang dari 60% dari total skor (Khomsan 2000).

Penilaian persepsi mahasiswi mengenai kegemukan dilakukan dengan cara memberikan skor terhadap setiap jawaban. Data persepsi kegemukan mahasiswi diberi skor 1 jika jawaban terhadap benar dan 0 jika salah, sehingga total skor jika semua jawaban benar adalah 10. Penilaian persepsi mahasiswi mengenai kegemukandikelompokkan menjadi persepsi yang baik (skor persepsi >80%), sedang (skor persepsi 60%-<80%) dan kurang (skor persepsi <60%).

(41)

100 dan skor terendahnya 0. Semakin tinggi skor kebiasaan makan maka semakin baik kebiasaan makan yang diterapkan contoh.

Recall konsumsi pangan juga digunakan untuk melihat konsumsi makanan yang memenuhi kecukupan energi. Data konsumsi pangan diolah menggunakan aplikasi konsumsi pangan. Jumlah makanan dalam bentuk gram/URT kemudian dikonversi menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan dan kemudian dilakukan perhitungan angka konsumsi gizi untuk energi dan protein. Angka kecukupan energi dihitung berdasarkan pengeluaran energi contoh sedangkan angka kecukupan protein mengacu pada angka kecukupan gizi hasil Widyakarya Naional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004.

Adapun rumus umum yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi adalah:

Keterangan:

KGij = Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan yang dikonsumsi

Bj = Berat bahan makanan j (gram)

Gij = Kandungan zat gizi I dari bahan makanan j

BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan

(Sumber: Hardinsyah & Briawan 1994)

Tingkat kecukupan konsumsi merupakan persentase intake contoh. Menurut Depkes Kesehatan (1996), tingkat konsumsi energi dan protein diklasifikasikan menjadi lima tingkatan, yaitu defisit tingkat berat (< 70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), Normal (90-119% AKG), Kelebihan (≥ 120% AKG). Secara umum tingkat kecukupan zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

TGi = Tingkat kecukupan zat gizi i Ki = Konsumsi zat gizi i

AKGi = Kecukupan zat gizi I yang dianjurkan

Data mengenai aktivitas fisik dikumpulkan dengan cara meminta mahasiswi mengisi kuesioner penelitian berupa aktivitas-aktivitas yang dilakukan

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)

(42)

27

     

[image:42.595.66.515.116.802.2]

pada hari kuliah dan hari libur disertai dengan alokasi waktu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut. Aktivitas tersebut kemudian ditentukan nilai Physical Activity Ratio dengan menggunakan acuan dari WHO/FAO/UNO 2001 untuk mendapatkan nilai Physical Activity Level. Berikut adalah Tabel 4 yang menunjukkan nilai PAR dari beberapa kegiatan.

Tabel 4 Nilai Physical Activity Ratio (PAR) setiap kegiatan

Kegiatan PAR Aktifitas Ringan (Sedentary/Light Activity Lifestyle)

- Tidur 1

- Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 2.3

- Makan 1.5

- Memasak 2.1

- Kegiatan yang dilakukan dengan duduk 1.5

- Pekerjaan Rumahtangga 2.8

- Mengenderai kendaraan 2.0

- Berjalan 3.2

- Kegiatan Ringan (Menonton TV) 1.4

Aktifitas Sedang (Active or Moderately Active Lifestyle)

- Tidur 1

- Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 2.3

- Makan 1.5

- Kegiatan yang dilakukan dengan berdiri 2.2

- Transportasi kerja dengan bus 1.2

- Berjalan 3.2

- Olahraga Ringan 4.2

- Kegiatan Ringan (Menonton TV) 1.4

Aktifitas berat (Viogorous or vigorously Active Lifestyle)

Tidur 1

- Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 2.3

- Makan 1.4

- Masak 2.1

- Kegiatan pertanian tanpa menggunakan alat 4.1

Mengambil air 4.4

- Pekerjaan Rumahtangga yang berat 2.3

- Berjalan 3.2

- Kegiatan Ringan 1.4

Sumber: FAO/WHO/UNU 2001

Keterangan: PAR= Physical Activity Ratio (Rasio Aktivitas Fisik)

Secara sederhana, rumus untuk menghitung nilai PAL adalah sebagai berikut:

Adapun Tingkat aktifitas dikategorikan menjadi tiga tingkatan mengacu pada WHO/FAO/UNO (2001), yaitu aktivitas ringan (1.40 ≤ PAL≤ 1.69), aktivitas

Physical Activity Level (PAL) = ∑ (Lama melakukan aktifitas x PAR)

(43)
[image:43.595.83.505.114.777.2]

sedang (1.70 ≤ PAL ≤ 1.99), dan aktivitas berat (2.00 ≤ PAL ≤ 2.39). Berikut adalah Tabel 5 yang menunjukkan jenis dan kategori variabel.

Tabel 5 Jenis dan kategori variabel

No Variabel Kategori Sumber/

Keterangan 1 Usia - 19-21 tahun (Remaja ahkir) Sarwono 2003

2 Asal daerah - Jabodetabek - Luar Jabodetabek

Sebaran contoh

3 Status gizi - Kurus (IMT < 18.5) - Normal (IMT 18.5-22.9) - Gemuk 23-24.9

- Obes (IMT > 25)

WHO 2003 diacu dalam Sunarti 2004

4 Pendidikan ayah - SD/Sederajat - SMP/Sederajat - SMA/Sederajat

- Perguruan Tinggi/Sederajat

Strata Pendidikan

Formal

5 Pekerjaan ayah - Pegawai Negeri Sipil - Wiraswasta - Pegawai swasta - Polisi/ABRI - Petani/Peternak - Lain-lain BKKBN 1996 6 Pendapatan Orangtua

- < Rp 2.000.000

- Rp 2.000.000 – Rp < Rp 3.000.000 - Rp 3.000.000 - < Rp 5.000.000 - Rp > 5.000.000

Sebaran contoh

7 Besar keluarga - Keluarga kecil (≤4 orang) - Keluarga sedang (5-7 orang) - Keluarga besar (≥8 orang)

Hurlock 1994

8 Kebiasaan sarapan

- Setiap hari - 3-5 kali/minggiu - 1-2 kali /minggu - Tidak pernah

Sebaran contoh

9 Frekuensi makan sehari

- 1-2 kali - 3-4 kali - > 4 kali

Sebaran contoh

10 Frekuensi konsumsi sayur dan buah

- 1-2 kali - 3-4 kali - > 4 kali

Sebaran contoh

11 Frekuensi fast food dan soft drink

- Setiap hari - 3-5 kali/minggiu - 1-2 kali /minggu - Tidak pernah

Sebaran contoh

12 Frekuensi mengemil dalam sehari

- Setiap hari - 3-5 kali/minggiu - 1-2 kali /minggu - Tidak pernah

(44)

29

     

No Variabel Kategori Sumber/

Keterangan 13 Aktivitas

sehari-hari

- Ringan (PAL 1.40-1.69) - Sedang (PAL 1.70-1.99) - Berat (PAL 2.00-2.39)

WHO/FAO/UNO 2001

14 Persepsi tentang kegemukan

- Baik (≥ 80%) - Sedang (60-80%) - Kurang (<60%)

Khomsan 2000

15 Pengetahuan gizi - Baik (≥ 80%) - Sedang (60-80%) - Kurang (<60%)

Khomsan 2000

16 Kebiasaan makan - Baik (≥ 80%) - Sedang (60-80%) - Kurang (<60%)

Sebaran contoh

17 Tingkat

kecukupan energi dan protein

- Defisit berat (< 70% AKG) - Defisit sedang (70-79% AKG) - Defisit ringan (80-89% AKG) - Normal (90-119% AKG) - Kelebihan (≥ 120% AKG)

Depkes 1996

Hubungan antar variabel dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman dan Moment Pearson. Uji korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara persepsi kegemukan dengam status gizi, pendapatan ayah mahasiswi, skor kebiasaan makan, dan tingkat kecukupan energi dan protein mahasiswi. Uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui mengetahui hubungan antara aspek-aspek kebiasaan makan seperti kebiasaan sarapan, frekuensi makan, kebiasaan makan malam dan lain-lain. Selain itu uji korelasi Spearmen juga digunakan untuk mengetahui persepsi kegemukan dengan pengetahuan gizi dan aktivitas fisik mahasiswi.

Definisi Operasional

Kegemukan adalah keadaan tubuh dimana berat badan melebihi berat badan ideal sebesar 20%.

Remaja ahkir adalah remaja yang berada dalam masa pertumbuhan tahap ahkir menjelang dewasa dan berada pada kisaran umur 19-21 tahun.

Persepsi kegemukan adalah penolakan seorang mahasiswi terhadap kegemukan yang sesuai dengan ilmu pengetahuan serta tidak mengalami distorsi penilaian tubuh dan puas serta percaya diri terhadap tubuh aktualnya. Semakin baik nilai persepsi tentang kegemukan maka semakin baik penolakan mahasiswi terhadap kegemukan begitu pula sebaliknya. Pola konsumsi pangan adalah perilaku seseorang dalam mengonsumsi

(45)

sayur dan buah, konsumsi fast food dan soft drink, frekuensi makan, serta kebiasaan mengonsumsi camilan .

Frekuensi makan adalah tingkat keseringan seseorang dalam mengonsumsi makanan utama yang diukur dengan satuan kali per hari serta kuantitas dari makanan tersebut (gram).

Fast food adalah makanan cepat saji yang umumnya mengandung kalori dan lemak yang tinggi seperti ayam goreng, hamburger, pizza dan hotdog. Soft drink adalah minuman ringan (soft drink) adalah minuman yang tidak

mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubur atau cair yang mengandung bahan makanan atau bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi.

Aktivitas fisik adalah segala jenis kegiatan fisik yang dilakukan remaja yang digolongkan menjadi 3 jenis yaitu aktivitas ringan, sedang dan berat.

(46)

 

   

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Asrama TPB IPB

Asrama mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor (TPB IPB) terdiri atas asrama putra dan dan asrama putri. Asrama putra terdiri dari empat gedung, yaitu gedung C1, C2, C3 dan C4 (Asrama Sylvalestari). Adapun asrama putri terdiri dari lima gedung, yaitu A1, A2, A3 dan A4 serta A5 (Asrama Sylvasari). Setiap gedung asrama berbentuk hampir sama (kecuali A4, Sylvasari, dan Sylvalestari yang merupakan gedung tambahan). Setiap gedung terbagi atas beberapa lorong yang dikepalai oleh seorang Senior Recidence (SR) untuk mempermudah pengawasan dan pengelolaan. Satu lorong terdiri dari sekurang-kurangnya 40 orang (10 kamar, masing-masing kamar diisi oleh empat orang).

Fasilitas kamar tidur asrama TPB IPB memiliki ukuran 16 m2 (4mx4m). dalam setiap kamar tersedia dua ranjang tidur bertingkat, empat buah lemari, empat buah meja belajar (lengkap dengan lampu), kapstok, tempat sampah, bantal, dan lain-lain. Satu kamar diisi oleh empat orang (kecuali Asrama Sylvalestari dan Sylvasari, setiap kamar diisi oleh 3 orang). Disetiap lorong asrama disediakan toilet, ruang setrika, dan pantry. Tempat cuci tidak disediakan di setiap lorong. Disediakan satu buah dispenser di pantry yang letaknya satu ruangan dengan ruangan setrika. Adapun air yang digunakan di toilet asrama adalah air tanah yang telah melalui proses penjernihan terlebih dahulu.

Kantin asrama putra berada di dalam masing-masing gedung, sedangkan kantin asrama putri berada diluar gedung. Di dalam lingkungan asrama putri juga terdapat toko koperasi dan jasa fotocopi yang menginduk kepada Koperasi Mahasiswa IPB. Di luar gedung, tidak jauh dari asrama putri, terdapat minimarket dengan nama Agrimart IPB yang menyediakan produk-produk makanan, minuman, kecantikan, peralatan mandi, detergen dan produk-produk IPB seperti teh Rozelt, susu Fapet, nugget dan bakso Fapet dan lain-lain. Melalui Agrimart IPB ini mahasiswa TPB-IPB akan lebih mudahuntuk mendapatkan barang-barangyang dibutuhkan tanpa harus keluar terlalu jauh dari lingkungan asrama.

(47)

berbeda-beda. IPB menyediakan bus IPB untuk mempermudah akses ke lokasi-lokasi perkuliahan. Bus IPB akan menjemput dan mengantar mahasiswa ke halte-halte terdekat dengan lokasi perkuliahan. Bus ini tidak memungut biaya dari mahasiswa. Selain bus kampus, disediakan juga sepeda sebagai alternatif transportasi dalam area kampus. Fasilitas lainnya adalah ambulance asrama yang selalu siap selama 24 jam.

Karakteristik Individu

Karakteristik individu yang diamati dalam penelitian ini adalah usia, status gizi (Indeks Massa Tubuh), serta asal daerah mahasiswi. Tabel 6 menjelaskan karakteristik individu mahasiswi. Karakteristik individu yang diamati meliputi umur, status gizi dan daerah asal.

Tabel 6 Sebaran mahasiswi berdasarkan karakteristik individu

Karakteristik Individu n %

Usia

- 19 tahun 69 87.3

- 20 tahun 10 12.7

Total 79 100

Status gizi

- Kurus 7 8.9

- Normal 48 60.8

- Gemuk 24 30.4

- Obes 0 0.0

Total 79 100

Asal daerah

- Jabodetabek 20 25.3

- Luar Jabodetabek 59 74.7

Total 79 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar mahasiswi berusia 19 tahun (87.3%) dan sisanya berusia 20 tahun (12.7%). Mengacu pada Sarwono (2003), maka mahasiswi dalam penelitian ini termasuk ke dalam kategori remaja ahkir. Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia mahasiswi dengan persepsi kegemukan (r= 0.049; p= 0.669), hal ini bermakna bahwa semakin tinggi usia mahasiswi belum tentu persepsi kegemukannya semakin baik.

(48)

33

     

(Sunarti 2004). Sebagian besar mahasiswi dalam penelitian ini memiliki status gizi yang termasuk dalam kategori normal (60.8%), gemuk (30.8%) dan kurus (8.9%). Tidak ada mahasiswi yang status gizinya termasuk dalam kategori obes. Berdasarkan uji korelasi Pearson, terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan persepsi kegemukan (r=0.244; p=0.031), hal ini bermakna bahwa semakin besar nilai IMT maka makin besar pula ketakutan mahasiswi terhadap kegemukan. Hal ini diduga dikarenakan seseorang yang mengalami kegemukan akan lebih perhatian terhadap kegemukan dan berusaha mencari informasi dan pengetahuan yang terkait dengan kegemukan.

Sebagian besar mahasiswi berasal dari luar jabodetabek (74.7%) dan sisanya sebesar 25.3% berasal dari wilayah jabodetabek. Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asal daerah dengan persepsi kegemukan (r=0.018; r= 0.878), hal ini bermakna asal daerah seseorang belum tentu menjamin persepsi kegemukannya semakin baik.

Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Mahasiswi Besar Keluarga

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama (Suhardjo 2000). Besar keluarga dapat mempengaruhi tingkat pengeluaran rumah tangga. Besar keluarga dapat mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Menurut Hurlock (1994) besar keluarga dibagi menjadi keluarga kecil jika jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, sedang jika 5-7 orang, dan besar jika ≥ 8 orang. Besar keluarga mahasiswi tersebar pada kelompok keluarga kecil dan sedang. Berdasarkan kriteria tersebut sebanyak 55.7% mahasiswi termasuk dalam kategori keluarga sedang, 35.4% mahasiswi termasuk dalam kategori keluarga sedang, dan sisanya 8.9% mahasiswi berasal dari keluarga besar.

(49)

Tingkat Pendidikan Ayah

Menurut Suhardjo (1996), tingkat pendidikan orangtua yang baik akan memun

Gambar

Tabel 2 Klasifikasi indeks massa tubuh
Gambar 1 Analisis Hubungan Persepsi Kegemukan dengan Pola Konsumsi
Tabel 3 Cara pengumpulan data primer
Tabel 4 Nilai Physical Activity Ratio (PAR) setiap kegiatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Undang-undang Minyak dan Gas Bumi memuat substansi pokok mengenai ketentun bahwa minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis yang terkandung di dalam

Sistem informasi manajemen menurut Barry E.Cushing yang diterjemahkan oleh (Jogiyanto,2005,14) adalah kumpulan dari manusia dan sumber daya modal di dalam suatu

[r]

Efektivitas Transfer Mlkroba Rumen Kambing Kaligeslng Terhadap Karakteristik Pencernaan Dan Pertumbuhan Domba Merino Yang Memperoleh Pakan Bertanin-Kaliandra (Calliandra

[r]

NASRUDIN Akidah Akhlak MAN Denanyar Kab.. FAUZI Akidah

Diskusi kelas adalah sebuah rangkaian kegiatan pembelajaran kelompok di mana setiap kelompok mendapat tanggung jawab untuk mendiskusikan sesuai dengan tema/masalah/judul

Website mengenai Bengkel ini dibuat dengan menggunakan PHP, MySQL, Dreamweaver, dan Flash Website ini dapat memberi informasi kepada masyarakat yang ingin mengetahui lebih jauh