• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pelita memiliki lokasi yang strategis yang terletak di Jalan Warung Doyong Perumahan Ciampea Asri, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Sekolah tersebut didirikan pada tanggal 9 Juni 1998 yang berada dalam pengelolaan Drs. H.A Hanapi, M.Pd sebagai pemimpin yayasan pendidikan Nurul Walidain T.H. Jumlah seluruh siswa pada sekolah ini sebanyak 3106 siswa yang terdiri atas delapan kompetensi keahlianantaralainakutansi, administrasi perkantoran, pemasaran, usaha perjalanan wisata, akomodasi perhotelan, busana butik, keperawatan, dan farmasi. Setiap jurusan terdiri atas tiga kelas yaitu kelas X, XI, dan kelas XII.

Sekolah ini merupakan sekolah swasta yang telah terakreditasi A sejak tanggal 3 November 2008 yang diakui melalui sertifikat manajemen mutu ISO 9001:2008. Kegiatan akademik dan administrasi di SMK Pelita Ciampea ini telah ditunjang oleh fasilitas pendidikan yang cukup memadai. Fasilitas penunjang kegaitan tersebut terdiri atas beberapa ruangan yang berdiri diatas bangunan bertingkat. Kegiatan akademik siswa SMK Pelita dibagi kedalam dua waktu belajar yaitu kegiatan akademik yang dimulai dari pagi hari hingga siang hari serta kegiatan akademik yang dimulai dari siang hari hingga sore hari. Siswa kelas XI dan XII mendapatkan waktu belajar pagi hari yang dimulai dari pukul 07.00-12.30 WIB, sedangkan kelas X mendapatkan waktu belajar siang hari yang dimulai dari pukul 13.00-17.00 WIB.

Kegiatan non akademik di sekolah ini ditunjang melalui kegiatan ekstrakulikuler yang teridiri atas pencak silat, taekwondo, pramuka, PEC (Pelita English Club), Rohis, Gatra (Gabungan Teater Pelita), basket, futsal, PMC (Pelita Modeling Club), dan Taruna Rimbawan. SMK Pelita juga aktif dalam kegiatan lomba akademik, yakni Lomba Kompetensi Siswa (LKS) SMK tingkat Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 memperoleh Juara 1 di bidang lomba penjualan dan berhak mewakili Provinsi Jawa Barat ke tingkat Nasional.

Karakteristik Individu dan Keluarga Karakteristik Individu

Karakteristik individu meliputi usia, berat badan, tinggi badan, dan uang saku. Tahap perkembangan remaja di bagi menjadi dua tahap, yaitu remaja awal dan remaja akhir. Tahap remaja awal berkisar usia 13-17 tahun dan remaja akhir

berkisar usia 18-21 tahun (Sarwono 1993). Jumlah uang saku diharapkan dapat menggambarkan keadaan sosial ekonomi contoh. Selain itu, satu alasan remaja mengkonsumsi makanan yang beragam adalah uang saku. Pemberian uang saku pada remaja setiap hari merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga kepada remaja untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan.

Siswi yang menjadi sampel penelitian adalah siswi SMK dengan keahlian butik dan keperawatan. Siswi yang menjadi contoh dalam penelitian ini merupakan siswi kelas XI dan XII yang memiliki rata-rata usianya adalah 16.6 tahun (16.6±0.74 tahun). Sebagian besar contoh (95.6%) berada dalam kategori remaja awal dengan kisaran usia antara 14 sampai 17 tahun dan 4.4% contoh berada dalam kategori remaja akhir dengan usia 18 tahun. Contoh yang termuda berumur 14.7 tahun dan yang tertua berumur 18.5 tahun. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh

Karakteristik Kategori Jumlah

n %

Usia Remaja Awal 13-17 th 65 95.6

Remaja Akhir 18-21 th 3 4.4

Uang Saku (Rp/hari)

Sedikit ≤ Rp 12.631 41 60.3

Banyak >Rp 12.631 27 39.7

Pendidikan Ibu Rendah

Tidak sekolah 0 0.0

SD 44 64.7

SMP 13 19.1

SMA 10 14.7

Tinggi Perguruan Tinggi 1 1.5

Pekerjaan Ibu Bekerja

PNS 1 1.5

Wiraswasta/Pedagang 6 8.8

Karyawan swasta 1 1.5

Tidak bekerja Ibu rumah tangga 58* 85.3

Pendapatan orang tua (Rp/bulan) < Rp. 500.000 3 4.4 Rp. 500.000-999.000 11 16.2 Rp. 1.000.000-1.499.000 20 29.4 Rp. 1.500.000-1.999.000 8 11.8 Rp. 2.000.000-2.499.000 11 16.2 Rp 2.500.000-4.999.000 8 11.8 > Rp. 5.000.0000 7 10.3

*2 contoh sudah tidak memiliki ibu karena meninggal dunia

Uang saku yang diberikan berbeda-beda, hal ini bergantung dari besarnya pendapatan orangtua atau banyaknya pengeluaran yang dilakukan oleh remaja. Berdasarkan Tabel 6, lebih dari separuh contoh (60.3%) diberikan uang saku dengan kategori sedikit yaitu kurang dari Rp 12.631 setiap harinya.

Jumlah minimal uang saku yang diterima contoh sebesar Rp 3.000 setiap hari, sedangkan jumlah maksimal uang saku yang diterima contoh sebesar Rp 25.000 setiap hari. Rata-rata uang saku yang diterima contoh setiap harinya sebesar Rp 12.631±4.922. Sebagian besar contoh tidak tinggal di kosan, namun masih tinggal bersama dengan orangtua dengan lokasi tempat tinggal yang cukup jauh dari sekolah. Kondisi ini menyebabkan contoh lebih banyak mengalokasikan uang sakunya untuk biaya transportasi menuju dan pulang sekolah, dibandingkan daya beli terhadap makanan dan minuman (jajanan). Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian, yaitu sebagian besar contoh hanya mampu untuk membeli mie ayam, bakwan, tempe tepung goreng, bakso dan makanan ringan lainnya dengan kandungan gizi rendah.

Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga contoh terdiri dari pendidikan dan pekerjaan ibu, pendapatan orangtua, jumlah anggota keluarga, dan suku orangtua. Pendidikan ibu contoh dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu rendah (tidak sekolah, SD, SMP, SMA) dan tinggi (Perguruan Tinggi). Berdasarkan sebaran pada Tabel 6, hampir seluruh ibu contoh (98.5%) memiliki pendidikan terakhir yang rendah dan hanya 1.5% ibu contoh yang memiliki pendidikan hingga perguruan tinggi. Sebesar 64.7% ibu contoh mempunyai tingkat pendidikan SD, sedangkan proporsi paling kecil adalah ibu contoh dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi (1.5%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu contoh masih rendah yakni hanya mencapai tingkat pendidikan sekolah dasar dan akan mempengaruhi keragaman konsumsi pangan.

Pekerjaan ibu dibedakan menjadi ibu yang bekerja dan tidak bekerja. Berdasarkan Tabel 6, ibu contoh yang mempunyai pekerjaan diluar wilayah domestik rumah tangga mempunyai proporsi yang sangat kecil hanya 11.8% terdiri dari 8.8% yang bekerja sebagai wiraswasta atau pedagang dan masing- masing 1.5% yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan karyawan swasta. Sedangkan sebagian besar ibu contoh lainnya (88.2%) tidak bekerja, yaitu ibu contoh (85.3%) berperan sebagai ibu rumah tangga dan 2.9% ibu contoh yang tidak bekerja dikarenakan telah meninggal dunia.

Jumlah pendapatan yang diperoleh akan menggambarkan besarnya daya beli seseorang. Pendapatan orangtua dalam penelitian ini merupakan jumlah antara pendapatan ayah dan ibu selama satu bulan. Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan orangtua contoh (29.4%) mempunyai

pendapatan pada kisaran Rp. 1.000.000-1.499.000 per bulan, sedangkan pendapatan terendah < Rp. 500.000 per bulan hanya 4.4% dari seluruh orangtua contoh dan terdapat 10.3% orangtua contoh mempunyai pendapatan tertinggi > Rp. 5.000.000 per bulan. Kebiasaan makan suatu keluarga dipengaruhi oleh pendapatan keluarga tersebut. Semakin meningkatnya pendapatan akan menyebabkan perubahan dalam susunan makanan. Hal ini terkait dengan kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan. Namun, peningkatan pendapatan tersebut belum tentu membuat pangan yang dikonsumsi semakin beragam karena kadang-kadang perubahan yang terjadi adalah pangan yang dimakan lebih mahal. Pengurangan waktu makan dapat terjadi pada keluarga dengan pendapatan rendah dengan jumlah anggota yang besar, sedangkan keluarga dengan pendapatan tinggi memiliki keleluasaan dalam memilih dan menentukan makanan yang akan dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhannya (Sukandar 2007).

Besar keluarga adalah sekelompok orang yang yang terdiri dari ayah, ibu, anak, serta anggota keluarga yang lainnya yang hidup dari pengeluaran sumberdaya yang sama (World Bank 2006). Banyaknya jumlah anggota keluarga yang hidup dalam satu rumah dijumpai hanya 5.9% contoh yang mempunyai anggota keluarga kurang dari sama dengan 4 orang, artinya keluarga hanya dengan 2 anak yang dianjurkan BKKBN tentang keluarga kecil bahagia dan sejahtera masih sangat sedikit prosentasenya. Sebagian besar contoh (94.1%) mempunyai keluarga besar yaitu lebih dari 4 orang. Rata-rata jumlah anggota keluarga contoh adalah 6 orang (6.2 ± 1.8). Banyaknya jumlah anggota keluarga mempengaruhi distribusi pangan keluarga dan akhirnya mempengaruhi status gizi anggota keluarga (World Bank 2006). Jumlah anggota keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas dan kuantias pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu (Sukandar 2007).

Menurut Riyadi (1996) salah satu faktor dasar yang mempengaruhi jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi adalah suku bangsa. Pola kebudayaan mempengaruhi orang dalam memilih pangan. Suku orang tua pada contoh sangat bervariasi. Sebagian besar ayah dan ibu contoh berturut-turut sebesar (79.4%) dan (88.2%) berasal dari suku sunda. Ada beberapa orang tua contoh yang berasal dari suku aceh (1.5% ayah contoh), padang (masing-masing ayah dan ibu contoh 1.5%), batak (1.5% ayah contoh), betawi (ayah contoh 4.4% dan

ibu contoh 1.5%), jawa (ayah contoh 11.8% dan ibu contoh 8.8%). Suku melalui sistem sosial budaya mempunyai pengaruh terhadap apa, kapan, dan bagaimana makanan dikonsumsi oleh keluarga. Kebiasaan makan keluarga dipengaruhi pula oleh aturan yang didasarkan kepada adat istiadat dan agama (Pearsonet al.2009).

Status Anemia

Anemia gizi disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin (Hb) tersebut. Hasil pemeriksaan Hb yang dilakukan terhadap contoh menunjukkan kadar Hb yang relatif normal. Dengan menggunakan batas Hb 12 g/dl, ditemukan diantara 68 orang terdapat 13 orang yang menderita anemia sedang yang terdiri dari contoh kelas keperawatan 11 orang dan masing-masing kelas XI dan XII butik 1 orang. Adapun rata-rata kadar Hb contoh adalah 13.8±1.7 g/dl. Gambar 3 menunjukkan bahwa hanya 80.9% contoh yang tidak menderita anemia dan sisanya 19.1% contoh menderita anemia. Prevalensi anemia pada penelitian ini (19.1%) lebih rendah dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Briawan (2008) pada remaja putri di Bogor, yaitu terdapat 25.1% remaja putri menderita anemia. Anemia pada remaja terjadi karena remaja masih dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhan zat besi meningkat namun bioavabilitas rendah yang disebabkan rendahnya pangan sumber heme dan gangguan inhibitor dalam penyerapan (Briawan 2008). Menurut Permaesih & Herman (2005), faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian anemia antara lain gaya hidup seperti merokok, minum minuman keras, kebiasaan sarapan, sosial ekonomi dan demografi, pendidikan, wilayah, umur dan jenis kelamin.

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan status anemia 80.9%

19.1%

Tidak anemia Anemia

Status Gizi

Status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Salah satu penelitian status gizi secara langsung dengan menggunakan antropometri (Supariasa et al. 2001). Proses pertumbuhan pada masa remaja masih berlangsung sehingga IMT belum bisa diklasifikasikan menurut batasan tertentu. Indikator status gizi yang digunakan untuk kelompok umur ini didasarkan jenis kelamin dan pengukuran antropometri berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang disajikan dalam bentuk tinggi badan menurut umur (TB/U) dan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U). Dengan menggunakan baku antropometri usia 5-19 tahun WHO 2007 dihitung nilai z-score TB/U dan IMT/U masing-masing remaja. Selanjutnya berdasarkan nilai z-score status gizi remaja dikategorikan berdasarkan indikator TB/U dan IMT/U. Berdasarkan indikator TB/U meliputi sangat pendek, pendek, dan normal. Berdasarkan indikator IMT/U meliputi sangat kurus, kurus, normal,kelebihan berat badan dan gemuk. Sebaran status gizi contoh dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan status gizi

Status Gizi n % TB/U: - Sangat pendek (z < -3) 0 0.0 - Pendek (-3≤ z < -2) 16 23.5 - Normal (z≥ -2) 52 76.5 IMT/U: - Sangat kurus (z < -3) 1 1.5 - Kurus (-3 ≤ z < -2) 4 5.9 - Normal (-2 ≤ z ≤ +1) 56 82.4

- Kelebihan berat badan (+1 < z ≤ +2) 6 8.8

- Gemuk (z > +2) 1 1.5

Total 68 100.0

Tabel 7 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan status gizi dengan indikator TB/U dan IMT/U termasuk kategori normal. Berdasarkan indikator TB/U, sebagian besar contoh (76.5%) berada dalam kategori normal dan 23.5% contoh termasuk pendek. Berdasarkan indikator IMT/U, sebagian besar contoh (82.4%) berada dalam kategori normal, prevalensi kekurusan 7.4% terdiri dari 1.5% sangat kurus dan 5.9% kurus, prevalensi kegemukan 10.3% terdiri dari 8.8% kelebihan berat badan dan 1.5% gemuk. Rata-rata status gizi contoh berdasarkan indikator IMT/U adalah -0.1±1.3 dan rata-rata status gizi contoh berdasarkan indikator TB/U adalah -1.8±0.8.

Hasil analisis data Riskesdas 2010, secara nasional prevalensi kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun adalah 8.9% terdiri dari 1.8% sangat kurus dan 7.1% kurus. Prevalensi kegemukan pada remaja 16-18 tahun secara nasional masih kecil yaitu 1.4%. Prevalensi kependekan remaja 16-18 tahun secara nasional adalah 31.2% terdiri dari 7.2% sangat pendek dan 24.0% pendek. Apabila dibandingkan dengan prevalensi kekurusan, kegemukan, dan kependekan menurut Riskesdas 2010, prevalensi contoh dengan status gizi kurus (7.4%) cenderung lebih kecil, sedangkan gemuk (1.5%) dan pendek (23.5%) cenderung hampir sama. Hal ini menunjukkan masalah gizi pada kelompok remaja adalah kegemukan dan kependekan (stunting), walaupun masalah gizi kurang juga masih tinggi.

Gambar 4 Distribusi IMT/U contoh dibandingkan dengan WHO

Gambar 4 menunjukkan sebaran status gizi berdasarkan indikator IMT/U berada dalam kategori normal (-2 SD s/d +1 SD), namun kurva menunjukkan cenderung condong ke kiri yang berarti ada kecendrungan memiliki status gizi kurang. Indikator IMT/U digunakan untuk mengukur status gizi masa kini dan memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat). Status gizi dipengaruhi oleh faktor langsung seperti asupan makanan dan status kesehatan. Faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi adalah ketersediaan pangan tingkat rumah tangga, perawatan ibu dan anak, dan pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan (UNICEF 1998 dalam Den Hartog 2006).

Gambar 5 Distribusi TB/U contoh dibandingkan dengan WHO

Gambar 5 terlihat medianz-scoreTB/U pada contoh jauh bergeser ke kiri dibandingkan standar WHO. Median z-score TB/U mendekati -2 standar deviasi yang berarti kependekan (stunting). Hal ini menunjukkan prevalensi kependekan pada remaja masih tergolong besar. Tinggi badan pada suatu waktu merupakan hasil pertumbuhan secara kumulatif semenjak lahir. Oleh karena itu, dapat dipakai sebagai gambaran riwayat status gizi masa lampau. Tinggi badan adalah indeks paling sensitif untuk mendeteksi adanya perubahan sosial ekonomi. Tubuh pendek pada remaja menunjukkan pertumbuhan linear yang buruk yang terakumulasi selama periode sebelum dan setelah kelahiran karena gizi buruk dan kesehatan yang buruk, sehingga berdampak pada dengan kejadian kemunduran mental pada tingkat intelegensi anak,perkembangan psikomotorik, kemampuan motorik yang baik, dan integrasi saraf-saraf neuron (Moehji 2001).

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo 2003). Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan yang tergantung pada lingkungan baik masyarakat maupun keluarga. Kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan gizi kedalam pemilihan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi (Nasoetion & Riyadi 1995).

Tabel 8 Persentase contoh yang menjawab benar tentang pengetahuan gizi

No Pertanyaan Benar

n %

1 Jenis makanan yang lebih sehat pada suatu restoranfast food menawarkan paket makan siang yang murah

67 98.5

2 Akibat remaja putri yang terlalu kurus 64 94.1

3 Dampak mengurangi frekuensi makan 60 88.2

4 Kekurangan zat besi dapat menyebabkan penyakit 60 88.2

5 Kelompok yang berisiko tinggi terkena anemia 65 95.6

6 Tanda-tanda remaja yang mengalami anemia 66 97.1

7 Sumber pangan hewani yang tinggi zat besi 24 35.3

8 Sayuran yang tinggi zat besi 59 86.8

9 Dampak yang ditimbulkan akibat remaja mengalami anemia 60 88.2 10 Jenis vitamin yang membantu penyerapan besi dalam tubuh 35 51.5 11 Jenis minuman yang menghambat penyerapan zat besi dalam tubuh 37 54.4

12 Penyebab terjadinya kekurangan zat besi 52 76.5

13 Salah satu upaya menanggulangi masalah anemia gizi besi 16 23.5

14 Fungsi zat besi didalam tubuh 3 4.4

15 Salah satu efek yang sering timbul pada saat mengonsumsi tablet/pil zat besi

31 45.6

Tabel 8 menunjukkan bahwa secara keseluruhan persentase jawaban contoh yang menjawab benar lebih banyak dibandingkan contoh yang menjawab salah, namun masih terdapat sebagian besar contoh (95.6%) yang menjawab salah pada pertanyaan fungsi zat besi didalam tubuh. Selain itu, terdapat 76.5% dan 64.7% dari contoh yang masih belum mengetahui baik tentang salah satu upaya menanggulangi masalah anemia gizi besi dan sumber pangan hewani yang tinggi zat besi. Terdapat sebanyak 54.4% dari contoh yang belum mengetahui salah satu efek yang sering timbul pada saat mengonsumsi tablet atau pil zat besi. Separuh contoh (51.5% dan 54.4%) mengetahui baik jenis vitamin yang dapat membantu penyerapan besi dan jenis minuman yang menghambat penyerapan zat besi dalam tubuh. Alternatif pilihan jawaban yang terlalu sulit dimengerti atau relatif kurang sering dipilih akan mempengaruhi kecendrungan memilih kemungkinan jawaban yang paling tepat.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (98.5%) mengetahui dengan baik jenis makanan yang lebih sehat pada restoran fast food. Sebagian besar contoh (97.1%) mengetahui dengan baik tanda-tanda remaja yang mengalami anemia. Selain itu, terdapat 95.6% dan 94.1% dari contoh juga mengetahui dengan baik kelompok yang beresiko tinggi terkena anemia dan akibat dari remaja putri yang terlalu kurus. Terdapat lebih dari 75% contoh yang mengetahui baik akibat pengurangan frekuensi makan seperti tidak sarapan atau tidak makan malam, dampak dari kekurangan zat besi, dan

dampak yang ditimbulkan akibat remaja yang mengalami anemia, sayuran yang mengandung tinggi zat besi, dan penyebab terjadinya kekurangan zat besi.

Gambar 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi

Gambar 6 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (72.1%) memiliki tingkat pengetahuan gizi yang sedang, sedangkan hanya 17.6% dari contoh memiliki tingkat pengetahuan gizi yang tergolong baik. Namun, masih terdapat 10.3% dari contoh yang termasuk dalam tingkat pengetahuan gizi kurang. Nilai pengetahuan gizi contoh berkisar antara 40 sampai 86.7 dengan rata-rata 68.5±10.3. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pengetahuan gizi dan anemia contoh termasuk dalam kategori sedang. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang akan cenderung memilih makanan yang murah dengan nilai gizi lebih tinggi dan sesuai dengan jenis pangan yang tersedia serta kebiasaan makan minum sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi (Sukandar 2007). Studi yang dilakukan pada anak sekolah di Taiwan menunjukkan anak-anak yang memiliki pengetahuan gizi yang lebih baik juga menyatakan sikap gizi yang lebih positif, peduli tentang perilaku gizi lebih sering, dan memiliki kualitas makanan yang baik (Wei Linet al. 2007).

Konsep Sarapan Remaja

Sarapan merupakan kegiatan makan dan minum yang dilakukan mulai bangun tidur sampai dengan pukul 09.00 WIB. Konsep sarapan adalah gambaran atau deskripsi contoh mengenai definisi sarapan, makanan dan minuman saat sarapan, peranan dan manfaat sarapan, alasan dan dampak tidak sarapan, waktu sarapan, penyiapan sarapan, dan aturan kewajiban sarapan.

10.3 72.1 17.6 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Rendah (<60) Sedang (60-80) Baik (>80) (%)

Definisi sarapan. Pengertian sarapan menurut contoh cukup beragam (Lampiran 1 No. 7). Seluruh contoh mengartikan sarapan adalah makan di pagi hari. Separuh contoh (55.9%) mengartikan sarapan adalah makan di pagi hari yang memberikan peranan dan manfaat, antara lain sebagai sumber energi dan zat gizi untuk melakukan aktivitas, mencegah sakit, menghilangkan lapar, dan memenuhi kebutuhan tubuh dan sisanya (44.1%) mengartikan sarapan adalah makan di pagi hari yang terdiri dari makanan padat dan minuman dengan porsi sedang. Sarapan merupakan makan di awal hari biasanya dilakukan di pagi hari berupa makanan dan minuman (Hardinsyah 2012). Menurut Depkes (2001), konsep sarapan yang mengacu pada gizi seimbang dapat dipenuhi dengan pemberian makanan terdiri dari sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Keragaan pengertian mengenai sarapan selengkapnya menurut contoh dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Definisi sarapan menurut contoh

No Definisi Sarapan n %

1 Sebagai sumber energi dan zat gizi agar perasaan, berpikir, dan

stamina lebih baik 12 17.6

2 Sebagai cadangan energi awal untuk melakukan aktivitas 11 16.2

3 Untuk mencegah sakit, tetap sehat dan hidup 7 10.3

4 Untuk menghilangkan lapar/supaya kenyang/mengisi perut 7 10.3 5 Makan diawal hari biasanya di pagi hari berupa makanan dan

minuman 3 4.4

6 Makan dengan makanan padat (nasi, bubur, roti) 3 4.4

7 Makan dengan porsi sedang 2 2.9

8 Menjaga pola makan 1 1.5

9 Untuk memenuhi kebutuhan tubuh/jasmani 1 1.5

Pengertian minuman seperti jus, susu, dan teh manis menurut contoh cukup beragam (Lampiran 2 No. 8-9). Sebesar 75% contoh mengatakan jus, susu, dan teh manis bisa disebut sarapan dengan alasan yaitu sebagai sumber energi dan zat gizi, memenuhi kebutuhan cairan dan zat gizi, mencegah sakit/tetap sehat, memperlancar proses pencernaan, dan sebagai pelengkap sarapan (minuman), serta membantu pertumbuhan badan. Hanya 25.0% contoh mengatakan jus, susu, dan teh manis tidak bisa disebut sarapan dengan alasan sarapan adalah makanan padat (bubur dan nasi) mengandung karbohidrat, tidak menyehatkan dan tidak mengenyangkan, dan tidak cukup memenuhi kebutuhan gizi di pagi hari. Padahal minum jus dianjurkan sebelum memulai makan disaat perut masih kosong sehingga zat yang berguna akan segera cepat terserap oleh tubuh dan susu mengandung protein cenderung lebih memberikan rasa kenyang

dibandingkan minuman teh manis karena hanya mengandung karbohidrat sederhana (Bonnie 1998).

Pengertian jajanan menurut contoh cukup beragam (Lampiran 1 No.10- 11). Sebesar 66.2% contoh mengatakan bahwa jajan di pagi hari bisa disebut sarapan jika jajan seperti makan nasi uduk, bubur, roti; menyediakan energi dan zat gizi; menghilangkan rasa lapar, mengisi perut, atau memberikan rasa kenyang. Sebanyak 33.8% contoh mengatakan bahwa jajan di pagi hari tidak bisa disebut sarapan dengan alasan jajan adalahsnackdi siang hari, tidak cukup memenuhi kebutuhan gizi di pagi hari, tidak menyehatkan/tidak hygiens. Umumnya responden menyebutkan contoh jajanan yang bisa disebut sarapan adalah roti, bubur ayam, nasi uduk, lontong dan susu.

Makanan dan minuman saat sarapan. Makanan dan minuman saat sarapan yang baik menurut contoh adalah roti dan susu (26.5%); makanan sepinggan seperti bubur ayam, nasi uduk, nasi goreng (20.6%); sarapan lengkap terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, dan minuman (16.2%); makanan sepinggan dan minuman (16.2%); nasi dan lauk pauk/sayur (11.8%); jajanan seperti roti dan lontong (2.9%); minuman seperti susu/teh manis (1.5%); sereal dan susu (1.5%); susu dan telur (1.5%); dan energen (1.5%) (Lampiran 1 No.13). Menu sarapan akan lebih baik apabila terdiri dari makanan sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur (Depkes 2005). Menurut Khomsan (2002), sarapan dengan aneka ragam pangan yang terdiri dari nasi, lauk pauk, buah dan susu dapat memenuhi kebutuhan akan vitamin dan mineral.

Sarapan yang sehat menunjang konsentrasi belajar. Hanya separuh contoh (51.5%) yang menilai selama ini sarapan contoh sudah menyehatkan dengan alasan makanan yang dimakan mengandung energi dan zat gizi dan

Dokumen terkait