• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masalah kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini adalah masalah gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi menyebabkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) menjadi rendah. Rendahnya kualitas SDM merupakan tantangan berat dalam menghadapi persaingan bebas di era globalisasi. Oleh karena itu, diperlukan perilaku konsumsi makanan yang baik dan sesuai yang diwujudkan dalam bentuk pesan umum gizi seimbang (Depkes 2005).

Sarapan merupakan salah satu waktu makan yang penting bagi setiap orang. Pada anak sekolah, termasuk remaja usia 16-18 tahun, sarapan berfungsi untuk mendapatkan sumber energi dan zat gizi agar dapat berpikir, belajar, dan melakukan aktivitas secara optimal setelah bangun pagi. Menurut Depkes (2005), proporsi asupan zat gizi makro yang dianjurkan untuk anak sekolah sehari menurut pedoman umum gizi seimbang (PUGS) meliputi karbohidrat 50- 60%, lemak sekitar 25%, dan protein sekitar 15%. Proporsi tersebut sudah mencakup sarapan. Khomsan (2002) berpendapat sarapan dapat menyumbang kontribusi energi sebesar 25 persen dari angka kebutuhan gizi sehari. Sarapan dibutuhkan untuk mengisi lambung yang telah kosong selama 8-10 jam, sehingga kadar glukosa yang semula turun akan kembali meningkat.

Sarapan terbukti dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan stamina anak sekolah. Dengan sarapan kadar gula darah akan kembali normal setelah 8- 10 jam tidak makan. Apabila kadar gula darah normal, maka konsentrasi bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas. Namun, hasil analisis data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010, masih banyak anak yang tidak terbiasa sarapan sehat, yaitu sekitar 35.000 anak usia sekolah (26.1%) yang hanya sarapan dengan air minum dan 44.6% memperoleh asupan energi dari sarapan kurang dari 15% kebutuhan energi per hari (Balitbangkes 2010). Sarapan sebaiknya memenuhi 330-550 kkal dan 8.3-13.8 g protein untuk mencukupi kebutuhan remaja siswi (15%-25% kebutuhan gizi sehari) sehingga dapat mengikuti berbagai kegiatan sekolah dan berkonsentrasi serta memahami pelajaran yang diberikan guru.

Kebiasaan sarapan adalah salah satu pola hidup sehat bergizi seimbang untuk anak sekolah, termasuk remaja. Namun, sarapan relatif lebih sering dilakukan oleh anak usia kurang dari 10 tahun dan dewasa lebih dari 65 tahun. Hasil studi yang dilakukan pada remaja usia 13-16 tahun di Amerika Serikat dan

Eropa pada tahun 1970 hingga 2004 di pedesaan dan perkotaan menunjukkan sebanyak 10-30% mempunyai kebiasaan tidak sarapan (Rampersaud et al. 2005). Hasil studi di Indonesia yang dilakukan di enam kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpansar) menunjukkan hasil yang lebih kurang sama, yaitu sekitar 14-25% remaja yang tidak sarapan. Alasan umum remaja tidak pernah sarapan atau sarapan secara kadang-kadang karena makanan belum tersedia, tidak terbiasa, malas atau waktu makan sempit pada pagi hari. Susunan hidangan sarapan pada remaja tidak selalu merupakan susunan hidangan lengkap yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah, tetapi hanya nasi dan lauk pauk, nasi goreng, roti dan isi, dan mie goreng sehingga menyediakan konsumsi zat gizi yang tidak seimbang (Mudjianto et al. 1994). Affenito et al. (2005) juga menunjukkan dalam hasil penelitiannya bahwa kebiasaan sarapan pada usia remaja cenderung menurun dengan bertambahnya usia. Persentase remaja perempuan yang memiliki kebiasaan sarapan menurun dari 77% pada usia 9 tahun menjadi kurang dari 32% pada usia 19 tahun. Padahal, remaja yang mengonsumsi sarapan secara rutin memiliki asupan karbohidrat, protein, dan serat yang lebih tinggi dan asupan lemak yang lebih rendah daripada mereka yang tidak sarapan (Rampersaudet al. 2005).

Penelitian mengenai kebiasaan sarapan pada remaja di Indonesia belum banyak dibahas. Pearson et al. (2009) menekankan pentingnya meneliti faktor yang terkait dengan konsumsi sarapan pada remaja, terutama faktor orangtua karena dapat berimplikasi dalam pengembangan dan implementasi efektif intervensi gizi pada kelompok risiko tinggi.

Sarapan yang ideal seharusnya memenuhi seperempat kebutuhan gizi remaja. Sarapan harus ada zat gizi seperti protein, lemak, vitamin, mineral, air dan serat (Bonnie 1998). Namun, kebanyakan remaja tidak makan sarapan bergizi seimbang. Hal ini terlihat dari masih rendahnya kontribusi energi dan zat gizi terlihat dalam menu sarapan. Selain itu, ragam jenis pangan yang dikonsumsi sebagai sarapan juga masih rendah (Hardinsyah 2012). Remaja putri merupakan golongan umur sensitif terhadap perilaku makan, termasuk perilaku sarapan. Golongan ini mulai mencari identitas dan sangat menjaga penampilan tubuh. Menurut Adimuntja et al. (2008), hasil analisis data Riskesdas 2007 adanya kecendrungan bahwa semakin kurang baik perilaku konsumsi remaja, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia, yang berarti rendahnya kadar hemoglobin (Hb) maupun sel darah merah. Jumlah penderita anemia yang

berasal dari kelompok usia sekolah (6-16 tahun) mencapai 65 juta jiwa. Penelitian Ruxton & Kirk (1997) menunjukkan kebiasaan tidak sarapan dapat menyebabkan defisiensi Vitamin A, Vitamin B6, Kalsium, Tembaga, Besi, Magnesium dan Seng. Briawan (2008) menyatakan hasil penelitiannya di Bogor menunjukkan prevalensi anemia di kalangan remaja putri adalah 25.1% (kategori sedang). Prevalensi defisiensi gizi besi (IDA) sebesar 16.4% yang menunjukkan bahwa sekitar 65% anemia di kalangan remaja putri disebabkan oleh defisiensi zat besi. Data Riskesdas 2007 mengungkapkan 93.6% penduduk Indonesia diatas usia 10 tahun kurang konsumsi sayur dan buah, sementara konsumsi gula dan garam meningkat. Hal ini bisa menyebabkan kegemukan serta menimbulkan penyakit degeneratif (Adimuntja et al. 2008). Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk melihat kebiasaan sarapan pada remaja siswi yang sedang sekolah setingkat sekolah menengah atas.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kebiasaan sarapan pada remaja siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Bogor.

Tujuan Khusus

1. Mempelajari karakteristik individu dan keluarga remaja siswi SMK. 2. Mempelajari pengetahuan gizi remaja siswi SMK.

3. Mempelajari konsep sarapan remaja siswi SMK.

4. Mengidentifikasi kebiasaan sarapan remaja siswi SMK. 5. Menilai kualitas sarapan remaja siswi SMK.

6. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan kebiasaan sarapan remaja siswi SMK.

7. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi dan kebiasaan sarapan dengan kualitas sarapan remaja siswi SMK.

8. Menganalisis hubungan kualitas sarapan dengan status anemia remaja siswi SMK.

Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kebiasaan sarapan remaja SMA/SMK/MA. Informasi tersebut dapat membantu orang tua dan remaja dalam menyadarkan pentingnya meningkatkan kualitas sarapan. Informasi ini juga dapat digunakan pihak sekolah dan pemerintah dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya sarapan dengan makanan bergizi.

TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen terkait