• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA PEMIKIRAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum RSUP Fatmawat

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati terletak di wilayah Jakarta Selatan dengan luas bangunan 57.457,50 m2 dan luas tanah 13 Ha. Sebagai RS badan layanan umum (BLU) yang berfungsi sebagai pusat rujukan bagi wilayah Jakarta Selatan dan juga berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan.

Gambar 3. Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta Selatan

Sejarah Singkat

Tahun 1953, Ibu Fatmawati memiliki gagasan untuk mendirikan rumah sakit Tuberculose Anak untuk perawatan dan tindakan rehabilitasinya. Tahun 1961 berubah fungsi menjadi Rumah Sakit Umum dan 15 April 1961 ditetapkan sebagai Hari Jadi rumah sakit Fatmawati. Akhir tahun 2005, menjadi unit pelaksana teknis (UPT) Departemen Kesehatan dengan menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum.

Visi dan Misi

Visi RSUP Fatmawati adalah menjadi rumah sakit terkemuka yang memberikan pelayanan melampaui harapan pelanggan, dengan memberikan pelayanan prima, efisien dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, melakukan perbaikan secara berkesinambungan, proaktif serta berorientasi kepada pelanggan.

Misi RSUP Fatmawati antara lain memberikan pelayanan medis yang sesuai dengan standar pelayanan dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, melakukan perbaikan secara berkesinambungan, proaktif serta berorientasi kepada pelanggan. Memfasilitasi dan meningkatkan pendidikan, pelatihan, dan penelitian untuk pengembangan sumber daya manusia dan pelayanan.

Pelayanan Medis, Fasilitas Pelayanan, Pelayanan Penunjang

Pelayanan Medis terdiri atas Pelayanan unggulan (Bedah Orthopaedi dan Rehabilitasi Medis, Rawat Darurat, Rawat Jalan, Rawat Inap), Pelayanan Terpadu (Poli VCT, Tumbuh Kembang, Klinik Remaja, Perinatal Resiko Tinggi, dll), Pelayanan Pemeliharaan Kesehatan (MCU dan klub), Klinik Dokter Spesialis.

Fasilitas pelayanan terdiri atas Unit Emergensi, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Bedah Sentral, intensive care unit (ICU), cardiac emergency unit (CEU), Haemodialisa, NICU / PICU, medical check up (MCU), Pelayanan Unggulan Terpadu (Poli Konseling ODHA Wijaya Kusuma, Klinik Tumbuh Kembang, Klinik Kesehatan Remaja, Kanker/PPKT), Praktek Dokter Spesialis ( PDS), Klub Kesehatan (stroke, asma, diabetes, kanker, osteoporosis, geriatri, jantung sehat).

Pelayanan penunjang terdiri atas Farmasi/Apotek (24 jam), Laboratorium Klinik (24 jam), Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Patologi Anatomi, Radiologi dan Kedokteran Nuklir (24 jam) (CT Scan, C-Arm, Mammography). Diagnostik Penunjang (ECG, EEG, EMG, Echo-Cardiograph Color dan Doppler Audiometric), Instalasi Gizi, Instalasi Forensik dan Perawatan Jenazah, Instalasi Sterilisasi dan Sentralisasi Binatu.

Gambar 4. Fasilitas Penunjang Laboratorium dan Apotek

Kapasitas Tempat Tidur

Kapasitas tempat tidur terdiri atas kelas VIP sebanyak 45 buah, Kelas I utama sebanyak 30 buah, kelas I standar 22 buah, kelas II utama 97 buah, kelas II standar 52 buah, kelas III 226 buah, kelas bayi 45 buah. Total kapasitas tempat tidur 517 buah.

Gambaran Umum Instalasi Gizi Komponen Ketenagaan

Berdasarkan jenis kegiatan ketenagaan terdiri atas dokter spesialis gizi klinik (1 orang), ahli gizi (16), pengatur gizi (3), administrasi (1), pengolah makanan (28), pramusaji (36). Berdasarkan jenis pendidikan terdiri atas dokter spesialis gizi klinik (1), sarjana pertanian jurusan gizi (1), sarjana kesehatan masyarakat (1), DIV Gizi & Sarjana Ekonomi (1), DIV Gizi (2), DIII Gizi (11), D1 Gizi (3), SMA (5), SMKK (26), SMIP (1), KPAA (5), SMP (21), SD (7).

Gambar 5. Instalasi Gizi dan Ketenagaan

Kegiatan Pelayanan Gizi

Pelayanan gizi Instalasi Gizi RSUP Fatmawati dikelompokkan menjadi 4 antara lain Penyediaan, Pengolahan dan Penyaluran Makanan; Pelayanan Gizi Ruang Rawat Inap; Penyuluhan dan Konsultasi Gizi; Penelitian dan Pengembangan Gizi terapan.

Penyediaan, Pengolahan, dan Penyaluran Makanan Penyusunan Anggaran Belanja Makanan (PABN)

PABN adalah kegiatan perhitungan jumlah biaya yang diperlukan untuk penyediaan bahan makanan bagi konsumen yang dilayani di RSUP Fatmawati. PABN dibuat 8 bulan sebelum tahun anggaran baru dengan langkah-langkah antara lain penetapan standar pemberian makanan pasien sesuai kelas perawatan dan menghitung indeks harga makanan per orang per hari, menghitung anggaran bahan makanan setahun.

Perencanaan Menu

Perencanaan menu yang bertujuan agar tersedianya beberapa buah susunan menu yang akan dipakai seperti siklus menu 10 hari, pengumpulan hidangan yang umum dan populer, membuat pola menu dan master menu yang memuat garis besar frekuensi penggunaan bahan makanan sesuai siklus menu.

Standar Bumbu

Standar bumbu yang digunakan ada 4 macam antara lain standar bumbu A (digunakan untuk kalio, sambal goreng. Bahan dasarnya adalah bawang merah, bawang putih, cabe merah, gula merah, kemiri. Standar bumbu B (digunakan untuk resep opor, kari, gudeg. Bahan dasarnya adalah bawang merah dan putih, gula merah, kemiri). Standar bumbu C (digunakan untuk sop dan sejenisnya. Bahan dasarnya adalah bawang merah dan putih, lada). Standar bumbu D (untuk tumisan, pindang. Bahan dasarnya bawang merah dan putih, cabe merah, daun salam, laos).

Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan

Perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah kegiatan perhitungan kebutuhan bahan makanan yang diperlukan pada periode waktu tertentu yaitu bulanan atau tiga bulanan. Langkah-langkahnya antara lain menentukan jumlah pasien, menentukan standar porsi tiap bahan makanan dan berat kotor, menghitung berapa kali pemakaian bahan makanan setiap siklus menu, menghitung perkiraan sisa bahan makanan dalam periode terdekat dengan awal pembelian yang akan datang.

Pembelian dan Pemesanan Bahan Makanan

Pembelian bahan makanan dilakukan oleh tim pengadaan barang non medik dan gizi. Pelaksanaan pembelian antara lain dilakukan melalui pelelangan umum dan terbatas, penunjukkan langsung, maupun pembelian langsung. Pemesanan bahan makanan adalah penyusunan permintaan bahan makanan berdasarkan menu atau pedoman menu dan rata-rata jumlah pasien yang dilayani. Langkah-langkahnya antara lain ahli gizi membuat rekapitulasi kebutuhan bahan makanan untuk esok hari dengan cara standar porsi x jumlah pasien. Bila sudah disetujui kepala instalasi gizi, surat pesanan diserahkan pada rekanan yang telah ditetapkan. Untuk bahan makanan segar akan dipesan setiap hari, sementara bahan makanan kering akan dipesan 1-2 kali dalam 1 bulan.

Penerimaan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Makanan

Penerimaan bahan makanan adalah kegiatan yang meliputi pemeriksaan atau penelitian, pencatatan dan pelaporan tentang macam kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan dan spesifikasi yang telah ditetapkan. Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata,

menyimpan, memelihara, menjaga keamanan bahan makanan kering dan basah serta pencatatan dan pelaporannya. Penyaluran bahan makanan adalah tata cara mendistribusikan bahan makanan berdasarkan permintaan harian, yang bertujuan agar tersedianya bahan makanan siap pakai dengan kualitas dan kuantitas yang tepat sesuai kebutuhan.

Persiapan Bahan Makanan

Persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam rangka menyiapkan bahan makanan dan bumbu-bumbu (yang siap untuk dimasak sesuai dengan standar resep), serta peralatan sebelum dilakukan pemasakan.

Pengolahan dan Pendistribusian Makanan

Pengolahan makanan dilakukan sesuai dengan menu yang telah ditetapkan dan menu pilihan. Pengolahan makan pagi dilakukan pada pukul 03.00 sampai dengan pukul 06.00 pagi, sedangkan untuk makan siang dan

snack pagi dilakukan pukul 08.00 sampai dengan pukul 10.30, sedangkan untuk makan sore dilakukan pukul 12.00 sampai dengan pukul 15.30.

Gambar 6. Pemorsian Susu dan Pengolahan Makanan

Pendistribusian makanan adalah serangkaian kegiatan penataan makanan ke dalam alat makan sesuai diet dan penyaluran makanan ke ruang rawat inap sampai ke pasien sesuai diet. Pendistribusian makanan dilakukan secara sentralisasi, makanan ditata dalam alat makan di instalasi gizi.

Pelayanan Gizi di Ruang Rawat Inap

Pada tahap penapisan dan pengkajian berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, antropomentri, laboratorium, dan pemeriksaan lainnya, dokter akan menetapkan apakah pasien memerlukan terapi atau tidak. Bila memerlukan terapi diet, maka akan dilakukan intervensi lanjut oleh dietisien. Selama dirawat pasien memperoleh penyuluhan gizi agar diperoleh penyesuaian paham mengenai dietnya. Makanan khusus dipesan ke tempat pengolahan makanan kemudian dari tempat pengolahan makanan didistribusikan lagi ke pasien di ruang rawat inap. Pasien diamati dan dievaluasi asupan makanannya, bila diperlukan perubahan diet, maka akan dikoordinasikan lanjut pada dokter yang merawat pasien oleh dietisien.

Gambar 8. Evaluasi Diet Pasien

Penyuluhan dan Konsultasi Gizi

Penyuluhan dan konsultasi gizi merupakan serangkaian kegiatan penyampaian pesan-pesan gizi yang bertujuan untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap serta perilaku sehat bagi individu dan masyarakat RS (pasien, keluarga, dan petugas RS). Konsultasi gizi perorangan diberikan kepada pasien-pasien rawat inap dan rawat jalan yang memerlukan terapi diet.

Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Gizi terapan

Kegiatan penelitian dan pengembangan gizi adalah kegiatan yang mendukung pelaksanaan kegiatan-kegiatan gizi. Jenis kegiatan disusun berdasarkan urutan dan prioritas yang dianggap penting dan sesuai kebutuhan. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dua sampai tiga topik dalam satu tahun. Perencanaan penelitian dibuat ahli gizi, sedangkan pelaksanaannya oleh mahasiswa praktek kerja lapang (PKL) di instalasi gizi RSUP Fatmawati.

Karakteristik Contoh Jenis Kelamin dan Usia

Sebanyak 60% contoh adalah wanita. Sebagian besar contoh berada pada rentang usia dewasa menengah (40-65 tahun) yaitu 87.5%, dewasa awal 7.5 % dan dewasa akhir 5%.

Tabel 10. Sebaran Contoh berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis kelamin

Kelompok Umur Wanita Pria Total

n % n % n %

Dewasa Awal (20-40 tahun) 2 5 1 2.5 3 7.5

Dewasa Menengah (40-65 tahun) 21 52.5 14 35 35 87.5

Dewasa Akhir (>65 tahun) 1 2.5 1 2.5 2 5

Total 24 60 16 40 40 100

Hasil penelitian dilaporkan dalam buku Konsensus PERKENI (2006), orang yang beresiko DM berusia lebih dari 45 tahun.

Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan

Tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan contoh sangat bervariasi, yang dikelompokkan menjadi 6 tingkat pendidikan dan 8 jenis pekerjaan. Tamatan SLTP dan SMU masing-masing 30% contoh. Separuh contoh berprofesi sebagai ibu rumah tangga (IRT) dan pegawai swasta 25% contoh.

Tabel 11. Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SMU Univ./Akademi Total Jenis Pekerjaan n % n % n % n % n % n % n % IRT 2 5 3 7.5 3 7.5 9 22.5 2 5 1 2.5 20 50 Wiraswasta 0 0 1 2.5 0 0 0 0 1 2.5 0 0 2 5 Peg.Swasta 0 0 0 0 1 2.5 1 2.5 7 17.5 1 2.5 10 25 PNS 0 0 0 0 1 2.5 0 0 0 0 0 0 1 2.5 Perawat 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2.5 0 0 1 2.5 Pensiun ABRI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2.5 1 2.5 Pekerja Lepas 2 5 0 0 0 0 2 5 1 2.5 0 0 4 10 Supir angkot 0 0 1 2.5 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2.5 Total 4 10 5 13 5 12.5 12 30 12 30 3 7.5 40 100

Pendidikan tertinggi pasien menunjang tingkat pengetahuan tentang kesehatan, penerimaan informasi formal lebih mudah diterima (Tupitu, 2006).

Status Gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Status gizi 32.5% contoh tergolong normal, 32.5% gemuk, dan 17.5% kurus. Tidak ada contoh yang mengalami Obesitas II. Status gizi kurus contoh memiliki kisaran antara 14.84-17.63 kg/m2 dan status gizi gemuk contoh memiliki kisaran antara 26.45-28.44 kg/m2.

Tabel 12. Sebaran Contoh berdasarkan Status Gizi (Klasifikasi HISOBI tahun 2004)

Wanita Pria Total Status Gizi berdasarkan

IMT (kg/m2) n % n % n % Kurus (underweight) <18.5 1 2.5 6 15.0 7 17.5 Normal 18.5-22.9 10 25.0 3 7.5 13 32.5 Gemuk (overweight) ≥23 At Risk 23-24.9 4 10.0 3 7.5 7 17.5 Obesitas I 25-29.9 4 10.0 2 5.0 6 15.0 Obesitas II ≥30 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Tidak tersedia 5 12.5 2 5.0 7 17.5 Total 24 60.0 16 40.0 40 100.0

Sebanyak 17.5% (n=7) contoh tidak tersedia data status gizi, karena tidak dapat ditimbang berat badannya disebabkan kondisi pasien yang tidak mampu berdiri, meskipun tinggi badan dapat diukur dengan rumus tinggi lutut. Hal ini disebabkan komplikasi yang diderita cukup parah seperti hipertensi dan gangren. Hasil penelitian dilaporkan dalam buku Konsensus PERKENI (2006), orang yang beresiko DM antara lain usia lebih muda (dari 45 tahun) dengan IMT >23 kg/m2 disertai faktor resiko seperti kebiasaan tidak aktif.

Pada Diabetisi yang mengalami kegemukan, tingginya proporsi kelebihan lemak tubuh terletak di bagian intra-Abdominal (bagian dalam perut). Hal ini menyebabkan banyaknya gangguan metabolik dan akibat fisiologis, seperti resistensi insulin, terganggunya toleransi glukosa, dislipidemia, dan hipertensi (Heimburger dan Ard, 2006).

Status Gizi dan Jenis Diet DM

Penetapan jenis diet DM didasarkan oleh status gizi pasien. Pasien yang berstatus gizi gemuk (IMT≥23 kg/m2) akan memperoleh jenis diet rendah kalori, pasien dengan status gizi normal (18.5 kg/m2<IMT≤22.9 kg/m2) memperoleh diet kalori sedang dan pasien yang kurus (IMT≤18.5 kg/m2) memperoleh jenis diet tinggi kalori.

Sebanyak 12% contoh yang tergolong kurus memperoleh diet DM VI, 21% contoh yang berstatus gizi normal memperoleh diet DM IV, 15% contoh yang gemuk memperoleh diet DM IV dan DM V.

Tabel 13. Sebaran Contoh berdasarkan Status Gizi dan Jenis Diet DM

Kurus Normal Gemuk (Overweight) ≥23 kg/m2 Kalori <18.5 kg/m2 18.5-22.9 kg/m2 At Risk 23-24.9 Obesitas I 25-29.9 Obesitas II ≥30 Total Jenis Diet n % n % n % n % n % n % DM IV 1700 2 6.1 7 21.2 4 12.1 1 3.0 0 0.0 14 42.4 DM V 1900 0 0.0 2 6.1 3 9.1 2 6.1 0 0.0 7 21.2 DM VI 2100 4 12.1 2 6.1 0 0.0 2 6.1 0 0.0 8 24.2 DM VII 2300 0 0.0 1 3.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 1 3.0 DM VIII 2500 0 0.0 1 3.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 1 3.0 DM VIII+ 2700 1 3.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 1 3.0 DMVIII++ 2900 0 0.0 0 0.0 0 0.0 1 3.0 0 0.0 1 3.0 Total 7 21.2 13 39.4 7 21.2 6 18.2 0 0.0 33 100.0

Berdasarkan Moehyi (1992b), diet DM I, II, III diberikan pada Diabetisi yang mengalami obesitas, diet DM IV dan V diberikan pada Diabetisi yang berstatus gizi normal, dan diet DM VI, VII, VIII diberikan pada Diabetisi yang kurus, memiliki komplikasi, atau sedang hamil. Pemberian jenis diet yang sesuai dengan status gizi pasien bertujuan agar berat badan pasien menuju normal.

Bagi Diabetisi, diet merupakan obat utama yang dapat menekan timbulnya Diabetes Mellitus laten dan dapat menekan manifestasi penyulit akut maupun kronik (Tjokroprawiro, 2006).

Aktivitas Fisik

Aktifitas fisik merupakan faktor yang menentukan kebutuhan energi pasien. Berikut tabel sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik.

Tabel 14. Sebaran Contoh berdasarkan Aktivitas Fisik

Wanita Pria Total

Aktifitas

n % n % n %

Ambulatory 13 32.5 7 17.5 20 50

Non-ambulatory 11 27.5 9 22.5 20 50

Total 24 60 16 40 40 100

Jumlah pasien yang mampu turun dari tempat tidur (ambulatory) sebanding dengan jumlah pasien yang non-ambulatory (aktivitas fisik di atas tempat tidur) yaitu masing-masing sebesar 50%.

Aktifitas fisik yang dianjurkan bagi Diabetisi adalah dengan membiasakan berjalan sedikitnya 3-4 kali dalam seminggu, selama kurang lebih 30 menit.

Kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan sebaiknya dihindarkan (PERKENI, 2006).

Data Riwayat Diabetes Mellitus Contoh Lama Perawatan

Sebagian besar (72.5%) contoh dirawat lebih dari 10 hari, terdiri atas 42.5% wanita dan 30% pria. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Sebaran Contoh berdasarkan Lama Rawat dan Jenis kelamin

Wanita Pria Total

Lama Perawatan n % n % n %

5 hari 0 0 0 0 0 0

6-10 hari 7 17.5 4 10 11 27.5

>10 hari 17 42.5 12 30 29 72.5

Total 24 60 16 40 40 100

Perubahan lingkungan pada orang yang dirawat dalam waktu lama di rumah sakit, dapat menyebabkan tekanan psikologis pada orang yang bersangkutan. Hal ini menyebabkan hilangnya nafsu makan dan rasa mual terhadap makanan yang disajikan (Subandriyo, 1995).

Jenis Komplikasi dan Lama Perawatan

Sebagian besar contoh sudah mengalami komplikasi, baik yang sifatnya akut maupun kronis. Jenis komplikasi adalah ginjal sebanyak 27.5% contoh, gangren dan hipertensi 12.5% contoh, gangguan pencernaan (dyspepsia dan

gastroentritis) 10%, neuropati & hati 7.5%, TB Paru (Tubercolosis Paru) 5%, KAD (Keto-Asidosis Diabetes) 5%, retinopati 5%, jantung 2.5%, hipoglikemi 2.5%, dan prostat 2.5% contoh.

Sebanyak 22.5% contoh dengan komplikasi ginjal dan 12.5% contoh komplikasi gangren dirawat lebih dari 10 hari. Sebanyak 7.5% contoh dengan gangguan pencernaan dan 5% komplikasi ginjal dirawat 6-10 hari. Waktu perawatan yang cenderung lebih dari sepuluh hari, pada pasien komplikasi ginjal dikarenakan pasien harus menjalani hemodialisa dan dikontrol asupan makanannya terutama protein. Pada pasien gangren, lamanya perawatan bertujuan untuk mempercepat proses penyembuhan infeksi melalui perawatan yang intensif. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Komplikasi dan Lama Perawatan

Lama Rawat

6-10 hari >10 hari Total Jenis Komplikasi n % n % n % Ginjal 2 5 9 22.5 11 27.5 Hati 0 0 3 7.5 3 7.5 TB Paru 1 2.5 1 2.5 2 5 Hipoglikemi 1 2.5 0 0 1 2.5 Gg. Pencernaan 3 7.5 1 2.5 4 10 Gangren 0 0 5 12.5 5 12.5 KAD 0 0 2 5 2 5 Retinopati 0 0 2 5 2 5 Neuropati 0 0 3 7.5 3 7.5 Hipertensi 2 5 3 7.5 5 12.5 Jantung 1 2.5 0 0 1 2.5 Prostate 1 2.5 0 0 1 2.5 Total 11 27.5 29 72.5 40 100

Diabetisi mempunyai kecenderungan tujuh belas kali lebih beresiko mengalami gangguan fungsi ginjal, dibandingkan dengan ginjal orang normal. Hal ini disebabkan oleh faktor infeksi yang berulang-ulang yang sering timbul pada Diabetisi, dan adanya faktor penyempitan pembuluh darah kapiler (mikroangiopati) di dalam ginjal (Soegondo, 2007).

Diabetisi memiliki kecenderungan lima kali lebih beresiko menderita selulitis atau gangren. Gangren Diabetik merupakan ulkus pada kaki yang terinfeksi disebabkan kuman stapilokokus dan mikroorganisme lainnya seperti

streptokokus, batang gram negatif dan kuman anaerob. Sehingga menimbulkan warna kehitaman pada kaki karena sebagian jarinya mati dan berbau busuk (PERKENI, 2006).

Gambar 9. Komplikasi Gangren

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal, disebabkan karena peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi (Kurniawan, 2002). Berdasarkan konsensus PERKENI (2006), orang yang hipertensi dengan tekanan sistolik ≥140 mmHg dan diastol 90 mmHg memiliki resiko DM.

Jenis Komplikasi dan Usia

Komplikasi ditemukan pada sebagian besar (87.5%) contoh yang berusia dewasa menengah, 5% contoh usia dewasa akhir mengalami komplikasi ginjal dan hipertensi, sedangkan pada contoh yang berusia dewasa awal ditemukan 3 jenis komplikasi seperti gangguan pencernaan (dyspepsia dan gastroentritis), gangren, dan Keto-Asidosis Diabetes (KAD).

Tabel 17. Sebaran Contoh berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Komplikasi

Jenis Komplikasi

Dewasa Awal Dewasa Menengah Dewasa Akhir Total

n % n % n % n % Ginjal 0 0 10 25 1 2.5 11 27.5 Hati 0 0 3 7.5 0 0 3 7.5 TB Paru 0 0 2 5 0 0 2 5 Hipoglikemi 0 0 1 2.5 0 0 1 2.5 Gg. Pencernaan 1 2.5 3 7.5 0 0 4 10 Gangren 1 2.5 4 10 0 0 5 12.5 KAD 1 2.5 1 2.5 0 0 2 5 Retinopati 0 0 2 5 0 0 2 5 Neuropati 0 0 3 7.5 0 0 3 7.5 Hipertensi 0 0 4 10 1 2.5 5 12.5 Jantung 0 0 1 2.5 0 0 1 2.5 Prostate 0 0 1 2.5 0 0 1 2.5 Total 3 7.5 35 87.5 2 5 40 100

Ketoasidosis ditandai dengan timbulnya rasa mual, muntah, dan kesadaran menurun, yang apabila tidak segera diatasi akan mengakibatkan kematian penderita. Hal ini dikarenakan untuk membuang kelebihan zat keton, ginjal memerlukan cairan yang lebih banyak. Untuk itu akan ditarik cairan sel dan hal itu mengakibatkan terjadinya dehidrasi seluler sehingga keseimbangan elektrolit dalam tubuh terganggu (Moehyi, 1992).

Ketoasidosis disebabkan oleh penggunaan asam lemak sebagai sumber energi, sehingga menyebabkan terbentuknya zat keton. Kurangnya insulin dalam tubuh mengakibatkan jumlah zat keton yang tertumpuk dalam darah melebihi kemampuan tubuh untuk memecahnya dan penderita akan menderita keracunan zat keton (Moehyi, 1992). Kadar benda keton darah yang melebihi 3 mmol/L merupakan indikasi adanya Keto-Asidosis Diabetes (PERKENI, 2006).

Menurut Tjokroprawiro (2006), komplikasi menahun yang tercatat di Poliklinik Diabetes RSU Dr. Soetomo tahun 1993, antara lain penurunan kemampuan seksual (50.9%), Neuropati Simptomatik (30.6%), Retinopati

Diabetik (29.3%), TBC Paru (15.3%), Hipertensi (12.8%), Penyakit Jantung Koroner (10%), Gangren Diabetik (3.5%), Batu Empedu Simptomatik (3%).

Lama Perawatan dan Lama Menyandang Diabetes Mellitus

Sebagian besar (87.5%) contoh memiliki riwayat lama DM kurang dari 10 tahun, dan 12.5% contoh memiliki riwayat DM 11 hingga lebih dari 15 tahun. Tidak ada pasien dengan riwayat lama DM lebih dari 11 tahun yang dirawat kurang dari 10 hari, hal ini disebabkan komplikasi yang dialami cukup serius sehingga pasien membutuhkan perawatan intensif. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Sebaran Contoh berdasarkan Lama Perawatan dan Lama DM

Lama Rawat

6-10 hari >10 hari Total

Lama DM n % n % n % < 1 tahun 4 10 7 17.5 11 27.5 1-5 tahun 4 10 11 27.5 15 37.5 6-10 tahun 3 7.5 6 15 9 22.5 11-15 tahun 0 0 2 5 2 5 >15 tahun 0 0 3 7.5 3 7.5 Total 11 27.5 29 72.5 40 100

Status Perawatan di Rumah Sakit karena Diabetes Mellitus

Sebagian besar contoh (70%) sudah pernah dirawat sebelumnya karena Diabetes Mellitus, yang terdiri atas 37.5% wanita dan 32.5% pria.

Tabel 19. Sebaran Contoh berdasarkan Status Perawatan Rumah Sakit karena DM

Wanita Pria Total

Pernah Rawat

n % n % n %

Pernah 15 37.5 13 32.5 28 70

Tidak Pernah 9 22.5 3 7.5 12 30

Total 24 60 16 40 40 100

Pasien Diabetes Mellitus umumnya sering dirawat di rumah sakit, disebabkan komplikasi yang dialami. Jika Diabetisi makin mengerti tentang Diabetes Mellitus dan melakukan tindakan pengobatan preventif secara teratur di rumah, maka kecenderungan timbulnya komplikasi yang semakin parah dapat dihindarkan (Tjokroprawiro, 2001).

Kebutuhan Total Energi dan Protein Sehari

Rata-rata kebutuhan total energi sehari contoh berdasarkan perhitungan TDE (Harris Benedict) adalah 1792±370 Kal, yang memiliki kisaran antara 1344- 2929 Kal. Rata-rata kebutuhan wanita (n=24) adalah 1727 Kal dan pria (n=16) 1890 Kal. Sedangkan kebutuhan energi sehari berdasarkan perhitungan TDE (rumus cepat RS) adalah 2079±518 Kal.

Rata-rata kebutuhan protein total sehari contoh berdasarkan ketetapan PERKENI (2006) adalah 92±20 g, yang memiliki kisaran 56-122 g. Sedangkan kebutuhan protein contoh dengan komplikasi ginjal dan hati adalah 40 g (berdasarkan ketetapan RS).

Sebaran Kasus berdasarkan Standar Porsi

Standar porsi berdasarkan kasus contoh dibedakan atas diet DM non- Rendah Protein (non-RP) dan DM (Rendah Protein 40 g) RP40. Sebanyak 72.5% contoh memperoleh diet DM non-RP dan 27.5% memperoleh diet DM RP40.

Standar porsi pada diet DM non-RP adalah 1700-2900 Kal, sedangkan standar porsi diet DM RP40 adalah 1700-2100 Kal. Berdasarkan Almatsier (2004), pemberian protein 40 g ditujukan khususnya bagi pasien yang memperoleh diet DM dengan standar porsi kurang dari 2100 Kal.

Gambar 10. Diet DM non-Rendah Protein dan Rendah Protein 40

Menu diet DM non-RP antara lain makanan pokok, lauk hewani dan nabati, sayuran kukus dan rebus, serta buah. Sedangkan menu pada diet DM RP40 sama dengan menu DM non-RP, tetapi tanpa lauk nabati, sayur jenis kacang- kacangan, dan pisang. Sebaran contoh berdasarkan standar porsi dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Sebaran Contoh berdasarkan Standar Porsi

Standar Porsi DM non-RP DM RP 40 Total Jenis Diet Kalori (Kal) n % n % n %

DM IV 1700 15 37.5 2 5 17 42.5 DM V 1900 6 15 4 10 10 25 DM VI 2100 3 7.5 5 12.5 8 20 DM VII 2300 1 2.5 0 0 1 2.5 DM VIII 2500 1 2.5 0 0 1 2.5 DM VIII+ 2700 2 5 0 0 2 5 DM VIII++ 2900 1 2.5 0 0 1 2.5 Total 29 72.5 11 27.5 40 100

Sebanyak 42.5% contoh memperoleh standar porsi jenis Diet DM IV, 25% diet DM V, 20% DM Vl, 2.5% DM VII, 2.5% DM VIII. Sebanyak 5% contoh memperoleh diet DM VIII+ (2700 Kal) dengan tambahan makanan berupa susu khusus Diabetisi (2 kali) dan selingan roti (3 kali) selama sehari. Pemberian diet tinggi kalori ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kalori pasien dan mempercepat proses penyembuhan untuk kasus pasca bedah.

Gambar 11. Tambahan Susu dan Putih Telur pada Diet Tinggi Kalori

Sebanyak 2.5% contoh memperoleh diet DM VIII++ (2900 Kal) dengan tambahan makanan yaitu susu DM (1 kali), putih telur (5 butir), dan selingan roti (3 kali), selama sehari. Pemberian diet tinggi kalori bertujuan mencukupi kebutuhan kalori dan berperan dalam penyembuhan infeksi gangren.

Tabel 21. Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Diet dan Jenis Komplikasi

Standar Porsi Total

Jenis Diet Kalori (Kal) Jenis Komplikasi n % DM IV 1700

Ginjal,Hati,Paru2,hipoglikemi,dyspepsia,gangren,

KAD,retinopati,neuropati,hipertensi,jantung,prostat 17 42.5 DM V 1900 Ginjal,hati,hipertensi,dyspepsia,neuropati,retinopati 10 25

DM VI 2100 Ginjal,hati,paru2,gangren,dyspepsia 8 20

DM VII 2300 Gangren 1 2.5

DM VIII 2500 Gangren 1 2.5

DM VIII+ 2700 Pasca Bedah & Sepsis 2 5

DM VIII++ 2900 Gangren 1 2.5

Total 40 100

Menurut Philipi (2007), kekurangan gizi pada pasien bedah dapat mengakibatkan tingkat mortalitas (kematian) tinggi, ditandai kandungan albumin darah kurang dari 3 g% per 100 ml, berat badan turun lebih dari 10 kg, dan menyebabkan penyulit pasca bedah.

Tjokroprawiro (2006) menyatakan, diet DM dengan komplikasi gangren di RSU Dr. Soetomo Surabaya dibagi berdasarkan jumlah kalorinya (1100-2900 Kal) dengan jenis diet DM I-X. Penetapan kalori disesuaikan dengan kebutuhan kalori ideal.

Ketersediaan Energi dan Protein Makanan yang Disajikan RS

Ketersediaan Energi

Rata-rata ketersediaan energi dari makanan yang disajikan pada diet DM 1700 Kal adalah 1591±187 Kal. Ketersediaan energi pada diet DM 1900 Kal adalah 1815±173 Kal. Ketersediaan energi Diet DM 2100 Kal adalah 1858±306 Kal. Ketersediaan energi diet DM 2300 Kal adalah 2727 Kal. Ketersediaan energi Diet DM 2500 Kal adalah 2311 Kal. Ketersediaan energi Diet DM 2700 Kal adalah 2317±118 Kal. Ketersediaan energi Diet DM 2900 Kal adalah 2350 Kal. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Sebaran Contoh menurut Rata-rata Ketersediaan Energi Makanan yang Disajikan RS

Standar Porsi Total

Jenis Diet Kalori (Kal)

Energi (Kal) n % DM IV 1700 1591±187 7 17.5 DM V 1900 1815±173 10 25.0 DM VI 2100 1858±306 8 20.0 DM VII 2300 2727 1 2.5

Dokumen terkait