• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap terhadap Makanan yang Disajikan di Bagian Penyakit Dalam RSUP Fatmawati, Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap terhadap Makanan yang Disajikan di Bagian Penyakit Dalam RSUP Fatmawati, Jakarta"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

MAKANAN YANG DISAJIKAN DI BAGIAN PENYAKIT DALAM

RSUP FATMAWATI JAKARTA

Oleh :

IKA NURHIKMAH A54103068

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari tingkat konsumsi energi dan protein pasien Diabetes Mellitus (DM) rawat inap terhadap makanan yang disajikan di bagian penyakit dalam RSUP Fatmawati Jakarta. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mempelajari (1) karakteristik pasien (jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, berat badan, tinggi badan, status gizi, aktivitas fisik), (2) riwayat DM (jenis komplikasi, lama DM, lama perawatan, dan status perawatan di rumah sakit karena DM), (3) kebutuhan energi dan protein pasien, (4) ketersediaan energi dan protein serta tingkat ketersediaan energi dan protein makanan yang disajikan di rumah sakit, (5) konsumsi energi dan protein pasien yang berasal dari makanan RS, makanan dari luar rumah sakit, dan penggunaan infus), (6) tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi protein dan terhadap kebutuhan energi protein (tingkat kecukupan), (7) daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan (warna, aroma, tekstur, rasa, suhu, bentuk, variasi menu, dan kebersihan alat), (8) menganalisis hubungan daya terima makanan dengan tingkat konsumsi energi protein makanan yang disajikan.

Desain penelitian adalah Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Fatmawati Jakarta sebagai rumah sakit badan layanan umum yang berfungsi sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan serta banyak menangani kasus Diabetes Mellitus. Pengumpulan data dilakukan bulan Agustus-Oktober 2007.

Contoh dalam penelitian ini adalah pasien Diabetes Mellitus rawat inap IRNA B di bagian penyakit dalam kelas III RSUP Fatmawati. Pemilihan pasien dilakukan dengan cara Purposive Sampling dari sejumlah pasien dengan kriteria meliputi usia di atas 17 tahun, berkomunikasi baik, sadar, dirawat minimal 2 hari, dan bersedia untuk diwawancara.

Populasi penelitian adalah seluruh pasien rawat inap. Selama bulan Agustus-September terdapat 1505 pasien di instalasi rawat inap (IRNA) B RSUP Fatmawati. Jumlah penderita penyakit dalam di IRNA B kelas 3 adalah 886 pasien, di antaranya 78 pasien menyandang DM berdasarkan diagnosis dokter. Pasien yang memenuhi kriteria penelitian sebanyak 45 orang. Kemudian 45 orang pasien tersebut diwawancara dan diamati konsumsi energi proteinnya selama tiga hari berturut-turut dengan metode penimbangan. Sebanyak 40 pasien dengan data yang lengkap dijadikan contoh penelitian.

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung dan wawancara menggunakan kuesioner. Data ini meliputi (1) karakteristik pasien meliputi jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, status gizi, pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, (2) riwayat DM pasien meliputi lama DM, status perawatan di rumah sakit karena DM, (3) kebutuhan energi protein sehari pasien, (4) ketersediaan energi protein makanan yang disajikan rumah sakit, (5) daya terima pasien terhadap makanan rumah sakit meliputi warna, aroma, tekstur, rasa, bentuk, suhu, variasi menu, dan kebersihan alat, (6) jenis makanan dari luar rumah sakit, (7) konsumsi makanan pasien yang berasal dari rumah sakit dan dari luar rumah sakit.

Pengumpulan data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner tentang karakteristik pasien, data riwayat DM, dan data daya terima tentang uji hedonik skala verbal. Data tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise untuk pasien yang dapat berdiri dan bagi pasien yang tidak dapat berdiri menggunakan pengukuran tinggi lutut.

Data berat badan dikumpulkan dengan penimbangan menggunakan bath room scale, data tinggi badan dan berat badan dikumpulkan pada saat hari ketiga pengamatan. Data status gizi diperoleh dari perhitungan indeks massa tubuh (IMT).

(3)

energi total, sedangkan kebutuhan protein berdasarkan ketetapan RS yaitu 10-15%, yang diberikan dalam jenis diet DM non-rendah protein (DM non-RP). Kebutuhan protein untuk pasien DM komplikasi ginjal dan hati ditetapkan sebesar 40 g, yang diberikan dalam jenis diet DM rendah protein 40 g (DM RP40) berdasarkan ketentuan rumah sakit Fatmawati.

Data ketersediaan dan konsumsi makanan pasien (gram) untuk makan pagi, siang, sore serta selingan dari makanan yang disajikan rumah sakit dikumpulkan dengan penimbangan makanan (Food Weighing Method) yang disediakan sebelum dikonsumsi dan makanan sisa. Perhitungan ketersediaan dan konsumsi energi (Kal) dan protein (gram) pasien terhadap makanan rumah sakit (gram) dan makanan luar rumah sakit (gram) diperoleh melalui konversi menggunakan daftar komposisi zat gizi bahan makanan (DKBM). Data jenis makanan dari luar rumah sakit (gram) diperoleh dengan Recall Method.

Standar porsi adalah jumlah makanan yang harus disediakan berdasarkan ketetapan rumah sakit menurut kasus contoh sesuai dengan perolehan jenis diet, diklasifikasikan menjadi diet DM I (1100 Kal), DM II (1300 Kal), DM III (1500 Kal), diet DM IV (1700 Kal), DM V (1900 Kal), DM VI (2100 Kal), DM VII (2300 Kal), DM VIII (2500 Kal), yang mengacu pada RS. Cipto Mangunkusumo (Almatsier, 2004). Terdapat juga jenis diet yang ditetapkan RS. Fatmawati dalam jumlah kalori tinggi seperti diet DM VIII+ (2700 Kal) dan DM VIII++ (2900 Kal). Pemilihan diet sesuai klasifikasi tersebut menurut status gizi Diabetisi berdasarkan IMT dan kondisi keparahan penyakit pasien seperti pada kasus gangren dan dalam kondisi pasca bedah.

Pengamatan ketersediaan, konsumsi, dan daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan rumah sakit dilakukan selama tiga hari berturut-turut setiap waktu makan pagi, siang, dan makan malam. Data kandungan energi dan protein infus diketahui berdasarkan jenis infus, yang diperoleh dari pengamatan langsung dan dokumen rekam medis pasien.

Lebih dari separuh pasien DM adalah wanita dan sebagian besar berusia dewasa menengah. Separuh pasien merupakan ibu rumah tangga dan memiliki strata pendidikan sekolah menengah ke bawah. Sebagian besar pasien memperoleh diet sesuai status gizinya.

Pasien yang berusia dewasa menengah sebagian besar sudah memiliki komplikasi. Penyakit komplikasi yang dialami pada pasien dewasa akhir meliputi ginjal dan hipertensi, sedangkan pada dewasa awal meliputi gangren, gangguan pencernaan, dan Keto-Asidosis Diabetes. Sebagian besar pasien komplikasi dirawat minimal 6 hari. Pasien DM umumnya pernah dirawat karena komplikasi DM dan memiliki riwayat DM kurang dari 10 tahun.

Kebutuhan energi rata-rata sehari yang dihitung berdasarkan perhitungan Harris Benedict adalah 1792 Kal, sedangkan berdasarkan perhitungan rumah sakit kebutuhan energi adalah 2079 Kal. Kebutuhan protein rata-rata pasien DM yang dihitung sesuai rujukan PERKENI (2006) yaitu 92 g, sedangkan dengan ketetapan rumah sakit kebutuhan protein pasien ginjal dan hati sebesar 40 g.

Dari penelitian ini diketahui bahwa di antara pasien DM ada yang memperoleh diet tinggi kalori (diet DM VIII+ dan VIII++) sejumlah 2700 dan 2900 Kal, yang bertujuan untuk penyembuhan pasca bedah dan gangren. Rata-rata ketersediaan energi makanan yang disajikan pada sebagian besar pasien sudah sesuai dengan standar porsi rumah sakit, hanya ada 5 kasus di mana terjadi ketidaksesuaian antara ketersediaan dengan standar porsi yaitu pada diet tinggi kalori. Hal ini dikarenakan kurang tepatnya pemorsian nasi. Rata-rata ketersediaan protein makanan yang disajikan pada diet DM non-Rendah Protein sudah sesuai dengan ketetapan protein PERKENI, sedangkan ketersediaan protein pada diet DM Rendah Protein 40 g melebihi 40 g, dengan kisaran 43 - 55 g.

(4)

2006). Tingkat ketersediaan protein 63.6% pasien komplikasi ginjal dan hati tergolong lebih. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan protein makanan yang disajikan lebih tinggi dibandingkan kebutuhan protein (40 g), padahal rata-rata pasien mengonsumsi protein sesuai kebutuhan. Ketersediaan protein yang melebihi 40 g, dipertimbangkan agar pasien mengonsumsi protein sesuai kebutuhan 40 g. Karena bila protein kurang dari kebutuhan, tubuh akan menggunakan protein jaringan untuk memenuhi kebutuhan kalori.

Penilaian pasien terhadap atribut makanan pagi, siang, dan sore menunjukkan bahwa 87.5% pasien menyukai warna makanan siang, 75% menyukai aroma makanan pagi, 85% menilai biasa terhadap tekstur, 55.8% menyukai rasa lauk sore dan 48.3% tidak suka rasa sayur di waktu pagi. Sebagian besar pasien menilai biasa untuk bentuk makanan, suhu, variasi menu, dan kebersihan alat.

Sebagian besar (90%) pasien tidak menghabiskan makanan disajikan. Oleh karena itu, rata-rata konsumsi energi dan protein masih kurang dari standar porsi rumah sakit. Alasannya antara lain faktor fisiologis (gigi yang tidak berfungsi baik, lemas dan pusing, lidah pahit, tidak buang air besar) dan mual. Sedangkan pasien komplikasi ginjal dan hati mengonsumsi protein sesuai kebutuhan.

Sebanyak 62.5% pasien masih mengonsumsi makanan luar rumah sakit terutama wanita, dengan rata-rata konsumsi energi dan protein adalah 151 Kal dan 4.4 g. Jenis dan frekuensi makanan luar rumah sakit (roti, biskuit, buah, dan crackers) mempengaruhi tingginya kandungan energi. Energi rata-rata yang didapatkan dari (n=3) infus (dextrose) adalah 347 Kal dan diberikan bagi pasien DM dengan hipoglikemi. Protein yang diperoleh dari infus 55.13 g (n=1) dan diberikan untuk pasien dirawat lebih dari 2 hari.

Tingkat kecukupan energi untuk sebagian besar pasien tergolong defisit. Sedangkan tingkat kecukupan protein berdasarkan PERKENI menunjukkan 93% pasien mengalami defisit. Hal ini disebabkan oleh konsumsi protein yang rendah, sedangkan kebutuhan protein tinggi (15-20% kebutuhan energi sehari). Tingkat kecukupan protein (berdasarkan kebutuhan Rendah Protein 40) 45% pasien tergolong di atas kebutuhan, hal ini disebabkan kebutuhan protein rendah (40 g) sedangkan konsumsi protein lebih dari 40 g.

(5)

MAKANAN YANG DISAJIKAN DI BAGIAN PENYAKIT DALAM

RSUP FATMAWATI JAKARTA

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: IKA NURHIKMAH

A54103068

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(6)

MAKANAN YANG DISAJIKAN DI BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUP FATMAWATI, JAKARTA

Nama : Ika Nurhikmah NRP : A54103068

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

dr. Yekti Hartati Effendi Dr. Rimbawan NIP. 140 092 953 NIP. 131 629 744

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP 131 124 019

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah,

shalawat serta salam disanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Tingkat Konsumsi Energi

dan Protein Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap terhadap Makanan yang

Disajikan di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Jakarta. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

di Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu dr. Yekti Hartati Effendi

dan Bapak Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing, yang selalu memberikan

arahan kepada penulis sampai selesainya penyusunan skripsi ini. Kepada

teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dorongan baik moral

maupun material, mudah-mudahan diberikan balasan oleh Alloh SWT.

Bogor, April 2008

(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Subhanalloh Allohu Akbar, pada kesempatan selama penulisan skripsi ini.

Atas perkenan bimbingan dan bantuan saya ucapkan terimakasih tiada tara

kepada :

1. Ketua Departemen Gizi Masyarakat IPB yang telah memberikan kesempatan

bagi penulis menuntut ilmu di GMSK IPB (kampus biru tercinta).

2. Ibu dr.Yekti H. Effendi dan Bapak Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing

atas segala kesabaran, ilmu, dan kasih sayangnya.

3. Ibu dr. Mira Dewi selaku dosen penguji atas kritik, saran, dan arahan yang

membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Direktur Umum Pusat RSUP Fatmawati, Kepala Instalasi Gizi beserta staf,

Kepala ruangan, para perawat, dan co-Ass.

5. Dr. Ir. Dodik Briawan selaku pemandu seminar dan saudara Icha, Retno,

Nining, Lia selaku pembahas, serta Ticha yang bersama berjuang dan

melakukan penelitian di RSUP Fatmawati.

6. Orangtua tercinta, Emak dan Abah atas limpahan kasih segenap raga serta

pengertian untuk mendukung dan membimbing langkah kecil ini selama 22

tahun serta Kakak tersayang, Bang Opi, Bang Yung, Bang Ojan, Bang Odan,

Bang Uwi, Bang Dodi, Kak Inel, Kak Lia, dan Kak Iin.

7. Sahabat dan teman yang membantu Eva, Widia, Pipit, Rina, Anna, Tintin,

Icha, Sula, Sanya, Indy, Lia, Pak Dian, Bambs, Marto, Syahrul, Yuda, Kak

Arie, Aris, Sri, Yeni, Ika, Wulan, dan kakakku Mbak Eka.

8. Semua pihak yang belum saya sebutkan di atas, terimakasih atas semangat

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak dari pasangan Drs. H. Abdul Kadir dan Hj. Siti

Chairani dilahirkan di Jakarta, 12 September 1985, dan merupakan anak ke

sepuluh dari sepuluh bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar

SDN Pamulang III tahun 1991-1997, dilanjutkan ke MTsN III Pondok Pinang

Jakarta Selatan 1997-2000 dan aktif di PMR MTsN III sebagai sekretaris. Tahun

2000-2003 penulis melanjutkan ke SMU Insan Cendekia (IC) dan aktif di

Sekretariat Bidang IPTEK OSIS SMU IC, Bendahara II Asrama Putri, Klub

Jurnalistik, Teater, Taekwondo.

Pada tahun 2003, penulis diterima Jurusan Gizi Masyarakat dan

Sumberdaya Keluarga IPB melalui jalur SPMB. Penulis aktif di organisasi

intrakampus dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) antara lain Departemen

Kewirausahaan BEM TPB (Tingkat Persiapan Bersama) (2003/2004), UKM Agria

Swara (2003-2005), UKM Music Agriculture Expression (MAX) (2004/2005),

Departemen Sosial Politik BEM Fakultas Pertanian (2004-2006), Divisi Jurnalistik

Forum Komunikasi Rohis Jurusan Faperta (2005/2006), Departemen Pendidikan

BEM KM IPB (2006/2007).

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix Diabetes Mellitus (DM)………... 4

Diet Diabetes Melitus………... 8

Pelayanan Gizi di Rumah Sakit………..………... 11

Status Gizi……… 12

Angka Kebutuhan Gizi……….. 13

Konsumsi Pangan ………... 16

Makanan dari Luar Rumah Sakit ………... 17

Nutrisi Parenteral………... 17

Malnutrisi dalam Kondisi Sakit... 18

Daya Terima terhadap Makanan….……...………... 19

KERANGKA PEMIKIRAN... 23

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian... 25

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh... 25

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 26

Pengolahan Data………... 29

(11)

MAKANAN YANG DISAJIKAN DI BAGIAN PENYAKIT DALAM

RSUP FATMAWATI JAKARTA

Oleh :

IKA NURHIKMAH A54103068

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(12)

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari tingkat konsumsi energi dan protein pasien Diabetes Mellitus (DM) rawat inap terhadap makanan yang disajikan di bagian penyakit dalam RSUP Fatmawati Jakarta. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mempelajari (1) karakteristik pasien (jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, berat badan, tinggi badan, status gizi, aktivitas fisik), (2) riwayat DM (jenis komplikasi, lama DM, lama perawatan, dan status perawatan di rumah sakit karena DM), (3) kebutuhan energi dan protein pasien, (4) ketersediaan energi dan protein serta tingkat ketersediaan energi dan protein makanan yang disajikan di rumah sakit, (5) konsumsi energi dan protein pasien yang berasal dari makanan RS, makanan dari luar rumah sakit, dan penggunaan infus), (6) tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi protein dan terhadap kebutuhan energi protein (tingkat kecukupan), (7) daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan (warna, aroma, tekstur, rasa, suhu, bentuk, variasi menu, dan kebersihan alat), (8) menganalisis hubungan daya terima makanan dengan tingkat konsumsi energi protein makanan yang disajikan.

Desain penelitian adalah Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Fatmawati Jakarta sebagai rumah sakit badan layanan umum yang berfungsi sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan serta banyak menangani kasus Diabetes Mellitus. Pengumpulan data dilakukan bulan Agustus-Oktober 2007.

Contoh dalam penelitian ini adalah pasien Diabetes Mellitus rawat inap IRNA B di bagian penyakit dalam kelas III RSUP Fatmawati. Pemilihan pasien dilakukan dengan cara Purposive Sampling dari sejumlah pasien dengan kriteria meliputi usia di atas 17 tahun, berkomunikasi baik, sadar, dirawat minimal 2 hari, dan bersedia untuk diwawancara.

Populasi penelitian adalah seluruh pasien rawat inap. Selama bulan Agustus-September terdapat 1505 pasien di instalasi rawat inap (IRNA) B RSUP Fatmawati. Jumlah penderita penyakit dalam di IRNA B kelas 3 adalah 886 pasien, di antaranya 78 pasien menyandang DM berdasarkan diagnosis dokter. Pasien yang memenuhi kriteria penelitian sebanyak 45 orang. Kemudian 45 orang pasien tersebut diwawancara dan diamati konsumsi energi proteinnya selama tiga hari berturut-turut dengan metode penimbangan. Sebanyak 40 pasien dengan data yang lengkap dijadikan contoh penelitian.

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung dan wawancara menggunakan kuesioner. Data ini meliputi (1) karakteristik pasien meliputi jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, status gizi, pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, (2) riwayat DM pasien meliputi lama DM, status perawatan di rumah sakit karena DM, (3) kebutuhan energi protein sehari pasien, (4) ketersediaan energi protein makanan yang disajikan rumah sakit, (5) daya terima pasien terhadap makanan rumah sakit meliputi warna, aroma, tekstur, rasa, bentuk, suhu, variasi menu, dan kebersihan alat, (6) jenis makanan dari luar rumah sakit, (7) konsumsi makanan pasien yang berasal dari rumah sakit dan dari luar rumah sakit.

Pengumpulan data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner tentang karakteristik pasien, data riwayat DM, dan data daya terima tentang uji hedonik skala verbal. Data tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise untuk pasien yang dapat berdiri dan bagi pasien yang tidak dapat berdiri menggunakan pengukuran tinggi lutut.

Data berat badan dikumpulkan dengan penimbangan menggunakan bath room scale, data tinggi badan dan berat badan dikumpulkan pada saat hari ketiga pengamatan. Data status gizi diperoleh dari perhitungan indeks massa tubuh (IMT).

(13)

energi total, sedangkan kebutuhan protein berdasarkan ketetapan RS yaitu 10-15%, yang diberikan dalam jenis diet DM non-rendah protein (DM non-RP). Kebutuhan protein untuk pasien DM komplikasi ginjal dan hati ditetapkan sebesar 40 g, yang diberikan dalam jenis diet DM rendah protein 40 g (DM RP40) berdasarkan ketentuan rumah sakit Fatmawati.

Data ketersediaan dan konsumsi makanan pasien (gram) untuk makan pagi, siang, sore serta selingan dari makanan yang disajikan rumah sakit dikumpulkan dengan penimbangan makanan (Food Weighing Method) yang disediakan sebelum dikonsumsi dan makanan sisa. Perhitungan ketersediaan dan konsumsi energi (Kal) dan protein (gram) pasien terhadap makanan rumah sakit (gram) dan makanan luar rumah sakit (gram) diperoleh melalui konversi menggunakan daftar komposisi zat gizi bahan makanan (DKBM). Data jenis makanan dari luar rumah sakit (gram) diperoleh dengan Recall Method.

Standar porsi adalah jumlah makanan yang harus disediakan berdasarkan ketetapan rumah sakit menurut kasus contoh sesuai dengan perolehan jenis diet, diklasifikasikan menjadi diet DM I (1100 Kal), DM II (1300 Kal), DM III (1500 Kal), diet DM IV (1700 Kal), DM V (1900 Kal), DM VI (2100 Kal), DM VII (2300 Kal), DM VIII (2500 Kal), yang mengacu pada RS. Cipto Mangunkusumo (Almatsier, 2004). Terdapat juga jenis diet yang ditetapkan RS. Fatmawati dalam jumlah kalori tinggi seperti diet DM VIII+ (2700 Kal) dan DM VIII++ (2900 Kal). Pemilihan diet sesuai klasifikasi tersebut menurut status gizi Diabetisi berdasarkan IMT dan kondisi keparahan penyakit pasien seperti pada kasus gangren dan dalam kondisi pasca bedah.

Pengamatan ketersediaan, konsumsi, dan daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan rumah sakit dilakukan selama tiga hari berturut-turut setiap waktu makan pagi, siang, dan makan malam. Data kandungan energi dan protein infus diketahui berdasarkan jenis infus, yang diperoleh dari pengamatan langsung dan dokumen rekam medis pasien.

Lebih dari separuh pasien DM adalah wanita dan sebagian besar berusia dewasa menengah. Separuh pasien merupakan ibu rumah tangga dan memiliki strata pendidikan sekolah menengah ke bawah. Sebagian besar pasien memperoleh diet sesuai status gizinya.

Pasien yang berusia dewasa menengah sebagian besar sudah memiliki komplikasi. Penyakit komplikasi yang dialami pada pasien dewasa akhir meliputi ginjal dan hipertensi, sedangkan pada dewasa awal meliputi gangren, gangguan pencernaan, dan Keto-Asidosis Diabetes. Sebagian besar pasien komplikasi dirawat minimal 6 hari. Pasien DM umumnya pernah dirawat karena komplikasi DM dan memiliki riwayat DM kurang dari 10 tahun.

Kebutuhan energi rata-rata sehari yang dihitung berdasarkan perhitungan Harris Benedict adalah 1792 Kal, sedangkan berdasarkan perhitungan rumah sakit kebutuhan energi adalah 2079 Kal. Kebutuhan protein rata-rata pasien DM yang dihitung sesuai rujukan PERKENI (2006) yaitu 92 g, sedangkan dengan ketetapan rumah sakit kebutuhan protein pasien ginjal dan hati sebesar 40 g.

Dari penelitian ini diketahui bahwa di antara pasien DM ada yang memperoleh diet tinggi kalori (diet DM VIII+ dan VIII++) sejumlah 2700 dan 2900 Kal, yang bertujuan untuk penyembuhan pasca bedah dan gangren. Rata-rata ketersediaan energi makanan yang disajikan pada sebagian besar pasien sudah sesuai dengan standar porsi rumah sakit, hanya ada 5 kasus di mana terjadi ketidaksesuaian antara ketersediaan dengan standar porsi yaitu pada diet tinggi kalori. Hal ini dikarenakan kurang tepatnya pemorsian nasi. Rata-rata ketersediaan protein makanan yang disajikan pada diet DM non-Rendah Protein sudah sesuai dengan ketetapan protein PERKENI, sedangkan ketersediaan protein pada diet DM Rendah Protein 40 g melebihi 40 g, dengan kisaran 43 - 55 g.

(14)

2006). Tingkat ketersediaan protein 63.6% pasien komplikasi ginjal dan hati tergolong lebih. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan protein makanan yang disajikan lebih tinggi dibandingkan kebutuhan protein (40 g), padahal rata-rata pasien mengonsumsi protein sesuai kebutuhan. Ketersediaan protein yang melebihi 40 g, dipertimbangkan agar pasien mengonsumsi protein sesuai kebutuhan 40 g. Karena bila protein kurang dari kebutuhan, tubuh akan menggunakan protein jaringan untuk memenuhi kebutuhan kalori.

Penilaian pasien terhadap atribut makanan pagi, siang, dan sore menunjukkan bahwa 87.5% pasien menyukai warna makanan siang, 75% menyukai aroma makanan pagi, 85% menilai biasa terhadap tekstur, 55.8% menyukai rasa lauk sore dan 48.3% tidak suka rasa sayur di waktu pagi. Sebagian besar pasien menilai biasa untuk bentuk makanan, suhu, variasi menu, dan kebersihan alat.

Sebagian besar (90%) pasien tidak menghabiskan makanan disajikan. Oleh karena itu, rata-rata konsumsi energi dan protein masih kurang dari standar porsi rumah sakit. Alasannya antara lain faktor fisiologis (gigi yang tidak berfungsi baik, lemas dan pusing, lidah pahit, tidak buang air besar) dan mual. Sedangkan pasien komplikasi ginjal dan hati mengonsumsi protein sesuai kebutuhan.

Sebanyak 62.5% pasien masih mengonsumsi makanan luar rumah sakit terutama wanita, dengan rata-rata konsumsi energi dan protein adalah 151 Kal dan 4.4 g. Jenis dan frekuensi makanan luar rumah sakit (roti, biskuit, buah, dan crackers) mempengaruhi tingginya kandungan energi. Energi rata-rata yang didapatkan dari (n=3) infus (dextrose) adalah 347 Kal dan diberikan bagi pasien DM dengan hipoglikemi. Protein yang diperoleh dari infus 55.13 g (n=1) dan diberikan untuk pasien dirawat lebih dari 2 hari.

Tingkat kecukupan energi untuk sebagian besar pasien tergolong defisit. Sedangkan tingkat kecukupan protein berdasarkan PERKENI menunjukkan 93% pasien mengalami defisit. Hal ini disebabkan oleh konsumsi protein yang rendah, sedangkan kebutuhan protein tinggi (15-20% kebutuhan energi sehari). Tingkat kecukupan protein (berdasarkan kebutuhan Rendah Protein 40) 45% pasien tergolong di atas kebutuhan, hal ini disebabkan kebutuhan protein rendah (40 g) sedangkan konsumsi protein lebih dari 40 g.

(15)

MAKANAN YANG DISAJIKAN DI BAGIAN PENYAKIT DALAM

RSUP FATMAWATI JAKARTA

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: IKA NURHIKMAH

A54103068

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(16)

MAKANAN YANG DISAJIKAN DI BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUP FATMAWATI, JAKARTA

Nama : Ika Nurhikmah NRP : A54103068

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

dr. Yekti Hartati Effendi Dr. Rimbawan NIP. 140 092 953 NIP. 131 629 744

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP 131 124 019

(17)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah,

shalawat serta salam disanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Tingkat Konsumsi Energi

dan Protein Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap terhadap Makanan yang

Disajikan di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Jakarta. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

di Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu dr. Yekti Hartati Effendi

dan Bapak Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing, yang selalu memberikan

arahan kepada penulis sampai selesainya penyusunan skripsi ini. Kepada

teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dorongan baik moral

maupun material, mudah-mudahan diberikan balasan oleh Alloh SWT.

Bogor, April 2008

(18)

UCAPAN TERIMAKASIH

Subhanalloh Allohu Akbar, pada kesempatan selama penulisan skripsi ini.

Atas perkenan bimbingan dan bantuan saya ucapkan terimakasih tiada tara

kepada :

1. Ketua Departemen Gizi Masyarakat IPB yang telah memberikan kesempatan

bagi penulis menuntut ilmu di GMSK IPB (kampus biru tercinta).

2. Ibu dr.Yekti H. Effendi dan Bapak Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing

atas segala kesabaran, ilmu, dan kasih sayangnya.

3. Ibu dr. Mira Dewi selaku dosen penguji atas kritik, saran, dan arahan yang

membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Direktur Umum Pusat RSUP Fatmawati, Kepala Instalasi Gizi beserta staf,

Kepala ruangan, para perawat, dan co-Ass.

5. Dr. Ir. Dodik Briawan selaku pemandu seminar dan saudara Icha, Retno,

Nining, Lia selaku pembahas, serta Ticha yang bersama berjuang dan

melakukan penelitian di RSUP Fatmawati.

6. Orangtua tercinta, Emak dan Abah atas limpahan kasih segenap raga serta

pengertian untuk mendukung dan membimbing langkah kecil ini selama 22

tahun serta Kakak tersayang, Bang Opi, Bang Yung, Bang Ojan, Bang Odan,

Bang Uwi, Bang Dodi, Kak Inel, Kak Lia, dan Kak Iin.

7. Sahabat dan teman yang membantu Eva, Widia, Pipit, Rina, Anna, Tintin,

Icha, Sula, Sanya, Indy, Lia, Pak Dian, Bambs, Marto, Syahrul, Yuda, Kak

Arie, Aris, Sri, Yeni, Ika, Wulan, dan kakakku Mbak Eka.

8. Semua pihak yang belum saya sebutkan di atas, terimakasih atas semangat

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak dari pasangan Drs. H. Abdul Kadir dan Hj. Siti

Chairani dilahirkan di Jakarta, 12 September 1985, dan merupakan anak ke

sepuluh dari sepuluh bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar

SDN Pamulang III tahun 1991-1997, dilanjutkan ke MTsN III Pondok Pinang

Jakarta Selatan 1997-2000 dan aktif di PMR MTsN III sebagai sekretaris. Tahun

2000-2003 penulis melanjutkan ke SMU Insan Cendekia (IC) dan aktif di

Sekretariat Bidang IPTEK OSIS SMU IC, Bendahara II Asrama Putri, Klub

Jurnalistik, Teater, Taekwondo.

Pada tahun 2003, penulis diterima Jurusan Gizi Masyarakat dan

Sumberdaya Keluarga IPB melalui jalur SPMB. Penulis aktif di organisasi

intrakampus dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) antara lain Departemen

Kewirausahaan BEM TPB (Tingkat Persiapan Bersama) (2003/2004), UKM Agria

Swara (2003-2005), UKM Music Agriculture Expression (MAX) (2004/2005),

Departemen Sosial Politik BEM Fakultas Pertanian (2004-2006), Divisi Jurnalistik

Forum Komunikasi Rohis Jurusan Faperta (2005/2006), Departemen Pendidikan

BEM KM IPB (2006/2007).

(20)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix Diabetes Mellitus (DM)………... 4

Diet Diabetes Melitus………... 8

Pelayanan Gizi di Rumah Sakit………..………... 11

Status Gizi……… 12

Angka Kebutuhan Gizi……….. 13

Konsumsi Pangan ………... 16

Makanan dari Luar Rumah Sakit ………... 17

Nutrisi Parenteral………... 17

Malnutrisi dalam Kondisi Sakit... 18

Daya Terima terhadap Makanan….……...………... 19

KERANGKA PEMIKIRAN... 23

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian... 25

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh... 25

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 26

Pengolahan Data………... 29

(21)

Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan……….. 44

Status Gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh………. 45

Status Gizi dan Jenis Diet DM………. 45

Aktivitas Fisik………. 46

Data Riwayat DM Contoh………... 47

Lama Perawatan……… 47

Jenis Komplikasi dan Lama Perawatan………. 47

Jenis Komplikasi dan Usia……… 49

Lama Perawatan dan Lama Menyandang DM…...……… 50

Status Perawatan di Rumah Sakit karena DM………..……… 50

Kebutuhan Total Energi dan Protein Sehari Contoh……… 50

Sebaran Kasus berdasarkan Standar Porsi ………..……… 51

Ketersediaan Energi dan Protein Makanan yang Disajikan RS..…….….. 53

Tingkat Ketersediaan Energi ……….……… 55

Tingkat Ketersediaan Protein …………..……….……… 56

Daya Terima Contoh terhadap Makanan yang Disajikan Rumah Sakit..…… 57

Daya Terima Contoh tiap Waktu Makan………..………...…………. 57

Penilaian Contoh terhadap Atribut Makanan……….… 58

Konsumsi Makanan dan Pemberian Infus ……… 60

Konsumsi Makanan yang Disajikan Rumah Sakit………. 60

Tingkat Konsumsi Energi Makanan Disajikan terhadap Ketersediaan.. 61

Tingkat Kecukupan Energi ………….………..……… 62

Tingkat Konsumsi Protein Makanan Disajikan terhadap Ketersediaan. 63 Tingkat Kecukupan Protein………..………...………..……… 64

Konsumsi Makanan Luar Rumah Sakit………... 65

Pemberian Infus………...…... 66

Hubungan Konsumsi dan Daya Terima Contoh……… 67

Kontribusi Konsumsi Energi dan Protein Contoh……….…. 67

KESIMPULAN DAN SARAN....……….…. 68

DAFTAR PUSTAKA... 71

(22)

DAFTAR TABEL

(23)
(24)

DAFTAR GAMBAR

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

(26)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat berdampak pada produktivitas dan menurunkan kualitas sumber daya manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi juga terhadap sistem kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia yang tidak sesuai kaidah gizi, jumlah orang dengan diabetes (Diabetisi) ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa pada seluruh status sosial ekonomi. Bila dibiarkan dalam jangka waktu lama, kondisi ini akan mengakibatkan komplikasi akut maupun kronis, yang pada akhirnya dapat membahayakan keselamatan Diabetisi sendiri atau hingga akhirnya mempengaruhi produktivitas kerja (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2003).

Berdasarkan SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) 2004, 1% dari populasi usia lebih dari 15 tahun didiagnosa DM. Pada tahun 2005, DM menempati urutan ke delapan sebagai penyakit dengan prevalensi cukup besar diderita oleh pasien rawat jalan di rumah sakit dan penyebab utama kematian urutan ke-8 pada jenis penyakit tidak menular di rumah sakit (Depkes, 2007). Tjokroprawiro (2006) menyatakan jumlah penderita DM di Indonesia, minimal 2.5 juta pada tahun 2000 dan tahun 2010 dapat meningkat menjadi 5 juta.

Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif, dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemia) dan dalam urin (glukosuria). Penyakit DM tidak dapat disembuhkan, tetapi dengan kemauan keras dan dengan berbekal pengetahuan yang cukup maka DM bukanlah penyakit yang menakutkan (Depkes, 2007). Oleh karena itu, Diabetisi dianjurkan untuk mengendalikan penyakitnya dengan baik dan teratur, supaya tidak menimbulkan komplikasi. Pengendalian DM dapat dicapai dengan diet, olahraga, dan obat-obatan, baik tablet maupun insulin (Suyono, 1994).

(27)

makanannya, bukan saja perbedaan dalam macam makanan yang disajikan, tetapi juga cara makanan itu dihidangkan, tempat makan, waktu makan, sehinggga mempengaruhi selera makan pasien (Subandriyo, 1995). Hal tersebut dapat berakibat pada menurunnya konsumsi terhadap makanan yang disajikan dan memperbesar kecenderungan pasien untuk mengonsumsi makanan dari luar rumah sakit, sehingga kebutuhan gizi pasien tidak terpenuhi dan proses penyembuhan dapat terhambat.

Penentuan konsumsi energi dan protein perlu diperhitungkan mengingat permasalahan gizi utama di Indonesia pada umumnya terkait dengan ketersediaan energi dan protein (Hardinsyah dan Briawan, 1994). Kondisi tersebut juga terjadi pada Diabetisi. Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan penelitian mengenai tingkat konsumsi energi dan protein pasien Diabetes Mellitus rawat inap terhadap makanan yang disajikan di rumah sakit.

Tujuan

Tujuan Umum

Mengetahui tingkat konsumsi energi dan protein pasien Diabetes Mellitus rawat inap terhadap makanan yang disajikan di bagian penyakit dalam rumah sakit umum pusat (RSUP) Fatmawati, Jakarta.

Tujuan Khusus

1. mempelajari karakteristik contoh meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, berat badan, tinggi badan, status gizi, dan aktivitas fisik

2. mempelajari riwayat diabetes mellitus (DM) contoh meliputi jenis komplikasi, lama menyandang DM, lama perawatan di rumah sakit, dan status perawatan di rumah sakit karena DM

3. mempelajari kebutuhan energi dan protein contoh

4. mempelajari ketersediaan energi dan protein contoh ; tingkat ketersediaan energi dan protein makanan yang disajikan di rumah sakit

(28)

6. mempelajari konsumsi energi dan protein contoh terhadap konsumsi makanan rumah sakit, makanan dari luar rumah sakit, dan melalui asupan infus

7. mempelajari tingkat konsumsi energi dan protein contoh terhadap ketersediaan dan terhadap kebutuhan

8. menganalisis hubungan daya terima contoh terhadap makanan yang disajikan rumah sakit dengan tingkat konsumsi energi dan protein.

Kegunaan Penelitian

(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Mellitus

International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan lebih dari 100 juta orang di seluruh dunia mengidap Diabetes. Pada tahun 1994, McCarty at al.

menggunakan data dari studi epidemiologi berbasis populasi, diperkirakan global burden Diabetes sebesar 110 juta dan dapat meningkat dua kali lipat menjadi 239 juta pada tahun 2010 (IDF, 2000).

WHO juga melaporkan bahwa global burden Diabetes berdasarkan studi epidemiologi diperkirakan mencapai 135 juta pada tahun 1995 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 299 juta pada tahun 2025. Pada tahun 1997, Amos et al. memperkirakan global burden Diabetes menjadi 124 juta, dan diprediksi akan meningkat menjadi 221 juta orang pada tahun 2010 (IDF, 2000).

Jumlah Diabetisi di Indonesia (8.4 juta orang) menempati urutan ke empat terbesar di dunia setelah India (35.5 juta orang), Cina (23.8 juta orang) dan Amerika Serikat (AFIC, 2006). Jumlah ini akan berkembang hingga lebih dari dua kali lipat pada tahun 2030 apabila tidak dilakukan pencegahan dan pengelolaan dengan baik (Soeatmadji, 2006).

Arateus adalah orang yang pertama kali memberi nama Diabetes pada tahun 200 SM. Diabetes berarti “mengalir terus” dan Mellitus yang berarti “manis”, disebut Diabetes karena selalu minum dalam jumlah banyak (polidipsia) yang kemudian mengalir terus berupa urin yang banyak (poliuria), disebut Mellitus karena urin Diabetisi ini mengandung glukosa (manis), sehingga sering disebut sebagai penyakit kencing manis (Tjokroprawiro, 2006). Diabetes Mellitus yaitu penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (ADA 2003, diacu dalam Ibrahim 2004). Orang yang mengidap atau menyandang Diabetes biasa disebut Diabetisi.

(30)

Secara etiologis, Diabetes Mellitus (DM) menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI,2006) dapat dilihat secara rinci pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Etiologis Diabetes Mellitus berdasarkan PERKENI (2006) Tipe 1 Destruksi Sel Beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut

• Autoimun • Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Diabetes Mellitus tipe 1 disebabkan terutama oleh adanya kerusakan sel beta pada pankreas yang mempengaruhi kekebalan, dan ditandai dengan defisiensi insulin secara absolut. Sedangkan DM tipe 2 ditandai oleh resistensi insulin dan ketidaksempurnaan dalam sekresi insulin pengganti, yang menyebabkan defisiensi insulin yang relatif (Heimburger dan Ard, 2006).

Pada DM tipe 2, jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel cenderung kurang. Hal ini menyebabkan glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa dan glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Faktor-faktor penyebab resistensi insulin ini adalah obesitas sentral (bentuk apel), diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan dan faktor keturunan (Tupitu, 2006).

Gejala dan Tanda-tanda

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada Diabetisi. Keluhan DM yang sering muncul antara lain :

• Keluhan klasik : poliuria (banyak kencing), polidipsia (banyak minum),

polifagia (banyak minum), dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

• Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita (PERKENI, 2006).

Diagnosis

Berdasarkan PERKENI (2006), diagnosis DM dapat dilakukan dengan tiga cara (secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2) :

1. jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu

(31)

Tabel 2. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Diagnosis DM (mg/dl) berdasarkan Konsensus Pengelolaan DM tipe 2, PERKENI (2006)

Resiko (mg/dl) Kadar glukosa darah Rendah

(Bukan DM)

(glukosa darah sewaktu) Darah kapiler <90 90-199 ≥200 Plasma vena <100 100-125 ≥126 Kadar GDP

(glukosa darah puasa) Darah kapiler <90 90-99 ≥100 Catatan : Untuk kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil dilakukan

pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia di atas 45 tahun tanpa faktor resiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun

Diabetes Mellitus dan Komplikasi

Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang memiliki komplikasi terbanyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya (Soegondo, 2007).

Dalam dinding pembuluh darah, zat kompleks yang terdiri dari gula menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran, akibatnya aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju kulit dan saraf. Selain itu, kadar gula darah yang tidak terkontrol menyebabkan kadar lemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya Aterosklerosis (penimbunan plak

lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis 2-6 kali lebih sering terjadi pada Diabetisi (Soegondo, 2007).

Sirkulasi darah yang buruk pada pembuluh darah makro, dapat melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan pada pembuluh darah mikro dapat melukai mata, ginjal, saraf dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka (Soegondo, 2007).

(32)

Berdasarkan Hartono (2000), jenis komplikasi mempengaruhi faktor injuri. Faktor injuri digunakan dalam perhitungan kebutuhan kalori Diabetisi, seperti terdapat dalam Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Faktor Injuri (FI)

No. Jenis Injuri Faktor

1. Demam, per 10C 1.13

2. Infeksi ringan hingga sedang 1.2-1.4

3. Gagal hati 1.5

4. Stroke 1.1

5. Hipoglikemik, hiperglikemik 1.0

6 Gagal ginjal kronis, non-Dialisis 1

7 Hemodialisis 1-1.05

Sumber : Asuhan Nutrisi Rumah Sakit (Hartono, 2000)

Ulkus kaki Diabetes atau sering disebut gangren diabetik merupakan komplikasi DM yang paling ditakuti, karena memiliki kecenderungan angka kematian dan amputasi tinggi, lama perawatan panjang, dan biaya besar. Gejalanya antara lain kehilangan sensitifitas terhadap sentuhan, nyeri, panas, dan penekanan; penurunan kelembaban (kulit kering); gangguan sirkulasi; perubahan bentuk kaki, penurunan rentang gerak sendi (Ibrahim, 2004).

Hipoglikemi adalah suatu keadaan yang dialami Diabetisi, jika kadar gula darah terlalu rendah. Gejalanya meliputi keringat dingin, gemetar, pusing, lemas, mata berkunang-kunang, dan rasa perih di ulu hati (Ibrahim, 2004).

Gagal ginjal tahap akhir adalah kegagalan ginjal seluruhnya atau hampir seluruhnya untuk mengeksresikan limbah metabolik, konsentrasi urin, dan mengatur elektrolit. Di USA, penyebab utama gagal ginjal kronis adalah Diabetes. Pada tahap ini fungsi ginjal sangat dibatasi, bila tanpa dialisis (cuci darah) dan transplantasi ginjal maka komplikasi menjadi berlipat dan semakin parah. Kematian dapat terjadi disebabkan akumulasi cairan dan produk limbah dalam tubuh (Spark, 2007).

Metabolisme Energi pada Penyandang Diabetes (Diabetisi)

(33)

dan dapat menghambat penyembuhan. Dalam penyakit kronik, proses ini berlangsung secara bertahap (Pearce, 2002).

Bagi penyandang Diabetes Mellitus, metabolisme karbohidrat terganggu sebagai akibat terganggunya produksi hormon insulin oleh pankreas. Terjadinya gangguan kerja pada insulin baik secara kuantitas maupun kualitas menyebabkan keseimbangan pengaturan gula darah akan terganggu sehingga kadar gula darah cenderung meningkat (ADA, 1982).

Defisiensi insulin secara kuantitas maupun kualitas, menyebabkan tidak semua glukosa dapat diubah menjadi glikogen, ini berarti sebagian besar glukosa yang berasal dari makanan tetap berada dalam darah. Tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemia) akan mendorong ekskresi kelebihan glukosa tersebut melalui urin (glikosuria). Karena sedikitnya glukosa yang dapat diubah menjadi glikogen, maka dalam memenuhi kebutuhan energi otot akan terjadi proses pengubahan glikogen hati menjadi glukosa (glukoneogenesis).

Hilangnya sebagian besar glukosa karena tidak dapat diambil tubuh dan terbuang melalui urin membawa akibat terambilnya lemak tubuh melalui proses lipolisis dan protein (proteolisis) untuk dijadikan sumber energi. Penggunaan asam lemak sebagai sumber energi akan mengakibatkan terbentuknya zat keton yang terdiri atas asam asetoasetat dan asam betahidroksi butirat dan aseton. Kurangnya insulin dalam tubuh mengakibatkan jumlah zat keton yang tertumpuk dalam darah melebihi kemampuan tubuh untuk memecahnya dan penderita akan menderita keracunan zat keton yang disebut Ketoasidosis (Moehyi, 1992b).

(34)

Diet Diabetes Mellitus

Diet Diabetes Mellitus merupakan pengaturan makanan bagi Diabetisi, yang bertujuan menjaga dan memelihara tingkat kesehatan optimal sehingga Diabetisi dapat melakukan aktivitas seperti biasa.

Pengaturan makanan diperlukan bagi semua Diabetisi, penyandang DM tipe 1 (IDDM) maupun tipe 2 (NIDDM). Pada tipe 1 (Diabetisi harus mendapatkan insulin), pengaturan makanan terutama ditujukan dengan menyesuaikan waktu dan jumlah makanan yang diberikan. Pada Diabetisi tipe 2, pengaturan makanan bertujuan untuk mengembalikan Diabetisi ke berat badan ideal, karena umumnya Diabetisi tipe 2 obese sehingga Diabetisi diberi diet rendah kalori. Tujuan diet rendah kalori umumnya agar keadaan hiperglikemia dapat diperbaiki. Pada Diabetisi tipe 2 yang kurus, tidak diperlukan pembatasan jumlah energi ketat. Tetapi, semua Diabetisi tipe 2 harus mengurangi lemak dan kolesterol serta meningkatkan rasio asam lemak tak jenuh terhadap asam lemak jenuh (Pranadji

et al. 2002).

Prinsip dan Tujuan Diet

Penatalaksanaan makanan Diabetisi harus memperhatikan prinsip dan tujuan diet. Prinsip diet DM adalah mengurangi dan mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi mekanisme pengaturan gula darah.

Tujuan diet adalah membantu pasien memperbaiki kebiasaan makan dan olahraga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik dengan cara antara lain :

1. mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal (dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin, obat penurun glukosa oral dan aktivitas fisik)

2. mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal

3. memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal

4. menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek, dan jangka lama serta masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani

(35)

Syarat Diet

Syarat pemberian makanan harus mencakup kandungan gizinya. Kandungan gizi yang sebaiknya dipenuhi bagi Diabetisi, berdasarkan American Diabetes Association (ADA) dan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) (Sukardji, 2006) terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Standardisasi Kandungan Gizi bagi Diabetisi menurut ADA dan PERKENI

ADA PERKENI Kandungan Gizi

Tahun 2003 Tahun 2006

Karbohidrat 45-60 % 45-65 %

Sukrosa <10 % <10 %

Serat 20-35 g 25 g

Pemanis Sesuai ADI

Total lemak 25-35 % 20-25 %

Kolesterol <300 mg <300 mg

Protein 10-20 % 15-20 %

Berdasarkan PERKENI (2006), kandungan gizi energi makanan untuk Diabetisi harus cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi, pembatasan karbohidrat total yang kurang dari 130 g/hari tidak dianjurkan. Kandungan sukrosa kurang lebih 10% dari total asupan energi, sedangkan kebutuhan protein normal, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total. Sumber protein yang baik antara lain ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, susu rendah lemak, kacang, dan kacang-kacangan (tahu dan tempe).

(36)

Penentuan Jumlah Kalori Diet Diabetes

Berdasarkan Almatsier (2004), diet yang digunakan dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus dikontrol berdasarkan kandungan energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Berdasarkan Almatsier (2004), ditetapkan 8 jenis Diet Diabetes Mellitus seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis Diet Diabetes Mellitus menurut Kandungan Energi dan Protein

Jenis Diet Energi (Kal) Protein (g)

I 1100 43

II 1300 45

III 1500 51.5

IV 1700 55.5

V 1900 60

VI 2100 62

VII 2300 73

VIII 2500 80

Kedelapan jenis Diet Diabetes Mellitus yang sudah dibagi menurut nilai energi 1100-2500 Kal selanjutnya dibagi lagi berdasarkan kandungan nilai protein yaitu 30 g, 40 g, 50 g. Protein 50 g sehari hanya diterapkan untuk diet (Diabetes Mellitus Rendah Protein) DMRP 2100 Kal, 2300 Kal, 2500 Kal. Diet protein diberikan sesuai dengan kebutuhan energi dan kemampuan fungsi ginjal pasien.

Makanan dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (30%), makan sore (25%), dan 2-3 porsi makanan selingan (masing-masing 10-15%) (PERKENI, 2006). Cara memesan diet adalah Diet DM I/II/III/IV/V/VI/VII/VIII (Almatsier, 2004). Dalam penelitian ini, kandungan kalori diet ditetapkan sesuai dengan kandungan energi dan proteinnya.

Pelayanan Gizi di Rumah Sakit

Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan paripurna RS dengan beberapa kegiatan, antara lain pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan. Pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien melalui makanan sesuai penyakit yang diderita (Almatsier, 2004).

(37)

menetapkan tujuan dan strategi, implementasi pelayanan gizi sesuai rencana, monitoring dan evaluasi pelayanan gizi (Almatsier, 2004).

Pelayanan gizi di rumah sakit bertujuan untuk mencapai pelayanan gizi pasien yang optimal dalam memenuhi kebutuhan gizi orang sakit, baik untuk keperluan metabolisme tubuhnya, peningkatan kesehatan, ataupun untuk mengoreksi kelainan metabolisme dalam upaya penyembuhan pasien yang dirawat dan berobat jalan (Waspadji et al. 2002).

Untuk mencapai kondisi kesehatan pasien yang optimal, maka rumah sakit umumnya akan menyediakan :

1. makanan dengan kandungan gizi yang baik dan seimbang menurut keadaan penyakit dan status gizi masing-masing pasien

2. makanan dengan tekstur dan konsistensi yang sesuai menurut kondisi gastrointestinal dan penyakit masing-masing pasien

3. makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang 4. makanan yang bebas unsur aditif yang berbahaya

5. makanan dengan penampilan dan citarasa yang menarik untuk menggugah selera makan pasien yang umumnya terganggu oleh penyakit dan kondisi indra pengecap atau pembaunya (Hartono, 2000).

Para ahli gizi harus memberikan perhatian baik kepada penampakan suatu hidangan maupun pada kandungan gizi dalam hidangan tersebut. Makanan baru memberikan manfaat gizi kalau dimakan. Pasien yang selera makannya menurun cenderung memakan hidangan yang tampak menarik dan menggoda selera (Beck, 1994).

Selain itu, untuk meningkatkan efektifitas diet agar diperoleh kesehatan pasien yang optimal, maka Diabetisi harus diberikan penyuluhan tentang hubungan antara asupan makanan dan pengendalian diabetes. Umumnya upaya pengendalian diperoleh melalui perawatan di rumah sakit dengan pemberian diet yang ketat. Hal ini selain berguna sebagai sarana penyuluhan, juga untuk memperbaiki pengendalian metabolisme Diabetisi (Hartono, 2000).

Status Gizi

(38)

antropometri yang digunakan dalam mengukur status gizi kurang atau lebih pada orang dewasa, ditentukan berdasarkan nilai body mass index (BMI), di Indonesia BMI diterjemahkan menjadi indeks massa tubuh (IMT) (Supariasa et al. 2002).

Berbagai penelitian menunjukkan adanya korelasi positif (James et al. 1988, diacu dalam Riyadi 2003) antara indeks massa tubuh dengan lemak tubuh dan resiko terkena penyakit degeneratif (resiko kematian karena penyakit degeneratif). Oleh karena itu, indeks ini juga digunakan untuk mengklasifikasikan keadaan gizi lebih (obese) pada orang dewasa dalam hubungannya dengan resiko penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, Diabetes Mellitus, dan batu empedu (Riyadi, 2003).

Soegondo (2002) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiko Diabetes Mellitus adalah yang berstatus gizi obes (>20% berat badan ideal) atau IMT >27 kg/m2. Obesitas yang bersifat sentral (bentuk apel), kebiasaan kurang gerak badan, dan makanan tinggi lemak berperan sebagai penyebab resistansi insulin pada Diabetes Mellitus tipe 2 (Tupitu, 2006).

Angka Kebutuhan Gizi

Angka kebutuhan gizi adalah banyaknya zat-zat gizi yang dibutuhkan seseorang (individu) untuk mencapai dan mempertahankan status gizi adekuat. Selain kebutuhan gizi menurut umur, gender, aktivitas fisik, dan kondisi khusus, dalam keadaan sakit, penetapan kebutuhan gizi harus memperhatikan perubahan kebutuhan gizi karena infeksi, gangguan metabolik, penyakit kronik, dan kondisi abnormal lainnya (Almatsier, 2004).

Kebutuhan Energi

Energi bagi manusia berperan penting dalam mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktifitas fisik. Energi dihasilkan melalui proses oksidasi karbohidrat, protein, lemak yang terdapat pada makanan serta alkohol. Energi harus cukup terpenuhi, agar sintesis protein dapat berlangsung dan penggunaan asam amino dalam memenuhi kebutuhan energi dapat dicegah (Nelson et al. 1994).

(39)

sehingga menjadi penyakit kronis dan memperpendek harapan hidup (Almatsier, 2002).

Komponen utama yang menentukan kebutuhan energi pada orang sakit adalah angka metabolisme basal (AMB) atau basalt metabolic rate (BMR), aktivitas fisik, dan faktor stres. Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk metabolisme basal sebesar 25-30 Kal/kg BB (berat badan) normal, ditambah kebutuhan untuk aktivitas fisik dan keadaan khusus, misalnya kehamilan atau laktasi serta ada tidaknya komplikasi (Almatsier, 2004).

Karbohidrat

Karbohidrat dalam tubuh selain berperan penting sebagai sumber energi, juga berperan dalam mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, mencegah kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 1997). Klasifikasi karbohidrat yang terdiri atas gula sederhana dan karbohidrat kompleks sebenarnya tidak tepat dan harus dirubah, menjadi istilah yang lebih berarti yaitu gula (monosakarida dan disakarida), pati (polimer glukosa), serat (karbohidrat tidak tercerna) (Heimburger dan Ard, 2006).

Asupan serat makanan dapat bermanfaat dalam manajemen diabetes. Serat kasar seperti pektin, gum, mucin, betaglukan yang terdapat pada apel, jeruk, kacang-kacangan, dan gandum dapat secara khusus bermanfaat. Karena serat kasar cenderung melemahkan respon glisemik post prandial dan insulinemik, terutama dengan menghambat hidrolisis pati dan penyerapan glukosa, serta menunda pengosongan lambung (Heimburger dan Ard, 2006). Selain itu serat juga memperpendek waktu transit dalam saluran cerna dan kemungkinan memperlambat hidrolisis pati (Almatsier, 2002). Rekomendasi asupan karbohidrat bagi Diabetisi, berdasarkan berat optimal dan tingkat aktifitas fisik adalah 45-60% kebutuhan kalori (Heimburger dan Ard, 2006).

(40)

Pendekatan Indeks Glisemik

Miller et al. (1997) menyatakan bahwa pendekatan Indeks Glisemik (IG) tidak hanya bermanfaat pada penanganan Diabetisi tetapi juga dapat mencegah diabetes dan komplikasi yang mungkin akibat diabetes. Indeks Glisemik menggambarkan respon glukosa darah pasca mengonsumsi pangan (postprandial).

Penelitian pada hewan dan penelitian jangka pendek pada manusia menunjukkan bahwa kelompok yang mengonsumsi karbohidrat dengan Indeks Glisemik tinggi, menghasilkan resistansi insulin yang lebih tinggi daripada kelompok yang mengonsumsi karbohidrat IG rendah (Byrnes et al. 1994 ; Higgins

et al. 1997, diacu dalam Siagian 2006). Penelitian epidemiologik prospektif menunjukkan bahwa pangan dengan IG tinggi maupun beban glisemik berkaitan dengan meningkatnya resiko diabetes pada pria maupun wanita (Kliens, Ricther, 1996 ; Pereira et al. 1997, diacu dalam Siagian 2006). Pangan dengan IG tergolong tinggi antara lain roti, kentang, dan sereal (Suyono, 1994).

Protein

Protein merupakan sumber asam amino dengan kandungan unsur-unsur C, H, O, N yang tidak dimiliki karbohidrat dan lemak (Winarno, 1997). Protein berfungsi membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada. Selain itu, protein diperlukan dalam pembentukan protein yang baru dengan fungsi khusus di dalam tubuh yaitu enzim, hormon, hemoglobin (Beck, 1994).

Kebutuhan protein normal adalah 10-15% dari kebutuhan energi total, atau 0.8-1 g/kg BB. Kebutuhan energi minimal untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen adalah 0.4-0.5 g/kg BB. Demam, sepsis, operasi, trauma, dan luka dapat meningkatkan katabolisme protein, sehingga meningkatkan kebutuhan protein sampai 1.5-2.0 g/kg BB. Sebagian besar pasien yang dirawat membutuhkan 1.0-1.5 g protein/kg BB (Almatsier, 2004).

(41)

Pada pasien DM dengan nefropati (gangguan ginjal) dan hati perlu penurunan asupan protein menjadi 0.8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi total dan hendaknya 65% bernilai biologik tinggi. Hal ini disebabkan karena fungsi ginjal dalam mengekskresikan hasil pemecahan protein mengalami gangguan, sehingga jumlah protein dalam makanan harus dibatasi (Beck, 1994).

Pada diet rendah protein ini, protein dengan nilai biologis tinggi seperti dalam telur, susu, daging, dan ikan harus memasok seluruh protein dalam diet. Sedangkan makanan yang kaya akan protein nabati, seperti tempe, tahu, kacang hijau, kacang tanah, biasanya tidak diberikan dalam diet rendah protein, karena protein nabati relatif lebih mengandung asam amino non-esensial. Sedangkan makanan pokok seperti nasi, ketela, ubi, dan kentang mengandung protein nabati yang sedikit sehingga masih diperbolehkan. Diet rendah protein harus memberikan nilai kalori yang cukup. Bila tidak, tubuh akan menggunakan protein jaringan untuk memenuhi kebutuhan kalorinya (Beck, 1994).

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Ada dua cara pengumpulan data konsumsi pangan yaitu : metode penimbangan langsung (seperti weighing method dan food inventory method) dan metode penimbangan tidak langsung, seperti metode mengingat (food recall method) (Hardinsyah dan Briawan, 1994).

Penilaian terhadap kandungan energi dan protein dari beragam pangan merupakan penjumlahan dari masing-masing zat gizi pangan komponennya. Untuk mengetahui tingkat konsumsi energi dan protein, penilaian konsumsi pangan dilakukan terhadap makanan yang dikonsumsi dengan satuan per orang per hari. Secara umum konsumsi pangan sehari merupakan penjumlahan dari makan pagi, siang, malam dan makanan selingan dalam kurun waktu 24 jam. Karena pengumpulan data konsumsi pangan tiga hari maka konsumsi pangan perhari merupakan rata-rata total konsumsi zat gizi selama tiga hari pengumpulan data tersebut.

(42)

penilaian konsumsi pangan, data ini dikonversikan menjadi energi dan protein sesuai dengan tujuan penilaian.

Kandungan zat gizi makanan disusun dalam suatu daftar yang disebut daftar kandungan zat gizi bahan makanan (DKBM). DKBM Indonesia memuat angka-angka kandungan zat gizi berbagai jenis makanan baik mentah maupun masak (olahan) yang banyak dijumpai di Indonesia. Sebagian besar jenis pangan yang disajikan dalam DKBM ini dalam bentuk pangan mentah, DKBM ini memuat energi dan 10 jenis zat gizi yang meliputi protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitamin A, vitamin C, vitamin B1 dan termasuk di dalamnya kandungan air.

Dalam menggunakan DKBM, komposisi zat gizi yang tercantum dalam DKBM dinyatakan dalam satuan 100 gram bahan makanan yang dapat dimakan (%BDD). Artinya bagian-bagian yang biasa tidak dimakan seperti kulit, akar, biji, tulang, cangkang dan sebagainya yang tidak lazim dikonsumsi tidak dianalisis (Hardinsyah dan Briawan, 1994).

Makanan dari Luar Rumah Sakit

Habis tidaknya suatu makanan yang disajikan banyak dipengaruhi oleh citarasa makanan, selera makan, makanan dari luar, dan cara penyajian (Prakoso, 1982). Apabila pasien selalu makan makanan yang berasal dari luar rumah sakit maka makanan yang disajikan dari penyelenggaraan makanan rumah sakit tidak dimakan sehingga terjadi sisa makanan, selain itu proses pemulihan kondisi pasien tidak berjalan efektif (Moehyi, 1999).

(43)

Nutrisi Parenteral

Nutrisi parenteral atau infus adalah pemberian nutrient melalui pembuluh darah balik yang bisa berupa vena perifer atau vena sentral. Nutrisi parenteral diperlukan bagi pasien yang menghadapi risiko malnutrisi namun tidak mampu dan atau tidak boleh mendapatkan kecukupan nutrient lewat saluran cerna. Nutrisi parenteral total, diberikan bila seluruh kebutuhan gizi pasien diberikan lewat pembuluh darah, sedangkan nutrisi parenteral parsial bila hanya sebagian kebutuhan saja diberikan lewat pembuluh darah (Hartono, 2000).

Berdasarkan Heimburger dan Ard (2006), nutrisi parenteral diberikan ketika saluran pencernaan tidak lagi berfungsi selama lebih dari 5 hingga 7 hari, atau dimaksudkan untuk mengistirahatkan sebagian besar organ pencernaan dengan tujuan pengobatan. Kandungan energi dalam infus diperoleh melalui dextrose

dan vegetable oil (turunan dari emulsi lemak); protein, yang terdiri dari kristal asam amino; vitamin; mineral, dan trace elements dalam bentuk alami. Selain itu, upaya pengobatan dapat ditambahkan melalui infus seperti pemberian insulin (bagi pasien Diabetes Mellitus).

Malnutrisi dalam Kondisi Sakit

Malnutrisi klinis dapat terjadi ketika seseorang pasien tidak dapat makan cukup melalui mulut, yang disebabkan karena beberapa faktor antara lain :

1. mual, tidak ada nafsu makan dan muntah disebabkan misalnya penyakit lambung, atau uremia, pengaruh obat

2. acuh tak acuh terhadap makanan, yang ditemui pada banyak keadaan fisik dan dalam beberapa keadaan emosional seperti takut, dendam, dan putus asa

3. rasa sakit, mengakibatkan kesukaran menelan seperti pada tonsilitis, radang tenggorokan, sesudah tonsilektomi, pada fraktur tulang wajah dan rahang

4. sukar bernafas, seperti pada asma dan bronkhitis. Hal ini disebabkan karena kemungkinan tidak dapat mengunyah, karena bila bernafas sulit maka menelan pun terhalang

5. kelemahan otot kunyah, yang dapat timbul pada paralisa (kelumpuhan) wajah dan juga pada beberapa keadaan gangguan saraf

(44)

Dampak dari malnutrisi klinis antara lain dapat berakibat fungsi organ tubuh akan berkurang, obat-obatan bekerja tidak secara normal, berat badan pasien semakin menurun, penyembuhan luka terhambat, kekebalan tubuh akan terganggu (sehingga mudah terserang penyakit infeksi), lama rawat di rumah sakit meningkat, dan angka kematian meningkat (Sunatrio, 2007).

Menurut Kresnawan (2007), paramedik rumah sakit harus mengetahui indikasi dukungan nutrisi yang tepat untuk pasien tertentu, seperti pasien

pascabedah dengan komplikasi, termasuk pasien kritis di ICU. Indikasi dukungan nutrisi dapat diketahui dengan menentukan kebutuhan kalori, protein dan lemak untuk pasien tersebut, termasuk memilih metode dukungan nutrisi yang sesuai dengan kondisi pasien, secara parenteral (infus), enteral (lewat saluran cerna) maupun kombinasi keduanya. Selain itu harus diperhatikan pula formula yang tepat sehubungan dengan kebutuhan dan jenis penyakit pasien seperti pada pasien DM dan ginjal, yang memerlukan asupan nutrisi sesuai dengan kondisinya.

Daya Terima terhadap Makanan

Menurut Nasoetion (1980), diacu dalam Hardinsyah et al. (1989) daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan makanan, melalui indera penglihat, pencium, pencicip, dan bahkan indera pendengar. Namun demikian faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya penerimaan terhadap makanan adalah rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu.

Menurut Lowe, diacu dalam Hardinsyah et al. (1989) hal pertama yang dinilai dari suatu makanan adalah berdasarkan indera penglihat, yaitu meliputi warna, bentuk, ukuran dan sifat permukaan seperti halus, kasar, berkerut, dan sebagainya. Selain itu dinilai penyajian makan seperti pemilihan alat yang digunakan, cara menyusun makanan di tempat saji, termasuk penghias hidangan (Moehyi, 1997). Pasien yang selera makannya kurang sebaiknya diberi hidangan dalam porsi kecil-kecil (Beck, 1994).

(45)

(Hardinsyah et al. 1989). Daya terima terhadap makanan yang disajikan di rumah sakit terdiri atas warna, aroma, tekstur, rasa, bentuk, suhu, variasi menu, serta kebersihan alat.

Rasa makanan

Rasa merupakan suatu komponen flavour yang terpenting karena mempunyai pengaruh yang dominan. Pada citarasa lebih banyak melibatkan indra kecapan (lidah). Penginderaan kecapan dapat dibagi menjadi empat rasa utama, yaitu asin, manis, pahit, dan asam. Masakan yang mempunyai variasi keempat macam rasa tersebut lebih disukai daripada hanya mempunyai satu macam rasa yang dominan (Winarno, 1997).

Timbulnya respon tidak sama untuk rasa yang berbeda, respon terhadap rasa asin lebih cepat dibandingkan respon terhadap rasa pahit. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno, 1997).

Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan citarasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indra penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap berikutnya citarasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indra pencium dan indra pengecap (Moehyi, 1992a).

Aroma Makanan

(46)

Tekstur makanan

Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan diketahui bahwa perubahan tekstur dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelejar air liur (Winarno, 1997). Dengan tekstur kita dapat mengartikan kualitas makanan, dengan merasakan apakah dengan jari, lidah, gigi, atau langit-langit (tekak) (Sukarni dan Kusno, 1980).

Menurut Beck (1994), makanan yang disajikan rumah sakit harus dapat dimakan dengan mudah, sebaiknya tidak membuat pasien berkutat dengan daging yang alot atau bersusah payah memisahkan tulang-tulang ikan satu persatu.

Warna makanan

Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan. Suatu bahan makanan yang bernilai gizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan bila memiliki warna yang tidak sedap dilihat atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno, 1997).

Warna daging yang sudah berubah menjadi coklat kehitaman, warna sayur yang sudah berubah menjadi pucat sewaktu disajikan, akan menjadi sangat tidak menarik dan menghilangkan selera untuk memakannya (Moehyi, 1992a). Selain itu warna makanan tidak hanya membantu dalam menentukan kualitas, tetapi dapat pula memberitahukan banyak hal. Warna biasanya merupakan tanda kemasakan atau kerusakan (Sukarni dan Kusno, 1980). Penerimaan warna suatu bahan makanan berbeda-beda tergantung dari faktor alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno, 1997).

Bentuk potongan

(47)

1. bentuk yang sesuai dengan bentuk asli bahan makanan. Misalnya, ikan dan ayam panggang sering disajikan dalam bentuk aslinya dengan lengkap 2. bentuk yang menyerupai bentuk asli, tetapi bukan merupakan bahan

makanan yang utuh. Ayam kodok, misalnya dibuat menyerupai ayam

3. bentuk yang diperoleh dengan cara memotong bahan makanan dengan teknik tertentu atau mengiris bahan makanan dengan cara tertentu

4. bentuk sajian khusus seperti bentuk nasi tumpeng atau bentuk lainnya yang khas (Sediaoetama, 1992).

Suhu

Menurut Winarno (1997), suhu mempengaruhi sensitivitas rasa di lidah, bila suhu tubuh di bawah 20oC atau di atas 30oC, sensitivitas rasa pada kuncup cecapan rasa di lidah berkurang. Makanan sedap dengan suhu panas akan mampu memancarkan aroma yang sedap, karena bau-bauan baru dapat dikenali bila berbentuk uap dan molekul-molekul komponen bau itu harus dapat merangsang otak, namun makanan yang panas pun dapat merusak kepekaan kuncup cecapan lidah. Makanan dingin akan membius kuncup cecapan hingga tidak peka lagi.

Umumnya pada rumah sakit modern untuk mengurangi penurunan suhu (saat dilakukan distribusi makanan pasien), maka kereta makanan dilengkapi dengan alat pemanas (Moehyi, 1990).

Kebersihan Alat Makan

Pengawasan sanitasi (kebersihan) tidak hanya ditujukan pada bahan makanan, tetapi juga terhadap peralatan yang digunakan. Sanitasi peralatan makan perlu diperhatikan, agar tidak ada sisa makanan yang tertinggal atau menempel pada alat dan menjadi busuk sehingga merupakan tempat yang baik bagi tumbuhnya bakteri-bakteri (Moehyi, 1990). Selain itu, penggunaan alat yang bersih dalam penyajian makanan akan berpengaruh terhadap sisa makanan, apabila alat yang digunakan bersih ada kecenderungan makanan yang diberikan habis dimakan (Noras, 2000). Semua sendok garpu, piring, dan baki yang dipakai harus bersih (Beck, 1994).

Gambar

Tabel 4. Standardisasi Kandungan Gizi bagi Diabetisi menurut ADA dan PERKENI
Tabel 5. Jenis Diet Diabetes Mellitus menurut Kandungan Energi dan Protein Jenis Diet Energi (Kal) Protein (g)
Gambar I. Kerangka Pemikiran Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Pasien Diabetes
Gambar 2. Bagan Pemilihan Contoh Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian  ini  ingin  mencapai  tujuan  umum  dan  tujuan  khusus.  Tujuan  umum,  penelitian  ini  ialah  inginmembantu  usaha  pelestarian , 

PEJABAT PENGADAAN BARANG DINAS KESEHATAN.

Bersam a ini diberit ahukan bahw a sehubungan dengan adanya perm asalahan dengan jaringan LPSE Jat eng sehingga kegiat an Aandw izing Pelelangan Sederhana Pengadaan

BIDANG CIPTA KARYA DPU KABUPATEN KLATEN. JL Sulaw

Perlu dingatkan dan dipertegas kembali, bahwa ketidakhadiran / hadir tetapi tidak membawa surat kuasa / hadir tidak membawa dokumen asli dan/atau dokumen salinan yang

Perlu dingatkan dan dipertegas kembali, bahwa ketidakhadiran / hadir tetapi tidak membawa surat kuasa / hadir tidak membawa dokumen asli dan/atau dokumen salinan yang

“Suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak-pihak lain, secara

Cempaka (2005) dengan judul Telaah Pengoleksian dan Penginvestasian Lukisan dalam Kaitannya dengan Motivasi dan Orientasi, serta Peran Kolektor dalam Medan Sosial