• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sekolah yang menjadi sasaran penelitian terdiri atas SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung. Alasan pemilihan sekolah ini berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, dua di antara sekolah (SDN 02 Palasari dan SDN 01 Cipicung) menjadi objek salah satu proyek kerjasama antara Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dengan Program CSR (Corporate Social Responsibility) salah satu perusahaan di Indonesia. Kedua, adanya kerjasama tersebut memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian terutama dalam perijinan.

Gambar 3 Lokasi Sekolah “Dimodifikasi dari Google Map (2003)

Sekolah Dasar Negeri 01 Palasari (SD P1)

Sekolah Dasar Negeri 01 Palasari berdiri tahun 1926 dan terletak di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Secara geografis SDN 01 Palasari dekat dengan jalan raya. SDN 01 Palasari dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Jumlah guru 11 orang, tata usaha satu orang, dan penjaga sekolah satu orang. Sekolah ini memiliki 59 siswa kelas lima dan 85 siswa kelas empat yang terdiri atas 43 siswa di kelas 4A dan 42 siswa di kelas 4B. Untuk kelas empat siswa yang menjadi sampel adalah siswa kelas 4A. Alasan pemilihan kelas 4A dikarenakan waktu (situasi internal sekolah) yang memungkinkan untuk pengambilan data dibandingkan dengan siswa kelas 4B. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu penelitian yang kurang lebih satu minggu lagi akan diadakan ulangan sekolah.

Waktu belajar dimulai pukul 07:30 WIB sampai pukul 12:00 WIB untuk kelas tiga sampai kelas enam. Kelas satu dan kelas dua waktu belajar dimulai pukul 07:00 WIB sampai pukul 11:30 WIB. Fasilitas yang dimiliki terdiri atas enam ruang kelas, satu ruang guru, satu ruang kepala sekolah, satu lapangan olahraga sekaligus tempat parkir, satu perpustakaan, satu gudang, dua toilet guru, dua toilet siswa, dan satu ruang kesenian. Kegiatan ektrakurikuler terdiri atas pencak silat dan degung. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari dana BOS.

Gambar 4 Lingkungan SDN 01 Palasari

Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari (SD P2)

Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari berdiri tahun 1977 dan beroperasi pada tahun 1980. Secara geografis SDN 02 Palasari dekat dengan jalan raya. Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari terletak di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. SDN 02 Palasari dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Jumlah guru pengajar berjumlah tujuh orang, penjaga sekolah satu orang, dan penjaga kebersihan satu orang. Sekolah ini memiliki 36 siswa kelas empat dan 29 siswa kelas lima.

Gambar 5 Lingkungan SDN 02 Palasari

Pengambilan data di Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari bertepatan dengan adanya suatu kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) salah satu perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang pengabdian kepada

masyarakat yang berkerjasama dengan Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB. Secara umum kegiatan ini menjelaskan mengenai pentingnya mengonsumsi makanan jajanan yang bergizi, aman, dan enak, serta perilaku hidup sehat yang diberi nama Ajinomoto-IPB Nutrition Program 2012.

Waktu belajar dimulai pukul 07:15 WIB sampai pukul 11:12 WIB untuk kelas tiga sampai kelas enam. Kelas satu dan kelas dua waktu belajar dimulai pukul 07:15 WIB sampai pukul 10:00 WIB. Fasilitas yang dimiliki terdiri atas enam ruang kelas, satu ruang guru sekaligus ruang kepala sekolah, satu lapangan olahraga sekaligus tempat parkir, satu perpustakaan sekaligus dijadikan mushola, satu gudang, dan satu toilet guru. Kegiatan ektrakurikuler terdiri atas voli dan pramuka. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari dana BOS.

Gambar 6 Kantin Ajinomoto-IPB Nutrition Program 2012

Sekolah Dasar Negeri 01 Cipicung (SD C1)

Sekolah Dasar Negeri 01 Cipicung berdiri tahun 1948. Sekolah Dasar Negeri 01 Cipicung terletak di Kecamatan Palasari Kabupaten Bogor. SDN 01 Cipicung dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Ada kesamaan di antara SDN 01 Cipicung dan SDN 02 Palasari yaitu kepala sekolah keduanya dipimpin oleh orang yang sama. Jumlah guru pengajar berjumlah sembilan orang dan penjaga kebersihan satu orang. Sekolah ini memiliki 40 siswa kelas empat dan 42 siswa kelas lima. SDN 01 Cipicung lebih sulit ditempuh dibandingkan dengan SDN 01 dan SDN 02 Palasari dikarenakan akses jalan yang sangat kecil.

Waktu belajar dimulai pukul 07:05 WIB sampai pukul 12:00 WIB untuk kelas tiga sampai kelas enam. Kelas satu dan kelas dua dari pukul 07:15 WIB sampai pukul 10:00 WIB. Fasilitas yang dimiliki terdiri atas lima ruang kelas, satu ruang guru sekaligus ruang kepala sekolah, satu lapangan olahraga sekaligus tempat parkir, satu perpustakaan dan gudang, dan satu toilet guru. Kegiatan

ektrakurikuler hanya terdiri atas pramuka. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari dana BOS.

Gambar 7 Lingkungan SDN 01 Cipicung

Karakteristik Keluarga Contoh

Besar Keluarga

Besar keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, anak, kakek, nenek, pembantu, dan semua anggota keluarga yang hidup pada rumah yang sama dan mengelola sumber daya lainnya secara bersama (Sukandar 2007). Menurut Sumarwan (2012) keluarga diartikan sebagai sebuah kelompok yang terikat oleh perkawinan maupun adopsi. Secara sederhana anggota keluarga tidak harus selalu orang yang terikat oleh tali perkawinan atau keturunan melainkan bisa dengan cara mengadopsi.

Besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: kelompok keluarga kecil, kelompok keluarga sedang, dan kelompok keluarga besar. Kelompok keluarga kecil merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota keluarga terdiri atas dua anggota sampai empat anggota keluarga. Kelompok keluarga sedang merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota keluarga terdiri atas lima anggota sampai tujuh anggota keluarga. Kelompok keluarga besar merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota keluarga sekurang-kurangnya delapan orang (Hurlock 1982, diacu dalam Tiyas 2009). Anggota keluarga di atas lima orang menggambarkan hubungan yang signifikan terhadap kurangnya berat badan (Mukherjee et al. 2008). Jumlah anggota keluarga menentukan jumlah dan pola konsumsi terhadap barang dan jasa. Rumah tangga dengan anggota keluarga lebih besar akan lebih banyak membeli keperluan kebutuhan hidup (beras, sayur, daging, dan buah-buahan)

dibandingkan dengan rumah tangga dengan anggota keluarga lebih kecil. Situasi ini akan berpengaruh terhadap kecukupun kebutuhan pangan setiap anggota dalam rumah tangga. Besar keluarga bisa mempengaruhi preferensi seseorang terhadap jenis makanan. Hal ini bisa disebabkan karena setiap anggota keluarga memiliki peran memberi ide (Innitiator) dan diminta untuk berpendapat (influencer) terhadap jenis makanan yang akan dibeli (Sumarwan 2011).

Tabel 9 di bawah menggambarkan besar keluarga setiap rumah tangga siswa yang menjadi contoh. Sebaran besar keluarga umumnya berada pada ketegori sedang mencapai 65.5% dan rata-rata 5.78±1.60. Besar keluarga pada kategori sedang paling tinggi di SD P2 mencapai 72.7%. Besar keluarga pada kategori kecil paling tinggi di SD P1 mencapai 25.0%. Besar keluarga pada kategori besar paling tinggi mencapai 15.4% di SD C1. Rata-rata besar keluarga di SD P2 lebih tinggi dibandingkan dengan SD P1 dan SD C1 mencapai 6.10±1.78. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis rata-rata besar keluarga contoh antar sekolah tidak berbeda secara signifikan (p=0.733). Oleh karena nilai p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan besar keluarga contoh antar sekolah.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar Keluarga P1 P2 C1 Total

n % n % n % n % Kecil 8 25.0 3 13.6 6 23.1 17 21.3 Sedang 20 62.5 16 72.7 16 61.5 52 65.0 Besar 4 12.5 3 13.6 4 15.4 11 13.8 Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0 Rata-rata±SD 5.43±1.60 6.10±1.78 5.96±1.56 5.78±1.60 Pendidikan Orang Tua

Tingkat pendidikan orang tua diyakini menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizinya. Menurut Sumarwan (2011) orang tua merupakan model bagi anak untuk pembentukan sikap dan preferensi anak terhadap pangan dan makanan. Menurut Yasmin dan Madanijah (2010) terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan. Tingginya pendidikan orang tua diasumsikan pemilihan makanan akan lebih terkontrol. Pentingnya pengontrolan makanan anak sejak kecil dikarenakan anak lebih memilih makanan yang kaya akan karbohidrat dan energi

(Proverawati et al. 2008) serta tidak menyukai sayuran maupun buah (Rodrigo et al. 2003). situasi ini harus diperhatikan mengingat pola makan anak akan berdampak pada pengaruhi pola makan sampai diusia dewasa. Artinya jenis makanan yang disukai atau tidak disukai pada saat dewasa berhubungan dengan jenis makanan yang disukai maupun sebaliknya pada masa anak-anak (Rodrigo et al. 2003).

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan bapak

Pendidikan Bapak P1 P2 C1 Total

n % n % n % n % Tidak/Belum Tamat SD 11 34.4 5 22.7 9 34.6 25 31.3 SD/Setara 10 31.3 13 59.1 11 42.3 34 42.5 SMP/Setara 4 12.5 2 9.1 4 15.4 10 12.5 SMA/Setara 6 18.8 2 9.1 2 7.7 10 12.5 Perguruan Tinggi 1 3.1 0 0.0 0 0.0 1 1.3 Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0

Tabel 10 di atas menggambarkan sebaran tingkat pendidikan bapak siswa yang menjadi contoh. Secara keseluruhan tingkat pendidikan bapak berada pada sebaran tidak/belum tamat SD sampai SMA/setara. Tingkat pendidikan bapak pada sebaran Perguruan Tinggi hanya di SD P1 hanya mencapai 3.1%. Persentase total tingkat pendidikan bapak pada sebaran SD/setara paling tinggi dibandingkan dengan sebaran pendidikan lainnya mencapai 42.4%. Sebaran pendidikan bapak pada tingkat SD/setara paling tinggi di SD P2 mencapai 59.1% dibandingkan dengan SD P1 dan SD C1. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis tingkat pendidikan bapak contoh tidak berbeda secara signifikan (p=0.722). Oleh karena nilai p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat pendidikan bapak contoh antar sekolah.

Irawati et al. (1992) mengatakan tingkat pendidikan formal ibu lebih menentukan tingkat pengetahuan anak, termasuk pengetahuan gizinya yang mana tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap status gizi anaknya. Tingkat pendidikan dan pengetahuan Ibu sehubungan dengan praktek gizi menjadi faktor penting dalam penentuan status gizi anak (Osei et al. 2010). Mukherjee et al. (2008) terdapat perbedaan yang nyata antara ibu berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah. Anak dengan berat badan rendah lebih banyak terdapat pada ibu dengan tingkat pendidikan sampai SD/setara dan sebaliknya. Artinya

semakin tingggi tingkat pendidikan ibu semakin baik praktek gizi terutama dalam penentuan jenis makanan baik secara kualitas maupun kuantitas.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu Pendidikan Ibu P1 P2 C1 Total

n % n % n % n % Tidak/Belum Tamat SD 10 31.3 5 22.7 4 15.4 19 23.8 SD/Setara 8 25.0 13 59.1 13 50.0 34 42.5 SMP/Setara 5 15.6 0 0.0 3 11.5 8 10.0 SMA/Setara 8 25.0 4 18.2 5 19.2 17 21.3 Perguruan Tinggi 1 3.1 0 0.0 1 3.8 2 2.5 Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0

Tabel 11 di atas menggambarkan sebaran tingkat pendidikan Ibu siswa yang menjadi contoh. Tingkat pendidikan ibu umumnya tidak jauh berbeda dengan tingkat pendidikan bapak berada pada sebaran tidak/belum tamat SD sampai SMA/setara. Persentase total tingkat pendidikan ibu pada sebaran perguruan tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan bapak mencapai 2.5% (3.1% di SD P1 dan 3.8% di SD C1). Persentase total tingkat pendidikan ibu pada sebaran SD/setara paling tinggi dibandingkan sebaran pendidikan lainnya mencapai 42.5%. Sebaran pendidikan ibu pada tingkat SD/setara paling tinggi di SD P2 mencapai 59.1% dibandingkan dengan SD P1 dan SD C1. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis tingkat pendidikan ibu contoh antar sekolah tidak berbeda secara signifikan (p=0.590). Oleh karena nilai p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat pendidikan ibu contoh antar sekolah.

Pendapatan Orang Tua

Pendapatan orang tua merupakan hasil penjumlahan pendapatan yang berpenghasilan dalam anggota keluarga. Pendapatan orang tua dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: rendah dengan kisaran lebih kecil atau sama dengan Rp500,000 sedang dengan kisaran lebih besar Rp500,000 dan lebih kecil atau sama dengan Rp1,000,000 dan tinggi dengan kisaran lebih besar Rp1,000,000. Selang pengelompokan berkisar lima ratus ribu rupiah antar kelompok. Pengelompokan nilai pendapatan ini berdasarkan nilai ±10% dari nilai minimum, maximum, dan rata-rata. Tinggi rendahnnya pendapat keluarga sangat mempengaruhi status gizi anak (Mukherjee et al. 2008). Tingginya pendapatan

keluarga diduga mempengaruhi kemudahan keluarga dalam memilih kualitas dan kuantitas makanan dan besarnya pemberian uang saku pada anak. Artinya semakin baik tingkat ekonomi suatu keluarga akan memberikan dampak yang baik terhadap jenis dan jumlah makanan yang dipilih, dibeli, dan dikonsumsi serta besarnya uang saku yang diterima anak maupun sebaliknya.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua Pendapatan Orang Tua P1 P2 C1 Total n % n % n % n % Rendah 6 18.8 4 18.2 2 7.7 12 15.0 Sedang 17 53.1 11 50.0 11 42.3 39 48.8 Tinggi 9 28.1 7 31.8 13 50.0 29 36.3 Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100 Rata-rata±SD 1,018,750±486,884 863,636±353,951 998,077±465,077 969,375±446,257

Tabel 12 di atas menggambarkan sebaran pendapatan orang tua siswa yang menjadi contoh. Pendapatan orang tua umumnya berada pada kategori sedang mencapai 48.8% dengan rata-rata Rp969,375±446,257. Pendapatan orang tua terbesar pada kategori sedang di SD P1 dan SD P2 mencapai 53.1% dan 50.0%. Pendapatan orang tua terbesar pada kategori tinggi di SD C1 mencapai 50.0%. Hasil rata-rata pendapatan orang tua tertinggi di SD P1 mencapai Rp1,018,750±486,884. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 rata-rata upah, gaji, pendapatan buruh, karyawan, pegawai perbulan Provinsi Jawa Barat adalah Rp1,526,691. Apabila dibandingkan dengan data BPS dapat disimpulkan pendapatan orang tua pada ke tiga SD masih di bawah pendapatan rata-rata secara keseluruhan. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal- Wallis rata-rata pendapatan orang tua contoh tidak berbeda secara signifikan (p=0.159). Oleh karena nilai p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat pendapatan orang tua contoh antar sekolah.

Pendapatan orang tua dibagi dengan jumlah anggota keluarga akan menghasilkan pendapatan per kapita/bulan. Diketahuinya pendapatan per kapita/bulan akan memberikan gambaran tingkat kemiskinan setelah dibandingkan dengan data BPS (2011). Berdasarkan data BPS (2011) garis kemiskinan untuk Provinsi Jawa Barat di daerah pedesaan adalah Rp204,199.

Tabel 13 di bawah menggambarkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kemiskinan. Tingkat kemiskinan dibagi dua kelompok, yaitu: miskin dengan

kisaran lebih kecil dari Rp204,199 dan tidak miskin dengan kisaran lebih besar atau sama dengan Rp2,401,999. Secara umum contoh berada pada kategori miskin paling tinggi mencapai 73.8% dibandingkan dengan tidak miskin hanya 26.3%. Tingkat kemiskinan pada kategori miskin paling tinggi di SD P2 dan SD C1 mencapai 81.8% dan 73.1% di SD masing-masing. Tingkat kemiskinan pada kategori tidak miskin paling tinggi di SD P1 mencapai 31.3%. Hasil rata-rata pendapatan per kapita/bulan paling tinggi di SD P1 mencapai Rp203,932±114,762. Apabila dibandingkan dengan rata-rata pendapatan per kapita/bulan tertinggi dan total rata-rata pendapatan per kapita/bulan orangtua pada ke tiga sekolah dengan garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat di pedesaan (Rp204,199) umumnya masih berada di bawah garis kemiskinan. Situasi ini didukung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) 2011 menyatakan tingkat kemiskinan Jawa Barat sekitar 10.65% dari total keseluruhan.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kemiskinan

Tingkat Kemiskinan P1 P2 C1 Total

n % n % n % n %

Tidak miskin 10 31.3 4 18.2 7 26.9 21 26.3

Miskin 22 68.8 18 81.8 19 73.1 59 73.8

Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0

Rata-rata±SD 203,932±114,762 159,037±88,007 177,708±92,210 183,063±101,312

Rendahnya pendapatan total dan banyaknya jumlah keluarga yang berada pada garis kemiskinan disebabkan beberapa faktor, yaitu: jenis pekerjaan, besar anggota keluarga, dan jumlah anggota keluarga yang berpenghasilan. Jenis pekerjaan secara umum berkaitan dengan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang tinggi biasanya memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang tinggi. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan orangtua akan mempengaruhi tingginya penghasilan dan rendahnya pendidikan akan berdampak pada rendahnya penghasilan yang diperoleh. Berdasarkan hasil penelitian umumnya orang tua contoh berada pada tingkat tidak/belum tamat SD sampai SMA/setara. Oleh sebab itu tidak heran berdasarkan hasil penelitian rata-rata keluarga responden berada pada kategori miskin mencapai 73.8%. Besar dan kecilnya anggota keluarga dalam rumah tangga akan mempengaruhi besar kecilnya nilai pendapatan total maupun pendapatan per kapita/bulan suatu keluarga. Keadaan ini tergantung dengan banyak atau sedikitnya anggota keluarga yang berkerja dan memiliki penghasilan. Contohnya, sedikitnya anggota keluarga yang

berpenghasilan dan rendahnya penghasilan tersebut ditambah jumlah anggota keluarga yang besar akan mempengaruhi rendahnya pendapatan total keluarga dan pendapatan per kapita/bulan serta sebaliknya.

Karakteristik Contoh Jenis Kelamin

Contoh yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas empat dan kelas lima di SD P1, SD P2, dan SD C1 Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Menurut Hidayat (2004) siswa kelas empat dan kelas lima merupakan anak usia sekolah yang sudah mampu menerima pengarahan kuesioner serta mampu mengambil kesimpulan dari suatu pertanyaan. Anak kelas enam tidak dijadikan contoh sampel penelitian ini dikarenakan waktu pada saat pengambilan data berdekatan dengan persiapan ujian sekolah.

Tabel 14 di bawah menggambarkan jumlah contoh yang menjadi sampel paling banyak di SD P1 mencapai 32 contoh, diikuti SD C1 mencapai 26 contoh dan SD P2 mencapai 22 contoh. Perbedaan jumlah contoh ini dikarenakan jumlah siswa setiap SD beraneka ragam. Semakin banyak jumlah siswa setiap SD maka semakin banyak jumlah contoh yang menjadi sampel pada SD tersebut dan sebaliknya. Untuk jenis kelamin setiap SD disamakan mengingat jenis kelamin mempengaruhi pemilihan jenis makanan (Proverawati et al. 2008). Menurut Maghubat et al. (2011) anak laki-laki lebih suka mengonsumsi makanan sumber karbohidrat dibandingkan perempuan seperti kentang goreng. Hasilnya jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan memiliki perbandingan 50.0%; 50.0% setiap sekolah. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis jenis kelamin contoh tidak berbeda secara signifikan (p=1.000). Oleh karena nilai p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persensentase jenis kelamin contoh antar sekolah.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin P1 P2 C1 Total n % n % n % n % Laki-laki 16 50.0 11 50.0 13 50.0 40 50.0 Perempuan 16 50.0 11 50.0 13 50.0 40 50.0 Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0

Uang Jajan

Uang saku merupakan uang yang diterima oleh siswa dari orang tua yang digunakan untuk berbagai keperluan masing-masing. Uang jajan merupakan sejumlah uang dari uang saku yang dialokasikan untuk keperluan jajan terutama dalam bentuk makanan, camilan, minuman, maupun buah dan olahannya. Besar uang jajan mempengaruhi pemilihan dan pembelian anak terhadap makanan jajanan. Anak yang memiliki uang jajan rendah akan sulit untuk menentukan kualitas maupun kuantitas jenis jajanan. Menurut Yufilda (2001) uang jajan berhubungan dengan frekuensi jajan anak. Uang jajan siswa dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu: sangat rendah berkisar lebih kecil dari Rp1,000, rendah dengan kisaran dari Rp1,000 dan lebih kecil dari Rp2,000, sedang dengan kisaran Rp2,000 dan lebih kecil dari Rp3,000, tinggi dengan kisaran Rp3,000 dan lebih kecil dari Rp4,000, dan sangat tinggi dengan kisaran lebih besar atau sama dengan Rp 4,000. Pengkategorian ini didasarkan pada asumsi uang jajan siswa sudah bisa digunakan untuk membeli makanan jajanan dengan harga yang paling murah Rp500 dan paling tinggi lebih besar atau sama dengan Rp5,000.

Tabel 15 di bawah menggambarkan kelompok uang jajan contoh yang dialokasikan sebagai uang jajan per hari. Besar kecilnya uang jajan bisa menggambarkan berapa besar uang saku yang diterima contoh. Menurut Sumarwan (2011) pengeluaran bisa menjadi salah satu indikator pendapatan seseorang. Berdasarkan pengkategorian uang jajan contoh secara umum berkisar pada sebaran Rp1,000 dan lebih besar atau sama dengan Rp4,000. Uang jajan paling tinggi berada pada kategori rendah antara Rp1,000 dan lebih kecil dari Rp2,000 dengan total mencapai 38.8%. Uang jajan pada sebaran rendah paling tinggi di SD C1 mencapai 88.5%. Uang jajan contoh pada SD P1 dan SD P2 ada yang mencapai kategori sangat tinggi mencapai 6.3% dan 18.2% dibandingkan dengan SD C1 (0.0%). Apabila dibandingkan antar sekolah rata-rata uang jajan SD P2 lebih tinggi dibandingkan SD yang ada mencapai Rp2,613±1,262.

Besar kecilnya uang saku yang dialokasikan menjadi uang jajan bisa disebabkan beberapa faktor, yaitu: jumlah uang saku yang ada dan jarak sekolah. Semakin banyak jumlah uang saku yang diberikan akan memudahkan contoh untuk mengalokasikannya menjadi uang jajan dan sebaliknya. Jauhnya jarak sekolah memungkinan contoh membagi uang saku menjadi uang jajan dan

uang transportasi sehingga uang jajan menjadi berkurang. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis besar uang saku contoh antar sekolah berbeda secara signifikan (p=0.000). Oleh karena nilai p<0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan besar uang jajan contoh antar sekolah.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan uang jajan

Uang Jajan (Rupiah) P1 P2 C1 Total

n % n % n % n % 1000-<2000 3 9.4 5 22.7 23 88.5 31 38.8 2000-<3000 15 46.9 7 31.8 3 11.5 25 31.3 3000-<4000 12 37.5 6 27.3 0 0.0 18 22.5 ≥4000 2 6.3 4 18.2 0 0.0 6 7.5 Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0 Rata-rata-SD 2,484±788 2,613±1,262 1,788±351 2,294±913 Usia

Kebiasaan makan seseorang umumnya dipengaruhi oleh kebiasaan masa lalu. Faktor umur pada seseorang merupakan salah satu faktor yang menentukan pilihan makanan dan cara makan pada makanan tertentu. Tidak dapat dipungkiri kebutuhan gizi selalu disesuaikan dengan umur seseorang. Hidayat (2004) yang mengatakan usia remaja kebutuhan gizi semakin tinggi. Pernyataan di atas mengimplikasikan semakin bertambah usia seseorang kebutuhan gizi semakin bertambah dan mengalami perubahan baik jumlah, kualitas, dan cara makan seseorang. Perbedaan usia akan mempengaruhi perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek (Sumarwan 2011). Umumnya anak sekolah lebih suka mengonsumsi permen, makanan ringan, soda, dan susu (Gharib dan Rhashed 2011).

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan usia Umur (Tahun) P1 P2 C1 Total

n % n % n % n % 9-<10 2 6.3 2 9.1 1 3.8 5 6.3 10-<11 17 53.1 3 13.6 9 34.6 29 36.3 11-<12 5 15.6 7 31.8 8 30.8 20 25.0 ≥12 8 25.0 10 45.5 8 30.8 26 32.5 Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0 Rata-rata 10.7±1.1 11.0±1.0 10.8±0.8 10.9±1.1

Tabel 16 di atas menggambarkan berbagai kelompok rentang usia contoh antar SD. Siswa yang menjadi contoh umumnya berada pada rentang usia 10

tahun dan lebih kecil dari 11 tahun paling tinggi mencapi 36.3%. Rentang usia 10 tahun dan lebih kecil dari 11 tahun paling tinggi di SD P1 mencapai 53.1% dibandingkan dengan SD P1 dan C1. Rentang usia 9 tahun dan lebih kecil dari 10 tahun paling rendah mencapai 3.8% di SD C1 dan 45.5% rentang usia lebih besar atau sama dengan 12 paling tinggi di SD P2. Rata-rata umur SD P2 lebih tinggi dibandingkan dengan SD yang ada sekitar 11.0±1.0 tahun.

Tinggi rendahnya nilai rata-rata usia kemungkinan disebabkan beberapa faktor, yaitu: metode pengambilan contoh, umur, dan jumlah contoh. Pengembilan contoh secara acak memungkinan bisa mempengaruhi keadaan ini. Sehingga contoh yang diambil tidak dikontrol usiannya. Perbedaan usia yang terpaut jauh bisa mempengaruhi tinggi rendahnya hasil rata-rata apalagi dengan jumlah siswa yang berbeda. Sehingga tidak heran terdapat pebedaan nilai rata-rata usia antar sekolah. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis umur contoh antar sekolah tidak berbeda secara signifikan (p=0.093). Oleh karena nilai p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan usia contoh antar sekolah.

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi merupakan pemahaman seseorang tentang ilmu gizi,

Dokumen terkait