• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil identifikasi komponen kimia asap cair cangkang kemiri dengan menggunakan Gas Cromatography Mass Spectroscopy (GCMS) seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Senyawa kimia asap cair cangkang kemiri melalui GCMS No Kadar(%) Name

1 45.62 Phenol, 2-methoxy- (CAS) Guaiacol 2 19.64 2-Methoxy-4-methylphenol

3 7.48 2-Furancarboxaldehyde (CAS) Furfural

4 5.46 Phenol, 4-ethyl-2-methoxy- (CAS) p-Ethylguaiacol

5 3.81 1,6-ANHYDRO-BETA-D-GLUCOPYRANOSE (LEVOGLUCOSAN) 6 3.34 Acetic acid (CAS) Ethylic acid

7 2.73 Benzenesulfonic acid, 4-hydroxy- (CAS) Benzenesulfonic acid, p-hydroxy- 8 2.59 2-Propanone, 1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)- (CAS)

1-(4-HYDROXY-3-METHOXY) 9 1.39 2-Propanone (CAS) Acetone

10 1.15 2,6,10,14,18,22-Tetracosahexaene, 2,6,10,15,19,23-hexamethyl- (CAS) Squalene 634923848

11 1.02 2-Cyclopenten-1-one, 2-hydroxy-3-methyl- (CAS) Corylon 12 0.95 2-Propanone, 1-hydroxy- (CAS) Acetol

13 0.85 Butanoic acid, 2-propenyl ester (CAS) ALLYL N-BUTANOATE 14 0.84 2-Cyclopenten-1-one, 2-methyl- (CAS) 2-Methyl-2-cyclopentenone 15 0.83 Phenol, 2-methyl- (CAS) o-Cresol

16 0.83 9,10-Anthracenedione, 2-methyl- (CAS) 2-METHYL ANTHRAQUINONE 17 0.77 Cyclopentanone (CAS) Dumasin

18 0.71 2(3H)-Furanone, dihydro- (CAS) Butyrolactone

Pada Tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 18 jenis senyawa yang diperoleh dalam asap cair cangkang kemiri. Asap cair ini diperoleh melalui pemasakan dengan suhu 400°C selama 5 jam. Hal yang sama ditemukan juga pada Sunarsih et al. dalam pembuatan asap cair dari limbah pati aren melalui pemasakan dengan suhu 200°C mendapat 6 senyawa, 300°C mendapat 8 senyawa dan 400°C mendapat 17 senyawa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasemakin tinggi suhu pirolisis, maka semakin banyak asap cair yang

terbentuk, semakin banyak jumlah tar yang diperoleh, semakin komplek komposisi yang terdapat dalam asap cair (Sunarsihet al.,2012).

Senyawa tertinggi dari asap cair cangkang kemiri adalah guaiakol dengan konsentrasi 45,62%. Guaiakoladalah senyawafenolik yang terjadi secara alamidengan rumusC6H4(OH)(OCH3). Girard (1992) menyatakan bahwa kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg dan beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol. Pada asap cair tempurung kelapa dihasilkan guaiakol sebesar 36,58% (Budijanto et al., 2008) dan cangkang kenari sebesar 10,99% (Yusnainiet al., 2012).

Girard melanjutkan bahwa guaiakolberperan sebagai sumberpenyedapsepertieugenoldanvanilin. Menurut Gandjar dan Rohman (2007), turunan guaiakol digunakandi bidang kesehatan sebagai ekspektoran, antiseptik, dananestesi. Selain itu, dapatdigunakan sebagai indikatordalam reaksi kimiayang menghasilkanoksigen. Apabila guaiakol berhubungan dengan oksigen, maka guaiakol berubah warna menjadi coklatkekuningan.

Kandungan terbanyak setelah guaiakol adalah 2-Methoxy-4-methylphenol atau yang biasa disebut Kreosol (C8H10O2) dengan konsentrasi 19,64%. Kreosol adalah turunan berminyak yang banyak digunakan dalam struktur teknik, tetapi karena aromanya, keberacunannya dan ketidakmampuan dalam melakukan cat, kreosol ini tidak cocok untuk sebagian besar keperluan pada konstruksi bangunan. Kreosol ini biasanya digunakan dalam pengawetan kayu yang dalam atau dekat tanah, dan pada kayu yang digunakan pada struktur luar ruang yang terpapar seperti dok laut, pagar, lantai terbuka, serambi masuk dengan metode tekanan (Allen, 2005).

Furfural (C5H4O2) yang terkandung pada asap cair cangkang kemiri berkonsentrasi 7,48%. Dalam bentuk bakumenurut Wijanarkoet al. (2006), furfural banyak digunakan sebagai pelarut dalam industri penyulingan minyak bumi, industri pembuatan minyak-minyak pelumas, dan untuk mensintesis senyawa turunan yang digunakan pada industri pembuatan nilon.

Witono(2003) menjelaskan furfural memiliki aplikasi yang cukup luas dalam beberapa industri sebagai sumber senyawa-senyawa turunannya. Kegunaan furfural antara lainsebagai pelarut (solvent) dalam bahan pembantu industri cat,plastik, serat sintesis dan juga sebagai bahan pembantu pada industri farmasi, danherbisida.

Asap cair ini juga memiliki senyawa 4-Ethylguaiacol (C9H12O2) terkandung sebesar 5,46%. Senyawa ini merupakan senyawa fenolik yang bersifat berbau sehingga digunakan sebagai penyedap aroma. Pollnitz et al.

(2000)mengemukakan bahwa senyawa 4-Ethylguaiacol merupakan senyawaaroma yang utama dalam minumanalkohol anggur merah. Senyawa ini juga dapat digunakan untukmemantau keberadaan jenis ragiBrettanomyces dalam minumananggur merah.

Levoglukosan(C6H10O5) pada asap cair ini terkandung sebesar 3,81% merupakan senyawa organikdenganstruktur cincinenamkarbon.Lakshmanandan Hoelscher (1970) mengemukakan bahwa levoglukosan yang terbentuk daripirolisiskarbohidrat, seperti patidan selulosa.Menurut Kehrwaldet al. (2012) levoglukosansering digunakansebagaiindikator kimia untukpembakaran biomassadalam studikimia atmosfer, khususnyaberhubungan denganpartikel

asetonitril, levoglukosantelah terbuktisangat berkorelasidengan apiregional.Hal ini karenagasyang dihasilkan olehpirolisiskayu(biomassa) mengandung sejumlah besarlevoglukosan.

Lakshmanandan Hoelschermelanjutkan bahwa

hidrolisalevoglukosanmenghasilkanglukosagulaberfermentasi, dankarenanya bahanlignoselulosamenunjukkanpotensi besarsebagaibahan baku dapat diperbaharuiuntuk produksibioetanol. Levoglukosandapat dimanfaatkandalam sintesispolimerkiralseperti polimerglukosayang tidak dapat dihidrolisa.

Asap cair cangkang kemiri ini juga mengandung asam asetat (CH3COOH) sebesar 3,34%. Menurut Darmadji (1996), asam asetat adalah senyawa asam yang berperan sebagai antibakteri. Hasil penelitian Mitsuyoshi (2002) mengemukakan bahwa kandungan asam asetat pada asap cair dapat mempercepat pertumbuhan tanaman dan mencegah serangan penyakit pada tanaman, methanol dapat mempercepat pertumbuhan, fenol dan turunannya mampu berperan sebagai inhibitor atau pencegah hama dan penyakit serta senyawaan netral dapat mempercepat pertumbuhan tanaman.

Menurut Nurhayatiet al. (2006) asap cair merupakan cairan berwarna coklat pekat yang diperoleh dari proses destilasi asap dalam pembuatan arang kayu. Komponen utama yang terdapat dalam asap cair adalah asam asetat dan metanol. Zat ini pernah digunakan sebagai sumber komersial untuk asam asetat.

Senyawa yang sangat berperan sebagai antimikrobial di dalam asap cair ini adalah senyawa fenol dan asam asetat, dan peranannya semakin meningkat apabila kedua senyawa tersebut ada bersama–sama (Darmadji, 1995). Selain fenol, senyawa aldehid, aseton dan keton juga memiliki daya bakteriostatik dan

bakteriosidal pada produk asap.Menurut Girard (1992), komponen kimia yang terdapat pada asap cair antara lain senyawa-senyawa fenol, karbonil, asam-asam organik, furan, hidrokarbon, alkohol dan lakton.

Rendemen dan Produktivitas

Dalam menentukan kinerja alat maka harus menghitung produktivitas alat dan rendemen yang dihasilkan. Rendemen yang dihasilkan dinyatakan dalam persen, yang merupakan pembagianantara jumlah asap cair yang dihasilkan dengan jumlah bahan yang dibakar dalamtabung pirolisis. Hasil rendemen asap cair yang diperoleh dalam penelitian ini pada Tabel 4.

Tabel 4. Rendemen pengawet asap cair

Bahan Baku Rendemen(%) Sumber

Cangkang kemiri 11,30 -

Tempurung kelapa 11,83 Yuniningsih dan Anggraini, 2013

Sabut kelapa 28 Fatimah, 2011

Sekam 30,88 Novita, 2011

Sampah organik padat 32,87 Haji et al., 2007

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwarendemen asap cair cangkang kemiri sebesar 11.30% dan hal ini tidak jauh berbeda dengan rendemen berbahan baku cangkang kelapa sebesar 11,83% (Yuniningsih dan Anggraini, 2013). Namun rendemen yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan rendemen sabut kelapa 28%, sekam 30,88% dan sampah organik padat 32,87%. Hal ini disebabkan bahwa bahan baku yang tipis dan kecil akan memiliki permukaan yang luas sehingga memiliki luas permukaan yang luas untuk terkena panas sehingga komponen kimia menjadi lebih banyak dan rendemen yang dihasilkan meningkat. Novita(2011) menjelaskan bahwa rendemen asap cair dapat disebabkan oleh beberapa hal teknis yaitu 1. Luas permukaan bahan baku yang besar; 2. Jarak

bahanbaku; 3. Tungku pembakaran seharusnya ditutup dengan batu bata dan tanah untukmenghindari panas keluar berlebih.

Produktivitas alat adalah banyaknya asap cair yang mampu dihasilkan dalam per menit atau jam.Hasil produktivitas pirolisator dalam menghasilkan asap cair yang diperoleh dalam penelitian ini pada Tabel 5

Tabel 5. Produktivitas pirolisator Pemasakan Cangkang

Kemiri

Asap cair (l) Rendemen Produktivitas

I 8 kg 0,90 11,25 0,18 II 8 kg 1,05 13,12 0,21 III 8 kg 0,82 10,25 0,16 IV 8 kg 0,8 10 0,16 V 8 kg 0,95 11,87 0,19 Rataan 8 kg 0,90 11,25 0,18

Berdasarkan Tabel 5, produktivitas rata-rata asap cair yang dihasilkan pada penelitian sebesar 0,18 l/jam. Pada tabel 5 dapat juga dilihat bahwa produktivitas berbanding lurus terhadap rendemen asap cair sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi rendemen asap cair maka semakin tinggi pula produktivitas pirolisator.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan bahan baku, cangkang kemiri warna yang dihasilkan adalah warna kuning kehitaman seperti pada Gambar 5. Hal ini disebabkan oleh proses yang dilakukan hanya satu kali destilasi sehingga menghilangkan kadar karbon jenuh, ini sesuai dengan Himawati (2010) yang menyebutkan bahwa untuk mendapatkan kualitas dan warna asap cair yang bagus dilakukan pemprosesan dengan destilasi berulang-ulang sehingga dapat menghilangkan kadar karbon dan senyawa-senyawa lainnya.

Gambar 5. Asap cair cangkang kemiri

Retensi

Keberhasilan suatu pengawetan dapat diukur berdasarkan besarnya retensi atau banyaknya bahan pengawet yang masuk kedalam contoh uji. Grafik pengukuran retensi bahan pengawet asap cair terhadap kayu sengon dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan retensi kayu sengon terhadap kayu karet

Jenis Kayu Asap Cair Retensi (g/cm³)

Sengon Cangkang kemiri Kontrol : 0

5% : 0,29 10% : 0,55 15% : 0,71 20% : 0,99

Karet Kayu laban Kontrol : 0

5% : 0,0095 10% : 0,018 15% : 0,0245

Karet Tempurung kelapa Kontrol : 0

20% : 0,04 30% : 0,05 40% : 0,07

Berdasarkan Tabel 6 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan nilai retensi sejalan dengan bertambahnya konsentrasi asap cair sebagai bahan pengawet kayu. Nilai retensi terendah ditunjukkan pada asap cair konsentrasi 5%

penelitian menunjukkan bahwa nilai retensi bahan pengawet pada kayu sengon berdasarkan perbedaan konsentrasi mempunyai nilai retensi yang berbeda pula. Semakin besar konsentrasi bahan pengawet yang digunakan semakin tinggi nilai retensi yang akan dicapai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suranto (2002) yaitu semakin banyak jumlah bahan pengawet murni yang dapat menetap (terfiksasi) dalam kayu, retensi bahan pengawet itu juga semakin besar. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah bahan pengawet yang dapat diserap oleh kayu, semakin kecil pula retensi pengawetan.

Tingginya daya serap kayu terhadap larutan bahan pengawet kemungkinan terjadi karena pori-pori kayu dengan persentase rongga yang besar sehingga mampu menyerap secara optimal dengan tingkat penyerapan larutan bahan pengawet berbeda-beda, selain itu tingkat kadar selulosa dan lignin di dalam kayu juga mempengaruhi tingkat penyerapan kayu terhadap bahan pengawet, selanjutnya berat jenis kayu berhubungan langsung dengan porositas atau proporsi volume rongga kosong (Haygreen dan Bowyer, 1996). Hal ini sesuai dengan perbedaan nilai retensi kayu karet menggunakan asap cair kayu laban terendah pada konsentrasi 5% sebesar 0,0095g/cm³ dan tertinggi pada konsentrasi 15% sebesar 0,018g/cm³ (Prawira et al., 2013). Sama halnya dengan kayu karet yang menggunakan asap cair tempurung kelapa sebagai pengawet dengan nilai retensi terendah pada konsentrasi 20% sebesar 0,04g/cm³ dan tertinggi pada 40% sebesar 0,07g/cm³ (Sumediet al., 2011). Kerapatan kayu karet berkisar antara 0,43–0,65 g/cm³dengan berat jenis rata-rata 0,54 g/cm³ sehingga termasuk dalam kelas berat kayu sedang dan kayu sengon tergolong ringan berat jenis 0,33(Martawijaya et al., 2005). Semakin kecil nilai berat jenis kayu maka volume

rongga dinding sel akan semakin besar, sehingga larutan bahan pengawet akan semakin mudah untuk masuk jauh ke dalam kayu.

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi asap cair berpengaruh nyata terhadap nilai retensi pada contoh uji kayu sengon. Pada uji lanjut BNT pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa pada masing-masing perlakuan berbeda nyata terhadap semua perlakuan dan konsentrasi asap cair cangkang kemiri yang cukup baik sebagai retensi adalah 20%.

Pengujian Efektivitas Asap Cair Terhadap Rayap Tanah

Kehilangan berat merupakan salah satu indikator untuk menentukan keawetan suatu jenis kayu. Semakin tinggi kehilangan berat berarti kayu semakin tidak awet yang ditunjukkan dengan adanya kerusakan di sekitar contoh uji. Umumnya kerusakan kayu akan berkurang, sejalan dengan meningkatnya konsentrasi bahan pengawet. Kehilangan berat menggambarkan penurunan ketahanan kayu, karena rayap menyerang dinding sel kayu sehingga kekuatan kayu juga semakin menurun. Sebagaimana diketahui bahwa selulosa merupakan makanan utama rayap yang berarti semakin banyak selulosa yang terdegradasi berart semakin banyak pula kehilangan beratnya, maka semakin rendah ketahanan kayu.

Pengujian efektivitas asap cair terhadap rayap tanah dilakukan dengan metode uji kubur yakni dengan mengumpankan contoh uji kayu di sekitar sarang rayap tanah di lapangan untuk mengukur ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan kehilangan berat.Hasil pengujian kehilangan berat kayu pada uji kubur pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.

9.49 3.53 2.54 1.96 1.65 0 2 4 6 8 10 Kontrol 5% 10% 15% 20% K e hi lan gan be r at (%) Konsentrasi

Gambar 6. Kehilangan berat kayu sengon setelah uji kubur

Pada Gambar 6. tampak jelas bahwa kehilangan berat cenderung menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi bahan pengawet. Kehilangan berat yang paling mencolok terlihat pada kontrol kayu sengon yang mencapai 9,49%. Banyaknya berat kayu yang hilang disebabkan oleh kayu sengon mempunyai kelas awet IV–V sehingga rayap tanah lebih banyak menyerang pada uji kayu ini. Berbeda dengan halnya pada pengawetan kayu asap cair 5% kehilangan berat sebesar 3,53% kategori tahan, asap cair 10% kehilangan berat sebesar 2,54% kategori tahan, asap cair 15% kehilangan berat sebesar 1,96% kategori tahan dan asap cair 20% kehilangan berat sebesar 1,65% kategori tahan. Semakin tinggi konsentrasi asap cair cangkang kemiri pada kayu sengon maka kehilangan berat kayu tersebut semakin kecil. Dapat diasumsikan bahwa kayu yang diberi pengawet asap cair cangkang kemiri dengan konsentrasi meningkat merupakan suatu zat yang tidak disukai oleh rayap atau mengandung racun. Perbedaan ini diyatakan oleh Darmadjiet al.(1999) bahwa kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap daripada kayu yang tanpa diolesi asap cair.

Kehilangan berat kayu menurun diikuti dengan konsentrasi asap cair yang semakin meningkat diakibatkan dari komponen senyawa yang dikandung asap cair tersebut. Fungsi komponen senyawa asap cair berperan dalam pengawetan

antibakteri dapat mencegah atau menghambat perkembangan bakteri di dalam pencernaan rayap (Tranggono et al.,1997).

Asap cair ini juga mengandung senyawa turunan fenol dan asam organik lainnya yang memungkinkan mengganggu sistem pencernaan rayap apabila mengkonsumsi dan menyebabkan rayap menjauh. Tranggono et al. (1997) menyatakanbahwa fenol dan asam organik merupakan senyawa utama di dalam asap cair yang bersifat bakteriostatik/bakteriosidal yang dapat mengganggu bakteri di dalam sistem pencernaannya.

Guaiakol atau C6H4(OH)(OCH3) yang berkonsentrasi tertinggi hingga 45,62% dalam asap cair limbah cangkang kemiri ini memiliki peran penting dalam mencegah serangan rayap. Guaiakol merupakan senyawa turunan fenol yang bersifat antibakteri. Selain guaiakol, asap cair juga mengandung Kreosol (C8H10O2) dengan konsentrasi 19,64% yang bersifat racun. Kreosol ini biasanya digunakan dalam pengawetan kayu yang dalam atau dekat tanah, dan pada kayu yang digunakan pada struktur luar ruang yang terpapar seperti dok laut, pagar, lantai terbuka, serambi masuk dengan metode tekanan (Allen, 2005).

Asap cairyang direndam pada kayu sengon dengan berbagai konsentrasi

ini mengandungkomponen kimia yang bersifat racunseperti guaiakol, kreosol, dan 4-Ethylguaiacol. Asap cair cair ini juga megandung asam asetat yang bersifat

bau asam sehingga rayap tidak suka dan menjauhi kayu tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nuriyatin el al.(2003) bahwa orientasi makan dapat berlangsung secara acak dan dapat pula berlangsung karena pengaruh tertentu, misalnya oleh sejenis bau yang berasal dari makanan yang diberikan. Selanjutnya

bagian permukaan. Bila bagian tersebut tidak cocok, mereka akan beralih ke bagian lain sampai ditemukan bagian yang tidak sesuai dan memenuhi syarat sebagai makanan. Jika makanan itu sesuai, rayap akan meneruskan proses makannya, sebaliknya jika makanan itu tidak memenuhi syarat, rayap meninggalkan makanan yang disediakan dan rayap memilih untuk tidak makan kayu.Pada kondisi di alam, rayap mempunyai banyak pilihan makanan. Dalam keadaan demikian rayap akan memilih makanan yang paling sesuai.

Penentuan kelas ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah didasarkan pada presentase kehilangan berat. Berdasarkan nilai kehilangan berat skala lapangan bahwa dapat ditentukan ketahanan pada masing-masing kayu dengan berbagai konsentrasi, dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai ketahanan kayu pada uji kubur.

Konsentrasi Kehilangan berat (%) Ketahanan kayu

Kontrol 9,49 Tidak tahan

5% 3,53 Tahan

10% 2,54 Tahan

15% 1,96 Tahan

20% 1,65 Tahan

Hasil analisis sidik ragam kehilangan berat menunjukkan bahwa konsentrasi asap cair berpengaruh nyata terhadap nilai kehilangan berat pada contoh uji kayu sengon. Pada uji lanjut BNT menunjukkan bahwa pada konsentrasi 5%, 10%, 15% dan 20% menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata tetapi pada kontrol menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi asap cair pada kayu sengon yang cukup baik untuk mencegah serangan rayap adalah 5%.

Dokumen terkait