• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi kalsium oksida (CaO)

Pembuatan kalsium titanat dalam penelitian ini diperoleh dari pencampuran senyawa kalsium oksida yang disintesis dengan menggunakan sumber kalsium dari cangkang telur itik dan bubuk TiO2 murni.

Sintesis kalsium titanat diawali dengan melakukan kalsinasi cangkang telur itik pada suhu 9000C selama 5 jam. Kalsinasi bertujuan untuk mengeliminasi komponen organik dan mengkonversi senyawa kalsium karbonat (CaCO3) sebagai komponen utama cangkang telur itik menjadi kalsium oksida (CaO). Persamaan reaksi yang terjadi :

CaCO3 Heat CaO + CO2

Senyawa CaO yang dihasilkan pada reaksi diatas nantinya digunakan sebagai perkusor dalam pembentukan CaTiO3. Sedangkan CO2 yang terkandung di dalam kalsium karbonat akan menguap ketika dipanaskan pada suhu tinggi. Bubuk CaO yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi XRD untuk melihat apakah CaO sudah terbentuk. Pola XRD CaO diperlihatkan pada Gambar 9.

Identifikasi fasa dapat dilakukan dengan menggunakan database dari JCPDS 04-0636 dan 43-1001. Gambar tersebut menunjukkan masih terdapat CaCO3 pada 2θ = 2λ,120°ν

35,871°; 47,215°; 63,240°; 72,437° yang bersesuaian dengan data JCPDS CaCO3 (04- 0636). Sedangkan pada CaO dapat dilihat

pada 2θ = 32,124ν 37,324ν 53,768ν 64,120ν

67,348; dan 79,540 yang bersesuaian dengan bidang difraksi : (111); (200); (220); (311); (222); (400). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak CaCO3 yang terdapat di dalam sampel hasil kalsinasi cangkang telur.

Gambar 9 Pola XRD CaO Keterangan Gambar 7 :

1. Komputer

2. Ocean Optic USB 2000

Spektrofotometer 3. Sumber Cahaya (Polikromatis) 4. Fiber Optik 5. Holder 6. Samp 7.

8

Karakterisasi Titanium Dioksida (TiO2)

Gambar 10 Pola XRD TiO2 Hasil karakterisasi XRD sampel TiO2

murni dapat dilihat pada Gambar 10. Pola XRD tersebut menunjukkan puncak-puncak difraksi TiO2 pada sudut 2θ μ 25,460; 37,940; 48,180; 540; 55,20 dan 62,80 yang bersesuaian dengan bidang fraksi (hkl) : (1 2 0), (1 3 1), (2 3 1), (3 2 0), (2 4 1) dan (1 6 0). Sudut-sudut pada puncak difraksi merupakan puncak TiO2 anatase yang bersesuaian dengan data JCPDS 29-1360 (Lampiran 2).

Karakteristik Kristal CaTiO3

Pembuatan CaTiO3 melalui proses hidrotermal dan annealing. Bubuk CaO hasil

karakterisasi XRD dicampur dengan bubuk TiO2 murni dalam larutan amonia sebanyak 20 ml. Campuran tadi dimasukkan ke dalam reaktor dan diletakkan diatas hot plate

kemudian dihidrotermal pada suhu 2000C selama 24 jam. Perlakuan ini bertujuan agar pemanasan menyeluruh pada sampel, kemurnian tinggi, reaksi cepat. Hasil perlakuan hidrotermal berupa endapan berwarna putih yang masih mengandung air. Endapan berwarna putih ini kemudian disaring. Penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan cairan dengan bubuk. Kemudian dikeringkan dalam furnace pada suhu 1000C.

Hasil pemanasan endapan tadi berbentuk bongkahan kecil yang kemudian digerus dan dimasukkan ke dalam wadah plastik dalam bentuk bubuk CaTiO3 yang halus. Bubuk CaTiO3 tersebut dibuat dalam bentuk pelet. Pelet CaTiO3 memiliki diameter 1,3 cm dengan ketebalan 0,2 cm. Masing-masing pelet di annealing pada suhu berbeda yaitu

7000C, 8000C dan 9000C selama 5 jam seperti terdaftar pada Tabel 2. Annealing bertujuan

agar reaksi CaTiO3 dari proses hidrotermal menjadi sempurna. CaTiO3 hasil perlakuan ini dikarakterisasi XRD.

Tabel 2 Perlakuan Sampel CaTiO3

Sampel Suhu Annealing

waktu annealing A 7000C 5 jam B 8000C 5 jam C 9000C 5 jam

Hasil karakterisasi XRD berupa pola-pola difraksi yang merupakan puncak-puncak karakteristik struktur suatu sampel. Pola-pola difraksi diidentifikasi untuk mengetahui keberadaan CaTiO3 pada sampel. Jika puncak- puncak karakteristik CaTiO3 muncul maka fase kristal CaTiO3 dapat diidentifikasi. Pola difraksi sinar-X yang terbentuk adalah akibat adanya hamburan atom-atom yang terletak pada suatu bidang h k l dalam kristal [10].

0 100 200 300 400 500 600 20 30 40 50 60 70 80 Inte ns it a s (a rb. un it ) 2θ(°) A ( 1 2 0) A ( 1 3 1) A ( 2 0 1) A ( 2 1 1) A ( 2 3 1) A ( 3 2 0) A ( 2 4 1 ) A ( 1 6 0) A ( 4 0 0) A ( 3 3 2)

9

Gambar 11 Pola XRD Gabungan pada Tiga Sampel CaTiO3 a). Sampel CaTiO3 pada suhu 7000C

b). Sampel CaTiO3 pada suhu 8000C c). Sampel CaTiO3 pada suhu 9000C

Karakterisasi XRD ketiga sampel CaTiO3 diperlihatkan pada Gambar 11. Profil XRD ketiga sampel tersebut memiliki puncak CaTiO3, walaupun masih terdapat fasa TiO2 dan CaO. Ketiga sampel ini dihasilkan dengan suhu annealing yang berbeda, yaitu

pada suhu 7000C, 8000C dan 9000C. Hasil ini dapat dilihat pada grafik hubungan intensitas terhadap 2θ.

Berdasarkan data JCPDS, puncak-puncak difraksi CaTiO3 terdapat pada 2θ μ 23,328 (400); 33,152 (440); 39,133 (622); 40,990 (444); 47,568 (800); 59,117 (844); 69,640 (880) dan 79,077 (11 6 1). Gambar 9a memperlihatkan pola XRD yang dibentuk sampel CaTiO3 pada suhu 7000C. Pola XRD menunjukkan adanya beberapa sudut dengan

intensitas cukup tinggi yaitu pada 2θ = 2λ,440; 33,10; 40,970; 59,420 dan 69.480. Sudut-sudut ini bersesuaian dengan bidang difraksi (510); (440); (444); (940) dan (11 2 1). Pada suhu 7000C pembentukan CaTiO3 masih belum optimum. Hal ini terlihat bahwa masih banyaknya muncul puncak-puncak dari senyawa perkursor pembentukannya, yaitu CaO dan TiO2.

Pada Gambar 11b sudah mulai terlihat didominasi oleh puncak-puncak dari CaTiO3, ini ditandai dengan hanya 2 puncak senyawa TiO2 yang muncul. Sedangkan Gambar 11c terlihat bahwa hasil karakterisasi sudah semuanya muncul puncak-puncak CaTiO3. Artinya pada suhu 9000C merupakan suhu yang optimum untuk menghasilkan kalsium titanat. Pola XRD diperoleh dari data JCPDS 08-0091 (Lampiran 2).

Analisis Kristal CaTiO3

Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui fasa apa saja yang terkandung di dalam sampel, derajat kristalinitas, parameter kisi kristal dan ukuran kristal dari sampel. Perhitungan parameter kisi pada sampel CaTiO3 menggunakan metode Cohen yang

dihitung dengan menggunakan data 2θ, h k l,

dan panjang gelombang dari sumber XRD

( Cu). Perhitungan parameter kisi tercantum

pada Lampiran 3. Data parameter kisi dari ketiga sampel CaTiO3 dapat dilihat pada Tabel 3. Persen ketepatan diperoleh dengan membandingkan hasil perhitungan dengan nilai literatur, yaitu a=b=c=15,25Å.

10

Tabel 3 Parameter kisi sampel CaTiO3

No Sampel Parameter Kisi Persen Ketepatan a=b=c (Å) (%) 1 A 15,28891 99,7 3 2 B 15,25151 99,9 3 C 15,26382 99,9

Nilai parameter kisi pada sampel B dan sampel C yang diperoleh dari hasil pengolahan data mendekati nilai parameter kisi dari literatur sehingga diperoleh ketepatan yang tinggi sebesar 99,9%. Untuk sampel A diperoleh hasil yang sedikit berbeda dari literatur. Hal ini disebabkan karena pola XRD yang terbentuk sedikit bergeser kekiri, sehingga pada perhitungannya diperoleh ketepatan yang kecil yaitu 99,7%.

Pola difraksi dapat dipengaruhi oleh ukuran kristal. Ukuran kristal (t) diperoleh

dari nilai FWHM puncak-puncak pada data XRD. Bidang yang sering digunakan untuk menghitung ukuran kristal adalah bidang yang memiliki puncak yang cukup tinggi.

Penentuan ukuran kristal menggunakan persamaan Scherrer (11) sebagai berikut:

   cos 9 . 0  t ...(11)

dengan

merupakan panjang gelombang sinar-X yang digunakan, β adalah lebar

puncak pada setengah intensitas, dan

adalah sudut puncak.

Ukuran kristal pada sampel CaTiO3 dihitung menggunakan formula Scherrer. Hasil perhitungan ukuran kristal CaTiO3 dapat dilihat pada Lampiran 3 dan hasilnya dirangkum pada Tabel 4.

Tabel 4 Ukuran kristal sampel CaTiO3

Sampel 2θ cosθ FWHM (rad) (nm) t A 33,2723 0,9756 5,569E-3 37,77 B 25,3630 0,9582 7,875E-3 37,33 C 32,9575 0,9585 7,250E-3 38,36

Dari pengolahan data pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan suhu yang berbeda juga memberikan pengaruh terhadap ukuran kristal yang terbentuk. Dari ketiga ukuran kristal pada tabel diatas, terlihat bahwa ukuran kristal yang paling kecil diperoleh pada sampel B (yang dipanaskan pada suhu 8000C) sebesar 37,33 nm. Sedangkan pemanasan pada suhu lebih tinggi (9000C) menghasilkan ukuran kristal paling besar.

Karakteristik SEM CaTiO3

Karakterisasi dengan menggunakan

Scanning electron microscope (SEM)

dilakukan untuk mengetahui morfologi presipitasi. Pada penelitian ini diteliti tiga pelet CaTiO3 yang di anneling pada suhu

7000C, 8000C dan 9000C. Hasil observasi sampel dengan SEM diamati pada bagian permukaan pelet yang dapat dilihat dalam Gambar 12 dengan perbesaran 20.000x. Ukuran partikel sampel CaTiO3 pada karakterisasi SEM didapat dari perbandingan hasil foto penampang melintang sampel CaTiO3 terhadap skala perbesaran scanning.

Gambar 12 Morfologi permukaan sampel CaTiO3 pada perbesaran 20.000x yang di annealing (A) 7000C, (B) 8000C dan (C) 9000C

A

B

C

11

Analisis SEM CaTiO3

Hasil observasi pada sampel A yang diannealing suhu 700°C, sampel B pada

suhu 800°C dan sampel C pada suhu 900°C yang diamati pada perbesaran 20.000x. Berdasarkan hasil SEM pada bagian permukaan sampel C memiliki ukuran butir

yang berdiameter 0,25 m dan sampel A berdiameter 0,23 m sedangkan sampel B berdiameter 0,22 m.

Analisis dari hasil SEM dengan perbesaran 20.000x dalam sampel A memperlihatkan (Gambar 12c) bongkahan sampel dengan pori- porinya tampak lebih kecil dan sangat rapat. Pada sampel B, morfologi permukaan sampelnya terlihat butiran-butiran lebih besar dan homogen walaupun masih terdapat celah antara butiran itu. Sedangkan, pada sampel C butiran-butiran dihasilkan lebih besar, sangat rapat dan menggumpal bahkan sudah homogen. Hal ini menunjukkan bahwa pada sampel C sudah terkandung sampel CaTiO3 yang homogen.

Sampel CaTiO3 terlihat bahwa ukuran butir pada sampel B lebih kecil dan lebih rapat dibandingkan dengan sampel A dan C. Hal ini diperkuat dari hasil perhitungan ukuran kristal dari hasil pola XRD.

Dari SEM juga memperlihatkan bahwa kristal dari sampel CaTiO3 lebih optimal pada suhu 9000C, ditandai dengan lebih terlihatnya struktur kristal secara jelas dan lebih rapat jarak antara kristal yang satu dengan kristal yang lainnya.

Karakterisasi Optik

Pengujian sifat optik dilakukan dengan menggunakan alat spektroskopi UV-VIS. Uji spektroskopi optik dimaksudkan untuk melihat karakteristik serapan (absorbansi) dan reflektansi pada CaTiO3 pada spektrum UV,

visible hingga IR-near. Hasil pengukuran nilai

absorbansi dan reflektansi untuk setiap panjang gelombang masing-masing sampel dapat dilihat pada kurva hubungan absorbansi dan reflektansi terhadap panjang gelombang (Gambar 13 dan Gambar 14). Karakterisasi optik ini dilakukan pada panjang gelombang 350 nm sampai 700 nm. Pita serapan berada dalam kisaran spektrum UV ( 360-380 nm).

Gambar 13 Perubahan nilai absorbansi CaTiO3 terhadap panjang gelombang tertentu pada variasi suhu 700°C, 800°C dan 900°C

Gambar 14 Perubahan nilai reflektansi CaTiO3 terhadap panjang gelombang tertentu pada variasi suhu 700°C, 800°C dan 900°C

Berdasarkan Gambar 13 diperoleh bahwa absorpsi yang paling tinggi terjadi pada

panjang gelombang ( ) antara 360-380 nm, sedangkan Gambar 14 memperlihatkan bahwa sampel CaTiO3 merefleksikan pada daerah

visible dan infrared. Perlakuan annealing

dapat merubah sifat optik yang dipelajari. Kenaikan suhu yang diterapkan pada sampel CaTiO3 menyebabkan nilai absorbansi semakin kecil, sedangkan nilai reflektansinya semakin besar. Hal ini terjadi akibat proses pengembangan volume dan terbentuknya kristal atau berubahnya orientasi kristal.

12

Celah Pita Energi (Band gap)

Karakterisasi optik dapat menentukan ukuran lebar celah energi (band gap). Dengan

menggunakan metode full width half maximum (FWHM) yang menggunakan

puncak maksimum panjang gelombang dari data pengukuran absorbansi, kita juga dapat menentukan nilai band gap masing-masing

sampel CaTiO3. Sampel A diketahui edge = 361,12 nm, sampel B menghasilkan

nilai edge = 368,77 nm dan sampel C di edge = 370,84 nm.

Dari kurva absorpsi dapat ditentukan edge-nya, yang menyatakan frekuensi terpendek dimana mulai terjadinya emisi. edge ini juga menyatakan panjang gelombang

emisi. Dari edge yang diperoleh akan didapatkan nilai band gap-nya melalui :

edge edge g hc h E

 1240  ……….…(12)

Semakin besar panjang gelombang edge, semakin kecil band gap dari sampel CaTiO3 tersebut. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai Eg sebesar 3,43 eV untuk sampel A, untuk sampel B didapatkan nilai Eg sebesar 3,36 eV dan pada sampel C diperoleh nilai Eg = 3,34 eV. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode full width half maximum menghasilkan nilai band gap yang

hampir mendekati dengan literatur CaTiO3 yaitu 3,5 eV.

Gambar 15 Kurva absorbansi terhadap energi foton pada variasi suhu 700°C, 800°C dan 900°C

Karakterisasi Listrik

Sifat listrik dapat dikarakterisasi melalui pengukuran I-V. Kurva I-V diukur dengan menggunakan I-V Meter yang di scan dari

tegangan bias -3 V sampai +3 V. Dari kurva yang diperoleh akan diketahui bahwa sampel CaTiO3 bersifat ohmik atau nonohmik. Adapun suhu yang digunakan pada pengukuran I-V adalah suhu ruang (270C).

Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa sampel CaTiO3 pada annealing 7000C

(Sampel A) bersifat nonohmik dari kurva I-V yang tidak linear. Hal ini dikarenakan material CaTiO3 yang terbentuk belum optimum, sehingga menghasilkan impuritas yang tinggi dan mempengaruhi hasil karakterisasi listrik. Sedangkan pada sampel B dan C (annealing

8000C dan 9000C) bersifat ohmik berdasarkan kurva I-V yang linear.

Dari kurva hubungan arus dan tegangan dapat ditentukan nilai resistansinya. Resisitansi dihitung pada sampel B dan C saja karena kurva pada kedua sampel ini berbentuk linear. Perhitungannya dengan menggunakan Persamaan 7 yang pengolahannya dapat dilihat pada Lampiran 10a. Berdasarkan Lampiran 10a menghasilkan resistansi pada masing-masing sampel CaTiO3 (annealing

8000C dan 9000C)secara berturut-turut adalah

4,47 MΩ dan 12,47MΩ. Nilai resistansi yang

dihasilkan sangatlah besar yakni dalam ukuran

megaohm (MΩ).

Gambar 16 Kurva arus Vs tegangan sampel CaTiO3 yang diukur pada suhu ruang (270C)

13

Nilai resistivitas dan konduktivitas dari kedua sampel CaTiO3 dihitung dengan data dari resistansi, luas penampang dan panjang penghantar. Pengolahan datanya dengan mengunakan Persamaan 8 dan 9 yang diperlihatkan oleh Lampiran 10b. Nilai resistivitasnya pada kedua sampel CaTiO3 adalah 2,97 × 107 Ωcm dan 8,29×107 Ωcm. Dari kedua nilai resistivitas yang diperoleh dapat dikatakan bahwa ketiga sampel CaTiO3 merupakan material semikonduktor karena nilai resistivitasnya masih berada pada range

10-3 sampai 108Ωcm [11].

Sedangkan untuk nilai konduktivitas listrik pada kedua sampel CaTiO3 diperoleh 3,37 x 10-8 (Ωcm)-1 dan 1,21 x10-8 cm)-1. Dilihat dari nilai konduktivitas yang dihasilkan dapat dikatakan bahwa sampel CaTiO3 ini merupakan bahan semikonduktor, yakni masih berada pada range 103 sampai 10-9(Ωcm)-1 [11]. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa resistansi berbanding lurus dengan resistivitas dan berbanding terbalik dengan konduktivitas, artinya semakin besar nilai resintansi pada suatu bahan maka resistivitasnya akan semakin besar pula tetapi nilai konduktivitas bahannya semakin kecil.

Dokumen terkait