• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Daun Mengkudu

Pengamatan secara fisik pada daun mengkudu menunjukkan daun mengkudu terlihat mengkilap. Daun pucuk berwarna hijau agak muda dan daun pangkal (tua) berwarna hijau tua. Daun mengkudu terletak berhadapan satu sama lain. Ukuran daun besar, tebal dan tunggal, tepi daun rata, urat daun menyirip dan warna hijau mengkilap serta tidak berbulu.

Hasil analisa komposisi kimia diperlihatkan pada Tabel 6. Perbedaan komposisi daun mengkudu bila dibandingkan dengan hasil penelitian FAO (2007) dan Leung et al. (1972) dapat terjadi karena perkembangan dan pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan lingkungan tanam tanaman mengkudu (Rost et al., 2006) seperti air, unsur hara/tanah suhu, kelembaban dan lain-lain (Parker, 2004).

Tabel 6. Kadar Proksimat Daun Mengkudu (g/100g)

Komponen Daun pucuk Daun pangkal Leunget al. (1972) wb FAO (2007) wb*) db**) wb db wb Air 81.33 78.06 93.7 1 0.2 0.7 4.4 82 Protein 2.98 18.35 2.92 15.14 2.7 Lemak 0.30 1.84 0.73 3.77 1.8 Abu 1.83 11.31 2.31 14.10 1.5 Karbohidrat (by difference) 13.55 65.98 15.98 66.99 12

Ket : *): basis basah **): basis kering

Kadar protein yang terukur pada daun pucuk dan daun pangkal mengkudu memperlihatkan adanya perbedaan. Kadar protein daun pucuk sebesar 2.98 (%wb) sedikit lebih besar bila dibandingkan dengan daun pangkal yaitu 2.92 (%wb). Gan (2007) menyebutkan bahwa protein tanaman pada saat pelayuan akan berkurang karena terjadinya degradasi protein seiring dengan meningkatnya aktifitas enzim proteolitik. Degradasi protein adalah bentuk kegiatan menjaga sel atau pemeliharaan sel dimana protein yang tidak diinginkan atau rusak diurai

menjadi asam amino dan dapat digunakan kembali. Biasanya separuh protein penyusun sel diganti setiap 4-7 hari (Hopkin dan Norman, 2004).

Degradasi protein dan remobilisasi dari asam amino ke jaringan yang berkembang merupakan proses metabolisme yang utama dalam proses pelayuan. Protease sistein dipercaya sebagai protease utama yang terlibat dalam hidrolisis protein. Protease sistein telah diidentifikasi dari pelayuan daun, pelayuan bunga dan pematangan buah (Nooden, 2004).

Pemurnian Protease pada Daun Mengkudu

Penelitian pemurnian protease dari daun mengkudu belum pernah dilaporkan, oleh karena itu dalam penelitian ini ekstraksi dan tahapan pemurnian protease merujuk pada penelitian yang hampir serupa yang pernah dilakukan pada tanaman lain yaitu berdasarkan metode Piero and Petrone (1999) yang mengekstrak protease serin dari daun selada dan metode Thomas et al. (2009) yang mengekstrak enzim proteolitik dari pepaya (Carica papayacv Maradol) dan dilakukan beberapa modifikasi menurut Bollag dan Edelstein (1991).

Harris (1989) menyebutkan bahwa pemurnian enzim dilakukan pada suhu rendah (4-6oC)untuk meminimalkan terjadinya proteolisis. Buffer dan peralatan sebelum digunakan didinginkan terlebih dahulu jika memungkinkan.

Daun mengkudu diekstrak menggunakan buffer asetat pH 5. Penggunaan buffer asetat (pH 5) ini didapat berdasarkan hasil percobaan pada penelitian pendahuluan. Pengukuran pH dilakukan pada perbandingan terbaik antara air : daun mengkudu sehingga dapat diblender (1:5). Buffer yang digunakan ditambah dengan gliserol, β-merkaptoetanol, EDTA dan Polivinilpirolidon (PVPP).

EDTA termasukk senyawa pengkelat yang ditambahkan dengan tujuan untuk mengikat ion metal yang terdapat pada buffer (Bollag dan Edelstein, 1991). EDTA (ethylene diamine tetraacetic acid) yang bisa ditambahkan adalah 0.1-5mM (Scopes, 1982).

Senyawa pereduksi ditambahkan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya oksidasi protein apabila sel tersebut dipecah dan berhubungan dengan oksigen. Scopes (1987) menyebutkan bahwa senyawa pereduksi yang bisa ditambahkan adalah 2-merkaptoetanol serta ditiotreitol (DTT). Dengan alasan ketersedian

bahan, dalam penelitian ini digunakan 2-merkaptoetanol 14mM. Konsentrasi 2- merkaptoetanol yang bisa digunakan adalah 5-20 mM (Harris, 1989).

Gliserol sering ditambahkan dalam tahap purifikasi untuk meminimalkan kehilangan aktifitas enzim (Harris, 1989). Selain itu gliserol juga berfungsi untuk menstabilkan protein selama penyimpanan (Scopes, 1987). Gliserol mereduksi aktifitas air dalam larutan sehingga mereduksi denaturasi protein. Penambahan gliserol bisa mencapai 10-50%. Pada penelitian ini gliserol yang ditambahkan 10% (v/v). Penyimpanan dengan penambahan gliserol membuat protein tidak mengalami pembekuan walaupun disimpan pada suhu rendah (Bollag dan Edelstein, 1991).

Polivinilpirolidon ditambahkan dalam buffer dimaksudkan untuk mengikat senyawa polifenol yang menyebabkan warna coklat pada ekstrak daun mengkudu. Bila sel dipecahkan senyawa fenol yang ada di vakuola daun akan berinteraksi dengan polifenol oksidase dan akan membentuk senyawa kuinon. Senyawa ini juga akan menghambat aktifitas enzim. Menurut Hartley (1989) PVPP dapat berikatan dengan tanin yang merupakan salah satu senyawa fenol. Hasil penelitian Zinet al.(2006) menunjukkan daun mengkudu mempunyai kandungan total fenol tinggi yaitu ± 8342µg/g daun, sedangan buah mengandung total fenol 119.9µg/g buah dan akar sebesar 285µg/g akar.

Ekstraksi daun mengkudu dilakukan dengan blender. Saat destruksi daun mengkudu menggunakan blender menghasilkan buih. Terjadinya buih tidak dapat dihindari. Setelah diekstrak menggunakan blender, cairan ekstrak enzim disaring menggunakan kain saring dan didapatkan filtrat hasil penyaringan berwarna coklat kehijauan. Warna hijau disebabkan oleh klorofil daun.

Setelah disentrifus selama setengah jam, klorofil daun terpisah dalam endapan berwarna hijau. Hal ini diakibatkan oleh pengikatan ion logam Mg yang ada pada klorofil daun oleh EDTA sehingga klorofil terdegradasi. Supernatan yang dihasilkan berwarna coklat. Pada tahap ini ekstrak kasar diukur kadar protein dan aktifitas enzim. Nilai absorbansi untuk kadar protein pada saat pengukuran bernilai negatif. Diduga warna coklat yang terbentuk menghambat penyerapan warna.

Warna coklat pada ekstrak kasar daun mengkudu diduga diakibatkan oleh polifenol yang masih tinggi terdapat dalam ekstrak kasar. Hartley (1989) menyebutkan bahwa kontaknya senyawa fenolik yang ada di vakuola dengan polifenoloksidase akibat dirusaknya sel daun oleh homogenisasi akan terbentuknya warna coklat oleh melanin dan merupakan inhibitor bagi enzim. Menurut Vedralova et al.(1987) melanin yang terbentuk akibat pencoklatan bisa mempengaruhi pembacaan absorbansi hingga 40%.

Penambahan silika dimaksudkan untuk mengikat polifenol yang masih ada. Silika gel adalah senyawa polar yang digunakan untuk memisahkan komponen yang dapat dipolarkan seperti hidrokarbon aromatik dan campuran solut yang kurang polar seperti fenol, ester dan eter alifatik (Adnan, 1991). Penambahan silika dilakukan pada dua tingkat konsentrasi yaitu 1.4%(w/v) dan 4.1%(w/v). Pengamatan secara kasat mata memperlihatkan bahwa warna ekstrak kasar dari daun pangkal dan daun pucuk yang coklat menjadi coklat muda. Perbedaan juga terlihat pada nilai kadar protein dan aktifitas protease yang diukur. Ekstrak kasar enzim dengan penambahan silika 1.4% dan 4.1% memberikan nilai aktifitas protease yang sama tetapi kadar protein untuk silika 1.4% lebih kecil dibandingkan penambahan silika 4.1% sehingga konsentrasi silika yang dipilih adalah 1.4%.

Pengendapan protein dilakukan untuk fraksinasi protein. Pengendapan protein biasanya tidak mendenaturasi atau merusak aktifitas enzim dan akan kembali aktif bila dilarutkan. Garam yang ditambahkan bisa menstabilisasi protein sehingga tidak rusak atau terjadi proteolisis. Pengendapan protein ini dilakukan pada suhu rendah dengan tujuan untuk mengurangi inaktivasi (Harris, 1989). Konsentrasi ammonium sulfat dinyatakan dengan persentase kejenuhan karena diasumsikan kelarutan ammonium sulfat pada ekstrak sama dengan kelarutannya pada air murni.

Pada penelitian ini ammonium sulfat digunakan 100% jenuh dengan tujuan untuk mengendapkan semua protein yang ada. Penambahan ammonium sulfat pada ekstrak dilakukan secara perlahan dan sambil diaduk dengan stirer. Pada saat ini terjadi buih. Menurut Harris (1989) terjadinya buih akibat pengadukan pada

penambahan garam tidak dapat dihindari dan dapat merusak atau mendenaturasi protein.

Garam yang ditambahkan saat pengendapan dan senyawa pengganggu lain dapat dihilangkan dengan dialisis. Kantong dialisis sebelum digunakan membutuhkan perlakuan pendahuluan untuk menjamin ukuran pori seragam dan menghilangkan kontaminan ion metal (Harris, 1989). Dialisis dilakukan pada suhu rendah (40-6oC) untuk meminimalkan kehilangan aktifitas enzim.

Aktifitas spesifik enzim protease yang terukur dan disajikan pada Tabel 7.

Aktifitas spesifik enzim protease ekstrak kasar daun pangkal sedikit lebih besar bila dibandingkan dengan aktifitas spesifik protease dari daun pucuk dan sebaliknya dengan kadar protein. Gan (2007) menyatakan bahwa kadar protein daun yang akan layu semakin menurun seiring dengan meningkatnya aktifitas enzim proteolitik. Hal ini juga selaras dengan pernyataan Hopkin dan Norman (2004) yang menyatakan bahwa kadar protein daun saat pelayuan akan menurun seiring dengan meningkatnya aktifitas enzim protease.

Tahap pemurnian enzim baik daun pangkal maupun daun pucuk menurunkan aktifitas spesifik enzim protease. Hal ini terjadi diduga karena proses proteolisis yang terjadi menurunkan aktifitas protease.

Aktifitas spesifik enzim protease pada ekstrak kasar daun pucuk sebesar 0.43U/mg dan daun pangkal sebesar0.46U/mg. Aktifitas spesifik protease ekstrak kasar daun mengkudu (pucuk dan pangkal) tertinggi bila dibandingkan dengan aktifitas spesifik daun pepaya yang didapatkan oleh Thomaset al.(2009) sebesar 0.13U/mg, daun alfalfa oleh Nieri et al. (1998) sebesar 0.05U/mg dan daun kacang buncis oleh Popovicet al.(1998) sebesar 0.0014U/mg (Tabel 8).

Daun mengkudu cukup potensial untuk dijadikan sumber enzim protease karena mempunyai aktifitas protease yang lebih tinggi dibandingkan dengan daun-daun lain yang telah dimurnikan walaupun masih lebih rendah dibanding aktifitas papain komersial yang mempunyai aktifitas 10.09U/mg protein (Thomas et al., 2009). Perbaikan teknik ekstraksi perlu dilakukan agar bisa didapatkan aktifitas enzim yang lebih tinggi dan mudah diaplikasikan di industri pangan.

Tabel 7 . Pemurnian Protease pada Daun Mengkudu Tahap Purifikasi Vol (mL) / Berat (g) Konsentrasi (mg/mL) Total Protein (mg) Total Aktifitas (U) Aktifitas spesifik (U/mg) Recovery (%) Purification fold Daun Pucuk Ekstrak kasar*) 46.80 0.25 11.47 4.85 0.43 100.00 1.00 Ekstrak silika*) 42.30 0.28 11.94 4.32 0.36 89.04 0.86 Ammonium sulfat**) 6.92 1.45 9.98 2.37 0.24 48.75 0.56 Dialisat*) 17.80 0.53 9.34 0.26 0.03 5.45 0.07 Daun Pangkal Ekstrak kasar*) 44.00 0.26 11.29 5.40 0.46 100.00 1.00 Ekstrak silika*) 41.00 0.25 10.23 4.60 0.46 85.46 1.01 Ammonium sulfat**) 1.25 1.25 9.24 2.22 0.24 41.55 0.53 Dialisat*) 17.50 0.40 6.91 0.47 0.07 8.78 0.15 a)

Usingkatan dari unit aktifitas enzim. Satu unit aktifitas protease didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat menghasilkan 1 µmol produk tirosin per menit pada kondisi pengukuran.

*)

diukur volume (mL) **) diukur berat (g)

Tabel 8. Pemurnian Protease dari Berbagai Daun Tanaman

Sumber Protease Enzim yang diisolasi, buffer

Metode Pemurnian Spesific activity(U/mg) Referensi Alfalfa (Medicago sativaL.) Endoprotease, buffer K-Pi (pH) 7 50 mM, berisi 10 mM Na2S2O3

Ekstrak Kasar (daun diblender, disaring, disentrifus 20.000 g, 30 menit, disaring

- 0.05 Nieriet al.

(1998)

40 % ammonium sulfat jenuh, sentrifuse 12.000 g, 30 menit) - 0.07 Kacang Buncis (Phaseolus vulgaris) Protease sistein,

Jus (daun beku dihaluskan, dithawingdan diaduk

0.0014 Popovicet al.(1998) Selada (Lactuca sativa) ATP-hidrolyzing serine rotease, buffer HEPES- KOH pH 7.5, mannitol, sukrosa,EGTA, sistein

Ekstrak Kasar (daun dicuci, diblender, disaring, disentrifus 27.200 g 30 menit, disentrifus 15.000 g 60 menit. 12.48 x 10-9 Piero dan Petrone (1999) Pengendapan (55 % amonium sulfat jenuh) 19.68x10-9 Pepaya (Carica papayacv Maradol) Protease, 0.05 N buffer fosfat-asam sitrat (1 :5) pH 7

Daun kering diblender, dicampur buffer, disentrifus 2500 g 10oC selama 30 menit, diendapkan (40 % ammonium sulfat jenuh), disentrifus, didialisis pada 4oC dengan 6000-8000 Da, 24 jam, diaduk konstan. 0.13 ±0.02 Thomaset al.(2009) Mengkudu (Morinda citrifoliaL.) Protease, 0.1M buffer asetat pH 5 yang dicampur gliserol, EDTA, β-merkaptoetanol dan pvpp

Ekstrak kasar (daun dihaluskan denganhandblender, disaring, disentrifus 30 menit, 3775 g.

0.45 (daun pangkal) 0.42 (daun pucuk)

Penentuan Berat Molekul Protease SDS PAGE dan Zimogram

Purifikasi protein menggunakan SDS PAGE dimaksudkan untuk memisahkan protein berdasarkan berat molekul sehingga bisa diketahui berat molekul protein pada sampel (Harris dan Angal, 1989). Hasil SDS-PAGE dapat dilihat pada Gambar 6 dan perhitungan bobot molekul protein menunjukkan sumur dialisat daun pucuk memiliki dua pita, satu pita protein berberat molekul kira-kira 70kDa dan pita protein yang lain memiliki kisaran berat molekul 58- 61.5kDa, sama dengan berat molekul pita daun pucuk yang lain dan daun pangkal (Gambar 5).

Hasil ini mirip dengan penelitian yang dihasilkan oleh West et al. (2007) yang mengekstrak protein daun mengkudu menggunakan Plant Total Protein Extraction Kit (Sigma, St Louis, MO, USA) dan buffer Tris-NaCl menghasilkan polipeptida dengan kisaran berat molekul 60-70kDa.

Intensitas pita yang terbentuk tidak terlalu jelas, diduga konsentrasi protein yang ada terlalu kecil, sehingga dipekatkan menggunakancentricon (pemekatan) yang memekatkan endapan hasil dialisis dari 500µl (0.4mg/mL) menjadi 400µL (0.5mg/mL) untuk daun pangkal dan 500µL (0.53mg/mL) menjadi 450µL (0.59mg/mL) untuk daun pucuk. Dan diinjeksikan pada sumur SDS sebanyak 10µL. Pita yang dihasilkan setelahrunninggel tetap tidak jelas.

Tidak jelasnya pita protein diduga karena konsentrasi yang masih terlalu rendah sehingga dilakukan SDS-PAGE dengan pewarnaan silverstain yang bisa mendeteksi protein pada konsentrasi yang lebih kecil yaitu 0.05-0.1ng (Dunn, 1989). Hasil pewarnaan menunjukkan hasil yang sama seperti pada pewarnaan dengan CBB, yaitu tidak adanya pita. Hal ini terjadi diduga karena tingginya senyawa fenol dan melanin hasil pencoklatan enzimatis yang ada dalam endapan protein menyebabkan derajat ikatan SDS-protein rendah. Penelitian Matagneet al. (1997) menggunakan SDS memperlihatkan mobilitas yang rendah dari enzim Actinomadura R39 f-lactamase akibat derajat pengikatan yang rendah dari komplek SDS-protein.Pita protein atau polipeptida yang didapatkan dengan

sehingga dilakukan analisa zimogram untuk mengetahui pita enzim protease yang diinginkan. Analisa zimogram hampir sama dengan SDS-PAGE tetapi zimogram menggunakan substrat untuk mengetahui aktifitas enzim pada substrat. Aktifitas enzim terlihat sebagai zona bening pada agar setelah diwarnai pada daerah kisaran bobot molekul enzim tersebut yang dibandingkan dengan marker.

Hasil zimografi (Gambar 6) dan perhitungan bobot molekul (Lampiran 9) menunjukkan bahwa protease yang berhasil dimurnikan berberat molekul kira- kira 29kDa dan 50kDa.

Gambar 5. Hasil SDS-PAGE Dialisat Daun Mengkudu Marker (Mk), daun pucuk (1,2), daun pangkal (3) Pendugaan Kelas Protease Daun Mengkudu

Database enzim seperti MEROPS (2011), BRENDA (2011) dan UniProt (2010) belum membukukan protease yang berasal dari mengkudu. Beberapa enzim yang telah dibukukan Brenda (2011) dari morinda citrifolia diantaranya cinnamyl-alcohol dehydrogenase, 1-deoxy-D-xylulose-5-phosphate synthase, geranyltranstransferase, isopentenyl-diphosphate DELTA-isomerase, Isochorismate synthase dan UniProt (2010) juga telah membukukan beberapa.

35kDa 66.2kDa 45kDa 116kDa 70 kDa 58-61.5kDa 1 2 Mk 3 18.4kDa 25kDa 14.4kDa

(

Gambar 6. Zimogram dengan substrat kasein 1%. DT (daun pangkal), DM (daun pucuk)

enzim yang telah berhasil dimurnikan dari mengkudu diantaranya deoxy-D- xylulose-5-phosphate synthase, carboxylase serta NADH dehidrogenase

Daun mengkudu dimanfaatkan sebagai pengempuk daging dan gurita (Walter et al., 2002) sama halnya dengan daun pepaya yang digunakan secara tradisonal untuk mengempukkan daging. Protease dari daun, buah, batang dan getah pepaya telah diisolasi dan dimurnikan. UniProt (2010) mencatat bahwa protease yang dimurnikan dari pepaya termasuk kelas protease sistein dan mempunyai berat molekul yang beragam (Tabel 2).

Kelas protease dapat diketahui dengan memberikan inhibitor enzim pada saat pemurnian enzim. EDTA dan bathocuproine adalah inhibitor untuk metallo protease, PSMF adalah inhibitor untuk protease serin, pepstatin adalah inhibitor protease aspartat daniodoacetic acid adalah salah satu contoh inhibitor protease sistein (Nieriet al. 1998).

Pemberian inhibitor enzim akan menghambat aktifitas protease sesuai target kelas protease yang diinginkan. Pada penelitian ini pemberian inhibitor enzim untuk mengetahui kelas protease tidak dilakukan.

116kDa 66.2kDa 45kDa 35kDa 18.4kDa 50kDa 29kDa MK DT1 DT2 DM

Penggunaan daun mengkudu sebagai pengempuk daging (Walter et al., 2002) sama dengan penggunaan daun pepaya yang secara tradisional digunakan untuk mengempukkan daging. Bromelain yang dimurnikan dari nenas dan papain yang dimurnikan dari pepaya juga digunakan untuk mengempukkan daging. Selain itu papain, bromelain juga digunakan untuk penyembuh luka (Maurer, 2002), daun mengkudu juga dapat digunakan sebagai penyembuh luka.

Papain yang dimurnikan dari pepaya mempunyai berat molekul beragam yaitu 23kDa dan 38kDa dan bromelain mempunyai berat molekul antara 22kDa- 39kDa (Tabel 2). Protease daun mengkudu yang berhasil dimurnikan berberat molekul 29kDa dan 50kDa.

Dengan kesamaan penggunaan papain, bromelain dan daun mengkudu sebagai sebagai pengempuk daging, penyembuh luka dan mempunyai berat molekul yang hampir sama, diduga protease yang di dapat dari daun mengkudu termasuk kelas sistein. Dugaan ini membutuhkan pengujian lebih lanjut pada protease tersebut menggunakan inhibitor protease sistein.

Dokumen terkait