• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik dan Kimia

Karakteristik Fisik

Karakteristik fisik keripik daging meliputi rendemen, penyusutan bentuk dan kekerasan objektif. Hasil analisis rendemen, penyusutan bentuk dan kekerasan objektif disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis rendemen, penyusutan bentuk dan kekerasan objektif keripik daging pada jenis tepung dan lama penggorengan yang berbeda.

Lama penggorengan (menit) No Peubah Tepung 10 20 30 40 50 60 Rataan 1. Rendemen A 60. 63 54.38 50.76 49.33 56.67 46.41 53.03 (%) B 52.81 49.63 55.39 58.53 58.53 51.22 54.35 C 62.29 54.20 47.47 47.00 52.00 44.17 51.19 Rataan 58.58 a 52.74 ab 51.21b 51.62 ab 55.73a 47.27 b 2. Penyusutan A 58.46 54.13 58.05 53.65 51.26 48.38 53,99 (%) B 63.08 56.90 52.79 54.77 53.73 47.55 54,80 C 73.81 59.10 57.88 51.01 56.08 52.88 58,46 Rataan 65.12 a 56.71 b 56.24 b 53.14 bc 53.69 bc 49.60 c 3. Kekerasan A 1 004.72 787.78 750.00 730.00 688.33 770.98 788.61 Objektif B 949.21 880.00 766.67 658.33 1 038.33 919.72 868.71 (gf) C 992.77 1 021.19 1 106.97 833.06 954.76 678.33 931.16 Rataan 982.24 896.32 874.51 740.46 788.61 789.,63

Keterangan :Angka yang diikuti superkrip pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan

yang nyata (P<0.05)

Tepung A : Konsentrasi tepung tapioka sebanyak 15 %

Tepung B : Konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan tepung maizena 2.5%

Tepung C : Konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung maizena 5%

Rendemen

Rendemen adalah berat keripik daging yang diperoleh dibandingkan dengan berat daging olahan sebelum digoreng. Rendemen sangat dipengaruhi oleh hilangnya air selama pemasakan, keadaan ini dipengaruhi oleh protein yang dapat mengikat air selama penggorengan. Hal ini dimungkinkan karena jumlah kolagen yang berbeda dalam proses gelatinisasi dan pembentukan matrik pati protein.

Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan tepung tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen (Tabel 2). Rendemen keripik daging

pada tepung A (konsentrasi tepung tapioka sebanyak 15%) sebesar 53.03%, tepung B (konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan tepung jagung 2.5 %) sebesar 54.35% dan tepung C (konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5% dan tepung maizena 5 %) sebesar 51.19%. Rendemen dipengaruhi secara nyata (P<0.05) oleh lama penggorengan, semakin lama penggorengan vakum maka semakin kecil rendemen keripik daging yang diperoleh. Pindah panas secara konduksi yang terjadi di dalam produk yang digoreng selalu diikuti dengan terjadinya pindah massa yang ditandai dengan hilangnya sejumlah kandungan air karena penguapan. Hilangnya sejumlah kandungan air dari bahan yang digoreng menyebabkan terjadinya penurunan massa bahan.

Penyusutan Bentuk

Penyusutan bentuk keripik daging merupakan adanya penurunan luas dari produk yang digoreng dengan sebelum digoreng. Dari analisis diperoleh penyusutan bentuk keripik daging tidak dipengaruhi secara nyata oleh jenis tepung. Hal ini diduga dengan kombinasi persentase tepung yang sama tidak menunjukkan adanya penyusutan yang nyata. Namun demikian, lama penggorengan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap penyusutan keripik daging. Semakin lama penggorengan maka keripik daging semakin menyusut, hal ini disebabkan semakin banyak air yang hilang selama penggorengan vakum.

Kekerasan Objektif

Menurut Soekarto (1990) besarnya nilai kekerasan merupakan besarnya gaya tekan yang dibutuhkan untuk memecahkan produk padat. Kekerasan produk berhubungan dengan kerenyahan, semakin rendah nilai kekerasan produk maka produk semakin renyah. Kerenyahan merupakan parameter yang sangat penting dalam penerimaan produk keripik daging yang diterima konsumen. Hasil analisis nilai kekerasan objektif dilihat dari rataan lama penggorengan setiap jenis tepung menunjukan tidak adanya perbedaan yang nyata. Jika dilihat dari lama penggorengan mulai 10 – 60 menit besarnya gaya untuk memecahkan suatu produk semakin kecil. Semakin kecil gaya untuk memecahkan produk maka produk akan semakin renyah.

Tinggi rendahnya nilai gaya akan mempengaruhi sedikit dan banyaknya renyahan (crust) yang terbentuk pada produk. Menurut Ketaren (1986) salah satu fungsi minyak yang terserap untuk melunakkan permukaan kulit luar yang terbentuk pada bahan yang digoreng.

Karakteristik Kimia

Karakteristik kimia keripik daging meliputi nilai proksimat (kadar abu, kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat) pada lama penggorengan menit ke-60, kadar air, kadar lemak dan bilangan peroksida.pada laju 10 sampai dengan 60 menit.

Nilai Proksimat

Nilai proksimat daging olahan dan keripik daging dianalisis pada lama penggorengan menit ke-60. Nilai Proksimat daging olahan sebelum digoreng dan keripik daging dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai proksimat sampel daging olahan dan keripik daging

Kandungan Nutrisi (%) No. Sampel Tepung

Air Abu Protein Lemak Karbohidrat

1. Daging Olahan A 72.47 2.35 16.21 2.52 6.45 B 70.53 2.77 16.65 2.44 8.11 C 73.25 2.47 14.19 2.44 7.65 2 Keripik Daging A 2.50 6.59 35.92 31.17 23.82 B 6.70 7.55 41.11 21.50 23.14 C 2.83 6.36 40.26 26.77 23.78

Keterangan : Tepung A : Konsentrasi tepung tapioka sebanyak 15 %

Tepung B : Konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan tepung maizena 2.5%

Tepung C : Konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung maizena 5%

Sampel sebelum digoreng mempunyai kadar air yang tinggi berkisar antara 70.53 sampai dengan 73.25%, jika dibandingkan dengan sampel keripik daging kadar air menurun secara drastis, hal ini disebabkan sampel daging yang dianalisis dalam keadaan beku. Sampel keripik daging untuk kombinasi jenis tepung B (kombinasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5% dan tepung maizena 2.5%) mempunyai kadar air yang lebih tinggi dibanding dengan sampel keripik daging

untuk tepung A dan C, hal ini menunjukkan adanya perbedaan sifat antara tepung tapioka dengan kombinasi tepung tapioka, tepung terigu dan tepung maizena. Perbedaan tersebut diduga kombinasi tepung tapioka, tepung terigu dan tepung maizena menyerap air lebih banyak. Menurut Lee (1984) dalam Rustamadji (1989) bahwa jenis pati yang ditambahkan akan menentukan gel yang didapat, karena hal tersebut dapat mempengaruhi daya ikat air selama gelatinisasi dan viskositas pati tergelatinisasi.

Kadar abu sampel sebelum digoreng berkisar antara 2.35 sampai 2.77 %, sedangkan kadar abu keripik daging berkisar antara 6.36 sampai dengan 7.55 %. Perbedaan kadar abu pada produk ini dipengaruhi oleh kandungan bahan baku yang digunakan, dimana masing-masing bahan baku tersebut mempunyai kandungan yang bervariasi. Kandungan mineral utama daging antara lain kalsium, phosphor, kalium dan natrium. Penyebaran mineral ini dapat berada dalam bentuk terlarut dan bentuk zat terlarut. Mineral yang tidak larut berasosiasi dengan protein terutama pada bagian daging non lemak. Daging tidak berlemak umumnya memiliki kandungan atau abu lebih tinggi. Proses pengolahan biasanya tidak mengurangi kandungan mineral daging (de man 1989).

Protein merupakan kelompok nutrien yang sangat penting. Protein dalam bahan pangan biasanya menentukan kualitas dari suatu produk terutama bahan dasar berasal dari daging yang merupakan pangan sumber protein. Kadar protein sampel sebelum digoreng berkisar antara 14.19 sampai dengan 19.65 %, sedangkan sampel keripik daging berkisar antara 35.92 sampai dengan 41.11 %. Protein dapat meningkat dengan adanya penambahan bahan lain yang mengandung protein. Naruki dan Konani (1991) menerangkan bahwa kolagen merupakan protein yang tahan terhadap panas.

Kadar lemak sampel daging olahan berkisar antara 2.44 sampai 2.52% sedangkan keripik daging berada kisaran 21.50 sampai dengan 31.17%. Bertambahnya kadar lemak keripik daging dikarenakan minyak menggantikan ruang kosong tempat air yang menguap karena adanya proses penggorengan. Selama proses penggorengan berlangsung, minyak meresap ke dalam daerah crust dan sebagian mengisi ruang-ruang kosong yang terjadi akibat hilangnya air (Robertson 1967). Hal serupa disampaikan Fellows (1992) selama penggorengan

suhu permukaan bahan meningkat dan air menguap yang menjadikan permukaan mengering.

Kadar Air

Analisis kadar air untuk jenis tepung pada berbagai lama penggorengan disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama penggorengan memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap penurunan kadar air. Penurunan kadar air keripik daging pada awal penggorengan sampai menit ke-20 terjadi sangat cepat, selanjutnya kadar air bahan konstan sampai akhir penggorengan dengan rataan sebesar 3.32 %. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan sifat pada jenis tepung yang digunakan.

Tabel 4. Analisis kadar air keripik daging pada jenis tepung dan lama penggorengan yang berbeda

Lama penggorengan (menit) Peubah Tepung 10 20 30 40 50 60 Rataan Kadar Air (%) A 7.77 4.08 3.67 2.89 2.83 2.60 3.97 B 8.81 3.82 4.04 2.96 3.12 3.78 4.42 C 18.65 4.63 5.92 4.11 3.61 3.57 6.75 Rataan 11.74a 4.18 b 4.54 b 3.32 b 3.19 b 3.32 b

Keterangan : Angka yang diikuti superskrip menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0.05) Tepung A : Konsentrasi tepung tapioka sebanyak 15 %

Tepung B: Konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan tepung maizena 2.5%

Tepung C : Konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung maizena 5%

Kombinasi antara tepung tapioka (5%), tepung terigu (5%) dan tepung maizena (5%) menyebabkan kadar air meningkat dibandingkan dengan penggunaan jenis tepung A dan tepung B. Perbedaan tersebut bahwa kombinasi jenis tepung C menyerap air lebih banyak. Lee (1984) dalam Rustamadji (1989) menerangkan bahwa jenis pati yang ditambahkan akan menentukan gel yang didapat, karena hal tersebut mempengaruhi daya ikat air selama gelatinisasi dan viskositas pati tergelatinisasi. Histogram penurunan kadar air keripik daging pada jenis tepung dan lama penggorengan terlihat pada Gambar 8.

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 10 20 30 40 50 60

Lama Penggorengan (menit)

Ka d a r Ai r (% ) Tepung A Tepung B Tepung C

Gambar 8 Histogram kadar air keripik daging pada jenis tepung dan lama penggorengan yang berbeda

Menurut Supriyanto et al. (2006) air yang berada di permukaan bahan akan menjadi uap karena adanya kontak langsung dengan minyak goreng, akibatnya konsentrasi air pada permukaan bahan selalu lebih rendah dibandingkan konsentrasi air yang berada di dalam bahan. Massa air akan terdifusi dari dalam ke permukaan bahan sebagai kadar air akhir produk goreng.

Kadar Lemak

Kadar lemak keripik daging menunjukkan tidak adanya pengaruh yang nyata. Menurut Pinthus, Weinberg and Saguy et al.(1993) dalam Mellema (2003) volume dari lemak seimbang dengan total volume air yang keluar dari bahan yang digoreng. Menurut Moeira, Palau dan Sun et al. 1995; Soulthern et al. 2000 dalam Mellema (2003) secara tidak langsung penguapan air dapat berakibat dari rusaknya permukaan dan kadar lemak akan sebanding dengan kadar air yang menguap selama penggorengan.

Analisis kadar lemak keripik daging pada jenis tepung dan lama penggorengan yang berbeda disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Analisis kadar lemak untuk jenis tepung pada berbagai lama penggorengan

Lama penggorengan (menit) Peubah Tepung 10 20 30 40 50 60 Rataan Kadar Lemak (%) A 29.05 30.86 28.08 28.93 23.74 23.74 27.40 B 23.19 28.89 29.90 29.55 29.48 28.12 28.19 C 22.05 22.92 23.86 26.24 26.34 30.63 25.34 Rataan 24.76 27.56 27.28 28.24 26.52 27.50

Keterangan : Tepung A : Konsentrasi tepung tapioka sebanyak 15 %

Tepung B : Konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan tepung maizena 2.5%

Tepung C : Konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung maizena 5%

Kadar lemak pada keripik daging dengan penggunaan jenis tepung A, B dan C pada lama penggorengan 10 – 60 menit mempunyai rataan sebesar 24.76 – 28.24%. Menurut Markinson et al. (1987) kadar lemak meningkat dengan adanya energi yang termetabolis dari produk pangan yang digoreng. Produk pangan yang digoreng yang berasal dari tumbuhan dan hewan jika dibandingkan setelah digoreng selama 10, 30 dan 70 detik pada suhu 175 °C, kadar lemak meningkat dengan meningkatnya lama penggorengan. Pangan yang berasal dari tumbuhan dapat menyerap lemak lebih tinggi dibanding pangan yang berasal dari hewan. Tingginya kadar lemak setelah hasil penelitian pada penggorengan tomat (35 – 75 %) dan jamur (65 – 80 %). Kadar lemak pada kentang goreng lebih rendah (15 – 36 %) namun masih lebih tinggi kadar lemaknya dibanding pada ayam goreng

(10 – 30%) dan daging sapi goreng (10 – 25%).

Pada keripik tortila 20 % dari minyak masuk ke dalam bahan pada saat akhir penggorengan, sementara yang 80 % tersisa pada permukaan dari produk. Bertambahnya kadar lemak pada keripik daging dikarenakan minyak menggantikan ruang kosong akibat air yang menguap saat penggorengan. Menurut Robertson (1967) selama proses penggorengan berlangsung minyak meresap ke dalam permukaan bahan yang digoreng dan mengisi sebagian ruang kosong akibat hilangnya air. Sedangkan menurut Markinson (1987) kadar lemak pada bakso yang digoreng sebesar 10 – 25%. Pada penelitian Santosa, Y T (2005) kadar lemak keripik dengan diameter 3 mm mempunyai kadar lemak berkisar 25.41% sedangkan untuk ketebalan 4 mm berkisar 26.65%.

Bilangan Peroksida

Analisis bilangan peroksida keripik daging pada jenis tepung dan lama penggorengan yang berbeda disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Analisis bilangan peroksida keripik daging pada jenis tepung dan lama penggorengan yang berbeda

Lama penggorengan (menit) Peubah Tepung 10 20 30 40 50 60 Rataan Bilangan Peroksida A 31.13 a 34.77a 28.16 b 30.04 b 37.02 a 29.54 b 31.78 a (mg/kg) B 33.47 a 18.37 c 28.46 b 30.61 b 38.54 a 29.59 b 29.83 b C 15.66 c 22.46 c 32.22 a 27.63b 33.69a 33.56 a 27.54 b Rataan 26.75c 25.20 c 29.61 b 29.43 b 35.87 a 30.76 b

Keterangan : Angka yang diikuti superskrip pada baris dan kolom menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0.05)

Tepung A : Konsentrasi tepung tapioka sebanyak 15 %

Tepung B: Konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan tepung maizena 2.5%

Tepung C : Konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung maizena 5%

Hasil analisis bilangan peroksida keripik daging pada jenis tepung dan lama penggorengan yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0.05) dan terjadi interaksi diantara keduanya. Keripik daging dengan perlakuan tepung A (konsentrasi tepung tapioka 15%) mempunyai rataan bilangan peroksida sebesar 31.78 mg/kg, tepung B (konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 5% dan tepung maizena 5%) mempunyai rataan bilangan peroksida 29.83 mg/kg sedangkan tepung C (konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5% dan tepung maizena 5%) mempunyai rataan bilangan peroksida sebesar 27.54 mg/kg. Menurut Ketaren (1986) peroksida tidak terbentuk pada proses ionisasi radiasi dalam suasana vakum, namun adanya air akan mempercepat pembentukan peroksida dari persenyawaan asam lemak tidak jenuh. Nilai bilangan peroksida dari keripik daging yang dihasilkan dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen dalam tabung penggorengan karena proses penggorengan dilakukan secara vakum ketersediaan oksigen dapat dikurangi. Menurut Nawar (1996) reaksi oksidasi dipengaruhi oleh tekanan oksigen, suhu dan luas permukaan yang bersinggungan.

Pendapat Ketaren (1986) senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas sehingga minyak yang telah dipanaskan hanya mengandung sejumlah kecil peroksida. Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan destruksi beberapa macam vitamin, selain itu juga dapat mempercepat proses

timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 mh/kg akan bersifat racun.

Grafik pengaruh jenis tepung dan lama penggorengan terhadap bilangan peroksida keripik daging dapat dilihat pada Gambar 9.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 10 20 30 40 50 60

Dokumen terkait