• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar yang terlibat di penelitian ini adalah berjenis kelamin perempuan yaitu 80 persen untuk sayuran anorganik dan 70 persen untuk sayuran organik. Hal ini mengindikasi bahwa perempuan memiliki peranan penting untuk mengambil keputusan dalam membeli suatu produk dan jasa untuk dirinya dan anggota keluarganya (Sumarwan 2011).

Jika dihubungkan dengan selera dan kesukaan terhadap konsumen yang mengkonsumsi sayuran anorganik diantaranya usia 37-46 tahun sebanyak

50 persen, dan untuk konsumen yang mengkonsumsi sayuran organik diantaranya usia 27-36 tahun sebanyak 44 persen.

Status pernikahan secara langsung juga mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam membeli produk sayuran anorganik dan organik. Kondisi demografis yang didasarkan pada status pernikahan ini telah dimanfaatkan pemasar untuk membidik kelompok berdasarkan status pernikahan seseorang (Schiffman dan Kanuk 2007). Berdasarkan status pernikahan konsumen yang mengkonsumsi sayuran anorganik ada 84 persen yang sudah menikah dan ada 16 persen responden yang belum menikah. Sedangkan konsumen pada sayuran organik yakni 80 persen konsumen yang sudah menikah dan 20 persen yang belum menikah.

Pola konsumsi seseorang erat kaitannya dengan seberapa pendapatan yang diterima seseorang untuk dialokasikan untuk kebutuhan hidupnya. Pendapatan juga sering dikombinasikan dengan variabel demografis lainnya seperti pendidikan dan pekerjaan. Schiffman dan Kanuk (2007) menyatakan bahwa ketiga variabel tersebut memiliki kecenderungan berkorelasi erat sebagai hubungan sebab akibat, misalkan saja penghasilan tingkat tinggi akan menghasilkan pendapatan yang tinggi dan membutuhkan pelatihan pendidikan lanjuan dan sebaliknya. Sebagian besar konsumen yang mengkonsumsi sayuran anorganik bekerja sebagai karyawan swasta 30 persen dan pendidikan terakhir konsumen adalah Diploma III. Sedangkan konsumen yang mengkonsumsi sayuran organik bekerja sebagai wiraswasta 35 persen dan pendidikan terakhir konsumen adalah Strata 1 40 persen.

Sayuran organik memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan dengan sayuran anorganik, bisa dikatakan hanya konsumen yang memiliki pendapatan yang tinggi yang mampu membelinya. Menurut Engel et al. (1994) bahwa pembelian itu berkaitan dengan pendapatan konsumen. Distribusi pendapatan pada konsumen sayuran anorganik adalah pada kisaran kurang lebih Rp 3 000 000 (34 persen), Sedangkan distribusi pendapatan konsumen sayuran organik lebih besar yaitu pada kisaran Rp 3000 001 sampai 6 000 000 (40 persen). Jika dilihat dari distribusi pendapatan pada konsumen ini tidak berbeda jauh. Pada Tabel 4 disajikan karakteristik konsumen sayuran anorganik dan organik.

Tabel 4 Karakteristik konsumen sayuran anorganik dan organik

Karakteristik Persentase Kosumen (%)

Anorganik Organik Jenis kelamin Usia Status pernikahan Pendidikan terakhir Pekerjaan Pendapatan Laki-laki Perempuan 17-26 27-36 37-46 47-57 Belum menikah Menikah SMA D3 S1 S2

Ibu rumah tangga Mahasiswa

Pegawai negeri sipil Karyawan swasta Wiraswasta Rp ≤ 3.000.000 Rp 3.000.001-Rp 6.000.000 Rp 6.000.001- Rp 9.000.000 >Rp 9.000.000 20 80 10 28 50 12 16 84 20 32 40 10 18 10 16 30 28 34 26 24 16 30 70 14 26 44 16 20 80 15 38 35 10 25 5 20 15 35 32 40 22 6 Persepsi Konsumen terhadap Sayuran Anorganik dan Organik

Tingkat persepsi konsumen menunjukan tinggi atau rendahnya persepsi konsumen terhadap sayuran anoganik dan organik. Pangan anorganik adalah suatu hasil proses rekayasa secara kimia, fisik atau biologis, dan merupakan hasil industri atau pabrik Manfaat yang lain secara ekonomi penggunaan material kimia menguntungkan namun bukan berarti penggunaanya tidak menimbulkan dampak buruk. Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumen untuk lebih memilih produk sayuran anorganik adalah harga. Harga produk pertanian organik cenderung lebih mahal dua kali lipat dibandingkan dengan sayuran anorganik, Hal ini membuat sebagian orang lebih memilih produk anorganik yang harganya lebih murah dan produk-produk anorganik mudah dijumpai, dan ketersediaan produknya lebih banyak. Konsumen menyatakan (84 persen) bahwa mereka menginginkan penyesuaian harga sayuran anorganik sesuai dengan kondisi harga sayuran itu sendiri. Kemudian penyesuaian harga disesuaikan dengan fasilitas dan pelayanannya sebanyak (10 persen), dan penyesuaian harga sayuran anorganik.

Pada Gambar 3 disajikan perbedaan responden memilih penyesuaian harga sayuran anorganik.

Gambar 3 Persentase konsumen memilih penyesuaian harga sayuran anorganik dan organik

Pangan organik adalah pangan yang berasal dari suatu lahan pertanian organik yang menerapkan praktek pengelolaan yang bertujuan untuk memelihara ekosistem dalam mencapai produktivitas yang berkelanjutan, melakukan pengendalian gulma, hama, dan penyakit melalui beberapa cara seperti daur ulang sisa tumbuhan dan ternak, seleksi dan pergiliran tanaman, pengelolaan air, pengelolaan lahan, dan penanaman serta penggunaan bahan hayati (Deliana 2012). Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (ecolabelling attributes).

Sikap konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat. Salah satu ciri dari produk organik adalah harganya lebih mahal dibanding sayuran anorganik dan ini merupakan salah satu permasalahan dalam pengembangan sayuran organik di pasar. Sebanyak 84 persen, konsumen sayuran anorganik menyatakan bahwa mereka menginginkan sesuai dengan kondisi sayuran itu sendiri. 86 persen untuk sayuran organik.

Pelabelan dalam membedakan sayuran anorganik dan organik dapat dilihat dari kemasan. Sayuran anorganik biasanya tidak terdapat label, karena konsumen pun beranggapan sayuran anorganik tidak memiliki label. Konsumen banyak memilih sayuran anorganik karena mudah didapat. Konsumen kurang mempedulikan kekurangan dari sayuran anorganik bagi konsumen memilih sayuran anorganik sangat mudah diperoleh dan lebih variatif jenis sayuran denganterjangkau, dibandingkan dengan sayuran organik.

Secara konstitusi, Pemerintah Indonesia melalui Otoritas Kompeten Pangan Organik SNI yang dikeluarkannya, telah mengeluarkan kebijakan mengenai sertifikasi organik bagi produk-produk organik di Indonesia. Tujuan sertifikasi ini tidak lain adalah untuk meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk-produk organik sehingga konsumen tidak ragu-ragu lagi untuk membeli produk organik. Sayuran organik sebagai makanan yang dikembangkan dengan metode khusus (Thio et al. 2008) yang diproduksi tanpa pestisida, herbasida, pupuk anorganik, antibiotik, dan hormone

pertumbuhan (Honkanen et al. 2006) sehingga perlu penanganan khusus lainnya seperti sertifikasi organik dan mencantumkan pelabelan organik pada kemasan pangan organik.

Pelabelan diartikan sebagai pencantuman atau pemasangan segala bentuk tulisan, cetakan atau gambar berisi keterangan atau identitas produk tersebut yang tertera pada label, yang menyertai produk pangan, atau dipajang dekat dengan produk pangan, termasuk yang digunakan untuk jualan atau promosi (BSN 2010). Otoritas Kompeten Pangan Organik telah mengeluarkan peraturan mengenai logo organik untuk pelabelan produk-produk organik. Namun kenyataannya kebijakan ini belum berjalan sesuai harapan, khususnya untuk produk sayuran organik. Berdasarkan survei di beberapa pusat perbelanjaan yang ada di Kota Bogor, hanya ada satu merek sayuran organik yang berlabel resmi dari pemerintah berdasarkan SNI “Organik Indonesia” selebihnya hanya menggunakan label dalam bentuk tulisan “Organik” atau “Free Pesticide”. Pada Gambar 4 disajikan label organik SNI.

Gambar 4 Label organik berdasarkan SNI OKPO (2007).

Konsumen menyatakan mengenai persepsi mereka tentang sayuran yang berlabel organik dengan harga lebih mahal dan sayuran organik yang tidak berlabel organik dengan harga lebih murah. Berdasarkan data kuesioner, sebagian besar konsumen (85%) menyatakan lebih memilih sayuran organik yang berlabel dengan harga lebih mahal.

Pembelian produk organik dipengaruhi oleh ketersediaannya di gerai ritel, diikuti oleh pendapatan konsumen, pertimbangan kesehatan dan lingkungan, dan daya tarik produk. Ketersediaan produk organik yang masih terbatas disebabkan volume produksinya masih rendah akibat biaya produksinya yang masih mahal sehingga harga produk organik relatif mahal dibandingkan dengan sayuran anorganik (Subroto 2008). Sayuran tersebut hanya dapat ditermui pada tempat-tempat tertentu saja.

Pada Tabel 5 disajikan pembeli sayuran organik menurut konsumen.

Tabel 5 Pembelian sayuran organik menurut konsumen No Tempat membeli sayuran

organik

Persentase (%)

1 Total Buah Segar Jalan Baru 6

2 Total Buah Segar Ekalokasari 12

3 All Fresh 4

4 Farmer Market 10

5 Yogya Jalan Baru 6

6 Yogya Junction 14

7 Giant Yasmin 2

8 Giant Botani Square 32

9 Pasar Tradisional 14

Total 100

Persentase tertinngi pembelian sayuran organik yang dijelasakan pada Tabel 5 berdasarkan hasil kuesioner menyatakan konsumen membeli sayuran organik di Giant Botani Square (32 persen) dan persentase terendah konsumen membeli sayuran organik di Giant Yasmin (2 persen). Pembelian sayuran anorganik dapat dilakukan dimana saja karena sayuran anorganik terdapat tidak hanya di supermarket atau di gerai-gerai tertentu saja. Ketersedian sayuran anorganik sangat bervariatif dari berbagai jenis sayuran, harga sayuran anorganik relatif murah dibandingkan dengan sayuran organik. Berdasarkan hasil wawancara, konsumen,membeli di pasar tradisional (70 persen) dan sisanya mereka membeli sayuran tersebut di warung-warung terdekat rumah mereka. Hal tersebut menjelaskan bahwa sayuran anorganik sangat mudah diperoleh dimana saja.

Selain pilihan tempat, konsumen juga memperhatikan kualitas sayuran organik yang akan dibelinya. Kualitas produk sayuran organik yang dipilih konsumen diantaranya disesuaikan dengan selera atau kesukaan, harga produk, lama ketahanan, kesegaran alami sayuran, kandungan atau gizi atau vitamin, dan mutu produk (pandangan konsumen terhadap residu bahan kimia). Sedangkan atribut sayuran organik meliputi kesegaran, warna, rasa, merek, kandungan zat, manfaat bagi kesehatan, harga, kemasan, kemudahan memperoleh, bentuk, ukuran, kelembutan tekstur, dan keamanan (Rifai et al. 2008).

Hasil wawancara yang disajikan pada Tabel 6, menyatakan bahwa konsumen paling sering membeli sayuran anorganik seperti wortel (30 persen). Wortel diminati oleh konsumen karena memiliki kandungan gizi yang baik. Kembang kol dan pakchoy mendapatkan perhatian yang paling kecil peminatnya. Konsumen menyatakan bahwa tidak sering membeli kembang kol dan pakchoy, Sedangkan pada sayuran organik seperti wortel (22 persen). Wortel diminati oleh konsumen karena memiliki kandungan gizi yang baik. Sayuran jenis lainnya mendapatkan perhatian yang paling kecil peminatnya.

Tabel 6Distribusi pilihan sayuran anorganik dan organik yang sering dibeli konsumen

No Jenis Sayuran Persentase Anorganik (%) Persentase Organik (%) 1 Kol 10 14 2 Brokoli 20 20 3 Wortel 30 22 4 Kembang Kol 10 12 5 Selada 20 10 6 Pakchoy 10 14 7 Bayam 0 8 Total 100 100

Analisis Pengaruh Bauran Pemasaran, Sikap dan Minat Konsumen terhadap Keputusan Pembelian Sayuran Anorganik

Hubungan peubah laten bauran pemasaran (BP), keputusan pembelian (KP), minat konsumen (MK), dan sikap konsumen (SK). Hasil analisis model awal disajikan dalam Lampiran 2, di awal model dilakukan evaluasi perbaikan dengan melihat masing-masing koefisien peubah laten dengan indikatornya, nilai koefisien di bawah 0,7 harus dikeluarkan dari model. Penilaian model outer reflektif dilakukan dengan membandingkan loading factor dengan nilai standardnya. Jika terdapat indikator yang memiliki loading factor di bawah standar maka harus dikeluarkan dari model. Proses dikeluarkanya indikator dari model ini dilakukan secara berkala dengan mengeluarkan terlebih dahulu indikator yang memiliki factor loading terkecil yang tidak memenuhi nilai standar hingga didapatkan model terbaik sesuai standar. Model hubungan peubah laten bauran pemasaran (BP), keputusan pembelian (KP), minat konsumen (MK), dan sikap konsumen (SK) dengan indikatornya masing-masing adalah model outer reflektif.

Indikator peubah bauran pemasaran awalnya terdiri dari 8 indikator. Analisis model awal menunjukkan bahwa indikator fitur lokasi dalam pembelian sayuran anorganik mudah dijangkau oleh transportasi (BP4) memiliki factor loading terkecil dan di bawah standar, sehingga harus dikeluarkan dari model. Keputusan pembelian sebagai penilaian evaluatif pasca pemilihan akibat seleksi pembelian khusus dan pengalaman dalam mengkonsumsi barang atau jasa serta berhubungan erat dengan penilaian produk. Model hubungan keputusan pembelian (KP) dan semua indikatornya yakni memiliki koefisien di atas 0,7 sehingga tidak ada indikator yang harus dikeluarkan. Keputusan pembelian yang memiliki enam indikator yaitu mengkonsumsi sayuran anorganik secara rutin (KP1), sayuran anorganik menjadi kebutuhan pangan (KP2), mengkonsumsi sayuran anorganik karena ingin hidup sehat (KP3), mengkonsumsi sayuran anorganik karena dorongan dari keluarga (KP4), merekomendasikan kepada orang lain untuk mengkonsumsi sayuran anorganik (KP5), dan melakukan pembelian ulang terhadap sayuran anorganik (KP6).

Faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen. Model hubungan sikap konsumen dan indikatornya menunjukkan bahwa salah satu indikatornya yaitu SK5 memiliki koefisien dibawah 0,7 sehingga harus dikeluarkan dari model. SK5 yakni sayuran anorganik memiliki label anorganik.

Minat konsumen adalah kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael 1998). Model hubungan minat konsumen (MK) dan indikatornya menunjukkan bahwa salah satu indikatornya yaitu MK1 memiliki koefisien di bawah 0.7 sehingga harus dikeluarkan dari model. MK1 yakni sayuran anorganik mengandung pestisida. Sedangkan koefisien yang merefleksikan minat konsumen sayuran anorganik yaitu kurangnya pengetahuan sayuran organik sehingga konsumen memilih sayuran organik (MK2), sayuran anorganik memiliki keterbatasan produk (MK3), konsumen sulit mendapatkan sayuran anorganik (MK4), konsumen berniat untuk sering membeli sayuran anorganik (MK5), dan konsumen memilih sayuran anorganik dalam jangka panjang (MK6). Pada Gambar 5 disajikan hasil analisis model akhir sayuran anorganik.

Analisis SEM pada Sayuran Anorganik Analisis Model Outer Sayuran Anorganik

Analisis model outer-reflektive dilakukan terhadap peubah laten bauran pemasaran (BP), keputusan pembelian (KP), minat konsumen (MK), dan sikap konsumen (SK). Realibilitas komposit dari model ini untuk peubah laten bauran pemasaran, keputusan pembelian, minat konsumen, dan sikap konsumen sebesar 0,915, 0,931, 0,926, dan 0,927 serta Cronbach’s alpha masing-masing peuba laten tersebut adalah 0,891, 0,911, 0,899, dan 0,901. Nilai ini jauh di atas 0,7 yang menunjukkan bahwa kestabilan dan konsistensi internal indikator yang sangat baik, baik pada peubah laten bauran pemasaran, keputusan pembelian, minat konsumen, dan sikap konsumen. Sedangkan realibilitas indikator ditunjukkan dengan nilai factor loading, yang merefleksikan kekuatan interelasi antara peubah laten bauran pemasaran, keputusan pembelian, minat konsumen, dan sikap konsumen dengan masing-masing indikatornya. Model awal menunjukkan bahwa indikator bauran pemasaran yakni lokasi dalam pembelian sayuran anorganik mudah dijangkau oleh transportasi (BP4) memiliki nilai di bawah 0,7 sehingga harus dikeluarkan dari model dan dilakukan proses ulang kembali, hingga didapatkan model terbaik pada model akhir nilai factor loading indikator yang tersisa pada ketiga peubah laten reflektif memiliki nilai di atas 0,7 dan memiliki realibilitas indikator yang sangat baik.

Model akhir pada peubah laten keputusan pembelian dan indikatornya, diketahui bahwa mengkonsumsi sayuran anorganik secara rutin (KP1=0,726), sayuran anorganik menjadi kebutuhan pangan (KP2 = 0,783), mengkonsumsi sayuran anorganik karena ingin hidup sehat (KP3=0,880), mengkonsumsi sayuran anorganik karena dorongan dari keluarga (KP4=0,851), merekomendasikan kepada pihak lain untuk mengkonsumsi sayuran anorganik (KP5=0,918), dan melakukan pembelian ulang terhadap sayuran tersebut (KP6=0,769). Sedangkan pada peubah laten minat konsumen dan indikatornya, indikator yang memiliki realibilitas terbesar yang merefleksikan minat konsumen adalah kurangnya pengetahuan tentang sayuran anorganik (MK2=0,783), diikuti indikator sayuran anorganik memiliki keterbatasan produk (MK3= 0,892), sayuran anorganik sulit mendapatkannya (MK4=0,826), konsumen berniat untuk sering membeli sayuran anorganik (MK5= 0,906) dan yang terakhir adalah memilih sayuran anorganik dalam jangka waktu panjang (MK6=0,808). Indikator yang terakhir yakni peubah laten sikap konsumen yang memiliki realibilitas terbesar yaitu mengkonsumsi sayuran anorganik karena mengandung vitamin bagi tubuh (SK1= 0,828), mengkonsumsi sayuran anorganik mecegah tubuh dari penyakit (SK2= 0,914), sayuran anorganik memiliki kandungan gizi yang baik (SK3= 0,879), sayuran anorganik baik untuk kesehatan tubuh (SK4= 0,848) dan sayuran anorganik memiliki tekstur yang enak dibandingkan sayuran organik (SK6= 0,763) disajikan pada Gambar 6. Hasil penilaian pada model outer reflektif dan nilai standar yang dipenuhi disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Kriteria dan nilai standard model outer

No Kriteria Penjelasan Standar Model Outer

1 Realibilitas

indikator (Loading factor)

Kekonsistenan dan kestabilan indikator dalam merefleksikan peubah laten.

Ukuran refleksif

individual dikatakan

tinggi jika berkorelasi

>0,7. namun skala

pengukuran nilai

loading 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup (Chin, 1998)

2 Composite reliability

Uji reliabilitas dilakukan

dengan melihat

nilai composite reliability dari blok indikator yang mengukur konstruk. Nilai composite reliability untuk semua

konstruk di atas 0,7

menunjukkan bahwa semua konstruk pada model yang

diestimasi memenuhi

kriteria discriminant validity

>0,7

3 Cronbach’s

alpha

Uji reliabilitas konstruk >0,7

4 AVE Uji Validitas konstruk >0,5

5 Cross loading

Merupakan ukuran lain dari

validitas diskriminan.

Diharapkan setiap blok

indikator memiliki loading

lebih tinggi untuk setiap

variabel laten yang diukur

dibandingkan dengan

indikator untuk laten variabel lainnya.

Suatu indikator

dinyatakan valid jika

mempunyai loading

factor tertinggi kepada konstruk yang dituju dibandingkan loading factor kepada konstruk lain.

Tabel 8 Kriteria dan nilai standard model inner

No Kriteria Penjelasan Standar

1 R2 dari peubah

laten endogen

R2 mengartikan keragaman

konstrak endogen yang

mampu dijelaskan oleh

konstrak eksogen secara konstrak Pengelompokan nilai R2 menurut Chin (1998) adalah substansial (0,67), moderat (0,33) dan lemah (0,19). 2 Estimasi koefisien path

Evaluasi nilai koefisien

antara lain evaluasi nilai

original sample dan

pengaruh nyata bootstrap.

Pengaruh signifikan

jika T-statistika > T- Tabel. Nilai T-tabel pada alpha 5 persen adalah 1,96

Pada Tabel 9 disajikan perbedaan dari uji beda sayuran anorganik dan organik

Tabel 9 Uji beda persepsi konsumen Sayuran Anorganik dan Organik

No Persepsi Koefisien Korelasi

1 Sikap Konsumen 0,230

2 Minat Konsumen 0,006**

3 Bauran Pemasaran 0,006**

4 Keputusan Pembelian 0,087

5 Persepsi Keseluruhan 0,018**

** Berbeda nyata pada taraf nyata 5 persen

Tabel 10 Hasil Composite Reliability, Cronbach’s alpha, dan AVE Sayuran Anorganik

Composite Reliability Cronbach’s alpha AVE Bauran Pemasaran 0,915 0,891 0,606 Keputusan Pembelian 0,931 0,911 0,694 Minat Konsumen 0,926 0,899 0,714 Sikap Konsumen 0,927 0,901 0,719

Analisis model outter tahap kedua adalah analisis composite reliability yang disjkan pada Tabel 10. Hasil penelitian menyatakan bahwa composite reliability pada model sayuran anorganik masing-masing antara lain bauran pemasaran (0,915), keputusan pembelian (0,931), minat konsumen (0,926), dan sikap konsumen (0.927). Semua nilai composite reliability yang didapat pada sayuran organik di atas 0.7 yang berarti konstrak dikatakan reliabel.

Analisis yang ketiga pada analisis model outter adalah analisis

Cronbach’salpha. Hasil yang didapatkan pada masing-masing peubah laten tersebut adalah 0,891, 0,911, 0,899 dan 0,901 Sehingga dapat dikatakan bahwa semua peubah laten memiliki kriteria yang reliabel.

analisis model outter yang keempat adalah pemeriksaan validitas konstrak. Konstrak memiliki convergent validity yang baik apabila nilai Average Variance Extracted (AVE) lebih dari 0,5. Dari hasil yang didapatkan nilai AVE pada masing-masing peubah laten adalah 0,606, 0,694, 0,714, dan 0,719. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dikatakan pada model Sayuran anorganik memiliki konstruk yang valid.

Analisis pada tahap akhir adalah dengan melihat nilai kriteria cross loading yang sekaligus menguji kevalidan konstrak. Ukuran dalam cross loading adalah membandingkan korelasi indikator dengan konstruknya dan konstruk dari blok lainnya. Ukuran yang diharapkan adalah setiap blok indikator memiliki nilai loading factor lebih tinggi untuk setiap variabel laten yang diukur dibandingkan dengan indikator untuk laten variabel lainnya.

Analisis Model Inner Sayuran Anorganik

Hasil penilaian pada model inner reflektif dan nilai standard yang dipenuhi disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Model Inner Sayuran Anorganik

No Kriteria Nilai Hasil Penelitian & Nilai Standar

1 R2 dari

peubah laten endogen

Nilai R2 dari hasil penelitian R2 :

R2 untuk keputusan pembelian (KP) = 0,732 (di antara moderat dan substansial)

R2 untuk minat konsumen (MK) = 0,647 (di antara moderat dan substansial)

R2 untuk sikap konsumen (SK) = 0,504 (di antara moderat dan substansial)

2 Estimasi Koefisien path

Evaluasi terhadap nilai koefisien terdiri atas evaluasi besarnya nilai original sample dan pengaruh nyata melalui boostrap, disajikan pada Tabel 12

3 Goodness of fit (GOF)

Indeks GoF digunakan untuk mengukur validasi antara model pengukuran dan struktural. Nilai GoF terdiri dari tiga kategori yaitu : kecil (0,1), moderat (0,25), dan besar (0,36). nilai GoF pada penelitian sayuran organik ini adalah 0,462 yang masuk kategori besar.

4 Effect size f2 F2= (R2included R2excluded ) (1-R2included); evaluasi f2 menurut Cohen (1998) dari Yamin dan Kurniawan (2011) bahwa prediktor peubah laten mempunyai pengaruh yang lemah (0,02), moderat (0,15), dan substansial (0,35) terhadap structural ; disajikan pada Lampiran 6.

5 Prediction relevance (Q2

(Q2) diperoleh melalui prosedur penghitungan blindfolding:

(Q2) = 1-(ΣDSSED/ΣDSSOD) D adalah jarak yang dihilangkan, SSE jumlah kuadrat dan SSO jumlah kuadrat observasi. Nilai Q2 pada empat peubah laten keputusan pembelian, sikap konsumen dan minat konsumen adalah 0,301, 0,194, 0,012

Q2 > 0 berarti Prediction relevance.

Setelah melakukan analisis model outer, selanjutnya dilakukan analisis model inner yang mengkaji keterkaitan yang terjadi di dalam variabel laten seperti uji R2 dan estimasi koefisien path. Kriteria penilaian analisis model inner dengan nilai standar. Kriteria model inner dengan perhitungan R2 pada model sikap konsumen sayuran anorganik, pengaruh pada peubah bauran pemasaran terhadap keputusan konsumen menghasilkan R2 sebesar 0,732 yang berarti bahwa peubah bauran pemasaran mampu dijelaskan oleh peubah sikap konsumen dengan keragaman 73,2 persen. Sedangkan pengaruh bauran

pemasaran dan minat konsumen terhadap keputusan pembelian menghasilkan R2 sebesar 0,647 yang berarti bahwa peubah keputusan pembelian, mampu dijelaskan oleh peubah bauran pemasaran dan sikap konsumen sebesar 64,7 persen. Selanjutnya yang terakhir adalah perhitungan R2 adalah gabungan bauran pemasaran, keputusan pembelian dan minat konsumen kepada sikap konsumen memberikan nilai R2 sebesar 0,504 mampu dijelaskan oleh peubah bauran pemasaran, sikap konsumen dan keputusan pembelian sebesar 50,4 persen.

Analisis model inner adalah analisis koefisien path. Analisis ini merupakan pengujian signifikansi hubungan yang diperoleh setelah model melewati proses bootstrapping. Hair et al. (2011) dan Henseler et al. (2009), memberikan rekomendasi dengan banyaknya sample bootstrap yaitu sebesar 5000 namun dengan catatan jumlah tersebut harus lebih besar dari nilai original sampel. Namun beberapa literatur lain seperti Chin (2003; 2010a) menyarankan banyaknya sampel bootstrap sebesar 200-1000 sudah cukup untuk mengoreksi standar error estimate PLS. Pada penelitian ini proses bootstrapping sayuran anorganik dan organik memaksimalkan 100 data menjadi 500 data simulasi.

Hasil bootstrap yang disajikan pada Gambar 6, Hubungan antara bauran pemasaran dan keputusan pembelian dari pengolahan data adalah signifikan dengan T-statistik sebesar 5,558 yang memenuhi syarat lebih besar dari standar yaitu lebih besar dari 1,96. Dengan demikian Hipotesis 1 dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa “Bauran pemasaran berpengaruh positif terhadap keputusan konsumen” dapat diterima. Hubungan antara peubah laten bauran pemasaran dan minat konsumen adalah signifikan dengan T- statistiknya sebesar 25,196 yang memenuhi syarat lebih besar dari standar yaitu lebih besar dari 1.96, dengan demikian dapat dikatakan Hipotesis 2 dalam penelitian ini menyatakan bahwa “Bauran pemasaran berpengaruh positif terhadap minat konsumen” dapat diteriman. Hubungan bauran pemasaran signifikan terhadap sikap konsumen dengan T-statistiknya 19,503.

Dokumen terkait