Pati gadung yang dihasilkan dalam penelitian pendahuluan mempunyai rendemen 20,09% terhadap umbi tanpa kulit, dengan komposisi kimia pati gadung seperti pada Tabel 4 di bawah ini:
Tabel 4. Karakteristik pati gadung.
Parameter Komposisi (%) Kadar air 8,3 Kadar abu 0,8 Kadar pati 70,63 Amilosa 29,76 Amilopektin 40,87 Gula reduksi 1,02
Keterangan : Analisis dilakukan dengan ulangan 3 kali, hasil rataan
Kadar air pati gadung adalah sebesar 8,3%. Menurut Syafi’i dkk. (2009)
kadar air pati rata-rata gadung berkisar antara 11,26% - 12,34%. Kadar air pati gadung akan semakin turun dengan semakin meningkatnya lama pemanasan. Winarno (2004) mengatakan bahwa semakin lama waktu pemanasan maka molekul-molekul air yang terdapat pada jaringan, membran, ataupun kapiler pada tanaman akan mudah keluar karena dinding jaringan akan mengalami perenggangan atau pengembangan sehingga kekuatan ikatan molekul air akan menurun.
Kadar abu pati gadung pada penelitian ini didapatkan sebesar 0,8% menunjukkan bahwa tepung gadung telah melalui proses pengolahan yang baik. Kadar abu pati gadung lebih rendah dibandingkan kadar abu maksimum untuk terigu dan tepung beras berdasarkan SNI yaitu berturut-turut sebesar 0,70% dan 1%. Menurut Suismono (1998) penurunan kadar abu pati gadung disebabkan oleh beberapa perlakuan selama pengolahan seperti pencucian, pemerasan atau
pengepresan akan menyebabkan mineral keluar bersama dengan air. Kadar abu memiliki hubungan dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Kadar abu merupakan ukuran umum kualitas dan berguna bagi identifikasi bahan makanan. Bila diperoleh nilai abu yang lebih besar maka di dalam bahan makanan tersebut terkandung zat pengotor asing yang tinggi pula (Triyono, 2007).
Pati merupakan unsur dengan jumlah terbesar yang terkandung dalam tepung gadung. Pada hasil penelitian sebelumnya (Triyono, 2007) menunjukkan rendemen pati ubi kayu berkisar antara 46,66 – 59,92%. Rendemen pati gadung ditentukan dari pati gadung dengan kadar air 8,3% diperoleh hasilnya sekitar 70,63%.
Kadar HCN pada pati gadung didapatkan sebesar 14,95ppm. Hal ini dapat tolerir karena pada penelitian yang dilakukan oleh Harijono, dkk (2008) didapatkan kadar HCNnya yaitu 60,88ppm. Pati gadung telah mengalami beberapa tahapan proses berupa pemanasan, pencucian dan pembilasan kembali serta pengeringan pada saat pengolahan gadung menjadi pati gadung. Proses pengeringan juga mampu menurunkan kandungan HCN dalam pati gadung. Menurut Suryani dan Wesniati (2000) saat dikeringkan sianida yang terkandung dalam bahan akan menguap sehingga kadar sianida pada pati pun menurun.
Gula Reduksi yang terkandung pada pati gadung hasil penelitian adalah sebesar 1,02%. Mengindikasikan bahwa gula reduksi pati gadung cukup rendah dibanding umbi lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pH yang berbeda serta
waktu yang berbeda pada saat likuifikasi pati gadung menggunakan enzim α -amilase yang hasilnya adalah maltodekstrin ternyata memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P< 0,05) terhadap parameter yang diamati yaitu : Dextrosa equivalent, gula reduksi, viskositas, rendemen, daya serap dan daya larut.
Rendemen (%)
Perlakuan pH dengan Waktu Terhadap Rendemen
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan pH dan waktu memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap rendemen yang dihasilkan, dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Rendemen Maltodekstrin pada pH dan Waktu yang Berbeda
pH Waktu (menit) Rendemen
pH 5 (P1) (W1) 60 85,45d (W2) 90 80,57e (W3) 120 87,1c pH 6 (P2) (W1) 60 92,12b (W2) 90 95,48a (W3) 120 95,16a pH 7 (P3) (W1) 60 70,80g (W2) 90 71,49f (W3) 120 68,68h
Dari tabel 5. Dapat dilihat bahwa rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan pH 6 dengan waktu likuifikasi 90 menit yaitu sebesar 95,48% Rendemen terendah terdapat pada pH 7 dengan waktu likuifikasi 60 menit yaitu sebesar 70,80%. Rendemen adalah persentase produk yang didapatkan dari perbandingan berat awal bahan dengan berat akhirnya. Sehingga diketahui kehilangan beratnya ketika mengalami proses pengolahan.
Gambar 4. Hubungan antara pH proses enzimatis dan waktu terhadap Rendemen maltodekstrin
Banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai rendemen yang dihasilkan beberapa faktornya adalah susut bobot pada saat proses likuifikasi, pengeringan, penggilingan dan pengayakan ( Triyono, 2007). Pada pH 6 dan waktu likuifikasi 120 menit juga didapatkan nilai rendemen yang relatif baik, hal ini menunjukkan bahwa aktivitas kerja enzim yang optimum cenderung terjadi pada waktu proses 90 menit dan 120 menit dengan pH 6.
pH yang optimal dan stabil meningkatkan efektifitas enzim mengubah pati menjadi glukosa, sehingga diperoleh rendemen sirup glukosa lebih banyak. pH yang tidak tepat akan memperlambat atau menghambat kerja enzim, sehingga enzim tidak dapat mengubah pati menjadi sirup glukosa. Hal ini sesuai dengan pendapat Bastian (2012), tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali.
d e c b a a g f h 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
60 menit 90 menit 120 menit
pH 5 pH 6 pH 7 R endem en
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Anita (2009) nilai rendemen maltodekstrin pada pH 6 paling optimum sebesar 77,49% sedangkan pada pH 7 paling optimum sebesar 76,80%. Hal ini menunjukkan bahwa pada pH 6 lebih optimum dari pada pH 7 untuk mendapatkan nilai rendemen yang lebih tinggi.
Gula Reduksi
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan pH dan waktu memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap gula reduksi yang dihasilkan, dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai Gula Reduksi Maltodekstrin pada pH dan Waktu yang Berbeda
pH Waktu (menit) Gula Reduksi
pH 5 (P1) (W1) 60 2,613c (W2) 90 3,500a (W3) 120 2,376d pH 6 (P2) (W1) 60 2,866b (W2) 90 3,333a (W3) 120 3,333a pH 7 (P3) (W1) 60 1,613e (W2) 90 2,613c (W3) 120 1,613e
Nilai gula reduksi yang tertinggi terdapat pada pH 5 dengan waktu likuifikasi 90 menit yaitu 3,5% dan yang terendah terdapat pada pH 7 dengan waktu likuifikasi120 menit yaitu 1,6%.
Gambar 5. Hubungan antara pH proses enzimatis dan waktu terhadap Gula Reduksi maltodekstrin
Data awal pada penelitian ini menunjukkan bahwa kadar gula reduksi pati gadung adalah sekitar 1,02%. Secara kuantitatif lebih rendah dari nilai gula reduksi yang didapat setelah dilakukan hidrolisis dengan penambahan enzim. Hal ini disebabkan oleh granula pati gadung akan terhidrolisa secara sempurna saat hidrolisis berlangsung, jika suhu medium substrat melewati suhu 84ºC (suhu maksimum gelatinisasi pati gadung) maka seluruh bagian granula pati akan tergelatinisasi secara keseluruhan (Parwiyanti, et al., 2011).
Kadar gula reduksi meningkat pada menit 90 dan menit ke 120, diduga
bahwa penggunaan enzim α- amilase dapat menghidrolisa substrat pati secara sempurna pada pH 6 sehingga saat gelatinisasi terjadi menghasilkan amilosa dan amilopektin dengan rantai yang lebih pendek. Suhu gelatinisasi pati gadung berkisar antara 70ºC sampai dengan 84ºC (Satyatama, 2005). Hal ini juga disebabkan semakin lama waktu hidrolisa maka kesempatan enzim untuk menghidrolisa pati semakin besar.
c a d b a a e c e 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0
60 menit 90 menit 120 menit
pH 5 pH 6 pH 7
Enzim α- amilase ini umumnya stabil pada pH 5 – 7, enzim ini memiliki pH optimum tertentu yaitu pH dmana enzim mempunyai aktivitas maksimum. pH optimum pada tahap gelatinisasi dan liquifikasi menggunakan enzim α- amilase adalah 5,3 – 6,5 ( Chaplin, 2004). Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh waktu yang digunakan, aktivitas enzim meningkat 50 – 100% setiap kenaikan suhu 10ºC dan laju reaksi akan lebih besar pada penggunaan dosis enzim lebih tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa gula reduksi akan naik pada saat proses hidrolisis dilakukan pada pH dan waktu proses yang sesuai dengan keadaan yang
dibutuhkan oleh enzim α- amilase.
Gula reduksi erat kaitannya dengan viskositas maltodekstrin, pada penelitian ini hubungan tersebut dapat dilihat bahwa pada perlakuan yang sama didapatkan nilai gula reduksi yang tinggi begitu pula dengan nilai viskositas. Hal ini menggambarkan bahwa gula reduksi bernilai tinggi pada saat viskoitas pun tinggi.
Larutan pati sebelum dipanaskan bernilai 0, dengan adanya pemanasan granula pati sedikit demi sedkit mengalami pembengkakan sampai titik tertentu. Semakin lama waktu yang diberikan maka granula akan membengkak dan pecah. Proses pembengkakan menyebabkan viskositas meningkat. Hubungannya dengan gula reduksi adalah semakin tinggi gula reduksi maltodekstrin maka semakin tinggi pula nilai viskositasnya (Februadi, 2011).
Dextrosa Ekuivalent
Perlakuan pH dengan Waktu Terhadap Dekstrosa Equivalen
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan pH dan waktu memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P< 0,01) terhadap DE yang dihasilkan, dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai DE Maltodekstrin pada pH dan Waktu yang Berbeda
pH Waktu (menit) DE pH 5 (P1) (W1) 60 2,22d (W2) 90 2,77c (W3) 120 1,80f pH 6 (P2) (W1) 60 4,86b (W2) 90 4,95a (W3) 120 4,97a pH 7 (P3) (W1) 60 1,60h (W2) 90 1,90e (W3) 120 1,70g
Dari Tabel 7, dapat dilihat bahwa perlakuan pada pH 6 dengan waktu likuifikasi 120 menit dan pH 6 dengan waktu likuifikasi 60 menit tidak memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata antara keduanya namun memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap semua perlakuan lainnya. Nilai DE tertinggi ada pada perlakuan pH 6 dengan waktu likuifikasi 120 menit yaitu sebesar 4,976% dan yang terendah yaitu pada perlakuan pH 7 dengan waktu likuifikasi 60 menit yaitu sebesar 1,600.
DE adalah besaran yang menyatakan persentase gula pereduksi, dinyatakan sebagai dekstrose yang terdapat dalam produk hidrolisis karbohidrat ( pati ). DE adalah besaran yang menyatakan persentase gula pereduksi, dinyatakan sebagai dekstrose yang terdapat dalam produk hidrolisis karbohidrat ( pati ). Interaksi pH dengan waktu likuifikasi dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Interaksi antara pH Proses Enzimatis dan Waktu Terhadap DE Maltodekstrin
Dari Gambar 6, Nilai DE dipengaruhi oleh beberapa variabel, diantaranya waktu dekstrinasi dan pH larutan pati. Semakin lama waktu dekstrinasi maka semakin besar pula harga DE maltodekstrin yang dihasilkan (Anonim, 2006), pengaruh ini dapat kita lihat pada pH 6 dengan waktu likuifikasi 120 menit yang memberikan nilai DE tertinggi, hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu reaksi yang terjadai semakin tinggi nilai DE yang didapat.
Hasil penelitian sebelumnya oleh Chafid et al (2010) didapatkan nilai DE 4,69 pada waktu likuifikasi selama 60 menit, namun saat waktu likuifikasi ditingkatkan menjadi 120 menit nilai DE pun meningkat sebesar 10,23. Nilai DE pada penelitian ini berkisar 2-5. Menurut Subekti ( 2008) DE maltodekstrin berkisar antara 2 – 5 aplikasi penggunaanya cocok untuk pengganti lemak susu didalam makanan pencuci mulut, yoghurt, produk bakery dan es krim.
Secara komersil penggunaan maltodekstrin dipengaruhi oleh harga DE. Semakin besar harga DE semakin besar pula persentase dekstrin yang berubah menjadi gula pereduksi. Enzim hanya akan mampu bekerja dengan baik pada
d c f a a g e g 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0
60 menit 90 menit 120 menit
pH 5 pH 6 pH 7 Dekstr osa equival en
waktu dan Ph optimum, namun pada subtrat yang berbeda, enzim memiliki pH optimum yang berbeda ( Tranggono dan Sutardi, 1990).
Derajat keasaman pH berpengaruh terhadap aktivitas enzim. Aktivitas
enzim α-amilase meningkat dari pH 5 dan aktif dengan optimal sampai dengan pH 6,0 (Sebayang, 2005). Ketika hidrolisis dilakukan pada suhu, jenis enzim, dosis enzim dan pH yang sama pada berbagai konsentrasi pati, laju pembentukan produk relatif tetap. Faktor lain yang harus diperhatikan adalah penggunaan waktu serta suhu yang tepat. Suhu yang terlampau tinggi mengakibatkan terjadinya kerusakan enzim, tetapi apabila suhu terlalu rendah pun proses gelatinisasi belum terjadi secara sempurna ( Muchtadi, dkk., 1992 ).
Adanya kecenderungan terhadap nilai DE terjadi peningkatan dengan semakin lama reaksi yang terjadi hingga waktu tertentu dan selanjutnya tidak terjadi kenaikan nilai DE lebih lanjut disebabkan oleh karena substrat pati sudah terhidrolisis secara sempurna oleh enzim α-amilase thermamyl (substrat sudah habis) atau dengan kata lain waktu optimum enzim telah terlewati (Husniati, 2009).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Chafid (2010) diperoleh bahwa waktu terbaik peningkatan nilai DE adalah selama 90 menit. Proses liquifikasi 120 menit ternyata terjadi penurunan nilai DE, hal ini disebabkan oleh karena di 120 menit proses likuifikasi masih berjalan tetapi sangat lambat sehingga kenaikan DE pun tidak terlalu signifikan. (Udin Z.L., 2001).
Hal ini juga berkaitan dengan spesifitas enzim α-amilase dalam
menghidrolisa substrat pati gadung. Enzim α-amilase merupakan endoenzim yang
pati, tetapi tidak mampu menghidrolisa ikatan α-1,6 glikosidik (Parwiyanti, 2011). Suatu reaksi kimia khususnya antara senyawa organik memerlukan suatu kondisi yang ditentukan oleh beberapa faktor seperti suhu, waktu, pH dan lain-lain. Keadaan ini pun akan diperlukan oleh enzim, kerja enzim akan bagus saat faktor yang mendukung nya terpenuhi. Suatu enzim akan bekerja pada pH dan waktu yang optimum, namun apabila enzim telah melewati hal tersebut maka aktivitas
kinerja enzim akan sangat menurun. Enzim α-amilase mempunyai pH optimum 5,0-7,0 (Ritnoyatiningsih, 2011).
Maltodekstrin dengan DE rendah menunjukkan daya serap air yang rendah serta memiliki hubungan dengan tingkat kemanisan. Produk maltodekstrin bila dibandingkan dengan kelompok monosakarida seperti gula sederhana (Dextrose) akan memiliki degree of polymerisasi (DP) yang lebih panjang. Semakin panjang tingkat polimerisasinya maka nilai total gula reduksinya (DE) semakin kecil, hasilnya adalah tingkat kemanisan produk juga menurun (Junaidi dan Reza, 2011).
Maltodekstrin dalam aplikasinya dapat memberikan kekerasan dan tekstur dan produk pangan, maltodekstrin yang mengandung sakarida tinggi dan DE yang rendah mempunyai sifat gel yang dapat lumer dan bersifat thermoreversible sehingga dapay diaplikasikan sebagai pengganti lemak dalam produk pangan (Roper, 1996).
Dekstrosa equivalen maltodekstrin yang kecil didapatkan dari proses hidrolisa enzimatis larutan pati. Pada saat hidrolisa pati berlangsung terjadi perubahan molekul-molekul pati yang lebih sederhana yaitu glukosa, maltose, maltotriosa.
Viskositas (cPoise)
Perlakuan pH dengan Waktu Terhadap Viskositas
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan pH dan waktu memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap viskositas yang dihasilkan, dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai Viskositas Maltodekstrin pada pH dan Waktu yang Berbeda
pH Waktu (menit) Viskositas
pH 5 (P1) (W1) 60 22,06b (W2) 90 26a (W3) 120 22,6b pH 6 (P2) (W1) 60 17,6c (W2) 90 18,2c (W3) 120 18,2c pH 7 (P3) (W1) 60 16,5c (W2) 90 17,5c (W3) 120 17,5c
Gambar 7. Hubungan antara pH proses enzimatis dan waktu terhadap Viskositas maltodekstrin
Nilai viskositas tertinggi terdapat pada perlakuan pH 5 dengan waktu likuifikasi 90 menit yaitu 26cP dan yang terendah terdapat pada pH 7 dengan waktu likuigikasi 120 menit yaitu 16,5cP. Viskositas atau indeks kekentalan merupakan indeks hambatan aliran cairan untuk mendapatkan kekentalan tertentu.
b a b c c c c c c 0 5 10 15 20 25
60 menit 90 menit 120 menit
pH 5 pH 6 pH 7 Viskosi ta s
Viskositas adalah properti dasar pati yang paling penting berhubungan aplikasi produk akhir nantinya (Winarno, 1997). Pada proses pembuatan maltodekstrin secara enzimatis, kekentalan dekstrin sangat dipengaruhi oleh sumber bahan baku pati, sebab dekstrin selalu membawa beberapa sifat pati asalnya.
Selama proses likuifikasi kekentalan larutan akan menurun dari kekentalan pati asal dan cenderung semakin menurun bila waktu proses diperpanjang. Keadaan ini sesuai dengan hasil penelitian, yakni pada perlakuan pH 7 dengan waktu likuifikasi 120 menit terlihat viskositas semakin menurun. Namun tidak demikian pada perlakuan pH 5 dengan waktu 90 menit kekentalan yang dihasilkan relatif lebih baik.
Hal ini terkait dengan suhu gelatinisasi pati pada waktu 90 menit sedang
berada di waktu yang optimum untuk enzim α-amilase memecah granula pati sehingga air dapat masuk dengan baik kedalam sehingga viskositas dapat dihasilkan dengan baik.
Selama proses hidrolisa berlangsung, terjadi pemutusan ikatan senyawa karbohidrat kompleks/polisakarida dengan rantai panjang dan berat molekul tinggi menjadi senyawa karbohidrat sederhana/monodisakarida dengan rantai pendek dan berat molekul rendah.
Namun jika proses hidrolisa ini berlangsung terus menerus, degradasi pati membuat granulanya pecah sehingga menyebabkan viskositas dapat menurun. Hal ini biasa terjadi pada saat likuifikasi berlangsung pada waktu yang lama.
Perlakuan pH dengan Waktu Terhadap Daya Serap
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan pH dan waktu memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap Daya Serap yang dihasilkan, dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai Daya Serap Maltodekstrin pada pH dan Waktu yang Berbeda
pH Waktu (menit) Daya Serap
pH 5 (P1) (W1) 60 57,19b (W2) 90 48,27d (W3) 120 40,77f pH 6 (P2) (W1) 60 57,71b (W2) 90 63,94 (W3) 120 64,86 pH 7 (P3) (W1) 60 50,76 (W2) 90 42,86 (W3) 120 40,96
Dari Tabel di atas, Nilai daya serap tertinggi terdapat pada perlakuan pH 6 dengan waktu likuifikasi 120 menit yaitu 64,486% dan terendah pada perlakuan pH 7 dengan waktu 120 menit yaitu 40,77%. Daya serap air (higroskopisitas) meningkat disebabkan oleh granula pati yang terbuka menyebabkan pati terisi oleh air. Pada saat dikeringkan rongga-rongga dalam granula pati ini masih mampu menyerap air dalam jumlah yang besar (Winarno,2004).
Daya serap yang baik juga dipengaruhi oleh pH proses, pada penelitian sebelumya oleh Anita (2009), didapatkan bahwa daya serap terbaik didapatkan pada pH proses 6, hal ini juga berlaku untuk penelitian ini. Dapat dilihat bahwa daya serap tertinggi didapat pada pH 6 namun pada pH 7 daya serap menurun. Ini tidak terlepas dari pH otimum enzim α-amilase yang bekerja dengan baik pada pH tersebut.
Nilai daya serap maltodekstrin akan saling berkaitan dengan daya larut maltodekstrin pada aplikasi nantinya. Semakin baik daya serap maltodekstrin
maka semakin baik pula daya larutnya. Interaksi pH dengan waktu likuifikasi terhadap daya serap dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Hubungan antara pH proses Enzimatis dan Waktu Terhadap Daya Serap Maltodekstrin
Gambar di atas, menunjukkan tingginya nilai daya serap dari pati yang telah mengalami gelatinisasi karena sebagian besar patinya terhidrolisa dengan baik dan komponennya pembentukknya telah menjadi lebih sederhana dari pati awal (Hidayat, 2002). Menurut Marchal dkk didalam Antarlina (1999) produk turunan pati memiliki daya serap air yang lebih baik dari pati asal, kandungan amilosa dan amilopektin juga akan berhubungan dengan daya serap air.
Pati dengan kadar amilosa tinggi dapat menyerap air dan melepaskan air dengan cepat. Hubungan daya serap dengan waktu proses adalah semakin lama waktu hidrolisa maka daya serap maltodekstrin akan semakin meningkat. Peningkatan daya serap disebabkan oleh pemanasan sehingga granula pati akan semakin terbuka dan semakin banyak air yang akan terisi dalam rongga-rongga
tersebut (Syafi’i dkk, 2009). b d c b a a c e f 0 8 16 24 32 40 48 56 64
60 menit 90 menit 120 menit
pH 5 pH 6 pH 7
Daya ser
Daya Larut (%)
Perlakuan pH dengan Waktu Terhadap Daya Larut
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 8) dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan pH dan waktu memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap Daya Larut yang dihasilkan, dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai Daya larut Maltodekstrin pada pH dan Waktu yang Berbeda
pH Waktu (menit) Daya Serap
pH 5 (P1) (W1) 60 77,57 (W2) 90 82,50 (W3) 120 81,85 pH 6 (P2) (W1) 60 85,48 (W2) 90 87,40 (W3) 120 84,27 pH 7 (P3) (W1) 60 75,14 (W2) 90 77,82 (W3) 120 75,10
Gambar 9. Hubungan antara pH proses enzimatis dan waktu terhadap Daya Larut maltodekstrin
Nilai daya larut tertinggi terdapat pada perlakuan P2W2 yaitu 87,400% dan yang terendah terdapat pada perlakuan P3W3 yaitu 75,103%. Pati
e d d b a c f e f 0 10 20 30 40 50 60 70 80
60 menit 90 menit 120 menit
pH 5 pH 6 pH 7
Daya la
termodifikasi merupakan hasil penyerdehanaan polimer dari pati, dengan proses hidrolisis pati yang sifatnya tidak larut dalam air diubah menjadi maltodekstrin yang dapat larut dalam air (Triyono, 2007). Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa persen kelarutan dekstrin termasuk dalam kisaran yang sangat baik.
Nilai daya larut ini perlu diketahui sebagai suatu informasi untuk mengetahui besarnya konversi maltodekstrin dalam kesesuaiannya pada aplikasi produk nantinya. Hidrolisis pati dengan menggunakan enzim menyebabkan ukuran molekul menurun sehingga kelarutan maltodekstrin meningkat (Jane dan Chen, 1992). Menurut standar mutu SNI, kelarutan minimum maltodekstrin adalah 97%, sedangkan pada hasil penelitian ini didapatkan daya larut tertinggi yaitu 87,4%.
Hal ini berhubungan dengan rendahnya kandungan gula reduksi maltodekstrin yang didapat, interaksi yang ditimbulkan adalah semakin tinggi konsentrasi gula dalam bahan makin semakin tinggi pula tingkat kelarutannya. Pada prinsipnya gula memiliki daya larut yang tinggi dalam air, sehingga semakin tinggi konsentrasi gula maka kemampuan produk untuk larut semakin tinggi (Buckle, et al., 1987).
KESIMPULAN Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa pH dan Waktu proses yang berbeda yang diberikan pada saat proses hidrolisa berlangsung memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati pada penelitian ini yaitu berupa DE,gula reduksi, daya larut, daya serap air, viskositas serta rendemen. Proses hidrolisa terbaik adalah pada perlakuan pH 6 dengan waktu 120 menit untuk DE dan daya serap (nilai DE didapatkan 4,9% dan daya serap 64,86%). Artinya adalah semakin lama waktu hidrolisa maka semakin tinggi nilai DE dan daya serap yang diperoleh dengan pH optimum nya 6. Sedangkan untuk parameter rendemen dan daya larut perlakuan terbaik ada pada pH 6 dengan waktu 90 menit (nilai Rendemen 95,48% dan daya larut 87,4%), serta perlakuan terbaik untuk gula reduksi dan viskositas terlihat pada pH 5 dengan waktu 90 menit (nilai gula reduksi 3,5% dan viskositas 26%). Hal ini menunjukkan bahwa waktu yang terbaik untuk proses hidrolisa adalah pada suhu gelatinisasi telah terlewati sehingga saat granula telah pecah maka pada saat itu proses hidrolisa untuk beberapa parameter seperti rendemen, daya larut, gula reduksi dan viskositas akan memiliki nilai yang baik.
Saran
Jika dilihat dari hasil DE yang didapat maka maltodekstrin dari umbi gadung ini dapat diaplikasikan sebagai pengganti lemak dalam produk pangan. Hal ini didukung oleh nilai gula reduksi yang kecil sehingga kemanisan maltodekstrin hasil penelitian ini relatif kecil.