• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabodetabek. Kabupaten Bogor terdiri dari 35 kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Ciampea.

Peternakan MT Farm terletak di daerah Desa Tegal Waru. Desa ini merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Ciampea. Batas sebelah Utara Desa Tegal Waru adalah Desa Bojongrangkas. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cinangka, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cicadas dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bojong Jengkol. Lokasi Desa Tegal Waru dapat dilihat pada Gambar 3:

(http://maps.google.com, 25 Oktober 2011)

Jumlah penduduk di Kecamatan Ciampea hingga akhir tahun 2010 tercatat sebanyak 146.608 jiwa terdiri dari 75.527 laki-laki dan 71.081 perempuan.

Kecamatan ini mempunyai luas wilayah kurang lebih 53,6 km2 dengan ketinggian

sekitar 300 m di atas permukaan laut (dpl). Kontur tanah Kecamatan Ciampea berupa dataran dan perbukitan. Perbukitan di kecamatan ini mencapai 55% dari

12 seluruh luas wilayah, dengan suhu udara sekitar 20-30 oC dan curah hujan

mencapai 22 mm3 (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun

Dramaga Kabupaten Bogor, 2010).

Desa Tegal Waru termasuk ke dalam kategori Inpres Desa Tertinggal dengan luas wilayah 338.843 ha dan ketinggian 200 m di atas permukaan laut (dpl). Curah hujannya tinggi yaitu sekitar 21-23 mm3. Penduduk yang memiliki mata pencaharian bertani (termasuk didalamnya beternak) di Kecamatan Ciampea berjumlah 971 jiwa atau 7,88% dari jumlah penduduknya (Haerudin, 2010).

Kondisi Umum Lokasi Penelitian Mitra Tani Farm

Usaha peternakan MT Farm mulai didirikan pada bulan September tahun 2004 di Desa Tegal Waru, Ciampea, Bogor. MT Farm merupakan sebuah usaha berbasis peternakan yang menangani budidaya dan penjualan ternak khususnya domba, kambing, sapi dan kelinci. Termasuk pula sudah mulai mengelola pertanian organik. Usaha MT Farm dibina dan dibimbing oleh Dinas Peternakan Kabupaten Bogor. Kondisi jalan yang baik membuat transportasi menuju desa tempat MT Farm berdiri cukup lancar. Hal ini tentu saja mendukung usaha peternakan untuk maju dan berkembang pesat.

Pada awalnya MT Farm hanya melakukan usaha penggemukan kambing dan domba, namun beberapa tahun kemudian MT Farm mulai melebarkan sayap ke penggemukkan sapi potong untuk keperluan ibadah kurban pada Hari Raya Idul Adha. Ternak yang tersedia di peternakan ini, khususnya untuk hewan kurban memiliki surat keterangan sehat dari Dinas Peternakan.

Peternakan ini dikelola oleh empat orang alumnus Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Perusahaan dipimpin oleh satu orang CEO (Chief Executive Officer) yang membawahi tiga orang manager, yakni manager produksi yang membawahi satu orang asisten, manager keuangan dan manager administrasi. Selain itu, terdapat 20 orang pegawai dengan tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar dengan tugas masing-masing yaitu satu orang di kandang penggemukan, dua orang di kandang pembibitan, enam orang pencari rumput, dua orang supir, satu orang menangani tanaman organik, lima orang penusuk sate

13 akikah, satu orang pembakar sate dan satu orang koki. Struktur organisasi pada peternakan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Luas lahan dan kandang MT Farm ini sekitar satu hektar. Adapun fasilitas yang dimiliki oleh MT Farm diantaranya: kandang penggemukan kambing dan domba, kandang pembibitan domba, kandang penggemukan sapi, gudang pakan, kebun rumput dan pengolahan pupuk bokashi. Peralatan yang terdapat di MT Farm antara lain adalah mobil pick up carry, dua buah sepeda motor, satu unit komputer, printer, freezer, pesawat telpon, mesin steam, tiga jet pump dan peralatan kandang berupa sprayer, timbangan, cangkul, garpu, arit dan sebagainya.

Sistem Pemeliharaan Sapi Kurban Pengadaan Sapi

Sapi kurban yang dipelihara di MT Farm adalah sapi PO. Sapi tersebut didatangkan dari daerah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat, secara berurutan masing-masing daerah adalah Malang, Boyolali, Bandung dan Sumedang. Menurut Dirjen Peternakan (2009) keempat daerah tersebut merupakan tiga diantara delapan sentra pembibitan sapi PO di Indonesia. Sapi yang diperoleh dari luar Bogor tersebut dibawa menggunakan truk bermuatan 10 ekor sapi.

Sistem Pemeliharaan

Penggemukan dilakukan sekitar empat bulan menggunakan pakan konsentrat. Adapun sistem pemeliharaan untuk sapi kurban di MT Farm dipelihara secara intensif dengan mengandangkan sapi.

CEO

Manager Produksi Manager Keuangan Manager Administrasi

Asisten

14 Penanganan sapi yang baru datang dari daerah, yaitu diperiksa kondisi fisiknya, meliputi kesehatan dan pemenuhan syarat sapi sebagai hewan kurban, terutama pada fisiknya, seperti berkelamin jantan (Sabiq, 1987; Abdurrahman, 1990), tidak cacat, tidak buta, sehat dan berkualitas baik (Abdurrahman, 1990; Jabari, 1994; Sabiq, 1987). Sapi kemudian ditimbang untuk mengetahui bobot hidupnya, dilakukan penomoran dengan menuliskan angka di bagian punggung belakang untuk identifikasi dan diberikan antibiotik serta vitamin. Antibiotik yang diberikan adalah limoxin sebanyak 5 cc/ekor/200 kg, dengan pemberian satu kali dalam enam bulan, namun bila ternak sakit antibiotik akan diberikan tiga bulan sekali. Vitamin yang diberikan adalah vitamin B kompleks sebanyak 5 cc/hari, perangsang nafsu makan ternak sebanyak 3 cc/ekor/200 kg. Sapi dimandikan satu kali dalam seminggu dan kandang dibersihkan setiap hari. Air minum diberikan

ad libitum.

Pakan

Pemberian pakan dilakukan ad libitum sebanyak tiga kali dalam sehari pada pagi hari pukul 07.00 WIB, pada sore hari pukul 15.00 WIB dan malam hari pukul 20.00 WIB. Pakan yang diberikan di MT Farm diantaranya adalah konsentrat, rumput gajah atau jerami padi. Persentase pakan hijauan atau jerami padi yang diberikan per hari sebesar 10% dari bobot badan ternak dan konsentrat sebesar 2,5% dari bobot badan. Rumput gajah memiliki kandungan protein kasar yang cukup tinggi yakni sebesar 9,66% PK dan serat kasar 30,86% (Hartadi et al, 1986; Lubis, 1992), sedangkan jerami padi memiliki tingkat kecernaan dan kadar protein yang rendah yakni sebesar 4% PK dan 27% TDN (Reksohadiprojo, 1987) serta bersifat voluminous.

Konsentrat sangat diperlukan untuk menyediakan nutrisi dalam bentuk protein, energi, vitamin dan mineral dalam proporsi yang seimbang, sesuai kebutuhan ternak untuk tumbuh dan memproduksi daging. Sistem produksi yang memberikan pakan konsentrat berprotein tinggi dan ditambah dengan hijauan seperti ini merupakan sistem cattle finishing (Phillips, 2001).

15

Perkandangan

Luas area MT Farm keseluruhan adalah 4 ha termasuk 1 ha yang digunakan sebagai kandang sapi potong. Kandang sapi terdiri dari tiga kandang ganda dan satu kandang tunggal dengan luas masing-masing yaitu 400, 300, 200 dan 100 m2.

Kandang ganda membujur dari Timur ke Barat dan kandang tunggal membujur dari Utara ke Selatan. Kandang sapi potong di MT Farm dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kandang Sapi Potong di MT Farm

Bangunan terbuat dari bambu dan semen, sementara atap dari genteng. Pemilihan genteng sebagai atap karena bahan ini cukup tahan lama dan harga relatif murah, sehingga udara bisa keluar masuk melalui celah-celah genteng dan tidak menyerap panas. Lantai dibuat rata dan tidak licin, sedangkan dinding dibuat terbuka agar memudahkan pengelolaan ternak dalam proses produksi seperti pemberian pakan, minum, pengelolaan kotoran atau limbah dan perkawinan. Secara garis besar, kandang di MT Farm sudah sesuai dengan persyaratan kandang yang baik.

Ukuran Tubuh Sapi pada Periode dan Umur yang Berbeda

Ukuran-ukuran permukaan tubuh memiliki kegunaan untuk menaksir bobot badan dan memberikan gambaran bentuk (shape) tubuh hewan sebagai ciri khas suatu bangsa (Doho, 1994). Adapun rataan bobot badan dan ukuran linier tubuh, yakni lingkar dada dan panjang badan dijelaskan sebagai berikut.

T B U

16

Bobot Badan

Rataan bobot badan sapi kurban pada periode pertama umur I1sebesar 214,3 kg/ekor dan umur I2 sebesar 297,67 kg/ekor. Bobot badan periode pertama pada umur I1 dan umur I2 berbeda nyata (P<0,05). Rataan bobot badan periode kedua pada umur I1 sebesar 292,25 kg/ekor dan umur I2 sebesar 280,46 kg/ekor. Rataan bobot badan Sapi PO pada umur dan periode yang berbeda disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Bobot Badan Sapi Kurban pada Umur dan Periode berbeda, serta antar Umur dan antar Periode

Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda

nyata (P<0,05).

Rataan bobot badan periode pertama pada umur I1 nyata (P<0,05) lebih besar dari umur I2. Hal ini terjadi karena ternak mengalami pertumbuhan bersamaan dengan bertambahnya umur (Sugeng, 2002). Sapi kurban umur I1

periode pertama ini juga sedang melewati fase percepatan, sedangkan pada umur I2 periode pertama ternak sedang melewati fase linier atau fase pertumbuhan yang sangat cepat dengan waktu yang sangat pendek (Lawrence dan Fowler, 2002). Periode pertama mempunyai bobot badan minimal sebesar 158,5 kg dan bobot badan maksimal sebesar 385,5 kg, dengan rataan 262,94 kg/ekor.

Rataan bobot badan periode kedua pada umur I1 tidak berbeda nyata dari umur I2. Hal ini terjadi karena pertumbuhan tulang ternak pada umur I1 masih terus bertambah, sedangkan pertumbuhan tulang pada umur I2 sudah mulai terhenti atau bisa dikatakan stabil (Sugeng, 2002). Faktor lain yang bisa terjadi adalah faktor nutrisi (Soeparno, 1994), karena pakan merupakan faktor yang sangat penting diperhatikan untuk meningkatkan produksi sapi potong. Penyerapan kandungan nutrisi yang berbeda, akan mempengaruhi laju pertambahan bobot badan ternak (Ngadiyono, 1988). Periode kedua bobot badan

Umur Bobot Badan (kg)

Periode 1 Periode 2 Rataan

I1 214,30±33,62 (n=10)ac 292,25±62,30 (n=20)d 266,27±65,50 (n=30)

I2 297,67±53,87 (n=14)b 280,46±60,82 (n=13)bd 289,39±56,88 (n=27)

17 minimal sapi sebesar 220 kg dan bobot maksimal sebesar 470 kg, dengan rataan 287,61 kg.

Rataan bobot badan umur I1 pada periode pertama nyata (P<0,05) lebih besar dari periode kedua. Hal ini dapat terjadi karena faktor perbedaan waktu penelitian yang dilakukan. Walaupun tempat peternakannya sama namun bila iklimnya berbeda, maka akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dari komponen tubuh tersebut. Hal ini dikarenakan penampilan seekor hewan ternak merupakan hasil dari proses pertumbuhan dalam seluruh hidupnya (Otsuka et al.,1982). Bobot badan umur I1 minimal 158,5 kg dan maksimal 470 kg, dengan rataan sebesar 266,27 kg.

Rataan bobot badan umur I2 pada periode pertama dan periode kedua tidak berbeda nyata. Hal ini terjadi karena ternak pada umur I2 periode pertama dan kedua lebih mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan di luar tempat asal pemeliharaan. Seperti dikemukakan oleh Mcdowell (1985) bahwa kondisi lingkungan seperti kelembaban, penyinaran matahari, angin dan ketinggian tempat mempunyai pengaruh terhadap kondisi ternak itu sendiri, bahkan antara individu dalam satu breed pun bisa berbeda-beda (Payne dan Handcock, 1957). Bobot badan umur I2 minimal 220 kg dan maksimal 460 kg, dengan rataan 289,39 kg.

Rataan bobot badan pada umur I1 sebesar 266,27 kg dan I2 289,39 kg, serta rataan bobot badan pada periode pertama 262,94 kg dan periode kedua 287,61 kg tidak berbeda nyata. Rataan bobot badan tidak mengalami perubahan. Hal ini bisa terjadi karena walaupun ternak mengalami pertumbuhan bersamaan dengan bertambahnya umur (Sugeng, 2002), tetapi faktor nutrisi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak (Soeparno, 1994). Bila penyerapan kandungan nutrisi ternak tersebut berbeda, maka akan mempengaruhi laju pertambahan bobot badan ternak (Ngadiyono, 1988). Hal ini yang menyebabkan pada rataan umur dan periode tidak berbeda nyata.

Koefisien keragaman bobot badan sapi kurban periode pertama umur I1 sebesar 15,69%, umur I2 sebesar 18,10%. Koefisien keragaman periode kedua umur I1 sebesar 21,32% dan umur I2 sebesar 21,69%. Koefisien keragaman secara keseluruhan pada umur I1 adalah sebesar 24,6% dan umur I2 sebesar 19,65%, sedangkan koefisien keragaman secara keseluruhan pada periode pertama adalah

18 23,59% dan 21,22% untuk periode kedua. Koefisien keragaman tersebut menunjukkan bahwa sapi kurban periode pertama dan kedua serta secara keseluruhan beragam. Hal ini bisa dipengaruhi oleh bahan, alat, media, dan lingkungan penelitian (Sastrosupadi dan Adji, 1995).

Lingkar Dada

Rata-rata dan standar deviasi dari ukuran parameter tubuh sapi kurban berupa lingkar dada umur I1 dan umur I2 pada periode 1 dan periode 2 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Lingkar Dada Sapi Kurban Umur I1 danUmur I2 pada Periode Pertama dan Kedua

Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda

nyata (P<0,05).

Rataan lingkar dada sapi kurban pada periode pertama umur I1 nyata (P<0,05) lebih besar dari umur I2. Lingkar dada sapi kurban periode kedua umur I1 dan umur I2 tidak berbeda nyata, begitu juga pada rataan umur I1 dengan I2 dan rataan periode satu dan dua. Menurut Zaed (1993) lingkar dada merupakan parameter yang terbaik untuk menaksir bobot badan sapi. Selanjutnya Sariubang (1992) dalam penelitiannya pun memperoleh hubungan yang erat antara berat badan dengan lingkar dada. Laju pertumbuhan yang semakin cepat, maka ukuran lingkar dada ternak semakin besar. Hal ini sesuai dengan bobot badan pada penelitian ini yang telah disajikan pada Tabel 3. Lingkar dada periode pertama umur I1 dan I2 minimal 126 cm dan maksimal 184 cm dengan rataan 147,98 cm. Lingkar dada periode kedua umur I1 dan I2 minimal 137 cm dan maksimal 169 cm, dengan rataan 150,18 cm.

Rataan lingkar dada sapi kurban umur I1 pada periode pertama berbeda nyata lebih kecil (P<0,05) dari periode kedua. Rataan lingkar dada sapi kurban

Umur

Lingkar Dada (cm)

Periode 1 Periode 2 Rataan

I1 142,54±6,32 (n=10) ac 150,45±8,99 (n=20)d 147,81±8,93 (n=30)

I2 151,87±14,31 (n=14)b 149,77±6,99 (n=13)bd 150,86±11,23 (n=27)

19 pada umur I2 periode pertama dan periode kedua, serta keseluruhan umur tidak berbeda nyata. Hal ini diduga keadaan genetis dan kondisi individu setiap ternak sapi kurban berbeda. Keadaan genetis, kondisi individu dan lingkungan dapat mempengaruhi penambahan berat badan ternak (National Research Council, 1985). Menurut Natasasmita (1985) bahwa bobot badan juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, lokasi dan musim (hujan, kemarau). Bobot badan dan lingkar dada memiliki hubungan yang positif (Diwyanto 1982), dengan demikian bobot badan meningkat jika lingkar dada meningkat. Lingkar dada umur I1 minimal 132 cm dan maksimal 169 cm, dengan rataan147,81 cm. Lingkar dada umur I2 minimal 126 cm dan maksimal 184 cm, dengan rataan 149,77 cm.

Koefisien keragaman lingkar dada untuk masing-masing umur dan periode adalah 4,43% untuk periode pertama dengan umur I1 dan 9,44% untuk umur I2.

Adapun untuk periode kedua umur I1 nilai keragamannya sebesar 5,98% dan umur

I2 sebesar 4,67%. Koefisien keragaman secara keseluruhan pada umur I1 sebesar 6,04% dan 7,44% untuk umur I2, serta koefisien keragaman secara umum untuk periode pertama sebesar 8,37% dan periode kedua sebesar 5,43%. Berdasarkan keragaman yang diperoleh, maka dapat diartikan lingkar dada sapi PO pada penelitian ini, memiliki keragaman kecil atau mendekati seragam.

Panjang Badan

Rataan panjang badan umur I1 dengan umur I2 pada periode pertama, periode kedua dan tingkat umur tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena pengaruh panjang badan terhadap bobot badan lebih kecil, dari pada lingkar dada. Hal ini sesuai dengan pernyataan Diwyanto (1982) dan Amri (1992) bahwa pengaruh panjang badan terhadap bobot badan relatif rendah dan pertumbuhan ternak pada umumnya mengarah kesamping, sehingga ukuran tubuh (besar) kearah samping lebih signifikan dan terlihat sangat nyata bersamaan dengan bertambahnya umur (Manggung, 1979). Panjang badan umur I1 minimal 93 cm

dan maksimal 144 cm, dengan rataan 122,62 cm. Panjang badan umur I2 minimal

92 cm dan maksimal 142 cm, dengan rataan 121,52 cm. Tabel 5 dibawah ini memaparkan rataan dan standar deviasi dari ukuran lingkar dada sapi kurban umur I1 dan umur I2 pada periode 1 dan periode 2.

20 Tabel 5. Rataan Panjang Badan Sapi Kurban Umur I1dan I2 pada Periode Pertama

dan Kedua

Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda

nyata (P<0,05).

Panjang badan sapi PO pada periode pertama, kedua dan rataan kedua periode berbeda nyata (P<0,05). Hal ini diduga terjadi karena kemungkinan adanya keadaan genetis dan kondisi individu yang beragam (NRC, 1985). Panjang badan periode pertama minimal sebesar 92 cm dan maksimal sebesar 134 cm, dengan rataan 107,10 cm, sedangkan untuk periode kedua minimal 124 cm dan maksimal 144 cm, dengan rataan 133 cm.

Koefisien keragaman panjang badan untuk masing-masing umur dan periode ini adalah 6,38% untuk periode pertama umur I1 dan 11,35% untuk umur I2. Adapun untuk periode kedua umur I1 nilai keragamannya sebesar 4,781% dan umur I2 sebesar 4,32%. Koefisien keragaman secara keseluruhan pada umur I1

sebesar 13% dan umur I2 sebesar 12,43%, serta koefisien keragaman secara keseluruhan pada periode pertama sebesar 10,48% dan periode kedua sebesar 4,54%. Koefisien keragaman pada panjang badan periode pertama dan rataan umum pada umur I1 dan umur I2 beragam, sedangkan pada periode kedua dan rataan umum pada kedua periode tidak beragam.

Menurut Aberle et al. (2001), ukuran tubuh seperti lingkar dada dan panjang badan mengalami pertumbuhan. Pada waktu kecepatan pertumbuhan mendekati konstan, slope kurva pertumbuhan hampir tidak berubah. Hal ini terjadi karena pertumbuhan otot, tulang dan organ-organ penting mulai berhenti, sedangkan penggemukkan mulai dipercepat. Rata-rata lingkar dada dan panjang badan pada penelitian ini didapatkan hasil yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan ukuran-ukuran tubuh seperti panjang badan dan lingkar dada mempunyai

Umur

Panjang Badan (cm)

Periode 1 Periode 2 Rataan

I1 102,25±7,01 (n=10)c 132,8±6,35 (n=20)d 122,62±16 (n=30)

I2 110,57±12,55 (n=14)c 133,31±5,76 (n=13)d 121,52±15,10 (n=27)

21 kecepatan pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda pula (Salamena, 2006).

Secara keseluruhan, periode pertama memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dari periode kedua. Hal ini disebabkan karena terjadi musim yang berbeda pada saat pengambilan sampel. Menurut Mcdowell (1985) bahwa kondisi lingkungan seperti kelembaban, penyinaran matahari, angin dan ketinggian tempat mempunyai pengaruh terhadap kondisi ternak itu sendiri. Daerah asal sapi juga dapat mempengaruhi kondisi ini, karena habitat lingkungan bisa mempengaruhi pertumbuhan dan kondisi ternak. Sapi bakalan PO di MT Farm didatangkan dari daerah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Menurut Dirjen Peternakan (2010) populasi Sapi PO terbanyak di 3 daerah Jawa tersebut. Populasi Jawa Timur mencapai 778.000 ekor, di Jawa Tengah sebanyak 602.000 ekor dan di Jawa Barat sebanyak 75.000 ekor.

Dokumen terkait