• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Geografis

Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki karakteristik wilayah yang tidak jauh berbeda satu sama lain dengan memiliki keunggulan masing-masing. Hasil penelitian menginformasikan bahwa keadaan umum di kedua provinsi seperti iklim, curah hujan, musim hujan, suhu dan kelembaban tidak jauh berbeda. Keadaan umum Jawa Tengah dan Jawa Timur disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Keadaan Geografis Jawa Tengah dan Jawa Timur

Keterangan Jawa Tengaha Jawa Timurb

Iklim Tropis Tropis basah

Curah Hujan 2.000 mm/tahun 1.900 mm/tahun

Musim Hujan 195 hari 100 hari

Suhu 21-32 ºC 18-34,2 ºC

Kelembaban 60%-96% 66%-94%

Sumber: a) Badan Pusat Statistik, 2010

b) Dinas Komunikasi dan Informatika Jawa Timur, 2010

Iklim dan curah hujan di kedua provinsi tidak jauh berbeda, namun panjang musim hujan di Jawa Timur (100 hari) lebih rendah dari Jawa Tengah (195 hari).

Musim penghujan di Jawa Timur berlangsung antara bulan Oktober-April dan musim kemarau yang berlangsung selama bulan Mei-Oktober. Suhu dan kelembaban di kedua provinsi juga tidak jauh berbeda, namun suhu di Jawa Timur (18-34,2 ºC) lebih fluktuatif dibandingkan Jawa Tengah (21-32 ºC).

Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah sekitar 32.451.600 jiwa. Empat puluh tujuh persen diantaranya merupakan angkatan kerja. Mata pencaharian paling banyak di sektor pertanian (42,34%), diikuti dengan perdagangan (20,91%), industri (15,71%), dan jasa (10,98%) (Badan Pusat Statistik, 2010). Jumlah penduduk yang bekerja di Jawa Timur sebagian besar di sektor pertanian (46,18%), sisanya di sektor industri (22,32%), perdagangan (18,80%) dan sektor jasa (12,70%) (Dinas Komunikasi dan Informatika Jawa Timur, 2010 ).

15 Jawa Tengah dan Jawa Timur juga merupakan pusat pertanian secara luas yang meliputi bidang peternakan. Jenis ternak konvensional yang umumnya diternakkan di daerah tersebut adalah sapi, kuda, kerbau, kambing, domba, ayam, itik dan kelinci. Jenis ternak non konvensional juga banyak dibudidayakan antara lain lebah, jangkrik, burung, cacing dan ulat sutera (Hendayana, 2003).

Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan daerah yang berpotensi besar dalam usaha peternakan dengan didukung oleh sumber daya alam, salah satunya adalah usaha budidaya jangkrik Kalung. Jangkrik Kalung telah banyak dibudidayakan di daerah tersebut karena memiliki prospek yang menjanjikan. Tempat yang terkenal sebagai pusat usaha budidaya jangkrik Kalung di Jawa Tengah dan Jawa Timur yaitu daerah Demak, Kudus, Purwodadi (Jawa Tengah) dan daerah Tulungagung, Kediri, Porong (Jawa Timur).

Tabel 3. Suhu dan Kelembaban Jawa Tengah dan Jawa Timur

Keterangan Suhu (ºC) Kelembaban (%)

Jawa Tengah

Sumber: a) Pemerintah Kabupaten Demak (2010); b) Pemerintah Kabupaten Kudus (2010); c) Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Grobogan (2010); d) Pemerintah Kabupaten Tulungagung (2010); e) Pemerintah Kabupaten Kediri (2010); f) Pemerintah Kabupaten Sidoarjo (2010).

Fluktuasi suhu di keenam daerah penelitian tidak jauh berbeda dengan kisaran 21-34 ºC, sedangkan tingkat kelembaban berbeda dengan kisaran 44%-94% (Jawa Tengah) dan 65%-96% (Jawa Timur).

Kabupaten Demak berada di wilayah Provinsi Jawa Tengah bagian Utara.

Kabupaten ini merupakan daerah agraris yang kebanyakan penduduknya hidup dari pertanian. Curah hujan antara 458-1.661 mm dengan musim hujan 96 hari. Musim kemarau pada bulan Juni-September dan musim penghujan bulan Desember-Maret (Pemerintah Kabupaten Demak, 2010). Kabupaten Kudus memiliki iklim tropis

16 dengan suhu sedang. Curah hujan kurang lebih 2.500 mm per tahun dengan musim hujan kurang lebih 132 hari per tahun. Suhu udara di Kabupaten Kudus rata-rata berkisar 22-24 °C dengan suhu udara terendah 17,5 °C yang terjadi di sekitar puncak Gunung Muria pada musim penghujan dan suhu udara tertinggi 33 °C terjadi pada dataran rendah pada musim kemarau (Pemerintah Kabupaten Kudus, 2010).

Kabupaten Grobogan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dengan ibukota Purwodadi. Bulan kering dan bulan basah di kabupaten ini sekitar enam bulan. Suhu minimal 26 ºC dengan kelembaban 73%-94% (Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Grobogan, 2010).

Kabupaten Tulungagung terletak 154 km Barat Daya Kota Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Topografi Kabupaten Tulungagung serta wilayahnya memungkinkan kelangsungan usaha peternakan dengan kondisi tanah dan agroklimat yang sangat cocok untuk pertumbuhan rumput. Musim penghujan terjadi pada bulan Oktober-Maret dan musim kemarau pada bulan April-Maret (Pemerintah Kabupaten Tulungagung, 2010). Kota Kediri berjarak kurang lebih 128 km dari Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Tipe iklim di Kabupaten Kediri adalah tropis dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan dengan jumlah bulan basah tujuh dan bulan kering lima (Pemerintah Kabupaten Kediri, 2010). Kecamatan Porong berada di sebelah Selatan Kota Sidoarjo. Kecamatan ini beriklim topis dengan dua musim, musim kemarau pada bulan Juni sampai bulan Oktober dan musim hujan pada bulan Nopember sampai bulan Mei (Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, 2010).

Karakteristik Pembudidaya Jangkrik Kalung

Karakteristik pembudidaya jangkrik Kalung yang diamati meliputi umur, jumlah anggota keluarga, pendidikan, pengalaman budidaya, awal ketertarikan budidaya dan motivasi budidaya. Karakteristik pembudidaya jangkrik Kalung di Jawa Tengah dan Jawa Timur disajikan pada Tabel 4.

Rata-rata umur pembudidaya jangkrik Kalung daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur yaitu rentang umur 15-55 tahun (100%). Hal ini menunjukkan bahwa pembudidaya jangkrik Kalung daerah Jawa Timur dan daerah Jawa Tengah berada pada usia produktif. Usia produktif dalam usaha budidaya ternak sangat menentukan pengembangan usaha budidaya tersebut. Jumlah anggota keluarga berperan dalam membantu jalannya suatu usaha budidaya baik skala kecil maupun besar termasuk didalamnya jumlah tanggungan. Anggota keluarga dapat diberdayakan untuk

17 membantu usaha budidaya sekaligus dapat mengurangi biaya tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga.

Tabel 4. Karakteristik Pembudidaya Jangkrik Kalung di Jawa Tengah dan Jawa Timur

Profil Jawa Tengah Jawa Timur

(orang) (%) (orang) (%)

Rata-rata tingkat pendidikan pembudidaya jangkrik di Jawa Timur lebih tinggi (33,33% tamat Sekolah Dasar/Sekolah Rakyat dan 66,67% SLTA) daripada Jawa Tengah (100% tamat Sekolah Dasar/Sekolah Rakyat), sehingga pembudidaya di Jawa Timur lebih kreatif dalam mencari peluang usaha. Hal ini terlihat dari awal

18 ketertarikan budidaya di Jawa Timur timbul atas inisiatif sendiri, sedangkan pembudidaya Jawa Tengah yang pendidikannya lebih rendah lebih didorong oleh ajakan orang lain ataupun mencoba-coba saja. Awal ketertarikan terhadap suatu usaha akan mempengaruhi perkembangan usaha. Usaha yang dilakukan dengan kehendak pribadi dari diri sendiri akan lebih optimal hasilnya dibandingkan dengan usaha yang dilakukan karena kehendak atau paksaan orang lain maupun karena ikut-ikutan.

Selain motivasi pembudidaya, usaha budidaya jangkrik Kalung di Jawa Timur juga didorong oleh alasan ekonomi yaitu untung yang besar (66,67% dari responden), sedangkan di Jawa Tengah lebih didorong oleh kemudahan berbudidaya (100% dari responden). Usaha yang dikembangkan dengan motivasi mendapatkan keuntungan yang besar akan lebih berpeluang maju. Tingkat pendidikan mempengaruhi manajemen pembudidaya termasuk strategi yang digunakan untuk kemajuan usaha budidaya. Tingkat pendidikan berbeda, namun pembudidaya di kedua provinsi sudah merasa puas dengan keuntungan yang diperoleh dari usaha budidaya jangkrik. Hal ini membuat mereka kurang termotivasi untuk meningkatkan pengetahuan tentang budidaya jangkrik melalui pelatihan, padahal pelatihan tersebut penting untuk mengembangkan usaha budidaya jangkrik menjadi lebih baik melalui manajemen budidaya, penerapan teknologi, peningkatan produksi dan perluasan pemasaran.

Pengalaman merupakan guru terbaik. Pengalaman budidaya digambarkan dengan lama pembudidaya menggeluti usaha budidaya. Sebagian besar pembudidaya jangkrik di Jawa Timur sudah lebih berpengalaman dengan lama pembudidayaan lebih dari enam tahun (66,67%), sedangkan pembudidaya Jawa Tengah belum lama melakukan bisnis di bidang usaha budidaya yaitu di bawah lima tahun (100%).

Keahlian budidaya di kedua provinsi diperoleh melalui pengalaman. Baik di Jawa Tengah dan Jawa Timur, pembudidaya belum pernah mendapatkan pelatihan usaha budidaya jangkrik dari pihak manapun termasuk dinas terkait. Pembudidaya jangkrik Kalung melaksanakan usaha budidaya tidak berdasarkan panduan budidaya tetapi berdasarkan pengalaman dan kebiasaan yang terdapat di daerah tersebut (tradisional).

Hal ini sangat berpengaruh dalam pengembangan usaha budidaya jangkrik Kalung di kedua provinsi.

19 Teknik Budidaya Jangkrik Kalung

Usaha budidaya jangkrik Kalung dapat berkembang pesat jika didukung oleh sumber daya manusia berkualitas. Kualitas sumber daya manusia sangat berperan dalam manajemen budidaya. Manajemen budidaya yang baik dan tepat akan berdampak positif kepada peningkatan produktivitas hasil panen. Manajemen sangat banyak kaitannya, tidak hanya manajemen budidaya secara utama tetapi terdapat juga manajemen lingkungan, keuangan, dan pemasaran sebagai faktor pendukung.

Curahan tenaga kerja dalam usaha budidaya jangkrik Kalung di kedua provinsi diinformasikan pada Tabel 5.

Curahan tenaga kerja merupakan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk mengelola suatu usaha atau dapat diartikan sebagai jumlah dan lama bekerja yang digunakan untuk pemeliharaan selama satu tahun yang meliputi HOK (Hari Orang Kerja).Curahan tenaga kerja yang tepat mampu mengoptimalkan kemampuan individu sekaligus mampu mengurangi biaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja dalam usaha budidaya jangkrik Kalung (skala 50 kotak) adalah dua orang. Jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh pembudidaya di kedua provinsi lebih rendah daripada jumlah tenaga kerja menurut Paimin et al. (1999), yaitu satu orang tenaga kerja untuk 10 kotak jangkrik.

Tabel 5. Curahan Tenaga Kerja dalam Usaha Budidaya Jangkrik Kalung

Keterangan Curahan Tenaga Kerja Usaha Budidaya

Jumlah tenaga kerja Dua orang (skala 50 kotak)

Individu tenaga kerja Anggota keluarga (anak, saudara) dan luar keluarga (tetangga)

Waktu kerja Enam jam per hari dan fleksibel sesuai kondisi budidaya Tugas tenaga kerja Pemanenan telur jangkrik apabila terdapat pemeliharaan

indukan, penetasan, pemeliharaan nimfa (anak jangkrik), pemeliharaan induk, pengecekan hewan pemangsa (predator), pemanenan hingga pemasaran jangkrik

Para pembudidaya jangkrik Kalung memilih memanfaatkan anggota keluarga dalam aktivitas pemeliharaan seperti pemeliharaan indukan, penetasan, pemeliharaan nimfa dan pengecekan predator. Tenaga kerja dari luar keluarga dijadikan tenaga kerja dalam aktivitas periode pemanenan. Tahapan budidaya di kedua provinsi ini sudah sesuai dengan teknik budidaya jangkrik menurut Paimin et al., (1999).

20 Waktu kerja pembudidaya jangkrik lebih singkat (enam jam per hari) dan fleksibel sesuai dengan tahapan usaha budidaya dibandingkan waktu kerja usaha ternak lain. Pemakaian ukuran jam kerja menurut Soekartawi et al. (1986), yaitu delapan jam kerja dalam satu hari kerja atau sama dengan satu hari kerja pria (HKP).

Curahan tenaga kerja pada usaha peternakan domba dalam hasil penelitian Pujianto (2008) yaitu rata-rata 351,51 HKP/ST/tahun dan 262,14 HKP/ST/tahun. Curahan tenaga kerja dalam usaha peternakan lebih didominasi oleh tenaga kerja pria daripada tenaga kerja wanita dan anak-anak.

Pembudidaya jangkrik Kalung di kedua provinsi umumnya mengelola dan mengawasi usaha budidaya jangkrik Kalung mulai dari penetasan, pemeliharaan, pemanenan hingga pemasaran sehingga mereka mengetahui semua kondisi budidaya.

Pembudidaya yang perhatian terhadap usaha budidaya akan menghasilkan panen jangkrik yang lebih optimal.

Pemanenan dan Penetasan Telur

Telur jangkrik para pembudidaya biasanya berasal dari hasil budidaya sendiri dan sebagian kecil diperoleh dari pedagang telur jangkrik. Alasan pembudidaya yang memanen telur dari hasil budidaya indukan sendiri adalah untuk menghemat biaya produksi, menjaga kualitas telur dan dapat menambah penerimaan, sedangkan alasan pembudidaya yang memperoleh telur dari pedagang telur jangkrik adalah agar lebih efisien (tidak repot) dan dapat menghemat biaya produksi.

Teknik pemanenan maupun penetasan telur yang dilakukan pembudidaya sudah cukup sesuai dengan Paimin et al., (1999) (Tabel 6). Cara pemanenan telur dilakukan dengan menggunakan saringan atau ayakan untuk memisahkan telur dari pasir dan kotoran. Pemanenan ada yang dilakukan setiap hari tetapi ada juga yang secara berkala tiap empat hari sekali. Telur yang telah dipanen kemudian ditetaskan sebagai bibit budidaya jangkrik, sedangkan media peneluran disiapkan kembali di dalam kotak pemeliharaan indukan. Hal ini harus dilakukan karena kemungkinan belum semua induk melakukan peneluran. Pemeriksaan media peneluran dilakukan setiap 3-4 hari sekali.

21 Tabel 6. Teknik Pemanenan dan Penetasan Telur Usaha Budidaya Jangkrik

Keterangan Teknik Pemanenan dan Penetasan Telur Asal telur Hasil budidaya sendiri dan pedagang telur

Alat pemanenan Saringan atau ayakan Waktu pemanenan Berkala (1-4 hari sekali)

Ciri kualitas telur Warna putih kekuningan, bening, mengkilat, tidak kumal, bersih, terasa hangat, panjang 0,25-0,3 cm

Media tetas Kain, pasir, serbuk gergaji dan kombinasi dua media Permasalahan Telur dimakan predator (semut), telur kualitasnya jelek

(infertil), dan telur berjamur akibat kelembaban yang tinggi Solusi Penggunaan kapur anti semut, air, oli pada kaki kandang,

penggunaan penutup kandang, penggunaan telur berkualitas baik, pemberian pakan yang baik, menjaga kelembaban media tetas dan pengontrolan selama penetasan

Ciri-ciri kualitas telur jangkrik yang baik menurut para pembudidaya adalah telur berwarna putih kekuningan, bening, mengkilat, terlihat bersih, tidak kumal (kemrisik), dan terasa hangat bila dibungkus yang menandakan telur tidak mati. Ciri lain apabila satu telur berkualitas bagus maka semua telur juga berkualitas bagus dan yang terpenting telur tidak dicuci dengan air sabun. Kualitas telur usaha budidaya jangkrik di pembudidaya dapat dilihat pada Gambar 1.

(A) a (B)b

Gambar 1. Telur Jangkrik Normal (A) dan Telur Jangkrik di Atas Media (B) (Sumber: (a) CV Agro Jaya, 2010; (b) Ellen, 2009)

Ciri kualitas telur di atas sesuai dengan pernyataan Paimin et al. (1999), bahwa telur jangkrik yang bagus berwarna kuning bening dan mengkilat, embrio telur yang tumbuh ditandai dengan warna kecoklatan mengkilat dan bening. Telur berbentuk bulat panjang berukuran tidak lebih dari 0,25 cm dan berwarna kuning

22 muda mirip hasil parutan kelapa. Kualitas telur juga ditandai dengan persentase daya tetas telur dan panjang telur.

Secara keseluruhan daya tetas telur di pembudidaya jangkrik Kalung Jawa Tengah dan Jawa Timur cukup tinggi serta memiliki panjang sekitar 0,25-0,3 cm.

Menurut Widyaningrum (2001), telur yang berkualitas baik memiliki daya tetas yang tinggi yaitu di atas 95%, sedangkan yang berkualitas jelek di bawah 50%. Daya tetas telur dipengaruhi oleh genetik dan kemampuan jantan membuahi sel telur. Cara penetasan telur dilakukan dengan menggunakan media tetas dan diletakkan di kandang serta dijaga kelembabannya. Media tetas yang biasanya digunakan adalah kain dan kombinasi kain dengan pasir, namun terdapat pembudidaya yang menggunakan kombinasi kain dengan serbuk gergaji (Gambar 2). Hal terpenting dalam pemilihan media tetas adalah bahan yang digunakan halus sehingga tidak merusak telur dan mudah didapat.

(A) (B)

(C) (D)

Gambar 2. Media Tetas Pasir (A), Serbuk Gergaji (B), Telur Tanpa Media (C) dan Metode Penetasan Telur (D) dalam Budidaya Jangkrik

Media tetas jangkrik menurut Paimin et al. (1999) dapat berupa pasir, tanah, campuran pasir dan tanah, kapas dan kain. Media tetas di kedua provinsi menggunakan media kain, pasir, dan serbuk gergaji. Kelembaban relatif yang

23 dibutuhkan untuk penetasan telur menurut Sukarno (1999) berkisar antara 65%-80%, dengan suhu udara 26 oC. Suhu di kedua provinsi yaitu 31,33-32,67 ºC dengan kelembaban antara 70% hingga 80%.

Gagal penetasan telur dapat terjadi dalam budidaya jangkrik. Hal ini disebabkan oleh kualitas telur yang kurang baik, kelembaban yang tidak sesuai dan banyaknya predator. Kendala yang dihadapi pembudidaya dalam penetasan telur jangkrik adalah telur dimakan predator (semut), telur kualitasnya jelek (infertil), dan telur berjamur akibat kelembaban yang tinggi. Solusi yang dilakukan oleh pembudidaya dalam menghadapi permasalahan pada penetasan telur antara lain penggunaan kapur anti semut, air, oli pada kaki kandang, penggunaan penutup kandang, penggunaan telur yang berkualitas baik, pemberian pakan yang baik, menjaga kelembaban media tetas dan pengontrolan selama penetasan.

Pemeliharaan Nimfa (Anak Jangkrik)

Ternak akan menghasilkan produktivitas yang tinggi apabila didukung oleh lingkungan kandang dan sekitar yang sesuai dengan habitatnya. Jangkrik memiliki suhu dan kelembaban tertentu seperti ternak lain untuk dapat tumbuh baik. Suhu dan kelembaban sangat dipengaruhi oleh kondisi alam dan lingkungan di suatu daerah dan sering menjadi kendala dalam usaha peternakan. Faktor mikroklimat ini dapat dikelola oleh manusia melalui manajemen lingkungan yang sesuai dengan jenis ternak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata suhu dan kelembaban di daerah pembudidaya jangkrik Kalung yaitu daerah Jawa Tengah suhu 32,67 oC dan kelembaban 70%, sedangkan daerah Jawa Timur suhu 31,33 oC dan kelembaban 80% (Tabel 7). Rata-rata suhu dan kelembaban daerah pembudidaya tersebut masih sesuai dalam kondisi lingkungan yang disukai oleh jangkrik. Menurut Sukarno (1999), jangkrik dapat hidup di udara dingin atau panas, dalam kelembaban yang tinggi atau rendah, tetapi pada umumnya jangkrik lebih menyukai hidup di daerah bersuhu sekitar 20-32 oC dengan kelembaban 65%-80%.

Kandang merupakan aspek penting dalam pemeliharaan jangkrik. Kandang yang umumnya digunakan pada pembudidaya jangkrik di Indonesia antara lain berbahan kayu, tripleks, kardus, plastik atau bambu bekas. Kandang yang nyaman mampu meningkatkan produktivitas jangkrik dengan didukung oleh faktor budidaya

24 yang lain. Pembudidaya jangkrik Kalung Jawa Tengah menggunakan kandang berbahan bambu dan plastik, sedangkan pembudidaya jangkrik Kalung Jawa Timur menggunakan kandang berbahan kayu dan tripleks (Gambar 3).

(A) (B) (C)

(D) (E) (F)

Gambar 3. Jenis Kandang (Kotak) yang Digunakan Pembudidaya di Jawa Tengah (A, B, C) dan Jawa Timur (D, E, F)

Penggunaan kedua jenis kandang memiliki alasan tersendiri di setiap daerah.

Pembudidaya jangkrik Jawa Tengah menggunakan kandang kombinasi plastik dan bambu sebagai kerangka karena alasan murah, gampang memasangnya, dan mudah dibersihkan. Sebaliknya pembudidaya jangkrik Jawa Timur menggunakan kandang kayu dan triplek karena alasan tahan lama meskipun biayanya cukup tinggi.

Kandang jangkrik berbahan plastik dan bambu lebih ekonomis, mudah dalam pemasangan dan pembersihan oleh pembudidaya, namun daya tahan kandang lebih cepat. Hasil wawancara dengan pembudidaya diperoleh informasi bahwa kandang plastik dan bambu memiliki daya tahan sampai dua tahun. Kandang yang telah berumur masa daya tahan dan tidak layak lagi maka akan dibuang dan dibakar oleh pemilik.

Sebaliknya pembudidaya jangkrik Jawa Timur menggunakan kandang kayu dan triplek karena alasan tahan lama meskipun biayanya cukup tinggi. Kandang dengan bahan-bahan tersebut rata-rata tahan digunakan sampai tujuh tahun dan biaya yang dikeluarkan lebih tinggi hingga sepuluh kali lipat dari kandang plastik dan

25 bambu. Daya tahan yang tinggi inilah yang menjadikan alasan pembudidaya jangkrik Jawa Timur menggunakan kandang jenis tripleks. Pembudidaya yang menggunakan kandang kayu dan triplek mendaur ulang kandang untuk bahan bakar rumah tangga maupun untuk hal lain.

Tabel 7. Pemeliharaan Nimfa (Anak Jangkrik) dalam Usaha Budidaya

Keterangan Jawa Tengah Jawa Timur

Rata-rata suhu 32,67 ºC 31,33 ºC

Rata-rata kelembaban 70% 80%

Kandang (kotak)

Bahan Plastik-bambu Tripleks-kayu

Ukuran 250x112x50 cm 230x112x58 cm

Daya tahan 2 tahun 7 tahun

Tipe Terbuka-tak bersusun Terbuka-tak bersusun dan

tertutup-bersusun

Media sembunyi Serasah Egg tray

Rata-rata daya tetas 68,09% 68,09%

Rata-rata mortalitas 31,91% 31,91%

Pakan

Konsentrat CP B-82P CP 511B

Hijauan Batang pisang, gambas,

waluh (labu siam), daun

Jumlah pemberian pakan Dua kali sehari dan ad libitum

Dua kali sehari dan ad libitum

Tipe kandang (kotak) jangkrik dibagi dua yaitu kandang terbuka-tertutup dan bersusun-tak bersusun. Pembudidaya Jawa Tengah (100%) menggunakan tipe kandang terbuka dan tak bersusun (satu kandang per rak), sedangkan 66,67%

pembudidaya Jawa Timur menggunakan kandang terbuka tak bersusun dan sisanya menggunakan kandang tertutup bersusun (3-4 kandang per rak). Pemilihan tipe kandang jangkrik lebih dikarenakan kemudahan dalam pemberian pakan dan minum, pemeliharaan, pemanenan, pembersihan kandang serta untuk pencegahan dari hewan pemangsa (predator).

Kekurangan kandang plastik dan bambu terletak sirkulasi udara yang kurang baik. Sirkulasi udara hanya diperoleh dari bagian atas kandang yang terbuka sehingga hal ini dapat berpengaruh kepada pertumbuhan dan hasil produksi jangkrik

26 selama pemeliharaan. Perawatan kandang secara baik dari pembudidaya akan dapat menjaga daya tahan kandang selama masa pemeliharaan.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa diletakkan jangkrik di tempat yang terhindar dari sinar matahari langsung dan dilengkapi dengan tempat persembunyian.

Media sembunyi berfungsi untuk memberi kenyamanan, mencegah kanibalisme dan menambah luas permukaan kandang. Bahan yang digunakan berupa egg tray, daun pisang kering dan karton bekas gulungan tissue. Pembudidaya jangkrik Jawa Tengah umumnya mempergunakan media sembunyi berupa daun pisang kering (klaras) yang diperoleh dari mencari di areal ladang maupun pinggiran persawahan. Pembudidaya Jawa Timur lebih senang mempergunakan media sembunyi berupa egg tray yang diperoleh dengan membeli dari pedagang (Gambar 4).

(A) (B) (C)

(D) (E) (F)

Gambar 4. Media Sembunyi yang Digunakan Pembudidaya Jawa Tengah (A, B, C) dan Jawa Timur (D, E, F)

Fungsi pemberian media sembunyi di atas sesuai dengan hasil penelitian Fitriyani (2005) yaitu jangkrik yang dipelihara pada kandang bersekat memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan kandang tanpa bersekat. Kandang bersekat mampu mencegah kanibalisme jangkrik ketika kekurangan pakan dan minum, molting serta dapat menambah luas permukaan kandang. Pemberian media sembunyi dilakukan pada semua masa budidaya jangkrik yaitu masa penetasan telur, pemeliharaan nimfa hingga imago dan pemeliharaan indukan.

27 Pemberian media sembunyi juga difungsikan agar sesuai dengan habitat dan sifat jangkrik di alam. Jangkrik di alam aslinya menurut Paimin (1999) merupakan hewan yang aktif di malam hari. Siang hari jangkrik mencari perlindungan di lorong atau lubang, di bawah tumpukan daun-daun, di bawah kayu-kayu dan di bebatuan.

Kebersihan kandang merupakan hal penting untuk diperhatikan karena kandang yang kotor akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan jangkrik. Sisa pakan dan kotoran yang menumpuk dapat mengurangi kenyamanan dan menyebabkan penyakit. Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa kebersihan kandang dijaga dengan baik. Pembudidaya selalu mengganti media sembunyi secara berkala dan penempatan pakan menggunakan alas.

Kandang juga harus dihindarkan dari pemangsa seperti cicak, semut, tikus dan hewan lain dengan cara menutup kandang dengan kasa, kain atau meletakkan tatakan yang berisi minyak tanah atau oli bekas pada setiap kaki kandang. Selain itu peternak juga menggunakan kapur anti semut, lampu dan minyak yang dioleskan pada dinding tempat usaha budidaya dalam upaya mencegah hewan pemangsa masuk dalam kandang jangkrik.

Kepadatan ternak dalam pemeliharaan jangkrik berkaitan erat dengan

Kepadatan ternak dalam pemeliharaan jangkrik berkaitan erat dengan

Dokumen terkait