• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Vegetasi

Kegiatan analisis vegetasi dilakukan di hutan lindung Desa Humbang I, Kec. Naga Juang Kab.Mandailing Natal.Kegiatan ini dilakukan tidak pada keseluruhan hutan melainkan mengambil sample dengan membuat jalur berpetak pada kawasan hutan lindung. Dari jalur yang telah dibuat dan melalui inventarisasi ini diperoleh plot sebanyak 14 plot dengan sub plot yang telah didapat berjumlah 21 sub plot. Berdasarkan kegiatan analisis vegetasi di hutan tersebut diperoleh data pada tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon. Tingkat semai hasil analisis vegetasi disajikan pada Tabel 3.

Komposisi vegetasi merupakan variasi spesies flora yang membentuk suatu komunitas dimana yang satu dengan lainnya saling mendukung. Richards (1996) menggambarkan keberadaan spesies di dalam hutan sebagai penentu komposisi vegetasi. Komposisi dan dominansi spesies tumbuhan atau kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas di lokasi dapat dilihat dari Indeks Nilai Penting (INP). Husni (2013) menyatakan bahwa suatu jenis tumbuhan dapat berperan jika INP untuk tingkat semai dan pancang lebih dari 10 %, untuk tingkat tiang dan pohon lebih dari 15 %.

Pada tingkat semai komposisi jenis ditemukan ada 16 jenis yang diantaranya terdapat enam (6) jenis yang memiliki Indeks Nilai Penting yang telah berperan (INP>10%). JenisCinnamomum spberada pada urutan pertama dengan Indeks Nilai Penting sebesar 68,84%. Berturut-turut kedua dan selanjutnya ditempati oleh Alstonia scholarismemiliki Indeks Nilai Penting 26,35%; Quercus gemelliflora Blumememiliki Indeks Nilai Penting sebesar 22,96%; Adinandra

dasyantha Choisy dengan Indeks Nilai Penting sebesar 15,43%;Jackia ornata Wall dengan Indeks Nilai Penting sebesar 14,67%;Horsfieldia irya Warbdengan Indeks Nilai Penting sebesar 11,29%.

Tabel 3. Hasil Analisis Vegetasi Tingkat Semai di Hutan Lindung Desa Humbang I, Kecamatan NagaJuang, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara

14 Rambutan Hutan Criptocarya nitens (Blume) Koord dan Val

0,75 1,69 2,45 0,05 15 Sitarak Macaranga lowii King ex

Hook f

0,75 1,69 2,45 0,05 16 Motung/Gumbot Ficus toxicaria Linn 0,38 1,69 2,07 0,05

TOTAL 100,00 100,00 200,00 2,19

Pada tingkat Pancang, komposisi jenis ditemukan sebanyak 21 jenis, diantaranya terdapat lima (5) jenis yang yang memiliki Indeks Nilai Penting yang telah berperan (INP>10%). Cinnamomum sp sebagai tumbuhan yang paling mendominasi karena menunjukkan presentasi INP berpengaruh paling besar 40,16%; diikuti oleh Alstonia scholaris menduduki urutan kedua dengan Indeks Nilai Penting 31,60%; Quercus gemelliflora Blume menduduki urutan ketiga dengan Indeks Nilai Penting sebesar 25,40%; kemudian selanjutnya ditempati oleh Mallotus barbatus dengan Indeks Nilai Penting sebesar 18,84% dan terakhir

ditempati oleh Urtica sp dengan Indeks Nilai Penting sebesar 13,11%.. Hasil dari analisis vegetasi tingkat pancang telah disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Analisis Vegetasi Tingkat Pancang di Hutan Lindung Desa Humbang I, Kecamatan Naga Juang, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara

No Nama Lokal Nama Latin KR FR INP H'

1 Jambu-jambu Cinnamomum sp 20,47 19,67 40,14 0,32

2 Tulason/Pulai Alstonia scholaris 15,20 16,39 31,60 0,29 3 Hoteng Quercus gemelliflora Blume 12,28 13,11 25,40 0,26 4 Balik-Balik

Angin

Mallotus barbatus 12,28 6,56 18,84

0,22 10 Sitarak Macaranga lowii King ex

Hook f diantaranya dapat dilihat terdapat sembilan (9) jenis yang yang memiliki Indeks Nilai Penting yang telah berpengaruh (INP>15%). Quercus gemelliflora Blume sebagai tumbuhan yang paling mendominasi karena menunjukkan presentasi INP paling berpengaruh yaitu sebesar 56,31%; diikuti oleh Alstonia scholaris menduduki urutan kedua dengan Indeks Nilai Penting 45,15%; Sapium baccatium Roxb menduduki urutan ketiga terbesar dengan Indeks Nilai Penting sebesar

27,84%;kemudian berturut-turut ditempati oleh Jackia ornata Walldengan Indeks Nilai Penting sebesar 26,78%; Horsfieldia irya Warb dengan Indeks Nilai Penting sebesar 23,58%; Pterospermum javanicum Jungh dengan Indeks Nilai Penting sebesar 21,55%; Shorea parvifolia Dyer dengan Indeks Nilai Penting sebesar 20,11%; Hevea brasiliensis dengan Indeks Nilai Penting sebesar 16,83%;

Criptocarya nitens (Blume) Koord dan Val dengan Indeks Nilai Penting sebesar 16,35%. Hasil Analisis vegetasi tingkat pohon dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Hasil Analisis Vegetasi Tingkat Tiang di Hutan Lindung Desa Humbang I, Kecamatan Naga Juang, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara

No Nama Lokal Nama Latin KR FR DR INP H'

1 Hoteng Quercus gemelliflora Blume

18,18 21,05 17,07 56,31 0,31 2 Tulason/Pulai Alstonia scholaris 20,00 15,79 9,36 45,15 0,29 3 Adulpak Sapium baccatium

Roxb

12,73 7,89 7,22 27,84 0,22 4 Hau Aek Jackia ornata Wall 9,09 `13,16 4,53 26,78 0,22 5 Dara-dara Horsfieldia irya Warb 1,82 2,63 19,13 23,58 0,20 6 Bayur Pterospermum

javanicum Jungh (Blume) Koord dan Val

7,27 7,89 1,18 16,35 0,16 10 Meranti Shorea gibbosa

Brandis

3,64 2,63 7,73 13,99 0,14 11 Buah Porang Amorphophallus

konjac K.Koch

14 Sitarak Macaranga lowii King ex Hook f

1,82 2,63 0,82 5,27 0,07

TOTAL 100,00 100,00 100,00 300,00 2,45

Pada tingkat pohon ditemukan 21 jenis, yang diantaranya terdapat lima (5) jenis yang telah berperan berdasarkan Indeks Nilai Penting yang dimilikinya (INP>15%). Alstonia scholaris sebagai tumbuhan yang paling mendominasi karena

diikuti oleh Quercus gemelliflora Blume menduduki urutan kedua dengan Indeks Nilai Penting sebesar 40,87%; Jackia ornata Wall menduduki urutan ketiga terbesardengan Indeks Nilai Penting sebesar 23,92%; kemudian berturut-turut ditempati oleh Shorea leprosula Mig dengan Indeks Nilai Penting sebesar 21,88%;

Shorea parvifolia Dyer dengan Indeks Nilai Penting sebesar 21,51%.

Tabel 6. Hasil Analisis Vegetasi Tingkat Pohon di Hutan Lindung Desa Humbang I,Kecamatan Naga Juang, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara

No Nama Lokal Nama Latin KR FR DR INP H’

1 Tulason/Pulai Alstonia scholaris 28,70 19,48 27,27 75,45 0,35 2 Hoteng Quercus gemelliflora

Blume 5 Meranti Bunga Shorea parvifolia

Dyer

6,48 9,09 5,94 21,51 0,19 6 Medang Litsea resinosa

Blume

3,70 5,19 6,02 14,92 0,15

7 Bayur Pterospermum

javanicum Jungh 9 Meranti Shorea gibbosa

Brandis

3,70 3,90 4,11 11,71 0,13 10 Lagan Dipterocarpus

kunstleri King 14 Sitarak Macaranga lowii

King ex Hook f 19 Adulpak Sapium baccatium

Roxb

0,93 1,30 0,42 2,64 0,04 20 Jelutung Dyera costulata

(Miq.) Hook

Berdasarkan hasil pengamatan melalui hasil analisis seluruh tingkat vegetasi yaitu tingkat semai, pancang, tiang dan pohon menunjukkan bahwa jenis Cinnamomum sptidak ditemukan pada tingkat pancang dan pohon namun hanya ditemukan pada tingkat semai dan pancang. Kondisi ini mengindikasikan bahwa di kawasan hutan lindung Desa Humbang I Kecamatan Naga Juang diduga pernah dilakukan penanaman jenis Cinnamomum sp sehingga sebaran jenis ini hanya ditemukan baru sampai pada tingkat pancang saja. Meskipun kegiatan seperti pemanfaatan hasil hutan di kawasan hutan lindung dilarang, sebagaimana pernyataan Wiryono dan Lipranto (2013) masyarakat lokal di beberapa wilayah Sumatera masih memanfaatkan hasil dari hutan, baik kayu maupun non kayu.

Demikian halnya penelitian Senoaji (2009) di Bengkulu melihat kenyataan banyak hutan lindung yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kepentingan lain di luar fungsi perlindungan seperti berkebun dan menebang pohon yang umumnya dipakai sendiri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Komposisi Jenis

Hutan lindung di Desa Humbang I, Kecamatan Naga Juang ini menunjukkan persebaran jenis yang sedang. Hal ini ditunjukkan dengan hanya 21 jenis ditemukan. Jumlah jenis dalam suatu kawasan hutan berhubungan dengan kondisi lingkungan habitat yang mempengaruhi pertumbuhan jenis tersebut, sehingga vegetasi tidak banyak tumbuh. Menurut Schulze et al. (2005) pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh fisika dan kimia lingkungan yang meliputi suhu, kelembaban, intensitas cahaya, curah hujan (air) dan unsur hara dalam tanah sehingga memiliki tingkat penyebaran yang lebih luas dibandingkan

dengan jenis-jenis tanaman lainnya. Keberadaan vegetasi di kawasan ini bermanfaat dalam menjaga kelestarian kawasan dan persediaan air.

Alstonia scholaris merupakan jenis tumbuhan yang memiliki nilai DR dan INP tertinggi dibandingkan dengan jenis lainnya di lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tersebut mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap kondisi fisika dan kimia lingkungan hutan, mempunyai daya kompetisi dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia seperti ruang, unsur hara, air, cahaya matahari dan sumber daya lainnya untuk kelangsungan hidupnya serta memiliki kemampuan reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan jenis yang lain dalam komunitas hutan, sehingga keberadaannya paling banyak diketemukan.

Berdasarkan penelitian kekayaan jenis tumbuhan pada tingkat pohon di kawasan hutan lindung Desa Humbang I, Kec. Naga Juang ditemukan sebanyak 110 individu yang terdiri dari 21 jenis dan 12 family. Komposisi jenis vegetasi pada lokasi penelitian yang meliputi kerapatan relatif, frekuensi relatif, dominansi relatif dan indeks nilai penting telah tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat sepuluh jenis yang memiliki Frekuensi Relatif tertinggi yaitu Alstonia scholaris, Quercus gemelliflora Blume, Jackia ornata Wall, Shorea leprosula Mig, Shorea parvifolia Dyer, Litsea resinosa Blume, Pterospermum javanicum Jungh, Shorea dsyphlla Foxw, Shorea gibbosa Brandis dan Dipterocarpus kunstleri King, yaitu berkisar antara 2-25%.

Angka ini mengindikasikan bahwa kesepuluh jenis tersebut memiliki tingkat penyebaran yang lebih luas dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya. Terhadap Kerapatan Relatif maka ketiga jenis ini juga memiliki nilai tertinggi, yaitu Alstonia scholaris, Quercus gemelliflora Blume, Shorea parvifolia Dyer, Jackia

ornata Wall, Shorea leprosulaMig, Litsea resinosa Blume, (kisaran 3-15%).

Angka ini menunjukkan bahwa kesepuluh jenis tersebut memiliki populasi yangtersebar luas di antara jenis-jenis yang ada. Terhadap Dominansi Relatif maka dua jenis yang memiliki ranking tertinggi adalah Alstonia scholaris dan Quercus gemelliflora Blume (kisaran 2-25%), sementara jenis yang lain memiliki Dominansi Relatif dibawah 1%. Secara keseluruhan hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat dua jenis yang memiliki potensi paling besar yang ditandai dengan Indeks Nilai Penting tertinggi, yaitu Alstonia scholaris (75,45%) dan Quercus gemelliflora Blume (40,87%).

Shorea leprosula Mig dan Dipterocarpus kunstleri Kingmemiliki kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR) yang sama di lokasi penelitian, namun memiliki dominansi relatif yang berbeda. Dengan DR yang lebih tinggi, Shorea leprosula Mig juga menghasilkan INP yang tinggi.Sementara jika diperhatikan juga Shorea leprosula Mig memiliki DR lebih tinggi dari Jackia ornata Wall, dengan kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR) yang lebih rendah dari Jackia ornata Wall di lokasi penelitian, namun memiliki INP lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya INP suatu jenis tidak mutlak disebabkan oleh tingginya nilai ketiga parameter (KR, FR dan DR), akan tetapi dapat pula hanya dipengaruhi oleh satu atau dua parameter saja. Dalam penelitian ini tingginya indeks nilai penting Shorea leprosula MigLebih dipengaruhi oleh DR dibanding nilai KR dan FR.

Keanekaragaman Jenis

Analisis vegetasi yang dilakukan pada tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon, nilai Indeks Keanekaragaman atau H’ menurut indeks keanekaragaman

Shannon Wienerberkisar antara 2,19-2,59, ini berarti bahwa hutan lindung Desa Humbang I Kecamatan Naga Juang memiliki keanekaragaman sedang.

Keanekaragaman jenis tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena dalam komunitas itu terjadi interaksi spesies yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soegianto (1994) bahwa keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas akan terjadi jika interaksi spesies tinggi melibatkan transfer energi, kompetisi dan pembagian relung yang secara teoritis lebih kompleks.

Kriteria Indeks Keanekaragaman jenis lebih kecil dari 1 berarti jenis keanekaragaman rendah, jika diantara 1-3 berarti keanekaragaman sedang, dan Indeks keragaman tumbuhan dikatakan tinggi jika > 3 (Ludwig dan Reynold, 1988). Indeks Keragaman rendah dapat diartikan bahwa keragaman pohon di kawasan sudah sangat kurang, sehingga diartikan bahwa kawasan tersebut sudah sangat rusak dan terancam kelestariannya akibat terjadinya eksploitasi berlebihan yang berlangsung secara terus-menerus. Indeks Keragaman sedang dapat diartikan bahwa keragaman pohon di kawasan masih sedang, sehingga diartikan bahwa kawasan tersebut sudah agak terganggu, dan perlu pengayaanterhadap kelestariannya. Indeks Keragaman tinggidapat diartikan bahwa keragaman pohon di kawasan masih tinggi, sehingga diartikan bahwa kawasan tersebut masih terjaga dengan baik kelestariannya.

Sebaran Kelas Diameter Batang

Struktur hutan terbentuk dari hasil suatu proses biofisika dan dinamika hutan untuk menggambarkan keanekaragaman dan fungsi suatu ekosistem. Jumlah pohon dan struktur tegakan dapat menggambarkan tingkat ketersediaan tegakan

pada setiap tingkat pertumbuhan (Muhdin et al., 2008). Struktur horizontal tegakan hutan pada lokasi penelitian ditunjukkan oleh sebaran kelas diameter pohon (Gambar 4).

Kerapatan rata-rata pohon di lokasi penelitian mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kelas diameter pohon. Jumlah individu dan beberapa kelas diameter pohon di lokasi penelitianditemukan bahwa pohon dengan kelas diameter kecil mempunyai jumlah individu per hektar yang terbesar selanjutnya terus berkurang pada kelas diameter di atasnya. Mueller-Dumbois dan Ellenberg (1974) menyatakan bahwa jumlah individu yang tinggi pada tingkat permudaan mengindikasikan terjaganya populasi di habitat tersebut dan memungkinkan berkembangnya populasi tersebut pada waktu yang akan datang.

Jumlah pohon dengan diameter 20-39,9 cm sangat banyak (sebanyak 55%), diikuti oleh kelas diameter 40-59,9 cm (sebanyak 33%) dan 60-79,99 cm(sebanyak 12%) yang menunjukkan bahwa tegakan hutan pada lokasi penelitian cenderung tidak seumur. Struktur hutan pada lokasi penelitian mengikuti kurva menurun sesuai diameter yang mengindikasikan bahwa hutan tersebut termasuk dalam kondisi hutan normal/seimbang, dimana jumlah individu semakin menurun seiring dengan kelas diameter yang semakin besar sehingga dapat memperbaiki struktur dan komposisi hutan serta dapat menjamin kelangsungan tegakan di masa mendatang, dimana kehilangan pohon besar akan tergantikan oleh pohon dengan diameter kecil, baik diakibatkan karena kerusakan maupun kematian. Struktur atau sebaran jumlah pohon dengan kurva seperti itu umumnya dijumpai pada hutan hujan tropis yang menggambarkan suatu komunitas hutan yang dinamis (Hidayat, 2014).

62,00

36,00

12,00

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00

20-39,9 40-50,9 60-79,9

Kerapatan Individu/ha

Sebaran kelas diameter (cm)

Gambar 4. Kerapatan pohon berdasarkan kelas diameter di Hutan Lindung Desa Humbang I, Kecamatan Naga Juang, Mandailing Natal Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan diketahui bahwa sebagian besar pohon-pohon yang berdiameter (<30cm) merupakan tumbuhan pionir dengan berat jenis kayu yang rendah, diantaranya: Alstonia scholaris, Litsea resinosa Blume, Sapium baccatum Roxb dan Macaranga lowii King ex Hook f. Kelas diameter besar (>30cm) umumnya merupakan tumbuhan dari suku Dipterocarpaceae yang mempunyai berat jenis kayu yang tinggi diantaranya:

Shorea parvifolia Dyer, Shorea leprosula Mig, Shorea dsyphlla Foxw, Dipterocarpus kunstleri King, dan Shorea gibbosa Brandis. Jumlah, diameter dan berat jenis suatu spesies tumbuhan akan berpengaruh terhadap jumlah biomassa dan cadangan karbon pada tumbuhan hutan tersebut.

Biomassa dan Cadangan Karbon

Penelitian simpanan karbon dilakukan pada petak yang telah dibuat pada analisa vegetasi. Perhitungan karbon hanya dilakukan pada tingkat pohon.

Produktivitas hutan merupakan gambaran kemampuan hutan dalam mengurangi emisi CO2 di atmosfer melalui aktivitas fisiologisnya. Pengukuran produktivitas hutan relevan dengan pengukuran biomassa. Biomassa hutan menyediakan

informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan CO2 dan biomassa dalam umur tertentu yang dapat dipergunakan untuk mengestimasi produktivitas hutan. Hasil perhitungan karbon menunjukkan bahwa hutan lindung Desa Humbang I, Kecamatan Naga Juang menghasilkan biomassa pohon sebesar 895,37 ton/ha, sedangkan cadangan karbon sebesar 447,68 ton/ha. Setiap spesies memiliki kontribusi berbeda terhadap biomassa dan cadangan karbon total di lokasi penelitian.

Meskipun Alstonia scholaris mendominasi lokasi penelitian, namun spesies tersebut memiliki biomassa dan cadangan karbon yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Quercus gemelliflora Blume. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan berat jenis kedua spesies tersebut; berat jenisAlstonia scholaris 0,0243 gr/cm3 (Zanne et.al, 2009); berat jenisQuercus gemelliflora Blume 0,785 gr/cm30,84 g cm-3 (Zanne et.al, 2009), sementara diameter pohon tidak cukup berpengaruh bahkan Alstonia scholaris memiliki kisaran diameter yang lebih besar (diameter Alstonia scholaris berkisar 21-72cm; diameter Quercus gemelliflora Blume.berkisar 21-65cm). Diameter pohon yang cukup besar dan berat jenis kayu yang cukup besar menyebabkan jenis Quercus gemelliflora Blume memiliki daya simpan karbon yang besar dibanding jenis lainnya. Jenis Alstonia scholariswalaupun ukuran diameter besar dan jumlah populasinya cukup mendominasi kawasan tetapi berat jenis kayu yang cenderung rendah membuat stok karbon jenis ini lebih rendah dibanding Quercus gemelliflora Blume.

Biomassa dan karbon pada lokasi penelitian berbeda pada setiap kelas diameter batang. Biomassa dan karbon tertinggi terdapat pada kelas diameter 40-59,9 cm sedangkan terendah terdapat pada kelas diameter 60-79,9 cm (Gambar 5).

Jumlah, diameter dan berat jenis suatu spesies tumbuhan akan berpengaruh terhadap jumlah biomassa dan cadangan karbon pada tumbuhan hutan tersebut.Pada kondisi ini, individu yang berdiameter batang 20-39,9 cm mencapai 62 individu namun hanya memiliki biomassa 310,17 ton/ha dan karbon sebesar 155,08 ton C/ha atau berkontribusi sebesar 34,64% dari total biomassa dan karbon di lokasi penelitian. Sementara itu individu pohon dengan diameter batang 40-59,9 cm yang berjumlah 36 individu memiliki biomassa 335,69 ton/ha dan karbon sebesar 176,84 ton C/ha atau menyumbang sebesar 37,49% dari biomassa dan karbon total di lokasi penelitian.Individu pohon dengan diameter batang 60-79,9 cm yang berjumlah 12 individu memiliki biomassa 249,51ton/ha dan karbon sebesar 124,76 ton C/ha atau menyumbang sebesar 37,49% dari biomassa dan karbon total di lokasi penelitian.Jenis-jenis pohon dengan biomassa dan karbon tertinggi disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Sepuluh Jenis pohon dengan biomassa dan karbon tertinggi pada hutan lindung Desa Humbang I, Kecamatan Naga Juang

No Spesies Family Biomassa

(to/ha)

Karbon/C (ton/ha) 1 Quercus gemelliflora Blume Fagaceae 231,79 115,89 2 Shorea leprosula Mig. Dipterocarpaceae 109,41 54,71

3 Jackia ornata Wall Anacardiaceae 80,57 40,29

4 Shorea parvifolia Dyer. Dipterocarpaceae 68,72 34,36

5 Gluta renghas Linn. Polygalaceae 63,44 31,72

6 Criptocarya nitens (Blume) Koord

dan Val. Sapindaceae 53,57 26,79

7 Shorea dasyphlla Foxw. Dipterocarpaceae 50,97 25,48 8 Pterospermum javanicum Jungh. Malvaceae 47,49 23,74 9 Shorea gibbosa Brandis Dipterocarpaceae 41,07 20,53 10 Dipterocarpus kunstleri King. Dipterocarpaceae 39,89 19,94

11 Lainnya 101,28 50,64

Jumlah 895,37 447,69

Gambar 5. Biomassa dan cadangan karbon berdasarkan kelas diameter Nilai Penyerapan Karbon Dioksida (CO2)

Secara keseluruhan, total biomassa dan cadangan karbon di hutan lindung sekitar areal pertambangan emas masyarakat Desa Humbang I, Kecamatan Naga Juang dapat diketahui dengan mengalikan luas hutan lindung sekitar areal pertambangan emas masyarakat Desa Humbang I, Kecamatan Naga Juang dengan rata-rata biomassa. Hasil analisis diketahui bahwa luas hutan lindung Desa Humbang I, Kecamatan Naga Juang sebesar 98,7 ha, sehingga total biomassa di hutan lindung Desa Humbang I, Kecamatan Naga Juang sebesar 44.187 ton.

Pendugaan besarnya biomassa dapat digunakan sebagai dasar perhitungan bagi kegiatan pengelolaan hutan, karena hutan dapat dinggap sebagai sumber (source) dan rosot (sink) dari karbon. Selanjutnya, cadangan karbon dapat digunakan untuk menduga besarnya penyerapan karbondioksida (CO2) oleh tanaman. Menurut Morikawa (2003) nilai konversi dari karbon menjadi karbon dioksida adalah 44/12, sehingga apabila cadangan karbon dikonversi menjadi nilai

310,17

335,6899

249,5142

155,09

167,84

124,76

0 50 100 150 200 250 300 350 400

20-39,9 40-59,9 60-79,9

Biomassa Cadangan Karbon

Desa Humbang I, Kecamatan Naga Juang telah menyerap CO2 sebesar 81.009,51 ton CO2. Hal tersebut mengindikasikan bahwa hutan lindungdi Desa Humbang I, Kecamatan Naga Juang berperan besar dalam mengurangi emisi karbon dioksida.

Kelestarian hutan akan tetap terjaga secara alami karena memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi dan didominasi oleh pohon berdiameter kecil.

Pohon-pohon berdiameter kecil tersebut akan memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan cadangan karbon di masa mendatang. Peningkatan cadangan karbon dapat dilakukan melalui penambahan cadangan pohon pada hutan yang ada. Aktivitas penanaman dan pemeliharaan pohon merupakan cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon karena pohon mampu menyerap karbon dan menyimpannya sebagai biomasa dalam batang. Pengelolaan kawasan hutan dengan baik akan berpotensi untuk meningkatkan kemampuan hutan dalam menyerap dan menyimpan karbon. Konversi hutan menjadi area penggunaan lain telah terbukti dapat berdampak pada penurunan cadangan karbon di suatu daerah.

Sebagai contoh, Pulau Jawa merupakan daerah yang memiliki banyak daerah rawan longsor karena tingkat kerusakan hutan lindung di Pulau Jawa sendiri tiap tahunnya mencapai 19.000 Ha karena terjadi perubahan alih fungsi hutan lindung(Irfan, 2014). Demikian halnya hutan lindung Desa Humbang I Kecamatan Naga Juang ini berdekatan dengan areal tambang emas yang dikelola oleh masyarakat, sehingga dikhwatirkan apa bila aktivitas penambangan dapat merambah sampai ke hutan lindung, maka akan terjadi kerusakan hutan.

Rusaknya hutan dan banyaknya pohon yang ditebang mengakibatkan menurunnya cadangan karbon hutan tersebut.

Dokumen terkait