• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi penelitian berada di daerah Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah (KUNAK) Cibungbulang yang terletak di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Secara geografis lokasi penelitian terletak di daerah perbukitan pada ketinggian 460 m di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata sebesar 3,009 mm/tahun (Desa Situ Udik, 2005). Lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ternak. Suhu udara pada pagi hari sekitar 200C dan pada siang hari mencapai 310C. Keadaan tanah di KUNAK masih subur dengan tingkat erosi yang ringan. Hijauan makanan ternak berupa rumput dan tanaman lainnya ditanam di lahan tersebut.

Manajemen pemberian pakan pada penelitian ini mengikuti manajemen pemberian pakan yang dilakukan oleh masing-masing peternak. Pemberian pakan berupa hijauan, konsentrat dan ampas tahu dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pada pagi dan sore hari dimana konsentrat diberikan terlebih dahulu sebelum hijauan. Peternak SA, HT, dan JA memberikan pakan berupa konsentrat sebelum sapi diperah, sedangkan peternak AG memberikan konsentrat setelah sapi diperah. Sapi yang digunakan dalam penelitian berasal dari daerah yang berbeda-beda, yaitu berasal dari daerah Cisarua dan Jawa Tengah (Tabel 5).

Kandang sapi dibuat sejajar (sistem stall), susunannya berupa dua baris sejajar dengan gang di tengah dan kepala sapi berlawanan arah. Antara sapi satu dan yang lainnya tidak diberi sekat antar sapi, sehingga sapi diikat dengan tali tambang pada dinding tempat menyimpan pakan. Tempat pakan terbuat dari bahan baku semen dengan bentuk memanjang, dan digunakan untuk semua sapi yang ada di peternakan tanpa ada sekat untuk memisahkan pakan untuk masing-masing sapi. Air minum diberikan setelah sapi mengkonsumsi konsentrat. Pemberian air minum dilakukan ad libitum yang ditampung di tempat pakan. Lantai kandang terbuat dari bahan baku semen, ada juga lantai yang dialasi dengan karpet (bedding) pada beberapa sapi. Untuk mengalirkan kotoran sapi dibuat parit pada lantai. Parit tersebut akan mengalirkan kotoran sapi ke kebun rumput yang terdapat disekitar kandang. Atap kandang yang digunakan oleh keempat peternak berupa asbes.

Ransum Komplit Peternak

Pakan yang diberikan peternak yaitu rumput gajah, konsentrat, dan ampas tahu. Hijauan yang diberikan berasal dari kebun hijauan masing-masing peternak. Sedangkan konsentrat yang digunakan peternak berasal dari KPS (Koperasi Peternakan Sapi Perah) Bogor. Kandungan nutrien dari bahan pakan yang digunakan oleh peternak dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Analisa Proksimat Bahan Pakan*

Bahan Pakan BK Abu Pk SK LK Beta-N

(%) ---(%BK)---Ampas Tahu A 16,05 9,64 11,45 42,11 1,15 35,65 Ampas Tahu B 16,25 3,34 24,44 20,32 5,43 46,47 Konsentrat 80,86 18,71 17,82 19,06 2,65 41,76 Rumput AG 25,05 9,83 11,97 46,03 0,85 31,32 Rumput HT 21,57 8,16 11,87 41,69 0,44 37,84 Rumput JA 21,43 11,73 12,59 41,51 1,23 35,94 Rumput SA 25,21 9,64 11,45 42,11 1,15 35,65 KPRJ 76,69 23,37 4,08 50,15 0,64 21,76

Keterangan : *Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor (2008) BK = Bahan Kering LK = Lemak Kasar Beta-N = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen SK = Serat Kasar PK = Protein Kasar

AG = Peternakan Agung JA = Peternakan Jafar SA = Peternakan Sagimin HT = Peternakan H. Tukamir Ampas tahu A = ampas tahu peternak SA, HT, dan JA Ampas tahu B = ampas tahu peternak AG

KPRJ = Konsentrat tambahan peternak JA

Standar nutrien konsentrat untuk ternak perah yaitu mengandung 18% protein kasar dan 75% TDN (Sudono, 1999). Konsentrat KPS yang digunakan oleh para peternak yaitu konsentrat yang mempunyai kandungan protein kasar 18%, namun hasil analisa laboratorium pada Tabel 6 menunjukkan bahwa kandungan protein kasar konsentrat hanya sebesar 17,82%. Peternak JA memberikan tambahan konsentrat yang berasal dari Bandung dan mempunyai kualitas yang sangat rendah dengan kandungan PK hanya 4,08%. Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa kualitas rumput gajah yang digunakan keempat peternak mempunyai kualitas yang rendah, dengan kandungan protein kasar berkisar antara 11,73% sampai 12,59%.

Mutu hijauan di Indonesia relatif rendah, oleh karena itu diperlukan konsentrat yang berperan dalam penyediaan energi dan zat makanan lain (Suryahadi et al., 2004). Pakan tambahan berupa ampas tahu yang digunakan peternak SA, HT dan JA mempunyai kandungan protein kasar sebesar 11,45%, sedangkan ampas tahu yang digunakan peternak AG mempunyai kandungan PK yang tinggi yaitu 24,44%. Konsentrat yang diberikan peternak sebanyak 4 kg per hari dan pemberiannya dicampur dengan ampas tahu. Pemberian ampas tahu dilakukan untuk menambah kandungan nutrien dalam ransum karena kualitas hijauan dan konsentrat yang diberikan rendah.

Ampas tahu memiliki kandungan protein yang cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan kandungan protein dalam ransum. Protein sangat diperlukan tubuh karena mempunyai peranan yang banyak bagi tubuh. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa peranan protein dalam tubuh adalah untuk memperbaiki jaringan tubuh, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme (deaminasi) untuk energi, metabolisme kedalam zat-zat vital dalam fungsi tubuh (zat-zat vital tersebut termasuk zat anti darah yang menghalangi infeksi) dan sebagai enzim-enzim yang esensial bagi tubuh.

Komposisi ransum dari masing-masing peternak disajikan pada Tabel 7. Pemberian konsentrat paling banyak dilakukan oleh peternak JA yaitu sebesar 6,12 kg konsentrat segar. Konsentrat yang diberikan oleh peternak JA merupakan campuran dari konsentrat Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPS) dan konsentrat yang dibeli dari Bandung, sedangkan peternak yang lain hanya menggunakan konsentrat yang diproduksi oleh KPS. Ampas tahu diberikan dalam jumlah yang banyak oleh setiap peternak. Peternak SA dan AG memberikan ampas tahu dalam jumlah banyak dan jumlah pemberian konsentrat yang diberikan lebih sedikit. Sedangkan peternak HT dan JA memberikan ampas tahu dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, namun jumlah konsentrat yang diberikan lebih banyak dari peternak SA dan AG.

Rumput yang diberikan oleh peternak berkisar antara 20,58 sampai 29,08 kg rumput segar, sedangkan bobot badan sapi berkisar antara 340 sampai 460 kg. Rumput yang diberikan seharusnya adalah 34-46 kg rumput segar. Pemberian rumput yang tidak mencukupi dikarenakan ketersediaannya yang terbatas, sehingga peternak

Tabel 7. Komposisi Ransum dan Bahan Kering (BK) Ransum Peternak Komposisi Ransum dan Peternak

Rata-rata Zat Makanan SA AG HT JA Komposisi Ransum Rumput (%BK) 49,65 39,89 48,57 40,59 44,67 Konsentrat (%BK) 22,77 25,16 36,75 37,92 30,65 Ampas tahu (%BK) 27,58 34,96 14,69 21,49 24,68 Komposisi Zat Makanan Ransum

BK Ransum (% BK) 14,76 12,91 12,53 12,98 13,29 Komposisi Zat Makanan

Ransum + Suplemen

BK Ransum + B (%) 14,76 12,91 12,72 12,98 13,34 BK Ransum + BX (%) 14,79 12,92 12,57 12,98 13,31 BK Ransum + MM (%) 14,79 12,92 12,57 12,98 13,31

Keterangan : SA = Peternak Sagimin AG = Peternak Agung

HT = Peternak H. Tukamir JA = Peternak Jafar

B = Biomineral tanpa proteksi BX = Biomineral dienkapsulasi MM= Mineral mix

Pemberian pakan yang berbeda-beda mengakibatkan komposisi pakan yang diberikan pada ternak berbeda pula. Hal ini dapat dilihat dari komposisi zat makanan yang disajikan pada Tabel 7. Perbedaan bahan kering ransum bergantung kepada jumlah bahan pakan dalam ransum dan kandungan bahan kering dalam bahan pakan tersebut.

Kandungan Suplemen Mineral

Suplementasi biomineral yang diberikan pada penelitian ini berupa biomineral tanpa proteksi, biomineral dienkapsulasi dan mineral mix. Hasil analisa kandungan suplemen biomineral tanpa proteksi dan biomineral dienkapsulasi memiliki rata-rata komposisi nutrien yang tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan hasil analisa mineral komersil (mineralmix) (Tabel 8).

Penambahan suplemen biomineral dienkapsulasi, biomineral tanpa proteksi dan mineral mix sebanyak 1,5% dari konsentrat yang diberikan peternak mempengaruhi komposisi nutrien yang terkandung dalam ransum. Pengaruh penambahan suplemen dapat meningkatkan konsumsi BK, konsumsi mineral Ca, P, Mg, dan S dalam ransum.

Tabel 8. Kandungan Nutrien Biomineral Dienkapsulasi, Biomineral Tanpa Proteksi dan MineralMix

Kandungan B BX MM BK (%)* 84,48 84,82 99,74 Abu (%BK)* 5,24 4,47 78,88 PK (%BK)* 21,02 20,46 0,84 SK (%BK)* 0,36 0,05 4,32 LK (%BK)* 1,25 1,16 0,35 Beta-N (%BK)* 72,12 73,87 15,61 P (% BK) 0,43 0,32 0,07 Ca (% BK) 0,34 0,32 51,82 Mg (% BK) 0,08 0,08 0,23 S (% BK) 0,11 0,10 0,01 K (% BK) 0,29 0,30 0,52 Na (% BK) 0,49 0,52 0,05 Fe (ppm) 803 1337 120 Al (ppm) 1351 1092 411 Mn (ppm) 65 60 127 Cu (ppm) 8 7 3 Zn (ppm) 83 78 30 Keterangan :

Hasil analisa laboratorium Balai penelitian tanah. Departemen pertanian, Bogor (2009) *Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor (2009)

B = biomineral tanpa proteksi MM = mineral mix BX = biomineral dienkapsulasi

Komposisi nutrien dari suplemen mineral (Tabel 8) menunjukkan bahwa kandungan nutrien biomineral dienkapsulasi dan biomineral tanpa proteksi lebih seimbang dibandingkan mineral mix baik pada suplemen biomineral tanpa proteksi dan biomineral dienkapsulasi. Mikroba yang terdapat dalam cairan rumen merupakan bahan dasar pembuatan biomineral. Oleh karena itu cairan rumen yang mengandung mikroba mengakibatkan biomineral mempunyai kandungan protein yang tinggi.

dienkapsulasi. Hal ini dikarenakan pada proses pembuatan biomineral dienkapsulasi melalui tahapan pemanasan denganautoclave.Proses pemanasan juga dapat merusak kandungan protein. Pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi yang diharapkan ataupun yang tidak diharapkan. Apriyantono (2002) menyatakan bahwa reaksi-reaksi tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang secara sensori aktif. Pemanasan dengan autoclave bertujuan agar xylosa dapat mengikat kandungan mineral yang terdapat dalam mikroba cairan rumen. Rusdi et al. (2007) menyatakan bahwa pemanasan dapat menyebabkan perubahan sifat fisik dan kimiawi protein sehingga protein menjadi sulit didegradasi dan menurunkan kecepatan degradasi protein oleh mikroba rumen.

Biomineral tanpa proteksi dan biomineral dienkapsulasi memiliki kandungan Beta-N, protein kasar (PK), dan lemak kasar (LK) yang cukup tinggi dibanding dengan mineral mix. Kandungan Beta-N pada biomineral dienkapsulasi dan biomineral tanpa proteksi yaitu 73,87%BK untuk biomineral dienkapsulasi dan 72,12%BK biomineral tanpa proteksi. Sedangkan kandungan Beta-N dalam mineral mix sangat rendah yaitu 15,61%BK. Tingginya kandungan Beta-N dikarenakan dalam pembuatan biomineral ditambahkan bahan carier berupa tepung terigu dan agar-agar sebagai sumber energi.

Serat kasar dari biomineral dienkapsulasi lebih rendah daripada biomineral tanpa proteksi, padahal xylosa yang ditambahkan dalam pembuatan biomineral dienkapsulasi merupakan sumber serat. Keadaan fisik biomineral dengan perlakuan xylosa lebih berwarna coklat dan lebih cair daripada biomineral tanpa proteksi yang menyebabkan penggunaan bahan carier yang meningkat. Peningkatan penggunaan tepung dan agar-agar dapat memperkecil imbangan SK dengan Beta-N. Rendahnya serat kasar juga dapat diakibatkan oleh jamur yang tumbuh selama penjemuran sehingga serat kasar difermentasi oleh mikroba dan kandungannya dalam biomineral berkurang.

Hasil analisis komposisi mineral pada suplemen biomineral dienkapsulasi dan biomineral tanpa proteksi memiliki perbandingan kandungan kalsium (Ca) dan posphor (P) dalam biomineral dienkapsulasi yaitu 1 : 1 dan Ca : P dalam biomineral

tubuh ternak, namun kekurangan mineral mikro dapat berakibat bagi kesehatan ternak (Arora, 1989).

Kandungan Mineral Pakan

Pakan yang diberikan pada penelitian terdiri dari hijauan berupa rumput gajah, konsentrat, dan ampas tahu. Hasil analisa kandungan mineral pakan dari tiap-tiap peternak dapat dilihat pada Tabel 9. Kandungan mineral rumput gajah, ampas tahu, dan konsentrat memiliki kadar mineral yang berbeda-beda. Ketersediaan mineral sangat tergantung pada jenis ransum, jumlah dan proporsi mineral tersebut. Kadar Ca, P, Mg, dan S rumput gajah yang dianalisis dari 4 peternak masing-masing berkisar antara 0,21-0,46%, 0,16%-0,33%, 0,18%-0,26%, dan 0,11%-0,18%. Kadar Ca dan P paling tinggi ditunjukkan pada rumput JA dengan kandungan 0,46% dan 0,33%. Perbedaan kandungan mineral dari masing-masing kelompok dapat dipengaruhi oleh keadaan mineral dalam tanah.

Tabel 9. Kandungan Mineral Pakan

Pakan Kadar Mineral Pakan (%)

Ca P Mg S Rumput SA 0,25 0,16 0,21 0,16 Rumput AG 0,21 0,23 0,18 0,11 Rumput HT 0,37 0,16 0,26 0,18 Rumput JA 0,46 0,33 0,23 0,14 Ampas Tahu A 0,61 0,36 0,20 0,13 Ampas Tahu B 0,51 0,37 0,20 0,20 Konsentrat KPS 0,43 0,30 0,26 0,16 KKPB 0,10 0,08 0,08 0,07 Keterangan :

Hasil analisa laboratorium Balai Penelitian Tanah. Departemen Pertanian Bogor (2009)

SA = Peternakan Sagimin AG = Peternakan Agung

HT = Peternakan Tukamir JA = Peternakan Jafar

Ampas Tahu A = Ampas tahu peternak AG

Ampas Tahu B = Ampas tahu peternak SA, HT, dan JA

Konsentrat KPS = Konsentrat masing-masing peternak (Konsentrat KPS)

KKPB = Konsentrat tambahan peternak JA

Ampas tahu yang digunakan oleh 3 peternak yaitu pada peternak SA, HT, dan JF adalah ampas tahu B, sedangkan ampas tahu A digunakan oleh peternak AG. Hasil analisa pada ampas tahu A dan ampas tahu B memiliki kandungan mineral Ca,

P, Mg, dan S yang tidak berbeda nyata walaupun berasal dari pabrik tahu yang berbeda. Sedangkan konsentrat KPS memiliki persentase mineral Ca, P, Mg, dan S yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrat Bandung.

Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Mineral Konsumsi Bahan Kering

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering (BK) dan konsumsi BK per bobot badan metabolis (BK/BBM), data konsumsi BK dapat dilihat pada Tabel 10. Konsumsi BK konsentrat lebih tinggi dibandingkan konsumsi BK hijauan. Rataan konsumsi BK hijauan sama untuk semua peternak yaitu sebesar 5,93 kg/hari, sedangkan rataan konsumsi konsentrat berkisar antara 7,4 sampai 9,68 kg/hari.

Tambahan BK paling banyak berasal dari penambahan mineral mix, karena kandungan BK mineral mix paling banyak dibandingkan kedua jenis biomineral. Konsumsi total BK dari masing-masing sapi yang digunakan dalam percobaan ini telah mencukupi kebutuhan BK dari masing-masing sapi tersebut. Rataan konsumsi BK hijauan sama untuk semua perlakuan, hal ini dikarenakan jenis rumput yang digunakan ke empat peternak sama yaitu rumput gajah dan jumlah permberiannya juga relatif sama. Perlakuan cenderung meningkatkan konsumsi BK dari konsentrat (Tabel 10) dengan kisaran konsumsi BK perlakuan R2, R3 dan R4 relatif sama.

Konsumsi BK dan BK/BBM hasil penelitian lebih tinggi dibandingkan kebutuhan BK dan kebutuhan BK/BBM dari sapi berdasarkan hasil perhitungan. Selisih antara konsumsi dan kebutuhan BK sapi R1, R2, R3 dan R4 secara berturut-turut adalah 2,20 ; 5,50 ; 5,20 dan 4,69 kg/ekor. Hal ini berarti konsumsi BK telah melebihi kebutuhan sapi. Peningkatan konsumsi BK dapat meningkatkan kecernaan pakan dalam rumen untuk memenuhi kebutuhan hidup dan produksi (Sutardi, 1981).

Konsumsi BK dari sapi yang digunakan dalam percobaan ini bergantung pada ransum yang diberikan peternak. Petenak mempunyai manajemen pemeliharaan yang berbeda-beda, baik pemberian pakan maupun perawatan ternaknya. Jenis rumput dan konsentrat yang digunakan masing-masing peternak berbeda sehingga banyaknya BK yang dikonsumsi ternak juga berbeda. Tingkat konsumsi berhubungan dengan

produktivitas ternak. Ternak yang mempunyai produksi susu yang tinggi akan mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang lebih banyak.

Tabel 10. Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi BK Kelompok Perlakuan

R1 R2 R3 R4 Hijauan SA 7,29 7,29 7,35 7,34 (kg/ekor/hari) AG 5,10 5,10 5,12 5,12 HT 6,07 6,07 6,07 6,07 JA 5,28 5,24 5,20 5,27 Rataan ± SD 5,93 ± 1,00 5,93 ± 1,00 5,93 ± 1,00 5,93 ± 1,00 Konsentrat* SA 7,63 7,64 7,63 7,64 (kg/ekor/hari) AG 7,84 7,85 7,83 6,85 HT 6,41 15,49 15,33 15,33 JA 7,71 7,72 7,66 7,73 Rataan ± SD 7,40 ± 0,66 9,68 ± 3,88 9,61 ± 3,81 9,39 ± 3,98 Mineral SA 0,00 0,02112 0,021205 0,024935 (kg/ekor/hari) AG 0,00 0,019008 0,0190845 0,0224415 HT 0,00 0,25344 0,25446 0,29922 JA 0,00 0,25344 0,25446 0,29922 Rataan ± SD 0±0 0,137±0,135 0,137±0,135 0,161±0,159 Total SA 14,92 14,94 14,98 14,98 (kg/ekor/hari) AG 12,94 12,95 12,95 11,97 HT 12,48 21,56 21,40 21,41 JA 12,98 12,96 12,86 12,99 Rataan ± SD 13,33 ± 1,08 15,60 ± 4,08 15,55 ± 4,02 15,34 ± 4,23 BK total/BBM SA 0,17 0,16 0,17 0,16 (g/kgBBM) AG 0,15 0,15 0,14 0,13 HT 0,14 0,23 0,26 0,26 JA 0,15 0,16 0,16 0,16 Rataan ± SD 0,15±0,01 0,17±0,04 0,181±0,05 0,18±0,05 Kebutuhan** SA 12,38 11,47 10,92 12,76 (kg/ekor/hari) AG 10,54 9,60 10,89 11,67 HT 10,20 10,59 9,43 9,59 JA 11,13 8,73 10,10 8,57 Rataan ± SD 11,06 ± 0,96 10,10 ± 1,19 10,346 ± 0,71 10,65 ± 1,91 Sumber : Pipit (2009)

Keterangan : * Konsentrat merupakan campuran dari konsentrat KPS dan ampas tahu.

**Kebutuhan pakan dihitung berdasarkan rumus Sutardi (2002) dalam Chaerani (2004). R1 = kontrol; R2 = R1 + biomineral; R3 = R1 + biomineral dienkapsulasi;

R4 = R1 + mineral mix SA = Peternak Sagimin AG = Peternak Agung HT = Peternak H. Tukamir JA = Peternak Jafar

Konsumsi BK ransum yang digunakan pada penelitian ini melebihi kebutuhan sapi, walaupun hanya berdasarkan perkiraan dari peternak. Kebutuhan sapi berdasarkan perhitungan dapat dilihat pada Tabel 10, sedangkan kebutuhan BK sapi perah dengan bobot badan (BB) 400 kg dengan kadar lemak 4,5% adalah 10,14

kg dan untuk sapi perah dengan BB 500 kg dengan kadar lemak 4,0% adalah 11,59 kg (NRC, 1989).

Sapi pada peternak Agung dan Jafar mengkonsumsi BK dari hijauan dalam jumlah yang rendah. Hal ini dikarenakan rumput yang diberikan biasanya rumput yang masih muda dengan jumlah yang sangat sedikit (± 20-24 kg/hari). Rumput yang masih muda mempunyai kadar air yang lebih tinggi dibandingkan rumput yang siap panen, selain itu kandungan nutriennya juga lebih rendah. Pemberian rumput muda pada sapi dapat mengganggu proses pencernaan sehingga sapi menjadi diare. Diare dapat mengakibatkan proses penyerapan tidak sempurna sehingga zat makanan lebih banyak yang terbuang. Konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan kadar zat makanan dalam ransum untuk memenuhi hidup pokok dan produksi (Parrakasi, 1999).

Konsumsi Mineral Ca

Perlakuan tidak berpengaruh terhadap konsumsi mineral kalsium (Ca). Data konsumsi Ca pada Tabel 11 menunjukkan bahwa rataan konsumsi Ca yang berasal dari hijauan yaitu 14,67 g/ekor/hari. Jumlah konsumsi Ca yang berasal dari konsentrat berkisar antara 25,33 sampai 25,43 g/ekor/hari. Tambahan Ca dari biomineral tanpa proteksi dan biomineral dienkapsulasi sama yaitu sebesar 0,09 g/ekor/hari, sedangkan tambahan Ca dari mineralmixyaitu sebesar 3,99 g/ekor/hari.

Konsumsi Ca total R1, R2, R3 dan R4 secara berturutan 40,08; 40,17; 39,99 dan 54,07 g/ekor/hari. Pada perlakuan R4 total konsumsi Ca lebih tinggi di bandingkan dengan perlakuan lainnya, hal tersebut dikarenakan kandungan mineral Ca yang tinggi pada mineral mix yaitu sebesar 51,82%. Tabel 8 menunjukkan bahwa kandungan Ca dari biomineral tanpa proteksi yaitu sebesar 0,34%, biomineral dienkapsulasi sebesar 0,32%. Selain itu konsumsi Ca hijauan pada kelompok peternak HT dan JA lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok peternak SA dan AG, hal tersebut dikarenakan kadar mineral Ca pada hijauan peternak HT dan JA lebih tinggi dibanding kadar mineral Ca hijauan peternak SA dan AG. Kadar mineral Ca hijauan pada rumput peternak SA dan AG sebesar 0,25% dan 0,21%, sedangkan kadar mineral Ca hijauan pada rumput peternak HT dan JA sebesar 0,37% dan

Tabel 11. Konsumsi Mineral Ca Sapi Perah Selama Percobaan Konsumsi Mineral Kelompok Perlakuan R1 R2 R3 R4 Hijauan SA 10,00 10,00 10,00 10,00 (g/ekor/hari) AG 6,90 6,90 6,90 6,90 HT 20,00 20,00 20,00 20,00 JA 21,90 21,70 21,50 21,80 Rataan ± SD 14,70 ± 7,37 14,65 ± 7,30 14,63 ± 7,22 14,68 ± 7,34 Konsentrat SA 28,00 28,00 27,90 27,90 (g/ekor/hari) AG 29,40 29,40 29,30 29,30 HT 25,90 26,10 26,00 26,00 JA 18,20 18,20 18,00 18,40 Rataan ± SD 25,38 ± 4,99 25,43 ± 5,00 25,30 ± 5,05 25,40 ± 4,86 Total SA 38,00 38,00 37,90 37,90 (g/ekor/hari) AG 36,30 36,30 36,20 36,20 HT 45,90 46,10 46,00 46,00 JA 40,10 39,90 39,50 40,2 Rataan ± SD 40,08 ± 4,18 40,08 ± 4,28 39,90 ± 4,28 40,08 ± 4,28 Mineral SA 0 0,087 0,082 13,214 (g/ekor/hari) AG 0 0,077 0,072 11,660 HT 0 0,102 0,096 15,546 JA 0 0,102 0,096 15,546 Rataan ± SD 0 ± 0 0,09 ± 0,01 0,09 ± 0,01 13,99 ± 1,90 Total + SA 38,00 38,087 37,982 51,114 Mineral AG 36,30 36,377 36,272 47,860 (g/ekor/hari) HT 45,90 46,202 46,096 61,546 JA 40,10 40,002 39,596 55,746 Rataan ± SD 40,08 ± 4,18 40,17 ± 4,29 39,99 ± 4,29 54,07 ± 5,94 Total + SA 0,416 0,410 0,434 0,521 Mineral AG 0,406 0,401 0,403 0,526 (g/BBM/hari) HT 0,523 0,489 0,562 0,729 JA 0,456 0,474 0,486 0,669 Rataan ± SD 0,45 ± 0,05 0,44 ± 0,04 0,47 ± 0,07 0,61 ± 0,10

Keterangan : * Konsentrat merupakan campuran konsentrat dan ampas tahu

R1 = kontrol; R2 = kontrol + biomineral; R3 = R1 + biomineral dienkapsulasi R4 = R1 + mineral mix SA = Peternak Sagimin AG = Peternak Agung HT = Peternak H. Tukamir JF = Peternak Jafar

Jumlah konsumsi total tersebut telah melebihi kebutuhan masing-masing sapi tersebut. Berdasarkan NRC (1989), kebutuhan Ca sapi perah yaitu sebesar 37,8 g/hari. Ransum yang berkadar Ca rendah tanpa diimbangi konsumsi yang cukup akan

terjadi pengurasan Ca dan P dari tulang sehingga menyebabkan kerapuhan tulang (McDowell, 2003). Hal tersebut tidak akan terjadi apabila Ca yang diberikan melebihi kebutuhan.

Konsumsi Mineral P

Penambahan suplemen mineral tidak berpengaruh terhadap konsumsi mineral P. Data konsumsi mineral P disajikan pada Tabel 12. Rata – rata konsumsi P yang berasal dari hijauan yaitu 9,68 g/ekor/hari, sedangkan konsumsi P yang berasal dari konsentrat yaitu 17,45 g/ekor/hari sampai 17,73 g/ekor/hari. Tambahan mineral P yang berasal dari suplemen biomineral tanpa proteksi dan biomineral dienkapsulasi yaitu 0,12 g/ekor/hari dan 0,09 g/ekor/hari, sedangkan tambahan mineral P dari mineral mix hanya sebesar 0,02 g/ekor/hari. Rendahnya tambahan mineral yang dikonsumsi pada perlakuan R4 dikarenakan kadar mineral P yang terkandung dalam mineral mix hanya sebesar 0,07%. Sedangkan kandungan mineral P pada penambahan biomineral tanpa proteksi dan biomineral dienkapsulasi yaitu sebesar 0,34% dan 0,32%.

Ca dan P merupakan penyusun utama tulang dan gigi, serta terdapat dalam air susu dalam jumlah yang besar. Konsumsi mineral Ca dan P masih berada dalam imbangan 2 : 1. Tillman et al. (1989) menyatakan bahwa ternak ruminansia dapat toleran terhadap imbangan yang lebih tinggi dari 2:1. Akan tetapi NRC (1989) mengatakan bahwa rasio yang terlampau lebar akan menurunkan penampilan hewan yang sedang tumbuh sehingga tidak direkomendasikan. Parakassi (1999) menyatakan bahwa rasio Ca : P yang biasa direkomendasikan adalah (1:1) sampai (2:1). Mineral berperan penting dalam proses fisiologis ternak, baik untuk pertumbuhan maupun pemeliharaan kesehatan. Beberapa unsur suplemen mineral berperan penting dalam penyusunan struktur tubuh, baik untuk perkembangan jaringan keras seperti tulang dan gigi maupun jaringan lunak seperti hati, ginjal, dan otak (McDowell, 2003).

Total konsumsi mineral P/BBM berkisar antara 0,30 g/BBM/hari sampai 0,32 g/BBM/hari.

Tabel 12. Konsumsi Mineral P Sapi Perah Selama Percobaan Konsumsi Mineral Kelompok Perlakuan R1 R2 R3 R4 Hijauan SA 6,50 6,50 6,50 6,50 (g/ekor/hari) AG 7,60 7,60 7,60 7,60 HT 8,90 8,90 8,90 8,90 JA 15,80 15,70 15,60 15,80 Rataan ± SD 9,70 ± 4,18 9,68 ± 4,13 9,65 ± 4,09 9,70 ± 4,18 Konsentrat SA 19,90 19,90 19,90 19,90 (g/ekor/hari) AG 18,70 18,70 18,70 18,70 HT 18,10 18,30 18,20 18,20 JA 13,30 13,30 13,00 14,10 Rataan ± SD 17,50 ± 2,90 17,55 ± 2,91 17,45 ± 3,05 17,73 ± 2,52 Total SA 26,40 26,40 26,40 26,40 (g/ekor/hari) AG 26,30 26,30 26,30 26,30 HT 27,00 27,20 27,10 27,10 JA 29,10 29,00 29,50 29,90 Rataan ± SD 27,20 ± 1,30 27,23 ± 1,25 27,33 ± 1,49 27,43 ± 1,69 Mineral SA 0 0,110 0,082 0,018 (g/ekor/hari) AG 0 0,097 0,072 0,016 HT 0 0,129 0.096 0,021 JA 0 0,129 0,096 0,021 Rataan ± SD 0 ± 0 0,12 ± 0,02 0,09 ± 0,01 0,02 ± 0,002 Total + SA 26,40 26,510 26,482 26,418 Mineral AG 26,30 26,397 26,372 26,316 (g/ekor/hari) HT 27,00 27,329 27,196 27,121 JA 29,10 29,129 29,596 29,921 Rataan ± SD 27,20 ± 1,30 27,34 ± 1,26 27,41 ± 1,50 27,44 ± 1,69 Total + SA 0,289 0,286 0,302 0,269 Mineral AG 0,294 0,291 0,293 0,289 (g/BBM/hari) HT 0,308 0,289 0,332 0,321 JA 0,331 0,345 0,363 0,359 Rataan ± SD 0,31 ± 0,02 0,30 ± 0,03 0,32 ± 0,03 0,31 ± 0,04

Keterangan : * Konsentrat merupakan campuran konsentrat dan ampas tahu

R1 = kontrol; R2 = kontrol + biomineral; R3 = R1 + biomineral dienkapsulasi R4 = R1 + mineral mix SA = Peternak Sagimin AG = Peternak Agung HT = Peternak H. Tukamir JF = Peternak Jafar

Konsumsi Mineral Mg

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, pemberian berbagai suplemen mineral dalam bentuk biomineral tanpa proteksi, biomineral dienkapsulasi maupun mineral mix tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi mineral Mg (Tabel 13). Rata – rata konsumsi mineral Mg yang berasal dari hijauan yaitu 9,78 g/ekor/hari, sedangkan konsumsi mineral Mg yang berasal dari konsentrat lebih besar dari konsumsi hijauan yaitu 12,88 g/ekor/hari sampai 13,13 g/ekor/hari.

Tambahan mineral Mg yang berasal dari suplemen biomineral tanpa proteksi dan biomineral dienkapsulasi sama yaitu sebesar 0,022 g/ekor/hari, sedangkan tambahan mineral Mg dari mineral mix sebesar 0,062 g/ekor/hari. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan penambahan suplemen biomineral tanpa proteksi, suplemen biomineral dienkapsulasi dan mineral mix tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi mineral Mg.

Konsumsi total mineral Mg/BBM pada perlakuan R1, R2, R3, dan R4 berturut-turut adalah 0,25; 0,25; 0,27; dan 0,26 g/BBM/hari. Hasil analisis sidik ragam pada total konsumsi mineral Mg dan total konsumsi mineral Mg/BBM menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Secara subklinik kekurangan mineral Mg dapat menyebabkan penurunan produksi susu, dan penambahan mineral Mg dapat meningkatkan produksi susu. Magnesium merupakan bagian struktural tulang dan terkait erat dengan mineral Ca, P dan vitamin D dalam pembentukan tulang. Selain itu Mg merupakan salah satu aktivator dalam metabolisme mineral P. Pada hewan dewasa sebagian besar Mg, yaitu sekitar 60% ditimbun dalam tulang (McDowell, 1992).

Rendahnya konsumsi mineral Mg selain karena rendahnya kandungan Mg pada pakan dapat disebabkan oleh peningkatan mineral natrium (Na) dan kalium (K)

Dokumen terkait